Anda di halaman 1dari 25

PRAKTIKUM FITOKIMIA

TUGAS 5
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN
ANTRAKINON
(Ekstrak Rheum officinale
L.)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitokimia

KELOMPOK : 5

KELAS: A
1. Nor Salsabila Mayasari (202010410311001)
2. Athaya Zelvy Swardini (202010410311015)
3. Putri Ratnasari (202010410311043)
4. Maratus Sholehah (202010410311270)

DOSEN PEMBIMBING:
Apt. Siti Rofida, S.Si, M.Farm.
Apt. Amaliyah Dina Anggraeni, M.Farm.
Apt. Dita Ayu Winata, S. Farm
Dhea Aulia, S. Farm

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2023
BAB I
1.1 Judul

IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ANTRAKINON


9Ekstrak

Rheum officinale L.)

1.2 Latar Belakang


Sebagian besar sari senyawa kimia yang diambil dari
tumbuhan berupa metabolit sekunder (Mann, 1989). Metabolit
sekunder merupakan hasil yang khas dari tumbuhan, dibentuk
dan diakumulasikan pada bagian-bagian tertentu dari
tumbuhan. Dalam metabolisme sekunder yan terjadi pada
tumbuhan akan menghasilkan beberapa se yawa yang tidak
digunakan sebagaicadangan energi melainkan untuk menunjang
kelangsungan hidupnya seperti untuk pertahanan dari predaptor.
Antrakinon merupakan salah satu senyawa- senyawa yang
dihasilkan dari metabolisme sekunder. Antrakuinon merupakan
senyawa turunan dari antrasena yang diperoleh dari reaksi
oksidasi dari antrasena.

Salah satu pendekatan untuk penelitian tumbuhan obat


adalah penapisan senyawa kimia yang terkandung dalam
tanaman. Cara ini digunakan untuk mendeteksi senyawa
tumbuhan berdasarkan golongannya. Sebagai informasi awal
dalam mengetahui senyawa kimia apa saja yang mempunyai
aktivitas biologis dari suatu tanaman. Informasi yang diperoleh
dari pendekatan ini juga dapat digunakan untuk keperluan
sumber bahan yang mempunyai nilai ekonomi lain seperti
sumber tanin, minyak untuk industri, sumber gula, dll. Metode
yang telah dikembangkan dapat mendeteksi adanya golongan
senyawa antrakinon

1.3 Tujuan Praktikum

Mahasiswa mampu melakukan identifikas senyawa golongan


antrakinon dalam tanaman.
BAB II
2.1 Tinjauam Pustaka
2.1.1 Senyawa Antrakuinon
Antrakuinon merupakan golongan dari senyawa
glikosida termasuk turunan kuinon. Antrakuinon
merupakan senyawa kristal bertitik leleh tinggi, dan larut
dalam pelarut organic dan basa. Antrakuinon mudah
terhidrolisis (Sirait,2007).
Turunan antrakuinon seringkali berwarna merah
oranye dan sering dapat dilihat secara visual, misalnya di
dalam jari-jari teras akar kelembak (Rheumofficinale).
Turunan antrakuinon larut dalam air panas atau etanol
encer (Ngaeni,Ismunandar, dan Setyawaty, 2014).
Glikosida antrakinon bersifat mudah terhidrolisis
seperti glikosida lainnya. Glikosida ini jika terhidrolisis
menghasilkan aglikon di-, tri-, atau tetrahidroksi
antrakuinon atau modifikasinya sedangkan bagian
gulanya tidak menentu. Contohnya jika frangulin
dihidrolisis maka akan mengasilkan emodin (1,6,8-
trihidroksi-3-metil antrakuinon) dan rhamnosa.
Antrakuinon bebas hanya memiliki sedikit aktivitas
terapeutik. Residu gula memfasilitasi absorpsi dan
translokasi aglikon pada situs kerjanya Turunan
antrakuinon umumnya berwarna merah oranye dan dapat
dilihat langsung serta terdapat dalam bahan-bahan
purgativum (laksativum atau pencahar) (Senyawa et al.,
2015).
Gambar Struktur Kimia Antrakinon

2.1.2 Identifikasi Senyawa Antrakinon


 Uji Borntrager
Semua antrakuinon memberikan warna reaksi yang khas
dengan reaksi Borntraeger. Jika larutan ditambah dengan
ammonia maka larutan tersebut akan berubah warna menjadi
merah untuk antrakuinon dan kuning untuk antron dan diantron
(Endarini, 2016).
 Ujimodifikasi Borntrager
Jika terbentuk warna merah pada lapisan amonia, maka bahan
tanaman tersebut mengandung senyawa golongan antrakuinon
(Endarini, 2016).

