Oleh
DYAH ISTYAWATI
A 14202002
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN
DYAH ISTYAWATI. PERSEPSI TERHADAP PERATURAN LARANGAN
M EROKOK (Kasus : Perokok Aktif di Kelurahan Pela Mampang, Kecamatan
Mampang Prapatan, Kotamadya Jakarta Selatan). (Di bawah bimbingan DWI
SADONO).
Rokok memang isu yang tidak pernah bisa tuntas dibahas penanganannya.
Rokok telah menjadi bagian dari budaya masyarakat. Di sejumlah negara, baik di
negara maju maupun kawasan ASEAN, konsumsi rokok mengalami penurunan,
kecuali Indonesia. Maka, salah satu cara untuk membatasi perilaku merokok,
Gubernur DKI Jakarta mencanangkan program Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di
tempat-tempat umum.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk : 1) Mendapat gambaran
mengenai persepsi perokok aktif terhadap peraturan larangan merokok; 2) Mengkaji
faktor- faktor yang memiliki hubungan dengan persepsi perokok aktif terhadap
peraturan larangan merokok; 3) Mengkaji hubungan antara persepsi perokok aktif
terhadap peraturan larangan merokok dengan implementasi (penerapan) perilaku
merokok.
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kelurahan Pela Mampang yang terletak di
Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Responden penelitian ini adalah
perokok aktif yang tinggal di wilayah Kelurahan Pela Mampang. Penelitian ini
dilakukan selama dua bulan yaitu bulan Juli sampai dengan Agustus 2007.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif yang
didukung oleh data kualitatif. Adapun metode penelitian kuantitatif yang digunakan
adalah penelitian survai, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi
dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok. Data kualitatif
diperoleh dari informan dan beberapa kasus responden terpilih. Data kuantitatif yang
diperoleh diolah dan diuji secara statistik dengan menggunakan bantuan program
SPSS 12.0 untuk Windows. Uji yang dilakukan adalah Uji Chi-Square (Kai-Kuadrat)
dan Uji Korelasi Rank Spearman.
Oleh
DYAH ISTYAWATI
A14202002
SKRIPSI
Sebagai Bagian Persyaratan Kelulusan untuk Memperoleh Gelar
SARJANA PERTANIAN
pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
: Dyah Istyawati
No Pokok
: A14202002
Judul
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
15 Februari 2008
PERNYATAAN
KECAMATAN
MAMPANG
PRAPATAN,
KOTAMADYA
SKRIPSI
PADA
PERGURUAN
TINGGI
ATAU
LEMBAGA
HASIL
KARYA
SENDIRI
DAN
TIDAK
Dyah Istyawati
A14202002
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Blora, Jawa Tengah, pada tanggal 15 Agustus 1984,
sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ir. Muhammad Yudi
Siswanto dan Sri Istatik.
Penulis menamatkan pendidikan dasar di SD Muhammadiyah 12 Pamulang
pada tahun 1996, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Pamulang dan lulus pada
tahun 1999. Penulis menyelesaikan sekolah menengah umum di SMU MADANiA
Boarding School pada tahun 2002, dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi
masuk IPB melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang dapat penulis haturkan selain puji syukur kepada Allah SWT
yang
telah
memberikan
rahmat
dan
hidayah-Nya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Shalawat dan salam senantiasa
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.
Skripsi ini berjudul Persepsi Terhadap Peraturan Larangan Merokok (Kasus :
Perokok Aktif di Kelurahan Pela Mampang, Kecamatan Mampang Prapatan,
Kotamadya Jakarta Selatan). Judul skripsi tersebut dipilih untuk mendapat gambaran
mengenai persepsi perokok aktif terhadap peraturan larangan merokok, untuk
mengkaji faktor- faktor yang memiliki hubungan dengan persepsi perokok aktif
terhadap peraturan larangan merokok dan untuk mengkaji hubungan antara persepsi
perokok aktif terhadap peraturan larangan merokok dengan implementasi (penerapan)
perilaku merokok pada peraturan larangan merokok. Skripsi ini diajukan sebagai
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Komunikasi
dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan moril dan materil se lama proses penyusunan skripsi
ini. Penulis menyadari bahwa ada keterbatasan yang terjadi pada saat penulisan skripsi
ini.
Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis
menghaturkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan masukan,
dorongan dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain:
1. Ir. Dwi Sadono, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah berkenan
untuk meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi
kepada penulis dengan penuh kesabaran dan kesungguhan hati mulai dari proses
penulisan proposal, penelitian, dan penulisan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Pudji Muljono, MS, selaku dosen penguji utama dalam ujian siding skripsi.
3. Martua Sihaloho, M.Si. selaku dosen penguji dari departemen.
4. Ir. Bambang S. Utomo, MDS. selaku dosen pembimbing akademik atas semangat,
saran dan kesabaran membantu penulis dalam bidang akademik.
5. Ayahku Ir. Muhammad Yudi Siswanto dan Ibuku Sri Istatik dan Nina Alfiana
tersayang atas ketulusan cinta, kasih sayang, kesabaran, dukungan dan
pengorbanan yang tiada akhirnya serta doa yang tiada hentinya, selalu diberikan
kepada penulis.
6. Ibuku Kasmilah tersayang atas ketulusan cinta, kasih sayang, kesabaran, dukungan
dan pengorbanan yang tiada akhirnya serta doa yang tiada hentinya, selalu
diberikan kepada penulis.
7. Suamiku tercinta Tri Joko Sunaryo atas ketulusan cinta, kasih sayang, kesabaran,
dukungan dan pengorbanan yang diberikan kepada penulis. Anakku tercinta Aira
Rahmania Saqina yang selalu memberikan keceriaan dan canda tawa kepada ibu.
8. Tim sukses Focus Comp. (Herdy dan Ranto) atas bantuan selama proses
pengerjaan skripsi penulis.
9. Seluruh staf pengajar Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Institut Pertanian Bogor, yang telah memberikan pengetahuan selama penulis
mengikuti pendidikan.
10. Untuk teman-teman KPM39 terima kasih untuk canda tawa dan kebersamaannya.
11. Sahabat-sahabatku tercinta : Mbak Aida, Ida, Ulan, Mbak Desi, yang selalu ada di
saat penulis membutuhkan masukan dan saran selama ini. Terima kasih atas
semua kebersamaan yang kita lalui.
12. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan dalam penulisan
skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga mendapat balasan
yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Akhir kata, semoga
skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....
xi
DAFTAR GAMBAR
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
1.2
1.3
1.4
Latar Belakang ..
Perumusan Masalah ..
Tujuan Penelitian ..
Kegunaan Penelitian ..
1
2
4
4
5
9
11
14
16
17
17
19
21
24
24
27
28
32
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
32
32
34
34
35
36
37
37
38
40
4.3
4.4
40
42
43
43
43
44
45
47
48
50
51
5.2
53
53
54
55
56
58
60
62
66
7.1
7.2
Kesimpulan
Saran ..
66
67
DAFTAR PUSTAKA
68
LAMPIRAN ..
70
DAFTAR TABEL`
Nomor
Halaman
Teks
1.
2.
3.
39
4.
40
5.
43
45
46
47
49
50
51
54
55
56
57
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
58
59
61
Lampiran
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
71
72
73
74
79
80
Kuesioner .
81
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
Teks
8.
9.
10.
20
11.
27
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Rokok tidak pernah bisa tuntas dibahas penanganannya. Ia dibutuhkan bagi
sebagian orang tetapi juga menyimpan bahaya penderitaan dan kematian jika
mengkonsumsinya. Rokok telah menjadi bagia n dari budaya masyarakat. Rokok juga
dianggap sebagai simbol dari keakraban diantara warga, contohnya di daerah Jawa
Barat, bila ada acara selamatan yang disajikan sebelum makanan lain adalah rokok
yang ditempatkan di dalam gelas pada saat acara pembacaan doa telah selesai
dilakukan.
Sejumlah negara, baik di negara maju maupun kawasan ASEAN, konsumsi
rokok mengalami penurunan, kecuali di Indonesia. Pakar penyakit paru FKUI Prof.
