Ketajaman Visus
ketajaman penglihatan adalah suatu fenomena kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Faktor tersebut adalah faktor optis misalnya keadaan mekanisme pembentuk bayangan
pada mata, faktor retina misalnya keadaan sel kerucut dan faktor rangsangan, kontras antara
rangsangan dan latar belakang, dan lama waktu subjek terpajan rangsangan. (Ganong,2001)
Berkas cahaya sejajar yang jatuh ke suatu lensa bikonveks akan mengalami pembiasaan suatu
titik (fokus prinsipal) di belakang warna fokus prinsipal terletak di sebuah garis yang berjalan
melintasi pusat lengkungan lensa, sumbu prinsipal. Jarak antara elnsa dan fokus prinsipal
disebut jarak fokus prinsipal. Berkas cahaya yang jatuh di elnsa dari suatu benda dengan
jarak lebih dekat dari 20ft akan mengalami sejajar. Berkas cahaya dari suatu benda yang
terletak lebih dekat dari 20 ft akan mengalami divergensi sehingga jatuh ke fokus yang lebih
ke belakang di sumbu prinsipal daripada fokus prinsipal.(Murtiati, 2007)
Apabila otot siliaris berada dalam keadaan istirahat maka berkas cahaya paraleel yang jatuh
di mata yang secara optis normal akan difokuskan di retina. Selama relaksasi ini
dipertahankan, maka berkas cahaya dari benda yng kurang dari 6 m dari pengamat akan
berfokus di belakang retina dan akibatnya benda tersebut tampak kabur. Masalah yang timbul
membawa berkas divergen dari benda dekat ke suatu fokus di retina dapat di atasi dengna
meningkatkan jarak antara lensa dan retina atau dengan meningkatkan kelengkungan
(akomodasi).(Ganong, 2001)
Untuk pemeriksaan visus secara klinis dapat menggunakan huruf optotype dari Snellen yang
dilihat dari suatu jarak 6 m. Snellen diguankan untuk pemeriksaan visus sebab huruf optotype
yang ada dirancang sesuai uji ketajaman penglihatan yang kemungkinan 2 garis terlihat
terpisah dan tetap terlihat segaris, sedangkan huruf-huruf di garis terkecil yang dapat dibaca
orang normal pada jarak 6 meter memberi sudut penglihatan 5 menit dan garis CII huruf
dipisahkan oleh sudut sebesar 1 menit. Dengan demikian jarak pisah minimal pada orang
normal sesuai dengan sudut penglihatan sebesar sekitar 1 menit.
OP yang diperiksa membaca huruf CII terkecil yang masih dapat dibedakan danhasilnya
dinyatakan sebagai pecahan. Ketajaman penglihatan normal adalah 20/20 atau pada jarak
sekitar 6 m. Pada mata normal, bayangan benda yang berjarak lebih dari 6 m akan jatuh tepat
pada retina dan mata dalam keadaan relaks atau tanpa akomodasi. Sehingga bila mata berada
dalam keadaan seperti ini dikatakan mata tersebut dalam keadaan normal. Berdasarkan teori
ini, keempat mata OP Aulia, Diah, Ayu dan Tunjung memiliki visus yang normal, sedangkan
pada OP Puspita yang memiliki ketajaman penglihatan 15 dinyatakan lebih baik dari normal
dan bukan rabun dekat. Sedangkan untuk OP Evy dinyatakan memiliki ketajaman
penglihatan visus yang kurang. Karena memiliki ketajaman visus di aatas 20/20 atau dengan
kata lain pembentukan bayangan pada retina OP Evy dalam pemfokusan cahaya sedikit
mengalami gangguan. Gangguan yang dialami OP Evy terjadi pada proses konvergensi bola
mata. Jika pada mata normal, memempuan memfokuskan kedua bola mata pada dua objek
yang berbeda dapat dilakukan secara bersamaan padaastu benda, maka pada OP Evy
kemampuan memfokuskan kedua bola mata tidak dapat dilakuakn dengan baik, karena tidak
mampu mngearahkan cahaya dari suatu benda agar jatuh pada titik sesuai pada retina kedua
amta.
Pada praktikum ketajaman penglihatan visus, perlakuan kedua dilakukan dengan merubah
jarak OP dengan huruf Snellen. Pad manusia normal , perubahan jarak tersebut akan
memberi dampak memperjelas penglihatannya sebab cahaya jauh difokuskan di retina tanpa
akomodasi, sementara kekuatan lensa ditingkatkan untuk akomodasi untuk memawa sumber
dekat ke fokus yang menyebabkan benda menjadi terlihat lebih jelas, pada mata OP yang
normal semakin dekat jarak OP dengan huruf Snellen akan membuat matanya mampu
melihat lebih jelas lagi seperti apda OP Puspita (6/4,5), Diah (6/6,06), dan Aulia (6/6,06).
Sedangkan pada OP Ayu, Evy dan Tunjung diperoleh data 6/12,12 dan 6/7,5. berdasarkan
hasil tersebut didapat bahwa OP Tunjung dan Ayu justru mengalami hal dimana saat jarak
OP dan jarak huruf Snellen di perdekat kedua OP tersebut justru mengalami pengurangan
ketajaman penglihatan. Hal ini mungkin disebabkan oleh bola mata OP yang terlelu pendek
atau lensa mata yang terlalu lemah. Benda jauh terfokus di retina hanya dengan akomodasi,
sementara benda-benda dekat difokuskan di belakang retina. Walaupun mata mengadakan
akomodasi, sehingga tampak kabur, dengan demikikan OP tersebut dapat dikategorikan
memiliki rabun jauh, hiperopik (dengan demikian, individu hiperopik memiliki penglihatan
jauh yang lebih baik daripada penglihatan dekat). Suatu kejadian yang dapat diatasi dengan
lensa konveks
2. Pemeriksaan Buta Warna
Salah satu gangguan yang terjadi pada mata adalah buta warna. Buta warna adalah
suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat membedakan warna tertentu yang bisa
dibedakan oleh orang dengan mata normal. Seseorang yang menderita buta warna
dapat disebabkan oleh kelainan sejak lahir atau akibat penggunaan obat-obatan yang
berlebihan. Buta warna umumnya diderita oleh laki-laki, sedangkan wanita hanyalah
sebagai gen pembawa/resesif (Agusta, 2012).
Buta warna adalah suatu istilah yang di pergunakan untuk menggambarkan adanya
kelainan presepsi penglihatan warna. Kelaian ini di akibatkan oleh tidak adanya
sekelompok sel kerucut penerima warna pada retina. Orang yang mengalami buta
warna tidak atau kurang mampu membedakan dua warna yang berbeda. Buta warna
ini dapat di temukan dengan uji ishihara. Pada uji ishihara di pergunakan serangkaian
gambar berwarna. Gambar-gambar berwarna itu di rancang sedemikian rupa sehingga
secara tepat dan cepat serta dapat memberikan penilaian terhadap kelainan persepsi
warna (Taiyeb, 2016).
Berdasarkan kegiatan praktikum Anatomi dan Fisiologi Manusia yang telah
dilaksanakan mengenai Tes Buta Warna, maka diperoleh hasil yang baik, yang
dimaksudkan baik adalah semua probandus uang telah diuji memiliki mata yang
normal. Hal ini terlihat setelah probandus di tes menggunakan tes buta warna dengan
metode ishihara dimana probandus dapat menyebutkan semua pola warna yang
terdapat pada buku ishihara tersebut.
Perlu kita ketahui bahwa buta warna ini disebabkan oleh jumlah banyak tidaknya sel
kerucut dalam mata. Buta warna bervariasi, mulai dari yang parsial (sebagian) hingga
buta warna total. Buta warna parsial artinya penderita tidak dapat membedakan antara
warna merah dengan hijau, antara warna hijau dengan biru. hijau dan biru sangat
sedikit. Buta warna total artinya penderita tidak memiliki sel kerucut merah, hijau dan
biru sehingga warna yang bisa di lihat hanya warna hitam dan putih.
Lebih jelasnya, buta warna merupakan gangguan herediter yang lazim di derita pria
daripada wanita. Buta warna bervariasi antara buta satu warna tertentu (buta warna
parsial) sampai buta warna total. Terjadinya buta warna ini di sebabkan oleh tidak
adanya atau ada tetapi sedikit sel kerucut warna merah dan hijau. Bila tidak ada sel
kerucut merah, maka warna merah akan nampak hijau. Bila sel kerucut hijau tidak
ada, maka benda hiaju akan nampak merah. Bila ketiga macam sel kerucut (warna
merah, hijau dan biru) tidak ada, maka semua benda akan nampak hitam dan
seseorang akan menderita buta warna total (Basoeki, 2003).