2.1.3 Identifikasi Kromatografi Lapis Tipis


Kromatografi lapis tipis (Thin-layerchromatography/TLC)
dalam penelitian pada umumnya dan dalam fitokimia khususnya.
Kromatografi lapis tipis adalah teknik kromatografi planar sederhana,
hemat biaya, dan mudah dioperasikan yang telah digunakan di
laboratorium kimia umum selama beberapa dekade untuk memisahkan
senyawa kimia dan biokimia secararutin. Secara tradisional, metode
kimia dan optik digunakan untuk memvisualisasikan bintik analit pada
klat TLC. Kromatografi lapis tipis dilakukan dengan menggunakan
sepotong kaca, logam atau plastic kaku yang dilapisi lapisan tipis
silika gel atau alumina. Silika gel (atau alumina) adalah fase diam.
Fase diam
untuk kromatografi lapis tipisjuga sering mengandung zat yang
berfluoresensi dalam sinar UV. Fase gerak adalah pelarut cair yang
cocok atau campuran pelarut (Gritter, et al,1991).

2.2.4 Fase Diam


Berupa lapisan tipis yang terdiri atas bahan padat yang
dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya
terbuat dari kaca ,dapat pula terbuat dari plat polimer atau
logam. Lapisan melekat pada permukaan dengan bantuan
bahan pengikat, biasanya kalsium sulfatatau amilum. Penyerap
yang umum dipakai untuk kromatografi lapis tipis adalah silica
gel, alumina, kieselgur, dan selulosa (Gritter, et al,1991).
Dua sifat yang penting dari fase diam adalah ukuran
partikel dan homogenitasnya, karena adhesi terhadap
penyokong sangat bergantung pada kedua difat tersebut.
Partikel yang butirannya sangat kasar tidak akan memberikan
hasil yang memuaskan dan salah satu cara untuk memperbaiki
hasil pemisahan adalah dengan menggunakan fase diam yang
butirannya lebih halus. Butiran halus memberikan aliran
pelarut yang lebih lambat dan resolusi yang lebih baik
(Sastrohamidjojo,1985).

2.1.5 Fase Gerak


Merupakan medium angkut yang terdiri atas satu atau
beberapa pelarut, jika diperlukan system pelarut multi
komponen, harus berupa suatu campuran sesederhana
mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen.
Pemisahan senyawa organic selalu menggunakan pelarut
campur. Tujuan menggunakan pelarut campuran adalah untuk
memperoleh pemisahan senyawa yang baik (Stahl, 1985).
KLT merupakan teknik pemisahan skala mikro yang cepat dan
murah yang dapat digunakan untuk:
2.1.6 Menentukan jumlah komponen dalam campuran
2.1.7 Menguji identitas suatu senyawa
2.1.8 Memantau perkembangan suatu reaksi
2.1.9 Menentukan kondisi yang cocok untuk kromatografi kolom
2.1.10 Menganalisa fraksi yang didapatkan dari
kromatografi kolom (Stahl, 1985).

2.1.6 Harga Rf
KLT dengan penyerap penukar ion dapat digunakan
untuk pemisahan senyawa polar. Zat yang memiliki kepolaran
yang sama dengan fase diam akan cenderung tertahan dan nilai
Rfnya paling kecil pada identifikasi noda/penampakan noda,
jika noda sudah berwarna dapat langsung diperiksa dan
ditentukan harga Rfnya. Harga Rf yangdiperoleh pada KLT
tidak tetap jika dibandingkan dengan yang diperoleh pada
kromatografi kertas (Ii, 2014).
Oleh karena itu, pada lempeng sama disamping
kromatogram dari zat yang diperiksa perlu dibuat kromatogram
dari zat pembanding kimia lebih baik dengan kadar yang
berbeda-beda (Ii, 2014).

Faktor yang mempengaruhi harga Rf:

2.2 Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan

2.3 Sifat dan penyerap, derajat aktivitasnya

2.4 Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap


2.5 Pelarut fase gerak

2.6 Derajat kejenuhandan uap dalam bejana


pengembangan yang digunakan.

(Ii, 2014).

2.1.7 Tanaman Kelembak (Rheum officinale L.)

Gambar Tanaman Kelembak

Tanaman kelembak (Rheum officinale Baill.) merupakan salah


satu tanaman dari Polygonaceae dikenal sebagai Rhubarb. Tanaman
ini telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Tercantum dalam
Farmakope Herbal Indonesia sebagai tanaman obat berkhasiat,
kelembak merupakan salah satu tanaman yang sering digunakan
untuk pengobatan di Indonesia. Jenis ini tumbuh dengan baik pada
daerah beriklim kering hingga sedang, biasanya menyukai tanah
berpasir yang tidak begitu lembab. Akar dan daunnya mengandung
flavonoid, disamping itu akarnya juga mengandung glikosida;
krisofanol, rein- emodin, dan saponin, sedangkan daunnya
mengandung polifenol, antraglikosida dan frangula-emodin. Pada
batangnya mengandung asam krisofanat, emodin dan rhein
(Nurhasanah & Iriani, 2021).
Di Indonesia, tanaman ini hanya ditemukan tumbuh di daerah
pegunungan pada tanah yang gembur dan subur.

2.1.8 Klasifikasi Tanaman (Rheum officinale L.)

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Polygonales

Famili : Polygonaceae

Genus : Rheum

Spesies : Rheum offincinale

(Jefri,2018)

2.1.9 Morfologi Tanaman (Rheum officinale L.)

Tanaman Kelembak memiliki Habitus berupa Semak, tahunan,


tinggi 25-80 cm. Memiliki batang pendek, terdapat di dalamtanah,
beralur melintang, masif, coklat. Daun pada tanaman kelembak
memiliki struktur daun Tunggal, bulat telur, pangkal bentuk
jantung dan berbulu, ujung runcing, tepi rata, bertangkai 10-40
cm, pangkal tangkai daun memeluk batang, panjang 10-35cm,
lebar 8-30 cm, dan berwarna hijau. (Jefri, 2018).
2.1.10 Kandungan Kimia ((Rheum officinale L.)

Secara umum tanaman ini mengandung kandungan: Asam


Krisofat, krisofanin, rienemodin, aloe-emodin, reokristin,
alizarin, glukogalin, tetrazin, katekin, saponin, tannin, dan
amilum serta kuinon (Jefri, 2018).
2.1.11 Manfaat Tanaman (Rheum officinale L.)

Tanaman kelembak meempunyai manfaat untuk kesehatan,


diantaranya dapat berfungsi sebagai pencahar dan
memudahkan buang air besar. Selain itu dapat mengobati
hepatitis B dan mengatasi menggumpalnya darah. Dapat bersifat
sebagai antipiretik, anti inflammatory, antioksidan, anti
hipertensi, anti kolestrol, dan antispamodik. Bagian batangnya
dapat menyembuhkan sariawan, batuk hingga malaria.
(Depkes, 2010)

Mengobati konstipasi, jaundice, amenorea, akar kelembak


menjadi komponen dalam rokok klembak menyan yang populer
di kalangan masyarakat menengah ke bawah di Yogyakarta,
serta kelembak di Jawa Tengah juga dijadikan sebagai campuran
dalam pembuatan jamu. Khasiat obatnya adalah sebagai laksatif
atau sebagai penenang. Mengobati sembelit (konstipasi) dan
membantu mengatasi penggumpalan darah dan nanah serta
pengobatan hepatitis B (Depkes, 2010).

Masing-masing manfaat terperinci tiap bagiannya adalah


Batangnya dapat mengobati malaria, sariawan dan batuk;
Akarnya mengandung glikosida adstringent yang dapat
dijadikan sebagai zat penyamak. Pada akarnya pula
mengandung antrakuinon yang menimbulkan efek purgative,
dan tannin yang berefek melawan astringen atau dapat disebut
sebagai adstringent, tapi dalam jumlah kecil efek adstringen
juga
dibutuhkan, tapi jika terlalu banyak maka dapat menimbulkan

efek laksatif (Depkes, 2010).

2.1.11.Alat dan Bahan

Alat :
1. Tabung reaksi
2. Cawan porselen
3. Batang pengaduk
4. Plat KLT
5. Lampu UV
6. Pipet tetes
7. Pipet kapiler
8. Corong
9. Kertas saring
10. Chamber

Bahan :
1. Aquadest
2. KOH 5N
3. H2O2 encer
4. Toluene
5. Ammonia pekat
6. Asam asetat glasial
7. Etil asetat
BAB III

3.1 rosedur Kerja

A. Reaksi Warna

1) Uji Borntrager

1. Ektrak sebanyak 0,3 gram diektraksi dengan 10 ml aquadest,


saring, lalu filtrat diesktraksi dengan 5 ml toluena dalam corong
pisah.

2. Ektraksi di lakukan sebanyak dua kali. Kemudian fase toluena


dikumpulkan dan dibagi menjadi 2 bagian, disebut sebagai larutan
VA dan VB.

3. Larutan VA sebagai blangko, larutan VB ditambah amonia pekat 1


ml dan di kocok.

4. Timbulnya warna merah menunjukkan adanya senyawa antrakinon.

2) Uji modifikasi Borntrager

1. Ekstrak sebanyak 0,3 gram ditambah dengan 5 ml KOH 0,5N dan


1 ml H2O2 encer.

2. Dipanaskan selama 5 menit dan disaring, filtrat ditambah asam


asetat glasial, kemudian diektraksi dengan 5 ml toluena.

3. Fase toluena diambil dan dibagi menjadi dua sebagai larutan VIA
dan VIB.

4. Larutan VIA sebagai blangko, larutan VIB ditambah amonia pekat


1 ml. Timbulnya warna merah atau merah muda pada lapisan
alkalis menunjukkan adanya antrakinon.
3) Kromatografi lapis Tipis

1. Sampel ditotolkan pada fase diam. Uji kromatografi lapis tipis ini
menggunakan ; Fase diam : Kiesel Gel 254 Fase Gerak : Toluena-
Etil asetet-Asam asetat glasial (75:24:1) Penampak noda : Larutan
KOH 10% dalam metanol.

1. Timbulnya noda berwarna kuning, kuning cokelat, merah ungu


atau hijau ungu menunjukkan adanya senyawa antrakinon.

3.1 Skema Kerja


A. Reaksi warna

1) Uji Borntrager

Ektrak 0,3 g diektraksi dengan 10 mL aquadest, saring

Filtrat diektraksi dengan 5 mL toluen dalam corong

Prosedur ektraksi dilakukan sebanyak 2

Fase toluen dikumpulkan, dibagi menjadi 2 (larutan VA


dan VB)

Larutan VA sebagai blanko

Larutan VB ditambah 1 mL ammonia pekat, dikocok


Adanya senyawa antrakinon timbulnya warna
merah pada larutan

2) Uji Modifikasi Borntrager

Ektrak 0,3 g (+) 5 mL KOH 0,5 N dan 1 mL H2O2 encer

Dipanaskan selama 5 menit lalu saring

Filtrat (+) asam asetat glasial, lalu diektrasi dengan


5mL toluen

Diambil fase toluen, bagi menjadi 2 (larutan VIA dan


VIB)

Larutan VIA sebagai blanko

Larutan VIB (+) 1 mL ammonia pekat

Jika timbul warna merah atau merah muda pada lapisan


alkalis menunjukkan adanya antrakinon.
B. Kromatografi Lapis Tipis

Sampel ditotolkan pada fase diam

Amatilah plat KLT pada sinar UV 254 nm

Masukkan plat KLT kedalam chamber/fase diam

Amati kembali pada sinar UV 254 nm

Semprotkan penampak noda larutan KOH 10% dalam


methanol

Amatilah pada sinar UV 254 nm dan 365 nm

Jika timbul warna kuning, kuning coklat, merah


unguatau hijau ungu menunjukkan adanya
senyawa antrakinon

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

Uji Brontriger VA (larutan blanko)


VB (larutan + ammonia
didapatkan hasil larutan berwarna
merah muda)

Modifikasi Borntriger VIA (larutan blanko)


VB (larutan + ammonia didapatkan
hasil larutan yang berwarna merah
muda)

Uji Kromatografi Lapis Tipis


Siar uv 356 nm

Sinar uv 254 nm

Hasil setelah diberi penampak noda


dan di panaskan pada plat KLT

4.2 Perhitungan Nilai Rf


Noda ke - Larutan VA Larutan VIA
1 1,6 1,5
=0,2 =0,1875
8 8
2 4,1 4,1
=0,5125 =0,5125
8 8
3 5 5
=0,625 0,625
8 8
4 7,2
=0,9
8

PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini kelompok kami melakukan identifkasi senyawa
golongan antrakinan yang bertujuan untuk mengidentifikasi adanya senyawa
golongan antrakinan pada ekstrak Rheum officinale L . atau tanaman kelembak
secara kualitatif. Pada pengamatan di lakukan uji reaksi warna dan KLT pada reaksi
warna dibagi menjadi 2 metode uji yaitu uji borntrager dan uji modifikasi borntriger.
Pangujian reaksi warna yang pertama yaitu uji norntriger, uji ini menggunakan elstrak
officinale L atau tanaman kelembak yang di ekstraksi dengan 10ml aquadest lalu
disaring. Setelah itu filtrat dieksresi dengan 5ml tolune dalm coronh pisah dan di
lalukan 2 kali (larutan VA dan VIA) lalu larutan VA digunakan sebagai blanko dan
untuk plat KLT.
Pada larutan VA ditambahkan ammonia pekat 1ml lalu dikocok, pemberian
ammonia berfungsi sebagai suasana basa sehingga dapat menghidrolisi. Glikosida
dan mengolsidasi antranol menjadi antrakuinon, pada hasil uji ini didapatkan hasil
realsi positif karena dalam larutan menimbulkan warna merah yang menunjukan
bahwa larutan mengandung adanya senyawa antrakinon. Hal ini sesuai dengan teori
bahwa adanya senyawa antrakinon pada uni brontiger ditandai dengan timbulnya
warna merah, jika larutan di tambah dengan ammonia maka larutan tersebut akan
berubah warna menjadi merah untuk antrakinon dan kuning untuk antron dan
diantron.
Pengujian reaksi warna yang kedua yaitu modifikasi brontiger. Uji ini menggunakan
ekstrak Rheum officinale L. Atau tanaman kelembak di tambahkan dengan 5 ml KOH
0,5N dan H2O2 encer, penambahan KOH bertujuan untuk menghidrolisis glikosisa
antron dan antranol serta membentuk garam kalium dengan aglikon sedangkan
penambahan H2O2 digunakan untuk mempercepat oksidasi antron atau antranol
menjadi antrakuinon. Setelah itu dipanaskan di penangas air selama 3 menit
kemudian di saring, dilakukan pemanasan untuk melarutkan antrakinon agar terpisah
dari sirupus simplex. Filtrat ditambah asam asetat grasial 1ml dan di ekstrasi dengan
5ml tolune. Kemudian fase tolune yang berada diatas diambil dan dibagi menjadi 2
( laritan VIA dan VIB) larutan VIA digunakan sebagai blanko.
Pada laritan VIB ditambahkan ammonia pekat 1ml pada hasil modifikasi
borntiger didapatkan hasil positif karena timbulnya larutan berearna merah muda atau
pink pekat pada laposan alkalis yang menunjukan adanya senyawa antrakinon.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa adanya senyawa antrakinon ditandai dengan
terdapatnya laposan alkalis berwarna pink atau merah muda. Jika larutan di
tambahkan dengan ammonia maka larutan tersebut akan berubah warna menjadi
merah untuk antrakuinon dan kuning untuk antron dan diantron.
Selanjutnya uji Kromatograpi Lapis Tipis (KLT) dengan fase diam kiesel gel
GF 254, fase fese gerak toluena : etil asetat glasial (75 : 24 : 1) dan penampak noda
larutan KOH 10% dalam metanol, pada penotolan di plat KLT larutan VA ditotolkan
pada lempeng sebelah kiri dan larutan VIA ditotolkan pada lempeng sebelah kanan.
Lalu diamati di awh sinat uv 254 nm dan 356 nm untuk melihat noda yang muncul,
kemudian diberikan penampak noda larutan KOH 10% dalam metanol untuk
memperjelas noda yang tampak. Kemudian ditunggu sampai kering hingga terlihat
penampak noda berwarna kuning, kuning coklat, merah ungu, atau hijau ungu.
Berdasarkan hasil percobaan lafa uji KLT didapatkan hasil positif yang
menunjukan noda berearna merah ungu pada plat KLT setelah diberikan penampak
noda yang anrtinya mengandung senyawa antrakinon. Pada uji kali ini dapat nilai Rf
masing masing noda pada plat KLT sebesar 0,31 ; 0,65 ; 0,29 ; dan 0,65 nilai Rf
tersebut masuk rentang sesuai dengan teori bahwa bilai Rf berkisar antara 0 dan 1 dan
nilai Rf terbaik antara 0,2 - 0,8 untuk Rf relatif pada ditemsi
BAB 5
KESMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum kelompok kami dapat disimpulkan bahwa
1. Pada uji identifikasi senyawa golongan antrakinon pada ekstrak Rheum officiale L.
menguunakan 2 pengujian yaiitu reaksi warna borntriger dan uji modifikasi
borntrger dan KLT.
2. Pada pengujian reaksi warna, uji borntriger menunjukan hasil positif mengandung
adanya senyawa anrakinon dibuktian dalam larutan menimbulkan warna merah.
3. Pada pengujian reaksi warna uji modifikasi borntriger menunjukan hasil positif
mengandung adanya senyawa antrakinon dibuktikan ada timbulnya larutan
berwarna merah muda atau pink pekat pada lapisan alkalis.
4. Pada uji KLT didapatkan hasil positif yang menunjukan noda berwarna merah
ungu yang artinya mengandung senyawa antrakinon.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta: Balitbangkes


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2010.

Endarini, L. H. 2016. Farmakognisi dan Fitokimia. Pusat Pendidikan


SDM Kesehatan. Jakarta. Hal 215.

Ii, B. A. B. (2014). Bab ii tinjauan pustaka

2.1. 4–24. Jefri,Bab,I.

(2018).Isolasikuinondari akarkelembak.1–

31.

Nurhasanah, & Iriani, D. (2021). Struktur Anatomi Batang Kelembak


(Rheum OfficinaleBaill.). 1–5.

Hardjono Sastrohamidjojo. (1985). Kromatografi. Yogyakarta: Liberty

Senyawa, I., Antrakinon, G., Rheum, E., Studiawan, D. H., Si, M.,
Rakhmawati, D., Si, M.,Rofida, S., Si, S., & Farm, M.
(2015). Laporan praktikum v fitokimia.

Setyawaty, R., A. Ismunandar, N.Q, Ngaeni. 2014. Identifikasi


Senyawa Antrakuinon pada Daun Mengkudu (Morinda
citrifolia, L.) Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis.
Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan
Pengabdian LPPM UMP 2014. Purwokerto.

Sirait, Midian. (2007). Penuntun Fitokimia dalam Farmasi.


Bandung: Penerbit ITB.

Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara kromatografi dan Mikroskopi,


diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang
Soediro, 3-17, ITB, Bandung.
Perhitungan Eluen

Toluena : etil asetat : asam asetat glasial (75 : 24 : 1)

 Toluena (C6H5CH3) = 100


75
𝑥 20 𝑚𝑙 = 15 𝑚𝑙

Toluena (C6H5CH3) = 75100 𝑥 30 𝑚𝑙 = 22,5 𝑚𝑙

 Etil asetat (C4H8O2) = 100


24
𝑥 20 𝑚𝑙 = 4,8 𝑚𝑙

Etil asetat (C4H8O2) = 24100 𝑥 30 𝑚𝑙 = 7,2 𝑚𝑙

1
 Asam asetat glasial (CH3COOH) =
100 𝑥 20 𝑚𝑙 = 0,2 𝑚𝑙

1
Asam asetat glasial (CH3COOH) =
100 𝑥 30 𝑚𝑙 = 0,3 𝑚𝑙

Anda mungkin juga menyukai