Dr. Hadiarto Mangunnegoro dalam Singgih (2002) menyatakan jumlah perokok aktif
di Indonesia naik dari 22,5 persen pada tahun 1990-an menjadi 60 persen dari jumlah
penduduk pada tahun 2000. Lebih menyedihkan lagi, 60 persen diantara perokok
adalah kelompok berpenghasilan rendah. Tingginya konsumsi merokok dipercaya
menimbulkan implikasi negatif yang sangat luas, tidak saja terhadap kualitas
kesehatan tetapi juga menyangkut kehidupan sosial dan ekonomi.
Direktur WHO Kawasan Asia Pasifik Prof. Uton Muchtar Rafei dalam Singgih
(2002) menyatakan bahwa kenyataan tersebut menunjukkan masala h rokok di
Indonesia tampaknya tidak bisa diselesaikan lagi dengan hanya mengingatkan bahaya
rokok bagi kesehatan, seminar, penyuluhan, kampanye. Cara-cara seperti itu sudah
dianggap tidak ampuh sehingga sudah waktunya diperlukan alat lain yang lebih
ampuh, yakni alat legalitas hukum atau perundang-undangan. Untuk itu, diperlukan
komitmen yang kuat dari para pemimpin baik itu dari pemerintah, Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), tokoh masyarakat, artis, LSM dan sebagainya, yang muaranya
menghasilkan Undang-undang (UU) mengenai rokok.
Salah satu cara untuk membatasi perilaku merokok, WHO mencanangkan
program Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di tempat-tempat umum. Program seperti
ini lazim diterapkan di berbagai negara, termasuk di ASEAN; Singapura, Malaysia
bahkan Vietnam. Di Malaysia, orang merokok di tempat umum didenda 500 ringgit,
di Bangkok didenda 2.000 baht.
Oleh sebab itu, kebijakan Gubernur DKI Jakarta menjadi rasional dan layak
mendapatkan dukungan masyarakat. Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok yang digagas
oleh Pemda DKI Jakarta, sebenarnya, bukan yang pertama kali. Peraturan Pemerintah
No. 81/1999 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, yang kemudian diubah
menjadi PP No. 19/2003; sudah lebih dahulu mengatur tentang larangan merokok di
tempat-tempat umum tetapi Peraturan Pemerintah tersebut tidak bisa memberikan
sanksi.
1.2
Perumusan Masalah
Meski semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok,
perilaku merokok tidak pernah surut dan tampaknya merupakan perilaku yang masih
dapat ditolerir oleh masyarakat. Hal ini dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari
1.3
1.4
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi para pihak, yaitu :
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Perokok Aktif
Rokok telah menjadi konsumsi rutin bagi para perokok, dimana mereka
mengkonsumsinya setiap hari. Bagi para perokok, merokok adalah kebiasaan yang
sulit ditinggalkan. Pada Tabel 1 disajikan negara-negara dengan jumlah konsumsi
tembakau tertinggi di dunia.
Konsumsi
(dalam miliar batang)
1.697.291
463.504
375.000
299.085
181.958
148.400
116.000
108.200
102.357
94.307
Dari hasil survai Departemen Kesehatan jumlah perokok pada tahun 2003
sebanyak 59,04 persen laki- laki dan 4,83 persen perempuan. Indonesia menempati
urutan kelima negara pengkonsumsi rokok terbesar di dunia setelah China, Amerika
Serikat, Jepang dan Rusia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Produksi
(dalam miliar batang)
Konsumsi
(dalam miliar batang)
1996
201,16
196,181
1997
207,64
190,944
1998
196,20
166,345
1999
225,40
187,685
2000
232,46
194,760
2001
210,29
206,354
2002
226,95
214,931
73.3
65.9
70
60
53.3
58.2
44.6
50
40
30
20
10
0
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMU
Universitas
Anak-anak dan remaja belum mampu untuk menimbang bahaya merokok bagi
kesehatan dan dampak adiktif dari nikotin. Kebiasaan merokok yang dimulai pada
masa anak-anak lebih sulit dihentikan. Anak-anak yang merokok mempunyai resiko
tinggi untuk mengidap penyakit akibat tembakau pada usia paruh baya. Hampir 70
persen perokok Indonesia mulai merokok sebelum mereka berumur 19 tahun, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.
80
60
59.1
40
20
0
23.8
9.4
0.3
5-9 tahun
10-14
tahun
15-19
tahun
20-24
tahun
4.8
2.6
25-29
tahun
30 tahun
ke atas
2.1.1
Kesehatan
(2001)
mendapati
bahwa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi remaja memulai untuk merokok, yaitu (1) Adanya anggota keluarga
yang merokok, seperti orang tua maupun saudara kandung, (2) Teman dan kelompok
seusia, kaum remaja pada umumnya ingin sekali diterima oleh kelompok seusia dan
tidak ingin merasa dikucilk an karena merasa kurang cocok, (3) Kelegaan dari
perasaan negatif, pendapat bahwa merokok menimbulkan rasa santai dan merupakan
cara untuk mengatasi stress, (4) Mempunyai tujuan untuk merokok, para pelajar yang
menyatakan bahwa mereka ingin merokok kemungkinan besar akan mulai merokok
daripada mereka yang menyatakan tidak mempunyai keinginan untuk merokok, (5)
Promosi tembakau melalui iklan di televisi, majalah, dan sponsor pada acara konser
musik dikalangan remaja.
Al-Bachri (1991) menerangkan beberapa alasan para perokok memulai untuk
merokok berdasarkan hasil penelitian yang didapatnya, yaitu :
1. Pengaruh Orangtua
Remaja yang berasal dari keluarga konservatif yang menekankan nilai- nilai sosial
dan agama dengan baik dengan tujuan jangka panjang lebih sulit untuk terlibat
dengan rokok, tembakau, obat-obatan dibandingkan dengan keluarga yang
permisif dengan penekanan pada falsafah kerjakan urusanmu sendiri-sendiri.
Paling kuat pengaruhnya adalah bila orangtua sendiri menjadi figur contoh yaitu
sebagai perokok berat, maka anak-anaknya akan mungkin sekali untuk
mencontohnya. Perilaku merokok lebih banyak didapati pada mereka yang tinggal
dengan satu orangtua (single parent). Remaja akan lebih cepat berperilaku sebagai
perokok bila ibu mereka merokok daripada ayah yang merokok, hal ini lebih
terlibat pada remaja putri.
2. Pengaruh Teman
Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka
semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian
sebaliknya. Dari fakta tersebut ada dua kemungkinan yang terjadi, pertama remaja
tadi terpengaruh oleh teman-temannya atau bahkan teman-teman remaja tersebut
dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi
perokok. Diantara remaja perokok terdapat 87% mempunyai sekurang-kurangnya
satu atau lebih sahabat yang perokok.
3. Faktor Kepribadian
Orang mencoba untuk merokok karena alas an ingin tahu atau ingin melepaskan
diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun satu
sifat kepribadian yang bersifat prediktif pada pengguna obat-obatan (termasuk
rokok) ialah konformitas sosial. Orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai
tes konformitas sosial lebih mudah menjadi pengguna dibandingkan dengan
mereka yang memiliki skor yang rendah.
4. Pengaruh Ikla n
Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa
perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali
terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut.
2.1.2
perilaku merokok tidak pernah surut dan tampaknya merupakan perilaku yang masih
dapat ditolerir oleh masyarakat. Hal ini dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari
di lingkungan rumah, kantor, angkutan umum maupun di jalan-jalan. Hampir setiap
saat dapat dijumpai orang yang sedang merokok.
Al-Bachri (1991) membagi empat tipe perokok, yaitu :
1. Perokok sangat berat adalah bila mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang per
hari dan selang merokoknya lima menit setelah bangun pagi.
2. Perokok berat adalah bila mengkonsumsi sekitar 21-30 batang sehari dengan
selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6-30 menit.
3. Perokok sedang adalah bila menghabiskan rokok sekitar 11-21 batang sehari
dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi.
4. Perokok ringan adalah bila menghabiskan rokok sekitar 10 batang sehari dengan
selang waktu 60 menit dari bangun pagi.
Menurut Silvan Tomkins dalam Al- Bachri (1991) ada empat tipe perilaku
merokok berdasarkan Management of Affect Theory, ke empat tipe tersebut adalah :
1. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. Dengan merokok seseorang
merasakan penambahan rasa yang positif. Tipe perokok ini dibagi dalam 3 sub
tipe, yaitu :
a. Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau
meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah
minum kopi atau makan.
(1991)
juga
menyatakan
bahwa
tempat
merokok
juga
Di toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka
berfantasi.
Menurut Dariyo (2003) bahwa tipe perokok ada dua jenis, yaitu perokok aktif
2.2
dari rokok sangat banyak terutama bagi kesehatan tetapi masih banyak orang yang
tetap memilih untuk menikmatinya. Dalam asap rokok terdapat 4000 zat kimia
berbahaya untuk kesehatan, dua diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan
tar yang bersifat karsinogenik. Racun dan karsinogen yang timbul akibat pembakaran
tembakau dapat memicu terjadinya kanker. Pada awalnya rokok mengandung 8-20
miligram nikotin dan setelah dibakar nikotin yang masuk ke dalam sirkulasi darah
hanya 25 persen. Walau demikian jumlah kecil tersebut memiliki waktu hanya 15
detik untuk sampai ke otak manusia.
Nikotin itu diterima oleh reseptor asetilkolin- nikotinik yang kemudian
membaginya ke jalur imbalan dan jalur adrenergik. Pada jalur imbalan, perokok akan
merasakan rasa nikmat, memacu sistem dopaminergik. Hasilnya perokok akan merasa
lebih tenang, daya pikir serasa lebih cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar.
Sementara di jalur adrenergik, za t ini akan mengaktifkan sistem adrenergik pada
bagian otak lokus seruleus yang mengeluarkan sorotin. Meningkatnya sorotin
menimbulkan rangsangan rasa senang sekaligus keinginan mencari rokok lagi. Hal
inilah yang menyebabkan perokok sangat sulit meninggalk an rokok, karena sudah
ketergantungan pada nikotin. Ketika perokok berhenti merokok maka rasa nikmat
yang diperoleh dari rokok akan berkurang. Efek dari rokok atau tembakau memberi
stimulasi depresi ringan, gangguan daya tangkap, alam perasaan, alam pikiran,
tingkah laku dan fungsi psikomotor.
Perokok pasif adalah orang yang menghisap asap rokok orang lain. Perokok
pasif mempunyai resiko kesehatan yang sama seperti resiko perokok aktif. Ibu hamil
yang terpapar asap rokok beresiko keguguran, lahir mati, bayi dengan berat badan
lahir rendah, kurang gizi, gangguan pertumbuhan bayi, bayi lahir prematur. Bayi dan
anak yang terpapar asap rokok beresiko perkembangan parunya lambat, infeksi
saluran nafas, infeksi telinga, kekambuhan asma dan bayi mati mendadak.
2.3
2.4
Persepsi
2.4.1
Pengertian Persepsi
proses aktif baik mengenai stimuli yang mengenai seseorang, juga mencakup
pengalaman, motivasi, dan sikap-sikap yang relevan terhadap stimuli tersebut. Apa
yang dilakukan seseorang tidak terlepas dari caranya mempersepsikan situasi,
mengapresiasikannya, atau apa yang ia ingat mengenai hal yang dihadapinya.
2.4.2
pada masa bayi, ketika pertama kali anak menyadari kehadiran manusia lain, pada
masa kanak-kanak, hingga berlanjut sampai dengan masa remaja, ketika si remaja itu
belajar bersimpati kepada orang lain dan untuk berpikir secara abstrak. De Vito (1997)
menyatakan bahwa proses persepsi berlangsung dalam tiga tahap, yaitu stimulasi alat
indera, penataan stimulasi, dan penafsiran pengevaluasian stimulasi.
Pada tahap pertama alat-alat indera distimulasi (dirangsang). Pada tahap ini
seseorang bisa mendengar musik, bisa melihat seseorang, mencium parfum orang
yang berdekatan, mencicipi sepotong kue, merasakan telapak tangan yang berkeringat.
Meskipun seseorang memiliki kemampuan penginderaan untuk merasakan stimulus
(rangsangan), namun stimulus tersebut tidak selalu digunakan.
Pada tahap kedua, rangsangan terhadap alat indera diatur menurut berbagai
prinsip. Prinsip yang digunakan adalah prinsip proksimitas (proximity), atau
kemiripan maksudnya seseorang mempersepsikan pesan yang datang, segera setelah
pesan yang lain sebagai satu unit dan menganggap bahwa keduanya tentu saling
berkaitan. Prinsip yang lain adalah kelengkapan (closure), maksudnya seseorang
memandang atau mempersepsikan suatu gambar atau pesan yang dalam kenyataannya
tidak lengkap sebagai suatu gambar atau pesan yang lengkap.
Tahap ketiga dalam proses perseptual adalah penafsiran-evaluasi. Kedua
istilah ini sengaja digabungkan untuk menegaskan bahwa keduanya tidak dapat
dipisahkan. Tahap ketiga ini merupakan proses subyektif yang melibatkan evaluasi di
pihak penerima. Penafsiran-evaluasi tidak semata- mata didasarkan pada rangsangan
luar, melainkan yang dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, kebutuhan, keinginan,
sistem nilai, keyakinan tentang seharusnya, keadaan fisik dan emosi pada saat itu, dan
sebagainya yang ada pada diri seseorang. Proses terbentuknya persepsi secara jelas
dapat dilihat pada Gambar 3.
Terjadinya
stimulasi alat
indera
Stimulasi
alat indera
diatur
Stimulasi alat
indera
dievaluasiditafsirkan
Proses
terbentuknya
persepsi
menurut
Veitch
dan
Arkellin
(1995)
sebagaimana dikutip oleh Handoko (2003) dibedakan menjadi empat tahapan, yakni
detection, recognition, discrimination, dan scaling terhadap stimuli yang diterima dari
adalah
diskriminasi
terhadap
stimuli.
Individu
harus
mampu
individu
dengan
lingkungannya,
artinya
ketika
individu
mampu
2.4.3
oleh karakteristik pengalaman masa silam, selain itu juga dipengaruhi oleh
karakteristik responden seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan status
kependudukan. Selanjutnya Rakhmat (1994) dikutip oleh Sumitra (2003) mengatakan
bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi persepsi adalah faktor personal dan faktor
situasional. Krech dan Crutchfield (1977) sebagaimana dikutip oleh Rakhmat (1994)
dalam Sumitra (2003) menyebut faktor personal sebagai fungsi fungsional dan faktor
situasional sebagai faktor struktural. Faktor- faktor tersebut dijelaskan oleh Sumitra
(2003) sebagai berikut :
1. Faktor personal atau fungsional
Dikatakan bahwa menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi
karakteristik seseorang yang memberikan respon pada stimuli. Faktor fungsional
yang lazim disebut kerangka rujukan, faktor ini berkaitan dengan persepsi objek,
sehingga para psikolog sosial menerapkan konsep ini untuk menjelaskan persepsi
sosial. Dalam kegiatan komunikasi, faktor fungsional ini mempengaruhi
bagaimana orang memberi makna pada pesan yang diterimanya.
2. Faktor situasional atau struktural
Faktor situasional terkadang disebut sebagai determinan perhatian yang bersifat
eksternal atau penarik perhatian (attention getter). Stimuli diperhatikan karena
mempunyai sifat-sifat yang menonjol seperti : gerakan, intensitas stimuli,
kebaruan, dan perulangan. Faktor struktural berasal semata- mata dari sifat stimuli
fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu. Kohler et al
yang
disebut
Prinsip
Gestalt. Menurut
teori
ini
bila
kita
faktor
yang
mempengaruhi
pembentukan
persepsi
selain
juga
Apa
yang
dilakukan
seseorang
tidak
terlepas
dari
caranya
2.5
Kerangka Pemikiran
Awal kecanduan rokok hampir semuanya berawal dari coba-coba, terkait
perangsang logika. Masih banyak asumsi-asumsi tentang rokok yang tetap mampu
mendorong masyarakat mempercayainya. Sebagian besar masyarakat sud ah mengerti
bahaya dari merokok, karena dalam setiap bungkus rokok tertulis peringatan
kesehatan :merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan
gangguan kehamilan dan janin. Peringatan kesehatan ini tidak hanya dicantumkan
pada bungk us rokok tetapi media iklan rokok di televisi juga melampirkan peringatan
yang sama. Meskipun demikian masih ada yang tidak tahu akan bahaya rokok yang
bisa berdampak pada diri sendiri maupun orang lain yang tidak merokok.
Masyarakat DKI Jakarta dibuat kaget dengan kebijakan baru bertajuk larangan
merokok di tempat umum, yang dikeluarkan oleh Gubernur DKI Jakarta. Pemerintah
Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah mengeluarkan Perda No.2 Tahun 2005 tentang
pencemaran udara dan Peraturan Gubernur (Pergub) No.75 Tahun 2005 tentang
kawasan dilarang merokok. Kebijakan peraturan larangan merokok ini bertujuan
untuk menekan jumlah perokok aktif yang semakin meninggi, menurunkan angka
kesakitan atau angka kematian dengan cara merubah perilaku masyarakat untuk hidup
sehat, meningkatkan produktivitas kerja yang optimal, mewujudkan kualitas udara
yang sehat dan bersih bebas dari asap rokok, menurunkan dan mencegah perokok
pemula, serta mewujudkan generasi muda yang sehat. Namun, selama ini larangan ini
belum berlaku efektif karena masih banyak warga Jakarta khususnya para perokok
aktif yang belum mematuhi peraturan tersebut. Munculnya peraturan larangan
merokok ini menimbulkan berbagai macam reaksi dan persepsi yang berbeda pada
perokok aktif.
peraturan
larangan
merokok
diduga
berhubungan
dengan
Karakteristik
Individu
Persepsi
Peraturan
Larangan
Merokok
Jenis Kelamin
Tingkat
Pendidikan
Tingkat
Pendapatan
Tujuan
peraturan
Motif merokok
Isi peraturan
Status Perkawinan
Kebijakan
pemerintah
Peraturan
Pengetahuan
Tentang Dampak
Merokok
Kandungan
rokok
Media
Komunikasi
Dampak
Merokok
Implementasi (Penerapan)
Perilaku Merokok
Keterangan :
2.6
: Mempengaruhi
Hipotesa Penelitian
Hipotesa menurut Surachmad (1990) dalam Suprayogo dan Tobroni (2003)
1. Terdapat hubungan nyata antara jenis kelamin dengan persepsi peraturan larangan
merokok.
2. Terdapat hubungan nyata antara tingkat pendidikan dengan persepsi peraturan
larangan merokok.
3. Terdapat hubungan nyata antara tingkat pendapatan dengan persepsi peraturan
larangan merokok.
4. Terdapat hubungan nyata antara motif merokok dengan persepsi peraturan
larangan merokok.
5. Terdapat hubungan nyata antara status perkawinan dengan persepsi peraturan
larangan merokok.
6. Terdapat hubungan nyata antara tingkat pengetahuan tentang dampak merokok
(kandungan rokok, media komunikasi, dampak merokok) dengan persepsi
peraturan larangan merokok.
7. Terdapat hubungan nyata antara persepsi peraturan larangan merokok dengan
implementasi (penerapan) perilaku merokok pada peraturan larangan merokok.
2.7
Definisi Operasional
Berikut ini diuraikan definisi operasional dari variabel- variabel yang
Status Perkawinan, yaitu ikatan rumahtangga yang didasarkan pada undangundang negara dan hukum agama. Status perkawinan dibedakan menjadi dua
kategori, yaitu :
a. Belum menikah, kode 1
b. Menikah, kode 2
TT = Tidak Tahu
Pada pernyataan yang mengukur nilai positif, Tahu diberi skor 3, dan Tidak
Tahu diberi skor 1. Pada pernyataan yang mengukur nilai negatif, Tahu diberi
skor 1, dan Tidak Setuju diberi skor 3. Pengetahuan dampak merokok
dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu :
Skor :
a. Rendah
: 20-33
b. Sedang
: 34-47
c. Tinggi
: 48-60
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
penelitian
dipilih
secara
sengaja
(purposive),
berdasarkan
3.2
Penentuan Sampel
Kuesioner diberikan kepada 100 responden khususnya perokok aktif yang
tinggal di wilayah Kelurahan Pela Mampang. Kelurahan Pela Mampang terdiri dari
lima lingkungan, yaitu Kemang Raya, Kemang Selatan, Kemang Utara, Kemang
Timur, dan Bangka Raya. Kelurahan Pela Mampang memiliki 13 RW, dengan jumlah
Kepala Keluarga (KK) sebanyak 8.919. Penentuan sampel diperoleh berdasarkan
daftar nomor urut kependudukan dimana sampel diambil dengan nomor urut kelipatan
10. Jika pada saat pengambilan sampel didapatkan sampel bukan perokok aktif maka
nomor urut diteruskan pada nomor berikutnya.
Jumlah responden diperoleh berdasarkan rumus Slovin yang dikutip oleh
Syahyuni (1999), yaitu :
n =
N
1 + N(e)2
Dimana :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
sampel yang masih ditolerir atau diinginkan.
90,19
ada, karena dalam pengolahan data analisis statistik yang dibutuhkan minimal 30
sampel (Singarimbun dan Effendi, 1995).
3.3
primer dan sekunder. Data primer didefinisikan sebagai data yang didapat dari sumber
pertama. Data sekunder adalah data primer yang telah diolah dalam bentuk lebih
lanjut.
Sumber data primer utama dalam penelitian ini diperoleh dengan
menggunakan kuesioner ya ng meliputi karakteristik individu atau responden,
pengetahuan tentang dampak merokok dan persepsi peraturan larangan merokok.
Mengingat penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, maka sumber data manusia
diistilahkan dengan responden. Selain itu sumber data primer dalam penelitian ini
dapat berupa data hasil pengamatan terhadap perilaku merokok para perokok aktif
yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini. Hal ini didasari bahwa melalui
pengamatan, peneliti dapat melakukan pemeriksaan silang (cross check) terhadap
informasi verbal yang didapat dari responden.
Sumber data sekunder penelitian ini berupa data gambaran umum tempat
penelitian dilaksanakan, yaitu data dari kantor Kelurahan Pela Mampang. Data
sekunder dimaksudkan untuk memenuhi dan melengkapi data.
3.4
3.5
terdiri atas tiga kegiatan yaitu: penyuntingan (editing), dengan memeriksa kembali
setiap lembar kuesioner untuk memastikan bahwa setiap pertanyaan telah diisi dengan
baik oleh setiap responden, kemudian pengkodean (coding), yaitu melakukan
pengkodean pada setiap jawaban responden dalam kuesioner, dan tabulasi
(tabulating), yaitu dengan memasukkan data yang telah dikoding ke dalam bentuk
tabel-tabel manual dan kemudian diolah dengan menggunakan software komputer
berupa program SPSS 12.0 untuk Windows.
Untuk menguji ada tidaknya hubungan antar variabel pengaruh dengan
variabel terpengaruh dimana salah satu variabel minimal nominal dilakukan uji
statistik Chi-Square atau Kai-Kuadrat. Untuk menguji ada tidaknya hubungan antar
variabel pengaruh dengan variabel terpengaruh dimana salah satu variabel minimal
ordinal dilakukan uji korelasi Rank Spearman. Uji statistik Chi-Square dan uji
korelasi Rank Spearman diperoleh dengan bantuan program SPSS 12.0
3.6
Penafsiran Data
Setelah dianalisis, langkah selanjutnya adalah menafsirkan atau memaknai
hasil analisis tersebut. Penafsiran atau pemaknaan hasil analisis tersebut bertujuan
untuk menarik kesimpulan penelitian. Penarikan kesimpulan ini didasarkan atas
perumusan masalah yang difokuskan secara lebih spesifik dalam bentuk hipotesa
penelitian. Hasil analisis ini merupakan jawaban dari perumusan masalah penelitian
yang telah ditetapkan berupa bab-bab pembahasan masalah yang terepresentasi dalam
rancangan outline skripsi.
BAB IV
GAMBARAN UMUM
4.1
dengan sekitar 13.000 pulau dan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa. Negara
Kesatuan Republik Indonesia memiliki kebhinekaan dalam suku bangsa, bahasa,
budaya, serta adat dan agama. Kebhinekaan tersebut tercermin pula di ibukota negara,
Jakarta.
Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter
di atas permukaan laut, terletak pada posisi 612' Lintang Selatan dan 10648'
Bujur Timur. Luas wilayah Propinsi DKI Jakarta berdasarkan SK Gubernur DKI
Jakarta Nomor 1227 tahun 1989 adalah berupa daratan seluas 661,52 km2 dan berupa
lautan seluas 6.977,5 km2 , terdapat tidak kurang dari 110 buah pulau yang tersebar di
Kepulauan Seribu dan terdapat pula sekitar 27 buah sungai/saluran/kanal yang
digunakan sebagai sumber air minum, usaha perikanan dan usaha perkotaan.
Di sebelah utara membentang pantai dari Barat ke Timur sepanjang 35 kilo
meter yang menjadi tempat bermuaranya sembilan buah sungai dan dua buah kanal,
sementara di sebelah Selatan dan Timur berbatasan dengan wilayah Provinsi Jawa
Barat, sebelah Barat dengan Provinsi Banten, sedangkan di sebelah Utara berbatasan
dengan Laut Jawa.
maksimum 30,8C pada siang hari dan suhu minimum udara berkisar 26,1C pada
malam hari. Jumlah penduduk Propinsi DKI Jakarta berdasarkan data BPS tahun 2005
sebesar 8.603.776 dengan rincian 4.312.158 orang penduduk Laki- laki, 4.291.618
orang penduduk Wanita, yang tersebar di lima Kotamadya dan satu Kabupaten, 44
Kecamatan, 267 Kelurahan, 2.657 Rukun Warga dan Rukun Tetangga 29.769 serta
Rukun Warga Kumuh (slum areas) berjumlah 561. Pertumbuhan penduduk 1,26% per
tahun dan tingkat kepadatan penduduk sebesar 13.006 orang per km2 lahan.
4.2
RW
81
49
35
65
74
44
85
42
54
48
577
RT
950
511
396
723
839
461
683
456
537
509
6.065
Nama- nama kelurahan yang termasuk dalam kecamatan Mampang Prapatan dapat
dilihat pada Tabel 4.
4.2.1
KK
2.400
3.211
8.919
4.290
4.375
23.195
RT
46
71
150
64
65
396
RW
5
6
13
6
5
35
Visi
Mewujudkan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia yang sejajar
dengan kota-kota besar Negara maju dunia, dihuni oleh masyarakat yang sejahtera dan
berbudaya dalam lingkungan kehidupan yang berkembang.
Misi
Mempertahankan wilayah bagian selatan Jakarta Selatan sebagai daerah
resapan air serta mewujudkan wilayah bagian utara Jakarta Selatan sebagai pusat
niaga terpadu.
4.2.2
Kebayoran Baru di sebelah Barat, Kelurahan Mampang Prapatan, Tegal Parang dan
Kecamatan Pancoran di sebelah Timur, dan Kelurahan Bangka di sebelah Selatan.
Kelurahan Pela Mampang terdiri dari lima lingkungan, yaitu Kemang Raya,
Kemang Selatan, Kemang Utara, Kemang Timur, dan Bangka Raya. Kelurahan Pela
Mampang memiliki luas wilayah 1,62 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 8.919
kepala keluarga dan terbagi dalam 150 RT dan 13 RW. Kelurahan Pela Mampang
merupakan kawasan hiburan dan perkantoran karena sepanjang wilayah ini berdiri
restaurant, caf dan kantor.
Kawasan Kemang merupakan kawasan hiburan karena sepanjang wilayah
Kemang dipenuhi tempat-tempat caf, bar, restaurant dan boutique. Tempat hiburan
di kawasan Kemang dibuka dari jam 9.00 pagi hingga jam 3.00 pagi. Gaya hidup
moderenisasi dapat dijumpai di kawasan ini karena warga negara asing banyak yang
tinggal sebagai penduduk tetap. Banyaknya warga negara asing yang menetap
memberi dampak pada munculnya bar, tempat ini menyediakan minuman alkohol,
ruangan khusus untuk clubbing, dan bebas merokok. Munculnya tempat hiburan ini
memberi dampak negatif pada penduduk disekitarnya seperti salah satunya
meningkatnya jumlah perokok aktif.
Berdasarkan keterangan penduduk yang tinggal di Kelurahan Pela Mampang,
mulanya kawasan Kemang belum menjadi kawasan hiburan tetapi semenjak warga
negara asing mulai banyak yang tinggal sebagai penduduk tetap para penduduk mulai
meraup rezeki dengan membuka restaurant. Setelah banyak restaurant yang berd iri
diikuti dengan munculnya bar dan boutique, bisnis hiburan ini kebanyakan dikelola
oleh penduduk sekitar dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan warga asing.
4.3
Merokok sudah menjadi bagian hidupnya sehingga rasanya tidak enak kalau sehari
tidak merokok. Penduduk di Kelurahan Pela Mampang sebagian besar adalah perokok
aktif, baik laki- laki maupun wanita. Munculnya tempat-tempat hiburan di sekitar
kawasan Pela Mampang telah memberi dampak negatif yaitu meningkatnya jumlah
perokok aktif.
Perokok aktif dapat di jumpai di setiap sudut sarana umum karena tempat
khusus untuk merokok tidak ada. Mudahnya para perokok membeli rokok
dikarenakan setiap tempat hiburan menjual berbagai jenis rokok dan di setiap sudut
jalan terdapat warung rokok. Sebagian besar para perokok menghilangkan stress dan
mencari ide dengan cara merokok. Bagi para perokok, rokok adalah penyelamat dalam
kebimbangan walaupun hanya sekejap. Para perokok rela mengeluarkan uang cukup
banyak untuk membeli rokok asalkan kebutuhan jiwa terpenuhi. Hal ini seperti
diungkapkan oleh seorang responden (RT) :
Kalau sudah ga bisa mikir rokok wajib dihisap biar ide muncul lagi.
Kalau ga ngisap bakal linglung kaya orang lupa ingatan (RT 32
tahun, laki- laki).
4.4
4.4.1
Pela Mampang, Kecamatan Mampang Prapatan, Propinsi DKI Jakarta. Jumlah sampel
yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 100 orang. Ada lima karakteristik
individu yang diamati dalam penelitian ini antara lain jenis kelamin, tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan, motif merokok dan status perkawinan. Untuk lebih
jelasnya, kelima identitas responden tersebut akan diuraikan di bawah ini.
Frekuensi (Orang)
Persentase (%)
85
85
Perempuan
15
15
Total
100
100
mahasiswa/mahasiswi beban tigas kuliah yang dihadapi sangat berat dan cara yang
dipakai untuk menghilangkan kepenatan dengan merokok, walaupun responden
mengetahui akan dampak dari merokok. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh
responden (R) :
Jadi perokok waktu masih kuliah, gara-garanya sih sepele, pusing
sama tugas kuliah yang bejibun aja. Ya dari pada mabuk-mabukan
mending ngerokok aja kan ga terlalu parah banget (R 27 tahun,
Laki-laki).
Frekuensi (Orang)
Persentase (%)
Tidak Sekolah
SD/sederajat
SLTP/sederajat
SLTA/sederajat
29
29
Perguruan Tinggi
56
56
Total
100
100
Frekuensi (Orang)
Persentase (%)
Rendah (<Rp500.000)
17
17
40
40
Tinggi (>Rp1.000.000)
43
43
Total
100
100
Frekuensi (Orang)
Persentase (%)
Coba-coba
25
25
24
24
20
20
Pengaruh Iklan/TV
Gaya Hidup
22
22
Total
100
100
Bagi para responden rasa ingin coba-coba untuk mulai merokok lebih besar
muncul pada individu yang belum pernah merokok dan dalam kesehariannya hidup
berdampingan dengan perokok aktif. Selain itu beberapa responden yaitu MS, AP dan
AA memberikan pernyataan bahwa mereka menjadi perokok aktif karena pengaruh
orangtua yang merokok, seperti yang diungkapkan salah satu responden AA sebagai
berikut :
Bapak dan ibu saya merokok di rumah, kami sebagai anak-anaknya
tidak pernah dilarang merokok kok. Kata Bapak, Saya kalo merokok
boleh saja asal jangan minum-minuman keras.
Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa motif gaya hidup juga menjadi pilihan
pengaruh responden menjadi perokok. Hal ini dikarenakan merokok dikalangan anak
muda dianggap sebagai hal yang moderen, mereka menilai bagi yang tidak merokok
dianggap sebagai orang yang tidak moderen, seperti yang diungkapkan oleh responden
(S) :
Zaman anak muda sekarang beda sama zaman babe gue, merokok
pas zaman babe gue jadi hal yang tabu kalau sekarang mah hal yang
wajib, kalo kaga ngerokok gak bakal bisa jadi orang moderen kan
moderen itu hidup bebas berekspresi. Anak muda kan kudu bebas
berekspresi.
Frekuensi (Orang)
Persentase (%)
Belum Menikah
34
34
Menikah
66
66
Total
100
100
4.4.2
Tingkat Pengetahuan
Data tingkat pengetahuan pada Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar
Tabel
10.
Tingkat Pengetahuan
Frekuensi (Orang)
Berdasarkan
Tingkat
Persentase (%)
Rendah
Sedang
91
91
Tinggi
Total
100
100
4.4.3
mencakup pandangan, gambaran dan penilaian terhadap isi dan pelaksanaan pada
peraturan larangan merokok yang dikeluarkan oleh Gubernur DKI Jakarta. Pada Tabel
11 menunjukkan bahwa sebagian besar responden perokok aktif memiliki persepsi
tidak setuju terhadap peraturan larangan merokok yang berjumlah 77 orang atau 77
persen dan perokok aktif yang memiliki persepsi setuju pada peraturan larangan
merokok sebanyak 23 orang atau 23 persen.
Frekuensi (Orang)
Persentase (%)
Tidak Setuju
77
77
Setuju
23
23
Total
100
100
BAB V
HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK INDIVIDU, TINGKAT
PENGETAHUAN DENGAN PERSEPSI PERATURAN
LARANGAN MEROKOK
5.1
5.1.1
Tidak Setuju
Setuju
Total
Jenis Kelamin
Laki- laki
65 (77)
20 (23)
85 (100)
Perempuan
12 (80)
3 (20)
15 (100)
77
23
100
Total
Keterangan : X2 hitung = 0,765 ; a = 0,10
5.1.2
perguruan tinggi sebagian besar cenderung menunjukkan persepsi tidak setuju yaitu
sebanyak 43 orang (77%) sedangkan responden yang tidak sekolah cenderung
menunjukkan persepsi tidak setuju yaitu sebanyak 100%. Responden perokok aktif
dengan pendidikan akhir perguruan tinggi mengerti pada tujuan peraturan larangan
merokok sedangkan responden tidak sekolah seluruhnya tidak mengerti pada tujuan
peraturan larangan merokok. Hal ini menggambarkan bahwa tidak ada perbedaan
antara responden tidak sekolah dengan responden berlatar belakang pendidikan
perguruan tinggi dimana sama-sama memiliki persepsi tidak setuju pada peraturan
larangan merokok.
Dengan uji statistik korelasi Rank Spearman diperoleh nilai probability (P)
sebesar 1,00. Nilai ini lebih besar dari 0,10 yang berarti tidak terdapat hubungan yang
signifikan. Hal ini dikarenakan perokok aktif dengan tingkat pendidikan akhir
perguruan tinggi memiliki persepsi tidak setuju pada peraturan larangan merokok
karena merokok sudah menjadi kebiasaan dan dengan adanya peraturan larangan
merokok perokok aktif merasa ruang lingkup untuk merokok dibatasi.
Tidak Setuju
Setuju
Total
Tingkat Pendidikan
Tidak Sekolah
4 (100)
0 (0)
4 (100)
SD/sederajat
3 (60)
2 (40)
5 (100)
SLTP/sederajat
4 (67)
2 (33)
6 (100)
SLTA/sederajat
23 (80)
6 (20)
29 (100)
Perguruan Tinggi
43 (77)
13 (23)
56 (100)
77
23
100
Total
5.1.3
pendapatan rendah, sedang dan tinggi cenderung menunjukkan persepsi tidak setuju
yaitu sebanyak 70%, 82% dan 75%. Hal ini menggambarkan keyakinan bahwa
perokok aktif memiliki persepsi tidak setuju pada peraturan larangan merokok dan
pendapatan yang diperoleh setiap bulan tidak mempengaruhi dalam mengurangi
kebiasaan merokok. Merokok bagi responden sudah menjadi kebiasaan dan untuk
mengurangi kebiasaan merokok memerlukan waktu yang cukup lama.
Dengan uji statistik korelasi Rank Spearman diperoleh nilai probability (P)
sebesar 0,895. Nilai ini lebih besar dari 0,10 yang berarti tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara pendapatan dengan persepsi peraturan larangan merokok. Hal
tersebut menunjukkan bahwa merokok sudah menjadi kebiasaan dan dengan adanya
peraturan larangan merokok perokok aktif merasa ruang lingkup untuk merokok
dibatasi dan ketentuan mengenai sanksi pidana yang dibuat terlalu berat.
Tidak Setuju
Setuju
Total
Pendapatan
Rendah
12 (70)
5 (30)
17 (100)
Sedang
33 (82)
7 (18)
40 (100)
Tinggi
32 (75)
11 (25)
43 (100)
Total
77
23
100
5.1.4
untuk merokok. Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa responden dengan motif
coba-coba, pengaruh teman merokok, pengaruh iklan/TV dan gaya hidup cenderung
menunjukkan persepsi tidak setuju yaitu sebanyak 88% (22 orang), 95% (19 orang),
89% (8 orang), dan 78% (17 orang) sedangkan responden dengan motif pengaruh
orangtua merokok cenderung menunjukkan persepsi setuju pada peraturan larangan
merokok yaitu sebanyak 54% (13 orang). Hal ini menggambarkan bahwa responden
dengan motif pengaruh orangtua merokok memiliki persepsi setuju pada peraturan
larangan karena responden menyadari bahwa merokok memberi dampak yang tidak
baik pada anggota keluarga yang tidak merokok sedangkan sebagian besar responden
memiliki persepsi tidak setuju karena merokok sudah menjadi kebiasaan dan untuk
menguranginya memerlukan waktu yang cukup lama.
Tidak Setuju
Setuju
Total
Motif Merokok
Coba-coba
22 (88)
3 (12)
25 (100)
11 (46)
13 (54)
24 (100)
19 (95)
1 (5)
20 (100)
8 (89)
1 (11)
9 (100)
17 (78)
5 (22)
22 (100)
77
23
100
Pengaruh Iklan/TV
Gaya Hidup
Total
Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat nilai P Value yang diperoleh dari hasil uji
hubungan antara kelima pilihan motif merokok dengan persepsi peraturan larangan
merokok lebih besar dari tingkat signifikansi, yaitu 0,131 lebih besar dari 0,10 untuk
uji hubungan antara motif coba-coba dengan persepsi peraturan larangan merokok.
Begitu juga untuk uji hubungan antara motif pengaruh orangtua merokok dengan
persepsi peraturan larangan merokok, yaitu 0,00 lebih kecil dari 0,10, untuk motif
pengaruh teman merokok, yaitu 0,032 lebih kecil dari 0,10, untuk motif pengaruh
iklan/TV, yaitu 0,374 lebih besar dari 0,10, serta untuk motif gaya hidup, yaitu 0,973
lebih besar dari 0,10.
Adanya hubungan yang signifikanantara motif pengaruh orangtua merokok
dan pengaruh teman merokok dengan persepsi peraturan larangan merokok
disebabkan merokok memberi dampak yang tidak baik pada anggota keluarga yang
tidak merokok dan dengan adanya pera turan larangan merokok perokok aktif
menyadari keberadaan perokok pasif di sekitarnya. Tidak terdapatnya hubungan yang
signifikan antara motif coba-coba, pengaruh iklan/TV, dan gaya hidup dengan
persepsi peraturan larangan merokok dikarenakan merokok sudah menjadi kebiasaan
dan untuk menguranginya memerlukan waktu yang lama.
P Value
Tingkat Signifikansi
0,131
0,10
0,00*
0,10
0,032*
0,10
0,374
0,10
0,973
0,10
5.1.5
status menikah dan belum menikah cenderung menunjukkan persepsi tidak setuju
yaitu sebanyak 66 persen dan 100 persen. Hal ini menggambarkan bahwa tidak ada
perbedaan persepsi antara perokok aktif yang menikah dan belum menikah. Tetapi hal
ini berbanding terbalik dengan hasil uji statistik Chi-Square, dimana untuk
mengetahui hubungan antara status perkawinan dengan persepsi peraturan larangan
merokok.
Tabel 17.
Tidak Setuju
Setuju
Total
Status Perkawinan
Belum Menikah
34 (100)
0 (0)
34 (100)
Menikah
43 (66)
23 (34)
66 (100)
77
23
100
Total
Dengan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai P Value sebesar 0,01. Nilai ini
lebih kecil dari 0,10. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan (nyata) antara status perkawinan dengan persepsi peraturan larangan
merokok. Adanya hubungan yang signifikan tersebut ditunjukkan dengan adanya
persepsi setuju dari perokok aktif yang berstatus menikah karena merokok memberi
dampak yang tidak baik pada anggota keluarga yang tidak merokok dan dengan
adanya peraturan larangan merokok perokok aktif menyadari keberadaan perokok
pasif di sekitarnya.
5.2
Saya yakin semua perokok pasti tahu bahayanya ngerokok tapi mau
gimana lagi ya namanya udah ketergantungan susah berhenti dalam
sekejap butuh waktu lama. Kalau mau berhenti mah kudu dari niat si
perokoknya sendiri kaga bisa dipaksa sama orang lain. Walau udah
batuk-batuk mah tetep aja tuh rokok dicari-cari (M 42 tahun, Lakilaki).
Tabel 18. Persepsi Peraturan Larangan Merokok Berdasarkan Tingkat
Pengetahuan Mengenai Dampak Merokok
Persepsi
Tidak Setuju
Setuju
Tingkat Pengetahuan
Rendah
3 (75)
1 (25)
Sedang
70 (77)
21 (23)
Tinggi
4 (80)
1 (20)
Total
77
23
Keterangan : Probabilitas = 0,857; koefisien korelasi = -0,018
Total
4
91
5
100
BAB VI
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PERATURAN LARANGAN
MEROKOK DENGAN PENERAPAN PERILAKU MEROKOK
Perokok aktif merasa bahwa denda dan ancaman pidana yang dibuat oleh
pemerintah tidak masuk akal. Jadi berdasarkan pernyataan-pernyataan responden di
atas menggambarkan bahwa perokok aktif di wilayah Kelurahan Pela Mampang
mentaati peraturan larangan merokok bukan karena tujuan peraturan itu sendiri,
walaupun masih dijumpai perokok yang merokok di depan sekolah, masjid dan TPA.
Berdasarkan hasil wawancara pada responden diperoleh alasan merokok di sarana
umum masyarakat, seperti yang dikemukakan AS sebagai berikut :
Udah kebiasaan ngerokok dimana aja sih, apalagi kalau mulut rasanya kecut
tangan udah reflek ngambil rokok buat dihisap. Kalau udah ngisap rokok udah
ga inget yang lain- lainnya.
Banyak dijumpai perokok aktif yang merokok di sarana umum seperti yang
tertuang dalam pasal 3 pada Peraturan Gubernur No. 75 Tahun 2005 yaitu tempat
umum, tempat kerja, tempat proses belajar-mengajar, tempat pelayanan kesehatan,
arena kegiatan anak-anak, tempat ibadah dan angkutan umum. Penyebab banyaknya
perokok aktif yang masih merokok di sarana umum dikarenakan kebiasaan merokok
sudah berlangsung dengan kontinuitas yang lama sehingga untuk merubahnya
memerlukan waktu yang panjang. Berdasarkan hasil wawancara pada responden
lainnya diperoleh alasan lain mengapa memilih merokok di tempat umum, seperti
yang dikemukakan T seb agai berikut :
Ya abis mau gimana, serba salah juga sih mau ngerokok ditempat umum
dilarang sedangkan ruang khusus merokok terbatas jumlahnya dan hanya
terdapat ditempat pusat perbelanjaan itupun sedikit sekali yang punya ruang
khusus merokok, yah masa untuk merokok kita harus datang kesana dulu mana
jaraknya jauh lagi.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1. Sebagian besar perokok aktif memiliki persepsi tidak setuju terhadap peraturan
larangan merokok. Persepsi tidak setuju karena ketentuan sanksi pidana yang
tertuang di dalam peraturan larangan merokok dirasakan terlalu berat. Para
perokok aktif me laksanakan peraturan larangan merokok dengan tidak merokok di
tempat umum bukan berdasarkan tujuannya tetapi karena takut akan sanksi denda.
2. Karakteristik individu pada jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan,
dan motif merokok (coba-coba, pengaruh iklan/TV dan gaya hidup) tidak
berhubungan dengan persepsi peraturan larangan merokok dikarenakan merokok
sudah menjadi kebiasaan dan dengan adanya peraturan larangan merokok perokok
aktif merasa ruang lingkup untuk merokok dibatasi serta ketentuan sanksi pidana
yang terlalu berat. Motif merokok (pengaruh orangtua dan pengaruh teman) dan
status perkawinan berhubungan dengan persepsi peraturan larangan merokok
dikarenakan merokok memberi dampak yang tidak baik pada anggota keluarga
yang tidak merokok dan dengan adanya peraturan larangan merokok perokok aktif
menyadari keberadaan perokok pasif di sekitarnya.
3. Tingkat pengetahuan tentang dampak merokok tidak berhubungan dengan
persepsi peraturan larangan merokok. Meskipun tingkat pengetahuan perokok
aktif tentang dampak merokok tinggi namun perokok aktif tidak berkeinginan
untuk berhenti merokok karena merokok sudah menjadi ketergantungan dan untuk
menguranginya memerlukan waktu yang cukup lama.
Saran
1. Bagi perokok aktif, sebaiknya tidak merokok di tempat sarana umum masyarakat
karena asap dari rokok yang dikeluarkan dapat mengganggu kesehatan bagi orang
yang tidak merokok (perokok pasif).
2. Bagi orangtua diharapkan dapat menjelaskan akan dampak rokok bagi kesehatan
atau perilaku merokok yang sebaiknya tidak mengganggu orang lain. Orangtua
yang merokok sebaiknya tidak merokok di dalam rumah dan memberikan contoh
yang baik pada anak-anaknya demi masa depan.
3. Penerapan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 75 Tahun 2005 dan
Peraturan Daerah (Perda) Nomor 02 Tahun 2005 Pasal 13, perlu didukung dengan
penyediaan ruangan khusus merokok yang nyaman serta mudah dijangkau bagi
para perokok aktif dan peraturan larangan merokok disosialisasikan kepada
masyarakat secara jelas sehingga para perokok aktif dapat mengerti dan
melaksanakan peraturan larangan merokok sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bachri. 1991. Dampak dari Sebatang Rokok dalam Buletin RSKO. Juni 1991.
Jakarta.
Calhoun, James F. & R. Acocella 1995. Psikologi Tentang Penyesuaian dan
Hubungan Kemanusiaan. Penerjemah R. S. Satmoko. Edisi Ketiga. IKIP
Semarang Press. Semarang.
Dariyo, Agoes. 2003. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Penerbit PT Gramedia
Widiasarana Indonesia. Jakarta.
De Vito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Penerjemah Agus Maulana.
Edisi Kelima. Professional Books. Jakarta.
DepKes. 2001. Survei Sosial Ekonomi Nasional. Departemen Kesehatan. Jakarta.
DepKes. 2003. Survei Sosial Ekonomi Nasional. Departemen Kesehatan. Jakarta.
GAPPRI. 2002. Produksi dan Konsumsi Rokok Nasional. GAPPRI. Jakarta.
Handoko, Dwi Dharma. 2003. Persepsi Masyarakat Tentang Lingkungan Sungai dan
Pengaruhnya Terhadap Perilaku Pemanfaatnya. Skripsi. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kristono, Hidayat. 1994. Studi Migrasi dan Perubahan Nilai Kerja Pekerja Asal
Pedesaan pada Sektor Industri di Tangerang. Skripsi. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gubernur DKI Jakarta. Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 75 Tahun 2005
Tentang Kawasan Larangan Merokok. Jakarta.
Perda. Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2005 Tentang Pengendalian Pencemaran
Udara. Jakarta..
Singarimbun, M. & Effendi, S. 1995. Metode Penelitian Survai. PT Pustaka LP3ES.
Jakarta.
Singgih, Renie. 2002. Bahaya Perokok Pasif Sama dengan Perokok Aktif. Lembaga
Menanggulangi Masalah Merokok (LM3). Jakarta.
Soesetiyo, J. Budhy. 1990. Nilai Kerja Tradisi; Telaah pada Masyarakat Pertanian
Padi Sawah di Desa Sidorejo Godean, Yogyakarta. Skripsi. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.Bogor.
Sumitra, Tata. 2003. Hubungan Antara Perilaku Komunikasi dan Persepsi Petani
Hutan Kemasyarakatan (HKm dengan Partisipasinya Terhadap Pembangunan
HKm). Tesis. Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suprayogo, Imam dan Tobroni. 2003. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Editor
Miftah F. Rakhmat. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Syahyuni, Tuti. 1999. Persepsi Pekerja Industri Terhadap Tingkat Pendidikan Anak
pada Masyarakat Transisi Agraris Ke Industri. Skripsi. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
WHO. 2002. The Tobacco Atlas. Departemen Kesehatan. Jakarta.
Yuniarti, Nia Tetin. 2000. Persepsi Masyarakat Nelayan Terhadap Pendidikan
Formal. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lampiran 1. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan
Persepsi Peraturan Larangan Merokok
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Jenis Kelamin *
Persepsi
Missing
Percent
100
100.0%
Total
Percent
0
.0%
Percent
100
100.0%
Setuju
Total
Laki-laki
65
Perempuan
12
15
77
23
100
Total
20
85
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction(a)
Likelihood Ratio
df
.090(b)
.765
.000
.092
1
1
1.000
.762
Exact Sig.
(2-sided)
Exact
Sig. (1sided)
1.000
Linear-by-Linear
Association
.089
N of Valid Cases
100
.766
.531
Tingkat
Pendidikan
Correlation Coefficient
1.000
.000
1.000
Sig. (2-tailed)
N
Correlation Coefficient
Persepsi
Sig. (2-tailed)
N
Persepsi
100
100
.000
1.000
1.000
100
.
100
N
Tingkat Pendidikan
* Persepsi
100
100.0%
Missing
Percent
0
.0%
Total
Percent
N
100
100.0%
Total
Tidak Sekolah
Setuju
Total
SD/sederajat
SLTP/sederajat
SLTA/sederajat
23
29
Perguruan
Tinggi
43
13
56
77
23
100
Nonparametric Correlations
Correlations
Pendapatan
(Gaji)
Spearman's
rho
Pendapatan
(Gaji)
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
1.000
.013
.895
100
100
.013
1.000
.895
100
100
N
Persepsi
Persepsi
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Pendapatan
(Gaji) * Persepsi
Missing
Percent
100
100.0%
Total
Percent
0
.0%
Percent
100
100.0%
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Total
12
17
33
32
77
7
11
23
40
43
100
Lampiran 4. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Motif Merokok dengan
Persepsi Peraturan Larangan Merokok
100
Missing
Percent
100.0%
N
0
Total
Percent
.0%
N
100
Percent
100.0%
Coba-coba
Persepsi
Tidak Setuju
Setuju
55
20
22
3
77
23
Tidak
Ya
Total
Total
75
25
100
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
a
Continuity Correction
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value
2.277b
1.525
2.522
2.255
df
1
1
1
Asymp. Sig.
(2-sided)
.131
.217
.112
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
.174
.105
.133
100
Valid
N
Pengaruh Orangtua
Merokok * Persepsi
Percent
100
100.0%
Total
Percent
0
.0%
100
Percent
100.0%
Pengaruh Orangtua
Merokok
Tidak
Ya
Total
Persepsi
Tidak Setuju
Setuju
66
10
11
13
77
23
Total
76
24
100
Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
(2-sided)
.000
a
Continuity Correction
15.082
.000
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
15.566
.000
Pearson Chi-Square
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value
17.320b
17.147
df
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
.000
.000
.000
100
Valid
N
Pengaruh Teman
Merokok * Persepsi
Percent
100
100.0%
Total
Percent
0
.0%
100
Percent
100.0%
Pengaruh Teman
Merokok
Persepsi
Tidak Setuju
Setuju
58
22
19
1
77
23
Tidak
Ya
Total
Total
80
20
100
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
a
Continuity Correction
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value
4.574b
3.391
5.808
4.528
df
1
1
1
Asymp. Sig.
(2-sided)
.032
.066
.016
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
.038
.025
.033
100
Valid
N
Pengaruh Iklan/TV
* Persepsi
Percent
100
100.0%
Total
Percent
0
.0%
100
Percent
100.0%
Pengaruh
Iklan/TV
Persepsi
Tidak Setuju
69
8
77
Tidak
Ya
Total
Setuju
Total
22
1
23
91
9
100
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
a
Continuity Correction
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value
.789b
.224
.912
.781
df
1
1
1
Asymp. Sig.
(2-sided)
.374
.636
.339
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
.680
.339
.377
100
Cases
Missing
N
Percent
0
.0%
Valid
N
Percent
100
100.0%
Total
N
Percent
100
100.0%
Gaya Hidup
Persepsi
Tidak Setuju
60
17
77
Tidak
Ya
Total
Setuju
Total
18
5
23
78
22
100
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
a
Continuity Correction
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value
.001b
.000
.001
.001
df
1
1
1
Asymp. Sig.
(2-sided)
.973
1.000
.973
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
1.000
.610
.973
100
Nonparametric Correlations
Correlations
Tingkat
Pengetahua
n
Spearman's
rho
Tingkat
Pengetahuan
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
Persepsi
Persepsi
1.000
-.018
.857
100
100
-.018
1.000
.857
100
100
Missing
Percent
100
100.0%
Total
Percent
0
.0%
Percent
100
100.0%
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Setuju
Total
70
4
77
21
1
23
91
5
100
N
Status
Perkawinan *
Persepsi
100
Missing
Percent
100.0%
Total
Percent
.0%
100
100.0%
Belum Menikah
Kawin
Total
Total
34
34
43
77
23
23
66
100
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Continuity
Correction(a)
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Asymp. Sig.
(2-sided)
.010
13.483
.000
22.517
.000
Value
15.388(b)
df
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
.080
15.234
.080
100
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.82.
.000