Pemeriksaan Buta warna bergantung pada Rasio Stimulus tiga jenis kerucut,
sedangkan penglihatan bergantung pada stimulus fotoreseptor. Pada praktikum ini
untuk mengetahui seseorang OP mengalami buta warna atau tidak digunakan Buku
Ishihara dengan gambar Cll Poli Kromatik sejenis, yang terdiri dari titi cll berwarna
dan berbentuk serupa. Gambar dibuat dengan warna sedemikian rupa sehingga
seseorang yang buta warna akan melihat warna dengan gambar tersebut. Sama
dengan warna latarnya. Dari praktikum ini diperoleh data bahwa semua OP (ke 6 OP)
tidak mengalami buta warna, artinya stimulis ke 3 jenis sel krucut pada matanya
berfungsi dengan baik, atau dapat disimpulkan bahwa ke 6 OP memiliki jenis se cll
kerucul yang sama dan menggunakan jalur-jalur safaf yang sama untuk
membandingkan keluaran mereka (efek warna yang dapat diterima). Pigmen-pigmen
di berbagai benda secara selektif menyerap panjang gelombang tertentu cahaya yang
datang dari sumber-sumber cahaya, dan panjang gemlombang yang tidak diserap
dipantulkan dari permukaan benda. Berkas-berkas cahaya yang dipantulkan inilah
yang memungkinkan kita melihat benda tersebut. Suatu benda yang tampak biru
menyerap panjang gelambang cahaya merah dan hijau yang lebih panjang dan
memantulkan panjang gelombang biru yang lebih pendek, yang dapat diserap oleh
fotopigmen di sel-sel kerucut biru mata, sehingga terjadi pengaktifan sel-sel tersebut.
(Agusta, 2012).
Setiap jenis kerucut diaktifkan paling efektif oleh panjang gelombang cahaya tertentu
dalam rentang yang dinyatakan oleh namanya-biru, merah, atau hijau. Namun demikian, sel-
sel kerucut juga berespons terhadap panjang gelombang lain dalam derajat yang berbeda-
beda. Persepsi kita mengenai berbagai warna dunia bergantung pada berbagai rasio simulasi
ketiga jenis sel kerucut sebagai respons terhadap berbagai panjang gelombang. (Basoeki,
2003).
Suatu panjang gelombang yang tampak sebagai biru tidak merangsang sel kerucut merah
atau hijau sama sekali tetapi merangsang sel kerucut biru secara maksimal (persentasi
stimulasi maksimum untuk mreah, hijau, dan biru masing-masing adalah 0:0:100). Sensasi
warna kuning, sebaliknya, berasal dari rasio stimulasi 83:83:0, dengan sel kerucut merah dan
hijau masing-masing dirangsang sebesar 83% dari maksimum, sedangkan sel kerucut biru
tidak dirangsang sama sekali. Rasio untuk hijau adalah 31:67:36, dan seterusnya, dengan
berbagai kombinasi yang menghasilkan sensasi berbagai warna. Putih adalah campuran
semua panjang gelombang cahaya, sedangkan hitam tidak ada cahaya. (Taiyeb, 2016).
Jumlah tiap-tiap jenis sel kerucut yang dirangsang dikode dan disalurkan ke jalur-jalur yang
terpisah ke otak. Baru-baru ini ditemukan adanya pusat penglihatan warna tersendiri di
korteks penglihatan primer. Pusat ini mengkombinasikan dan mengolah masukan-masukan
tersebut untuk menghasilkan persepsi warna, dengan mempertimbangkan benda
dibandingkan dengan latar belakangnya. Dengan demikian, konsep warna tergantung dlam
benak yang melihat. (Taiyeb, 2016).
Sel kerucut terutama ditemukan dibagian tengah retina (dari muka). Dari titik ini kea rah luar,
konsentrasi sel krucut menurun dan konsentrasi sel batang meningkat, dank arena pebedaan
penyerapan berbagai panjanng. Gelombang cahaya, sel kerucut menghasilkan penglihatan
warna, sementara sel batang hanya menghasilkan penglihatan rona abu-abu.Kesimpulan:
Hasil dari percobaban refleks pupil terhadap cahaya didapatkan bahwa pada semua
OP mengalami hal yang sama yaitu pada saat pupil diberi cahaya maka refleksnya akan
mengecil, sedangkan tanpa cahaya akan membesar.
Pada pemeriksaan refleks konsensual semua pupil OP mengecil bila diberi cahaya
baik dengan cahaya maupun tanpa cahaya.
Pada refleks akibat akomodasi pupil seluruh OP mengecil jika memandang jarak jauh
sedangkan jika memandang jarak dekat pupil OP akan membesar
Pada pemeriksaan ketajaman visus, didapat bahwa ketajaman visus yang terbaik
adalah pada OP puspita karena dapat membaca seluruh huruf Snellen dengan baik dan
benar pada jarak 6 meter.
Pada pemeriksaan buta warna semua hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa semua
OP memiliki interpretasi gambar yang normal. Sehingga seluruh OP dinyatakan tidak
memiliki cacat buta warna.
Daftar pustaka
Agusta, sofiar. 2012. Instrumen Pengujian Buta Warna Otomatis. Jurusan Fisika FMIPA UI: Depok.
Jurnal Ilmiah Elite Elektro Vol 3 No 1.
Taiyeb, mushawwir. 2016. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Jurusan Biologi FMIPA UNM:
Makassar.