Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN

PRAKTIKUM FITOKIMIA

TUGAS V

“Identifikasi Senyawa Golongan Antrakinon (Ekstrak Rheum officinale L.)”

Disusun oleh:

Nama : Januar Anastasia Agatha

NIM : 201510410311199

Kelas : Farmasi – D

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2018
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ANTRAKINON

1.1. TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan antrakinon dalam tanaman.
1.2. TINJAUAN PUSTAKA
1.2.1. Tinjauan Pustaka Tanaman
a) Klasifikasi Rheum officinale L.(tanaman kelembak) adalah sebagai berikut (Backer &
Bakhuizen, 1965):
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Polygonales
Famili : Polygonaceae
Genus : Rheum
Spesies : Rheum officinale Baill

gambar tanaman Rheum officinale L.

b) Morfologi Rheum officinale L.


Kelembak termasuk tanaman perdu atau terna yang tumbuh kadang-kadang
memerambat, jarang yang berupa pohon, tidak berduri, tanpa getah lateks. Daunnya
tersusun spiral, kadang-kadang berhadapan atau melingkar, umumnya ada seludang
daun atau upih. Bunganya hermafrodit, jarang berumah 1 atau 2, muncul di ketiak
daun atau di ujung ranting; aktinomorf, ada kelopak tetapi tidak ada mahkota. Tepala
4-6, benang sari 4-9. Bakal buahnya menumpang, pipih atau berbentuk segitiga,
beruang 1, isi 1 bakal biji. Buahnya kering tidak terbelah dan bijinya tidak bersayap
(Tjitrosoepomo, 1986).
Kelembak mempunyai akar berupa potongan padat, keras, berat, bentuknya hampir
silindrik, serupa kerucut atau berbentuk kubus cekung, pipih atau tidak beraturan.
Kadang berlubang dengan panjang 5 cm sampai 15 cm, lebarnya 3 cm sampai 10 cm,
permukaannya yang terkupas agak tersudut-sudut, umumnya diliputi serbuk berwarna
kuning kecoklatan terang, bagian dalamnya berwarna putih keabuan dengan garis-
garis coklat kemerahan. Pada pengamatan dengan kaca pembesar terhadap bidang
melintang terlihat garis-garis tersebut pada beberapa tempat merupakan bentuk
bintang. Patahan melintang tidak rata, berbutir-butir putih kelabu, merah muda sampai
coklat merah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
1.2.2. Kandungan Senyawa Kimia Dalam Kelembak
Kelembak mempunyai kandungan antranoid, khusunya glikosida antrakinon seperti
rhein (semosida A dan B), aloe-emodin, physcion. Juga mengandung asam oksalat,
tanin yaitu gallotanin, katekin dan prosianidin. Sedangkan kandungannya yang lain
adalah pektin, asam fenolat (Newall et al, 1996; Bradley, 1992; Chirikdjan et al, 1983).
1.2.3. Identifikasi Golongan Senyawa Antrakinon

Reaksi warna

a) Uji Borntrager
 Ekstak sebanyak 0,3 gram di ekstraksi dengan 10 ml aquadest, saring, lalu filtrat
diekstraksi dengan toluene dalam corong pisah.
 Ekstraksi dilakukan sebanyak dua kali. Kemudian fase toluena dikumpulkan
dan dibagi menjadi dua bagian, disebut sebagai larutan VA dan VB.
 Larutan VA sebagai blanko, larutan VB ditambahkan ammonia pekat 1 ml dan
dikocok.
 Timbulnya warna merah menunjukkan adanya senyawa antrakinon.
b) Uji modifikasi Borntrager
 Ekstrak sebanyak 0,3 gram ditambahkan dengan 5 ml KOH 0,5 N dan 1 ml H2O2
encer.
 Dipanaskan selama 5 menit dan disaring, fltrat ditambah asam asetat glacial,
kemudian diekstraksi dengan 5 ml toluena.
 Fase toluena diambil dan dibagi menjadi dua bagian sebagai larutan VIA dan VIB.
 Larutan VIA sebagai blanko, larutan VIB ditambahkan ammonia pekat 1 ml.
Timbulnya warna merah atau merah muda pada lapisan alkalis menunjukkan
adanya antrakinon.

1.2.4. Senyawa Golongan Antrakinon


Golongan ini aglikonnya adalah sekerabat dengan antrasena yang memiliki gugus
karbonil pada kedua atom C yang berseberangan (atom C9 dan C10) atau hanya C9
(antron) dan Cg ada gugus hidroksil (antranol). Adapun strukturnya adalah sebagai
berikut:

Struktur dasar antrakinon


A. Sifat Fisika dan Kimia Senyawa Golongan Antrakinon
Senyawa antrakinon dan turunannya seringkali bewarna kuning sampai merah
sindur (orange), larut dalam air panas atau alkohol encer. Untuk identifikasi digunakan
reaksi Borntraeger. Antrakinon yang mengandung gugus karboksilat (rein) dapat
diekstraksi dengan penambahan basa, misalnya dengan natrium bikarbonat. Hasil
reduksi antrakinon adalah antron dan antranol, terdapat bebas di alam atau sebagai
glikosida. Antron bewarna kuning pucat, tidak menunjukkan fluoresensi dan tidak larut
dalam alkali, sedangkan isomernya, yaitu antranol bewarna kuning kecoklatan dan
dengan alkali membentuk larutan berpendar (berf1uoresensi) kuat. Oksantron
merupakan zantara (intermediate) antara antrakinon dan antranof. Reaksi Borntraeger
modifikasi Fairbairn, yaitu dengan menambahkan hidrogen peroksida akan menujuk-
kan reaksi positif. Senyawa ml terdapat dalam Frangulae cortex. Diantron adalah
senyawa dimer tunggal atau campuran dan molekul antron, hasil oksidasi antron
(misalnya larutan dalam aseton yang diaerasi dengan udara). Diantron merupakan
aglikon penting dalam Cassia, Rheum, dan Rhamnus; dalam golongan ini misalnya
senidin, aglikon senosida. Reidin A, B, dan C yang terdapat dalam sena dan kelembak
merupakan heterodiantron.
B. Efek Farmakologi pada Senyawa Golongan Antrakinon
Glikosida antrakinon adalah stimulan katartika dengan meningkatkan tekanan otot
polos pada dinding usus besar, aksinya akan terasa sekitar 6 jam kemudian atau Iebih
lama. Adapun mekanisme belum jelas, namun diduga antrakinon dan antranol dan
turunannya berpengaruh terhadap tranpor ion dalam sel colon dengan menghambat
kanal ion C1. Untuk antron dan antranol mengeluarkan kegiatan lebih drastik (itulah
sebabnya ada beberapa simplisia yang boleh digunakan setelah disimpan selama satu
tahun, untuk mengubah senyawa tersebut menjadi antrakinon), bHa jumlahnya Iebih
besar dan pada antrakinon akan mengakibatkan mulas dan rasa tidak enak.
C. Kegunaan Golongan Senyawa Antrakinon
Sebagai katartika, pewarna, dan antibakteri.
1.2.5. Pemisahan KLT
Kromatografi lapis tipis dapat di pakai untuk tujuan kualitatif, kuantitatif, preferatif
dan untuk mencari sistim pelarut yang akan di pakai pada kromatografi kolom. Pada
kromatografi lapis tipis melibatkan dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak, fasa diam
(penjerap) dapat berupa serbuk halus yang dilapiskan pada permukaan penyangga
sehingga membentuk plat berlapis. Penjerap yang umum dipakai adalah silikal gel,
alumina, tanah diatomik dan selulosa, fasa gerak dapat berupa hampir semua macam
pelarut atau campuran pelarut yang ditempatkan dalam bejana (Gritter 1991).
Campuran yang akan dipisahkan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, kemudian
ditotolkan pada plat bagian bawah yang telah ditandai, lalu plat dimasukan kan dalam
bejana yang berisi pelarut yang telah dijenuhkan, pelarut akan naik membasahi plat
sambil membawa komponen yang akan dipisahkan, tiap komponen akan bergerak
dengan kecepatan yang berbeda sehingga akan dihasilkan bentuk noda-noda yang
terpisah. Kemudian masing-masing noda tersebut ditentukan nilai Rf nya nilai Rf
merupakan perbandingan antara jarak yang ditempuh noda dan jarak yang ditempuh
eluen.

𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑛𝑜𝑑𝑎


𝑅𝑓 =
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛

Jika noda tidak berwarna maka dipakai pereaksi penampak noda yang sesuai atau
dengan menyinari lapisan memakai sinar ultraviolet (Gritter, 1991).

Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal
tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam
sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang
rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar.
Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan
nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi,
yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya
(Gandjar,2007).
Kromatografi lapis tipis merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi
senyawamurni dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan kromatografi juga
merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik menyerap
maupun merupakan cuplikan KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-
senyawa yang sifatnya hidrofilik seperti lipid-lipid dan hidrokarbon yang sukar
dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat digunakan untuk mencari
kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi dengan sifat kelarutan
senyawa yang dianalisis. Bahan lapis tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak
bereaksi dengan pereaksi-pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat.(Fessenden,
2003).
Prinsip KLT adalah adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi adalah penyerapan pada
pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau kemampuan suatu zat yang ada
dalam larutan untuk berpisah kedalam pelarut yang digunakan. Kecepatan gerak
senyawa-senyawa ke atas pada lempengan tergantung pada (Soebagil,2002).
1.2.5 Tinjauan ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh dengan
mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati ataupun hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian pelarut diuapkan dan massa yang yang tersisa diperlakukan
sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2000).
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Pembuatan ekstrak
memiliki beberapa tahapan (Depkes RI, 2000).
a) Pembuatan serbuk simplisia
Simplisia dibentuk menjadi serbuk agar proses pembasahan dapat merata dan
difusi zat aktif meningkat
b) Cairan pelarut
Pelarut digunakan untuk memisahkan zat aktif. Farmakope menyatakan etanol
merupakan pelarut yang baik digunakan secara universal. Pelarut dipilih secara
13 selektif tergantung pada zat aktif yang diharapkan. Ethanol dapat melarutkan
zat dari tanaman tanpa merusak bagian dari tanaman tersebut
c) Pemisahan dan pemurnian
Tahapan memisahkan zat aktif yang diharapkan sehingga mendapatkan ekstrak
murni
d) Pengeringan ekstrak
Pengeringan ekstrak bertujuan untuk menghilangkan pelarut dari bahan
sehingga menghasilkan massa kering rapuh
e) Rendemen Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh
dengan simplisia awal
Metode ekstraksi secara maserasi merupakan metode pemisahan zat aktif secara
pengadukan dan penyaringan. Metode maserasi digunakan untuk membuat ekstrak
tumbuhan. Cairan pelarut masuk kedalam sel menciptakan perbedaan konsentrasi antara
larutan di dalam dan di luar sel. Larutan konsentrasi rendah berada di dalam sel
sedangkan larutan konsentrasi tinggi terdesak keluar sel (Depkes RI, 2000).
1.3. PROSEDUR KERJA
1. Reaksi warna
c) Uji Borntrager
 Ekstak sebanyak 0,3 gram di ekstraksi dengan 10 ml aquadest, saring, lalu filtrat
diekstraksi dengan toluene dalam corong pisah.
 Ekstraksi dilakukan sebanyak dua kali. Kemudian fase toluena dikumpulkan dan
dibagi menjadi dua bagian, disebut sebagai larutan VA dan VB.
 Larutan VA sebagai blanko, larutan VB ditambahkan ammonia pekat 1 ml dan
dikocok.
 Timbulnya warna merah menunjukkan adanya senyawa antrakinon.
d) Uji modifikasi Borntrager
 Ekstrak sebanyak 0,3 gram ditambahkan dengan 5 ml KOH 0,5 N dan 1 ml H2O2
encer.
 Dipanaskan selama 5 menit dan disaring, fltrat ditambah asam asetat glacial,
kemudian diekstraksi dengan 5 ml toluena.
 Fase toluena diambil dan dibagi menjadi dua bagian sebagai larutan VIA dan VIB.
 Larutan VIA sebagai blanko, larutan VIB ditambahkan ammonia pekat 1 ml.
Timbulnya warna merah atau merah muda pada lapisan alkalis menunjukkan
adanya antrakinon.
2. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
 Sampel ditotolkan pada fase diam. Uji kromatografi lapis tipis ini menggunakan:
Fase Diam : Kiesel Gel 254
Fase Gerak : toluena - etil asetat - asam asetat glacial (75 : 24 : 1)
Penampak noda : Larutan KOH 10% dalam methanol.
 Timbulnya noda berwarna kuning, kuning coklat, merah ungu atau hijau ungu
menunjukkan adanya senyawa antrakinon.
Skema Kerja
a) Reaksi Warna
1. Uji Borntrager

Ekstrak di ekstraksi dengan Filtrat, di ekstraksi dengan 5 ml


0,3 gram 10ml aquadest, saring, Toluena dalam cororng pisah

Ekstraksi Fase Toluena dibagi menjadi dua


dilakukan 2x Dikumpulkan bagian. VA dan VB

Timbulnya Senyawa merah


menunjukan adanya senyawa
Antrakinon
VA BLANKO VB + Amonia Pekat
1 ml dan dikocok
2. Uji Modifikasi Borntrager

Ekstrak + 5ml KOH 0,5N dan Dipanaskan 5 menit


0,3 gram 1ml H2O2 encer dan disaring

Filtrat + Asam asetat glasial kemudaian Fase Toluena diambil dan dibagi
diekstraksi dengan 5ml Toluena menjadi 2 bagian VIA dan VIB

timbulnya warna merah atau


merah muda menunjukan
VIA VIB + Amonia adanya ANTRAKINON
BLANKO pekat 1ml
b) Kromatografi Lapis Tipis
1.

Sampel ditotolkan pada Fase Diam

2. Pemeriksaan KLT
Fase Diam Kiesel Gel 254 Fase gerak :
- Toluena 75
- Etil Asetat 24
- Asam asetat glasial 1
dieluasi

amati plat KLT pada sinar UV 254

Semprotkan penampak Noda


Larutan KOH 10% dalam etanol

amati plat KLT pada sinar UV 254 dan


365
3.

jika timbul warna KUNING, KUNING COKLAT, MERAH UNGU atau


HIJAU UNGU menunjukan adanya senyawa ANTRAKINON pada sampel
1.4. HASIL
1.5. PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA

Backer, C.A. & Van Den Brink, R.C.B., 1965, Flora of Java (Spermatophytes Only), Vol II,
N.V.P, 363-364, 424-425, Noordhoff-Groningen, Netherlands.

DepKes, 1995, Materia Medika Indonesia, Jilid V, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Fessenden R.J dan J.S Fessenden., 2003, Dasar-dasar kimia organik. Jakarta, Erlangga.
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman., 2007,Kimia Farmasi Analisis, pustaka pelajar,
Yogyakarta.
Gritter, R, J., 1991, Pengantar Kromatografi Edisi II, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Soebagio., 2002, Kimia Analitik, Universitas Negeri Makassar Fakultas MIPA, Makassar.
Sudjadi.1988.Metode Pemisahan. Konsius: Yogyakarta.
Tjitrosoepomo, G. 1986. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai