Anda di halaman 1dari 8

Dasar teori

Fitokimia dalam arti luas adalah cabang ilmu yang mempelajari senyawa
organik yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan, yaitu mencakup struktur kimia,
biosintesis, perubahan serta metabolisme, penyebaran secara alamiah, dan fungsi
biologis.
Tanaman dari zaman dahulu bahkan sampai sekarang masih sering
digunakan untuk pengobatan oleh masyarakat di pedalaman secara turun-temurun,
dimana khasiatnya hanya diketahui dari cerita dari pengalaman orang lain bukan
berdasarkan suatu penelitian sehingga perlu dilakukan penelitian agar dapat
diketahui tanaman yang mempunyai efek membahayakan serta yang aman untuk
digunakan.
Kayu manis atau dengan nama ilmiah Cinnamomum ialah
jenis pohon penghasil rempah-rempah. di dalam kamus Biologi, Cinnamomum
zeylanicum[1] Termasuk ke dalam jenis rempah-rempah yang dihasilkan dari kulit bagian dalam
yang kering, yang amat beraroma, manis, dan pedas. Orang biasa menggunakan rempah-
rempah dalam makanan yang dibakar manis, anggur panas dan juga dipakai secara medis.

Cinnamon

Daun dan bunga kayu manis

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan: Plantae

Divisi: Magnoliophyta

Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Laurales

Famili: Lauraceae

Genus: Cinnamomum

Spesies: C. verum

Teh (Camellia sinensis) yaitu suatu tanaman yang memiliki khasiat obat herbal. Tanaman teh
memiliki ciri-ciri batangnya tegak, berkayu, bercabangcabang, ujung ranting dan daun mudanya
berambut halus. Kandungan senyawa kimia dalam daun teh terdiri dari tiga kelompok besar yang
masing-masing mempunyai manfaat bagi kesehatan, yakni polifenol, kafein dan essential oil. (Ajisaka
dan Sandiantoro, 2012).
Taksonomi Tanaman Teh
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Guttiferales
Famili : Tehaceae
Genus : Camellia
Spesies : Camellia sinensis L.

Dalam suatu penelitian tanaman biasanya dibutuhkan ekstrak murni dari


sampel yang telah diketahui kandungan kiminya. Untuk itu dapat digunakan
beberapa metode yaitu kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis (KLT). Pada
praktikum ini menggunakan salah satunya yaitu metode kromatografi lapis tipis. Di
mana KLT adalah metode analisis yang bertujuan untuk memisahkan suatu
senyawa campuran dengan cepat dan sederhana.
Prinsip dari KLT sendiri yaitu absorpsi dan partisi. Absorpsi yaitu penyerapan
pada permukaan lempeng atau silika gel. Partisi yaitu penyebaran atau kemampuan
eluen dalam menyebar.
Pemisahan suatu senyawa kimia dengan metode KLT dapat dipengaruhi oleh
fase gerak dan fase diam. Dimana fase gerak yang dimaksud yaitu eluen dan fase
diamnya yaitu silike gel atau lempeng KLT. Metode KLT memiliki kecepatan yang
tinggi karena sifat penjerab bahan yang lebih padat bila diselaputkan pada pelat.
Metode Kromatografi Lapis Tipis Bahan Alam
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran
senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang
menggunakan. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan
bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya (Roy, 1991).
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran
kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata
partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik
kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya  (Gandjar, 2007).
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan
mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling
sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua
pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi
secara optimal  (Gandjar, 2007).
Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase
gerak  (Gandjar, 2007) :
1.    Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan
teknik yang sensitif
2.    Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak
antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan
3.    Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silica gel, polaritas
fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solute yang berarti juga
menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil
eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf
secara signifikan
4.    Solut-solut ionik dan solute-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut
sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan methanol dengan perbandingan
tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau ammonia masing-masing akan
meningkatkan solute-solut yang bersifat basa dan asam.
Pada hakekatnya KLT merupakan metoda kromatografi cair yang
melibatkan dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Fasa geraknya berupa
campuran pelarut pengembang dan fasa diamnya dapat berupa serbuk halus yang
berfungsi sebagai permukaan penyerap (kromatografi cair-padat) atau berfungsi
sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair). Fasa diam pada
KLT sering disebut penyerap walaupun berfungsi sebagai penyangga untuk zat cair
di dalam sistem kromatografi cair-cair. Hampir segala macam serbuk dapat dipakai
sebagai penyerap pada KLT, contohnya silika gel (asam silikat), alumina (aluminium
oksida), kiselgur (tanah diatomae) dan selulosa. Silika gel merupakan penyerap
paling banyak dipakai dalam KLT (Iskandar, 2007).
Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan
tampak berwarna gelap.Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena
adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat
pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang
dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat
energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan
semula sambil melepaskan energi. Pada UV 366 nmPada UV 366 nm noda akan
berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu
UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus
kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut.
Deteksi Bercak
Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara
kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu
pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang
dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan cara pencacahan
radioaktif dan fluorosensi sinar ultraviolet. Fluorosensi sinar ultraviolet terutama
untuk senyawa yang dapat berfluorosensi, membuat bercak akan terlihat jelas
(Gandjar & Rohman, 2007).

No. Golongan Pereaksi Detektor (+) Hasil


senyawa spesifik
1. Alkaloid Dragendorf ST → Biru, gelap +
2. Flavonoid AlCl3 UV366 →Fluorosensi -
kuning
1. Fenolik FeCl3 ST → Biru -
4. Saponin Vanilin ST → Biru, biru violet, +
asam sulfat merah, kuning, coklat
1. Minyak atsiri Vanilin UV366 →Tidak +
asam sulfat berfluorosensi
2. Antioksidan DPPH ST →Kuning latar -
belakang ungu
3. Asam sulfat Asam sulfat ST →Noda tampak +
jelas

Pembahasan
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu metode analisis kualitatif yang
dapat digunakan untuk mengidentifikasi komponen kimia atau memisahkan suatu
campuran senyawa secara sederhana dan juga cepat. Prinsip dari kromatografi lapis
tipis yaitu absorpsi dan partisi. Dimana absorpsi yaitu terjadinya penyerapan pada
lempeng KLT sedangkan partisi yaitu penyebaran atau kemampuan eluen dalam
menyebar . Pemisahan dengan metode kromatografi lapis tipis dapat dipengaruhi
oleh fase gerak dan juga fase diam. Dimana fase geraknya yaitu eluen dan fase
diamnya yaitu lempeng kromatografi lapis tipis atau silika gel. Silika gel merupakan
penyerap yang paling banyak dipakai pada kromatografi lapis tipis. Adapun lempeng
yang digunakan yaitu lempeng KLT Dan eluen yang digunakan yaitu n-heksan : etil
asetat.
Kromatografi lapis tipis merupakan kromatografi absorbsi dan absorben
bertindak sebagai fase stasioner. Kelebihan metode kromatogrfi lapis tipis
dibandingkan dengan metode kromatografi lainnya yaitu kromatografi lapis tipis
lebih tinggi kepekaannya, dapat menghasilkan pemisahannya sempurna, dapat
dilaksanakan dengan cepat dan tidak membutuhkan waktu yang lama.
Pada praktikum kali ini hal yang pertama dilakukan preparasi sampel menimbang teh
sebanyak 200 mg lalu dimasukan ke dalam cawan porselin dan ditambah 10ml aquadest
lalu dipanaskan menggunakan api Bunsen selama 30mnt kemudian di saring. Jika pada filtrat
larutan terdapat berwarna merah berarti pada larutan tersebut mengandung promokor.
Setelah itu di tambakan 3 tetes KOH yang bertujuan untuk menjadi lebih intensif atau
pemekat larutan.

Selanjutnya melakukan fase diam dan fase gerak mengguanakan uji KLT hal yang pertama
dilakukan adalah menimbang 2 gram the dan 2 gram kayu manis untuk bahan uji setealh itu
dimasukan ke dalam cawan porselin dan di tambahkan methanol, tujuan untuk ditambakan
methanol yaitu Menurut Bimakra (2010) metanol digunakan sebagai pelarut karena memiliki
toksisitas rendah, mampu melarutkan hampir semua senyawa organik, baik polar, semi polar
maupun non polar. Setelah itu dipanaskan di atas waterbath selama 15 mnt, kemudian di
saring menggunkan kertas saring untuk mengisolasi larutan dari padatan, sehingga
didapatkan larutan ekstrak the dan kayu manis.

Pemisahan senyawa flavonoid the dan kayu manis dilakukan dengan metode
kromatografi lapis tipis (KLT). Kromatografi Lapis Tipis merupakan metode pemisahan
suatu senyawa berdasarkan perbedaan distribusi dua fase yaitu fase diam dan fase gerak
sehingga didapatkan fraksi aktif senyawa flavonoid (Gandjar dan Rohman, 2007). ). Fase
diam yang digunakan ialah plat silika gel yang bersifat polar, sedangkan eluen yang
digunakan sebagai fase gerak adalah campuran heksana dan etil asetat. Heksana dapat
digunakan untuk mengekstrak senyawa metabolit sekunder yang bersifat nonpolar,
sedangkan etil asetat dapat digunakan untuk mengekstrak metabolit sekunder yang
bersifat semi polar seperti flavonoid dan tanin (Markham,1988). Pada larutan fase gerak
yang digunakan yaitu sebanyak 6 ml heksana dan 4 ml etil asetat. Eluen yang digunakan
dalam fase gerak lebih bersifat polar dibandingkan dengan fase diam, sehingga senyawa
yang dipisahkan terangkat mengikuti aliran eluen. Kemudian etil asetat dan heksana
dimasukan ke bejana kriber dan diberi ketas saring, setelah itu ditunggu hingga
penyerapan kertas naik ke atas apakh dalam uji fase gerak ini berhasil atau tidak.
sehingga senyawa flavonoid yang dipisahkan terangkat mengikuti aliran eluen.
Selanjutnya uji fase diam digunakan hasil penyaringan filtrat dari teh dan kayu
manis, untuk ujinya di lakukan menggunakan silica gel yang burukuran 3cm x 10 cm.
kemudian di beri tanda dan garis tipis pada jarak 1 cm dari bawah dan 1 cm dari atas
menggunakan pensil, lalu sebelum melakukan penotolan ketas silika gel beri tanda titik
pada garis bawah sepanjang 1 cm dan hasil nya terdapat 2 titik pada silica gel. untuk
penotolan ini di lakukan menggunakan pipa kapiler, pada titik pertama jarak 1 cm di
lakukan pada filtrat teh ditotolkan sebanyak 2 kali karena jika satu kali tidak terlihat atau
tidak pekat pada kertas silika gel.
kemudian pada titik ke dua sebagai pembanding ditotolkan menggunakan filtrat
kayu manis, pada penotolan ini di lakukan sebanyak satu totolan saja karena sudah
terlihat pekat pada kertas silica gel. Penggunaan bahan silika ini karena pada umumnya
silika digunakan untuk memisahkan senyawa asam-asam amino, fenol, alkaloid, asam
lemak, sterol dan terpenoid. Plat silika gel GF 254 diaktifasi dengan cara dioven pada
suhu 100℃ selama 1 jam untuk menghilangkan air. (Sastrohamidjojo, 2007).
Tahap selanjutnya yaitu kertas silica gel di masukan ke dalam bejana cryber,
Setelah dielusi dengan menggunakan eluen fase gerak yaitu campuran heksana dan etil
asetat, maka senyawa flavonoid akan terangkat ke atas mengikuti fase gerak sehingga
menimbulkan sebuah noda. Noda yang terangkat inilah yang terindentifikasi sebagai
flavonoid. pada perlakuan ini kertas silica gel tidak boleh terlalu miring dan tidak boleh
terlalu tegak karena hal ini dapat mempengaruhi daya penyerapan larutan terhadap silica
gel tersebut. Kemudian tunggu penyerapan sampai batas garis atas, setelah itu di lakukan
pengeringan dengan cara di angin angin kan saja sudah cukup.
Setelah kering Hasil Kromagrafi Lapis Tipis preparatif kemudian diperiksa di
bawah sinar UV pada panjang gelombang 366 nm dan 254 nm. Perlakuan pertama
Pengamatan noda dilakukan di bawah sinar UV pada panjang gelombang 366 nm untuk
hasil menampakkan warna pemisahan pada Kromatografi Lapis Tipis preparative noda
tersebut menghasilkan warna coklat gelap. Menurut penelitian yang telah dilakukan
senyawa flavonoid yang disinari oleh sinar UV pada Panjang gelombang 366 nm akan
menampakkan warna kuning coklat (Marliana,2005). tetapi hasil dari kelompok kami
tidak terlihat noda yang terangkat.
Perlakuan ke dua yaitu UV pada panjang gelombang 254 nm. Setelah disinari,
noda tersebut menghasilkan warna biru terang dengan pinggiran kertas silica gel
berwarna hijau terang dan terdapat 2 titik pada filtrat kayu manis dan 1 titik pada filtrat
the. Setelah itu noda ditandai dan diukur panjangnya.
Uji selanjutnya yaitu penyemprotan menggunakan cairan FeCL3 Kemudian
menunggu kertas silica gel tersebut sampai kering. Adapun hasil yang diperoleh
yaitu negative ditandai dengan warna noda coklat dan diamati dengan mata
telanjang tampak. tidak menunjukkan warna biru. yang mana pada literatur
seharusnya sestelah di semprot dengan FeCl3 berubah menjadi warna biru.
Harga Rf merupakan hasil dari jarak substansi dibagi jarak pelarut. Sehingga
didapatkan hasil harga Rf pada Teh adalah 0,087 sedangkan pada kayu manis adalah RF 1
0,362 kemudian RF 2 yaitu 0,875, Masing- masing memiliki Rf antara rentang 0.2-0.8
yang berarti keduanya memiliki nilai Rf yang baik. Perbedaan perbandingan harga Rf the
dan harga Rf kayu manis relatif kecil. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa isolat identik
terhadap senyawa standar.
Kesimpulan
Dasar Teori

Bimakra, M., Rahman, R.A., Taip, F.S., Ganjloo, A., Salleh, L.M., Selamat,J.,Hamid, A.,
Zaidul,I.S.M. 2010. Comparrison of different extraction methods for the
extraxtion of major bioactive flavonoid compounds from Spearmint (Mentha
spicata L) leaves. Journal Food and Bioproducts Procesing. Malaysia.

Gandjar, G.H., dan Rohman, A., (2007). Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar:
Yogyakarta: hal.120, 164, 166.
Iskandar, Yusuf. 2007. Karakteristik Zat Metabolit Sekunder Dalam Ekstrak Bunga
Krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) Sebagai Bahan Pembuatan
Biopestisida.FMIPA. Semarang
Markham, K.H., 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. (Edisi 2). Penerjemah: K.
Padmaewinata dan I. Soediro. Bandung: Penerbit ITB.
Marliana, S.D., Suryanti, V.,Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi
Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule jacq. Swartz)
dalam Ektrak Etanol. FMIPA, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Sastrohamidjojo, H., 2007. Dasar-dasar Spektrofotometri, edisi kedua, cetakan kedua.
Penerbit Liberty : Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai