Senyawa terpenoida berasal dari unit C5 yang disebut dengan unit isoprene
(CH2=C(CH3)-CH=CH2). Unit C5 ini dinamakan demikian karena kerangka karbonnya sama
seperti senyawa isopren.
Terpenoid dibagi – bagi menjadi beberapa golongan berdasarkan jumlah satuan unit C5
yang terdapat di dalam senyawa tersebut; dua (C10), tiga (C15), empat (C20), enam (C30), atau
delapan (C40) satuan (Ratnani, 2012). Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai
dari komponen minyak atsiri, yaitu monoterpenoida dan seskuiterpenoida yang mudah
menguap (C10 dan C15), diterpen yang lebih suka rmenguap (C20), sampai senyawa yang tidak
menguap, yaitu triterpenoid dan sterol (C30), serta pigmen karotenoida (C40).
(Harborne,1987). Secara umum biosintesa dari terpenoid melalui 3 reaksi dasar yaitu :
1. Pembentukan isoprene aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat.
2. Penggabungan kepala dan ekor unit isoprene akan membentuk mono-, seskui-, di-,
sester-, dan politerpenoid.
3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C15 atau C20 menghasilkan triterpenoid dan
steroid.
Senyawa terpenoid dapat dikelompokkan sebagai berikut :
No Jenis Senyawa Jumlah atom karbon Sumber
1 Monoterpenoid 10 Minyak atsiri
2 Seskuiterpenoid 15 Minyak atsiri
3 Diterpenoid 20 Resin pinus
4 Triterpenoid 30 Damar
5 Tetraterpenoid 40 Zat warna karoten
6 Politerpenoid >40 Karet alam
(Lenny, 2006)
Sifat umum Terpenoid :
- Sifat fisika dari terpenoid adalah :
1) Dalam keadaan segar merupakan cairan tidak berwarna, tetapi jika teroksidasi
warna akan berubah menjadi gelap
2) Mempunyai bau yang khas
3) Indeks bias tinggi
4) Kebanyakan optik aktif
5) Kerapatan lebih kecil dari air
6) Larut dalam pelarut organik : eter dan alkohol
Senyawa Andrografolid
Andrografolid merupakan senyawa aktif utama dari tanaman sambiloto. Andrografolid
terkandung paling banyak di daun (kurang lebih 2,39 %) dan paling sedikit pada biji
(Sukardiman, 2005). Menurut Yelita(2011) andrografolid merupakan senyawa yang masuk
dalam grup trihidroksilakton memiliki rumus molekul C20H30O5.
Andrografolid bersifat mudah larut dalam metanol, etanol, pyridine, asam asetat, dana
ceton, tetapi sedikit larut dalam ether dan air. Secara fisika, andrografolid memiliki titik leleh
228-230oC dan spektrum ultraviolet dalam etanol λ maskimal 223 nm (Yellita, 2011).
Andrografolid dan kalmeghin bertanggung jawab terhadap rasa pahit pada tanaman
sambiloto. Selain andrografolid, terdapat senyawa lakton lainnya yang ditemukan pada
sambiloto, antara lain : deoksiandrografolid-19-β-D-glukosa, neo-andrografolid (yang
keseluruhannya diisolasi dari daun) (Sukardiman, 2005), 14 deoksi-11,12-
didehidroandrografolid (andrografolid D), homoandrografolid, andrografan, andrografon,
andrografosterin, dan stigmasterol (Sukardiman, 2005).
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tapi lebih sering dengan mencoba-coba
karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran
dua pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur
sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa
petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak:
1. Fase gerak harus memiliki kemurniaan yang sangat tinggi karena KLT merupakan
teknik yang sensitif.
2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara
0,2 sampai 0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas
fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan
nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter kedalam
pelarut non polar seperti metil benzen akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.
4. Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai
fase geraknya, seperti campuran air dan methanol dengan perbandingan tertentu.
Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia masing-masing akan meningkatkan
solut-solut yang bersifat basa dan asam.
(Sukardiman, 2005)
Keterulangan harga Rf sangat dipengaruhi oleh perbedaan kondisi proses pemisahan
senyawa tertentu dibandingkan kondisi yang telah dibakukan sekali. Meskipun dalam hal ini
harga Rf bukanlah harga absolut seperti pada konstanta fisik lain (titik didih, titik lebur, dll).
Beberapa faktor yang mempengaruhi penentuan harga Rf ini antara lain kualitas adsorben
(ukuran partikel, pH dan kemurnian), ketebalan lapisan adsorben (untuk ketebalan 0,25-3
mm), kejenuhan bejana, teknik pengembangan, suhu (mempengaruhi kapasitas adsorpsi dari
adsorben sehingga suhu pada saat pengukuran Rf harus dicantumkan), dan kualitas pelarut
(kromatogram bisa sangat beragam untuk kualitas pelarut yang berbeda, karena itu untuk
penentuan harga Rf harus selalu digunakan pelarut segar) (Srijanto, 2012).
Untuk analisis kuantitatif pada KLT dapat digunakan dua cara. Pertama, bercak pada
plat KLT diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran luas atau dengan
teknik densitometri. Cara kedua adalah dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar
senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut dengan metode analisis yang lain, misalkan
dengan metode spektrofotometri (Sukardiman, 2005).
Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah dipisahkan dengan KLT biasanya
dilakukan dengan densitometer langsung pada lempeng KLT (atau secara in situ).
Densitometer dapat bekerja secara serapan atau flouresensi, dimana kebanyakan
densitometer mempunyai sumber cahaya yang diarahkan menuju monokromator (untuk
memilih rentang panjang gelombang yang cocok antara 200-800), sistem untuk
memfokuskan sinar pada lempeng, pengganda foton, dan rekorder (Sukardiman, 2005).
Densitometer atau Thin Layer Chromato Scanner makin banyak digunakan secara luas.
Densitometri adalah metode analisis instrumental yang berdasarkan interaksi radiasi
elektromagnetik dengan analit yang merupakan noda pada KLT. Interaksi radiasi
elektromagnetik dengan noda pada plat KLT yang ditentukan adalah absorpsi, transmisi,
pantulan (refleksi) pendar fluor atau pemadaman pendar fluor dari radiasi semula.
Densitometri lebih dititikberatkan untuk analisis kuantitatif analit-analit dengan kadar yang
sangat kecil yang perlu dilakukan pemisahan terlebih dahulu dengan KLT (Suharmiyati, 2001).
Prinsip kerja spektrofotodensitometri berdasarkan interaksi antara radiasi
elektromagnetik dari sinar UV-Vis dengan analit yang merupakan noda pada plat. Radiasi
elektromagnetik yang datang pada plat diabsorpsi oleh analit, ditransmisi atau diteruskan jika
plat yang digunakan transparan. Radiasi elektromagnetik yang diabsorpsi oleh analit atau
indikator plat dapat diemisikan berupa flouresensi dan fosforesensi (Suharmiyati, 2001).
Pemadaman flouresensi indikator F-254 dapat terjadi akibat adanya noda pada plat sehingga
teramati di bawah lampu UV sebagai noda hitam (Sukardiman, 2005).
Kebanyakan densitometer mempunyai sumber cahaya monokromator (rentang panjang
gelombang 190 s/d 800 nm) untuk memilih panjang gelombang yang cocok, sistem untuk
memfokuskan sinar pada lempeng, pengganda foton, dan rekorder (Gandjar dan Rohman,
2007). Output detektor dikonversikan menjadi signal dan diamplifikasi. Sebagai tambahan
untuk scanning instrumen densitometer dilengkapi dengan digital konverter, dan data akan
diproses secara digitalisasi oleh komputer. Analis dapat bekerja dengan densitometri pada
jangkauan panjang gelombang 190 s/d 800 nm. Terjadinya penyimpangan baseline yang
disebabkan oleh variasi ketebalan dan ketidakseragaman lapisan pada densitometer sangat
kecil dan level signalnya relatif tinggi.
Analisis KLT dengan menggunakan spektrofotodensitometri dapat dilakukan dengan
menggunakan mode absorbsi atau flouresensi. Pada umumnya yang paling sering digunakan
adalah mode absorbsi dengan menggunakan sinar UV pada λ 190-300 nm. Oleh karena
kebanyakan plat KLT menggunakan silika gel yang bersifat opaque (tidak tembus cahaya),
maka pengukuran dengan mode transmitan tidak cocok digunakan. Penentuan absorpsi analit
pada plat KLT opaque didasarkan pada rasio intensitas antara radiasi elektromagnetik yang
datang dengan intensitas radiasi elektromagnetik yang dipantulkan/direfleksikan. Pengukuran
flouresensi merupakan metode pengukuran langsung yang peka untuk senyawa dalam daerah
ultraviolet dapat ditentukan melalui emisi penyinaran sekunder. Intensitas cahaya flouresensi
setelah dipancarkan melalui suatu monokromator, diukur secara selektif dalam kondisi yang
sesuai, berbanding lurus dengan berat senyawa yang ada dalam noda (Sherma and Fried,
1994).
Beberapa keunggulan metode kromatografi lapis tipis atau lebih dikenal dengan TLC
(thin layer chromatography) maupun kromatografi lapis tipis kinerja tinggi yang dikenal
dengan HPTLC (high performance thin layer chromatography) dengan kombinasi
spektrofotodensitometri dibandingkan dengan metode HPLC maupun GC (Widyawati, 2007)
diantaranya adalah:
1. Cepat, karena penggunaannya biasanya tidak membutuhkan preparasi khusus.
2. Dapat digunakan untuk analisis sampel dengan jumlah mencapai 30 sampel pada satu
pelat dan dapat memisahkan sampel-sampel tersebut secara bersamaan.
3. Adanya instrumen scanning modern yang dikontrol dengan komputer, instrumen
aplikasi sampel semi otomatis maupun otomatis, serta instrumen pengembangan dapat
membantu memberikan akurasi dan presisi yang setara dengan metode HPLC maupun
GC.
4. Terdapat berbagai pilihan pelarut pengembang (fase gerak) untuk memisahkan sampel
seperti basa, asam, aqua-organik.
5. Setiap sampel dapat dipisahkan dengan pelat baru sehingga dapat menghindari
masalah kontaminasi silang sampel dan tidak perlu melakukan regenerasi sorben.
6. Dalam hal konsumsi pelarut pengembang, metode TLC maupun HPTLC tergolong
hemat, sehingga dapat meminimalkan biaya untuk pembelian pelarut.
7. Kombinasi TLC/HPTLC dengan densitometer adalah dapat dilakukan pengulangan
pada tahap scanning tanpa mengkhawatirkan gangguan pada proses lanjutan, ini
dikarenakan semua proses berjalan secara independen.
Daftar pustaka
Ratnani,R.D., Hartati, I., & Kurniasari, L. (2012). Potensi Produksi Andrographolide dari
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) melalui ProsesEkstraksi Hidrotropi. Momentum,
8(1),6-10.
Srijanto, B., Bunga P.O., Khojayanti, L., Rismana, L., & Sriningsih. (2012,Nopember).
Pemurnian Ekstrak Etanol Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.) dengan Teknik Ekstraksi
Cair-Cair. Jakarta: Pusat Teknologi Farmasi dan Medika-BPPT
Suharmiyati, & Handayani, L. (2001). Isolasi dan Identifikasi Andrografolida dari Herba
Andrographis paniculata Ness. Media Litbang Kesehatan, XI(2), 33-38.
Sukardiman, Rahman, A., Ekasari, W., & Sismindari. (2005). Induksi Apoptosis Senyawa
Andrographolida dari Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) terhadap Kultur Sel Kanker.
Media Kedokteran Hewan, 21(3),105-110.
Yellita, Y., Cahyaningsih, U., Iswantini Pradono, D., Winarsih, W., & Manalu, W. (2011).
Ekstrak Sambiloto Menurunkan Patogenitas Ookistan Eimeria Tenella. Jurnal Veteriner ISSN
1411-8327, 12(4), 307-318.