STUDI PUSTAKA
Oleh :
Ahmad Jatikudus
(17/411891/FA/11320)
LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI UGM
2019
STUDI PUSTAKA
A. KLASIFIKASI
2
B. TINJAUAN MAKROSKOPIS, MIKROSKOPIS DAN MIKROKIMIAWI
a. Makroskopis
b. Mikroskopis
1 2 3
4 5 6
Keterangan :
Salah satu cara untuk mengidentifikasi senyawa pada Rheum officinale adalah
meneteskan KOH pada preparat yang diamati pada mikroskop, preparat akan berubah
warna menjadi merah apabila mengandung antraquinone.
C. KANDUNGAN KIMIA
4
katekin physcion prosianidin
5
Rheum officinale L. mengandung antrakinon maka seharusnya uji
jalur poliketida menunjukkan hasil +
6
Rhei Radix dikarakterisasi pada UV-365 nm dengan memberikan fluorosensi kuning
mencolok pada daerah aglikon antrakuinon (emodin, aloe-emodin, physcion,
krisfanol). 8-O-monoglukosida bermigrasi sebagai pita berwarna coklat kemerahan
pada Rf 0,45-0,55. Diglikosida yang terkandung di dalamnya berada dalam jumlah
sangat sedikit pada range Rf 0,1-0,3. Aglikon polar, Rhein, pada Rf ~0,4 tertutup oleh
zona fluoresensi wana biru (Wagner, 1996).
• Aglikon.
Campuran aglikon yang diperoleh dengan hidrolisis ekstrak Rheum menggunakan
HCl dipindahkan ke pelarut lipofilik dan dievaluasi pada UV-254 nm dan UV-365
nm. Semua aglikon menunjukkan fluoresensi pemadaman pada UV-254 nm dan
berfluoresensi kuning atau jingga kecoklatan pada UV-365 nm. Aloe-emodin dan
rhein (Rf 0,15-0,25), emodin (Rf ~0,3), krisofanol dan physcion (Rf 0,6-0,7)
merupakan aglikon yang paling umum terkarakterisasi (Wagner, 1996).
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan komponen
kimia berdasarkan prinsip partisi dan adsorpsi antara fase diam (adsorben) dan fase gerak
(eluen) dimana komponen kimia bergerak naik mengikuti cairan pengembang karena daya
serap adsorben (silika gel) terhadap komponen-komponen kimia tidak sama, sehingga
komponen dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda, berdasarkan tingkat
kepolarannya yang dapat menyebabkan terjadinya pemisahan. Kromatografi lapis tipis
menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan adsorben seperti silika gel, aluminium oksida
(alumina) maupun selulosa. Adsorben tersebut berperan sebagai fase diam, sedangkan fase
gerak yang digunakan disebut dengan eluen. Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas
senyawa dan biasanya campuran dari beberapa cairan yang berbeda polaritas, sehingga
didapatkan perbandingan tertentu. Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf
(faktor retensi) yang diperoleh. Faktor retensi (Rf) adalah jarak yang ditempuh oleh
komponen dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh eluen. Rumusnya adalah :
Nilai Rf sangat karakteristik untuk senyawa terntentu pada eluen tertentu. Hal
tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam
sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang
rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fase diam bersifat polar.
Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai
Rf yang rendah.
7
• Kromatografi lapis tipis dari rhein.
Satu tetes larutan rhein (dalam kloroform) ditutulkan pada plat lapis tipis (silica gel
GF254) dan dikembangkan dengan etil asetat-7ethanol-air 8:1:1.
• Deteksi dengan UV-254 (setelah diuapkan dengan amoniak).
Deteksi menunjukkan rhein sebagai bercak warna merah-lembayung, R f 0,32, dan
UV356 sebagai bercak jingga muda.
• Spectrum UV dari rhein.
Panjang gelombang maksimal MeOH 230 mµ (log Ɛ 3,7); 260 (3,3); 430 (3,2)
menunjukkan bahwa senyawa memiliki inti antrakuinon yang absorpsinya pada 252
mµ (logƐ 3,26) dan 410 mµ (logƐ 1,78), merubah pita terakhir ke panjang gelombang
yang lebih besar.
• Penyiapan rhein di asetat.
Larutan yang terdiri dari 100 mg rhei dan 150 mg natrium asetat kering dalam 30 ml
asetat anhidrat direfluks selama 15 menit dan dituang ke dalam 175 ml air es. Zat
berwarna kuning muda disaring dan dikristalisasi dari asam asetat. Titik leleh
250251ºC; rendemen 80 mg.
(Ikan, 1991)
8
Disiapkan Larutan Uji dan
Hidrolisis (yang membutuhkan hidrolisi). Diuapkan sisa pelarut hingga tinggal ± 0,5dimasukkan
mL, ke tabung reaksi ditutup lubang
tabung dengan kapas basah,
ditambahkan HCl 0,5 N sebanyak 4,5 mL hidrolisis selama 30 menit di tangas air. Partisi hasil dengan etil
Jika senyawa belum terdeteksi atau belum diperoleh pemisahan yang baik,
dilakukan analisis KLTdiulang dengan fase gerak
yang berbeda. Dipisahkan komponen-komonen senyawa dalamsampel secara KLT,dihitung harga Rf dan amati visualisasi
Kandunga
Bahan yang Fase Fase
Golongan n yang Deteksi Larutan percobaan
diperiksa diam gerak
diperiksa
1. UV365 nm satu gram serbuk simplisia diekstraksi
Etil 2. KOH etanolik 10% visibel dan dengan 10 mL metanol dan dipanasi
asetat – UV365 nm, aloin di waterbath selama 5 menit, saring.
Getah Aloe
Silica metanol berfluoresensi kuning Bagi dua filtrat. Satu bagian diuapkan
Aloin vera atau Aloin.
gel F254. – air kecoklatan di Rf ~0,5 hingga tinggal ½ volume (SA). Satu
jadam arab.
(100:17:1 sedangkan antron berada di bagian dihidrolisis dengan cara
3) atas. seperti di cara kerja KLT no 2 (SB).
9
Pembanding antron 5 mg dilarutkan
dalam 5mL etanol (P). Masing-masing
ditotolkan 5 μL.
Rhizoma anisaldehid – asam sulfat dan Dua gram serbuk simplisia dimaserasi
Pacing dipanaskan 110°C selama 5
n- dengan 5 mL nheksan atau 10 μL
(Costus menit; stigmasterol terdeteksi di
heksana
specious), Stigmaster Silica pertengahan dengan warna 5 mg mentol dan 10 mL toluen.
Steroid – etil
Purwoceng ol. gel. ungu.
asetat
(Pimpinella (4:1 v/v). Penotolan 2 μL.
pruatjan).
10
Larutan uji: 100 mg serbuk kering
Diklorom buah mengkudu diekstrak dengan 5
Buah Skopoletin dibawah UV 365nm di
Skopoletin Skopoletin etan – mL metanol, totolkan 5 mikroliter
Rf sekitar 0,7 berpendar biru
mengkudu Silica
(Fenilpropan (turunan metanol terang; deteksi di UV 254nm dan
(Morinda gel F254. pembanding: skopoletin 5 mg
oid) kumarin). (19:1 pereaksi KOH etanolik (sinar
citrifolia L.). dilarutkan dalam 5 mL
v/v). tampak).
metanol. Ditotolkan 2 μL.
11
- UV λ 254 & Sampel: Satu gram rimpang jahe
365nm, Zingiber officinale diekstrak dengan
Gingerol kloroform 25 mL. Ekstrak ditepatkan
(jalur n- - vanilin-asam volumenya 25 mL. Totolkan 10 μL di
Gingerol
kombinasi Rimpang Silica heksan- sulfat bercak gingerol pelat KLT.
dan
fenilpropan jahe. gel F254. eter(40:6 muncul sebagai bercak Gingerol (campuran) 5 mg/mL dan
shogaol.
dengan 0). ganda di Rf ~0,38 vanilin 5 mg/5mL masing-masing
poliketida) sedangkan vanilin penotolan 5 μL.
muncul bercak di Rf
~0,5.
- Sinar tampak berwarna kuning
- UV 254,
(100:11:1 μL.
1:22 v/v).
UV 254 & 365 sebelum penyemprotan. 500 mg serbuk dibasahi
dengan 5 tetes ammonia
Setelah pengembangan selesai, panaskan 25% kemudian disari dengan
lempeng KLT 100°C selam 10 menit untuk 3 ml metanol selama 10
kinina,
diklorom menghilangkan sisa amina. menit dengan menggojok.
kinidina,
etan- Filtratnya dipekatkan.
Chinae sinkonina, Silica
Kinolin dietilami Setelah itu disemprot dengan asam sulfat
Cortex dan gel F254.
na (90:10 5% etanolik, panaskan 105°C selama 5 Pembanding 5 mg kinidin
sinkonidin
v/v). menit dilihat di bawah UV- 365nm dalam 5 mL metanol.
a.
nampak bercak biru gelap Rf ~0,7; bercak Totolkan 5-10 μL.
biru terang sinkonidin (0,65); kinidin (0,50);
dan sinkonin (0,4).
12
Diamati di bawah sinar 500 mg serbuk dicampur dengan 1 ml
UV 254 nm dan 365 nm. larutan ammonia 10% atau larutan Na2CO3
Toluena-etil 10%
Strychni
Stri asetat- Disemprot dengan kemudian disari dengan metanol selama 5
semen, Silica
chni Strichnin. dietilamina pereaksi Dragendorff, menit pada susu 60°C (diatas penangas air)
Rauwolfia gel F254.
n (70:20:10 dilanjutkan dengan sambil digojog. Setelah dingin disari
radix.
v/v). NaNO2. kemudian dipekatkan.
Indol
Penotolan 5μL.
13
1. Kromatografi Lapis Tipis Kualitatif 2. Pengertian Kromatografi cair
vakum
Kromatografi kolom cair dapat dilakukan pada tekanan atmosfer atau pada
tekanan lebih besar dari atmosfer dengan menggunakan bantuan tekanan luar
misalnya gas nitrogen. Untuk keberhasilan praktikan di dalam bekerja dengan
menggunakan kromatografi kolom vakum cair, oleh karena itu syarat utama
adalah mengetahui gambaran pemisahan cuplikan pada kromatografi lapis tipis
(Harris, 1982).
14
3. Prinsip KCV
4. Peralatan KCV
Alat yang digunakan terdiri dari corong G-3, sumbat karet, pengisap yang
dihubungkan dengan pompa vakum serta wadah penampung fraksi. Walaupun
KCV memerlukan jumlah sampel yang lebih banyak dari pada kromatografi lapis
tipis (KLT), KCV tetap ekonomis dalam sisi biaya. (Stahl,E.1985)
Adapun cara kerja kromatografi cair vakum yaitu kolom kromatografi dikemas
kering (biasanya dengan penjerap mutu KLT 10-40 μm) dalam keadaan vakum
agar diperoleh kerapatan kemasan maksimum. Vakum dihentikan, pelarut yang
kepolarannya rendah dituangkan ke permukaan penjerap lalu divakumkan lagi.
Kolom dipisah sampai kering dan sekarang siap dipakai (Hostettman, 1986).
Kromatografi vakum cair merupakan salah satu jenis dari kromatografi kolom.
Kromatografi kolom merupakan suatu metode pemisahan campuran larutan
dengan perbandingan pelarut dan kerapatan dengan menggunakan bahan kolom.
Kromatografi kolom lazim digunakan untuk pemisahan dan pemurnian senyawa
(Schill, 1978).
Fasa diam yang digunakan dikemas dalam kolom yang digunakan dalam KCV.
Proses penyiapan fasa diam dalam kolom terbagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Cara Basah
Preparasi fasa diam dengan cara basah dilakukan dengan melarutkan
fasa diam dalam fase gerak yang akan digunakan. Campuran kemudian
dimasukkan ke dalam kolom dan dibuat merata. Fase gerak dibiarkan
mengalir hingga terbentuk lapisan fase diam yang tetap dan rata, kemudian
aliran dihentikan (Sarker et al., 2006).
b. Cara kering
15
Preparasi fasa diam dengan cara kering dilakukan dengan cara
memasukkan fase diam yang digunakan ke dalam kolom kromatografi. Fase
diam tersebut selanjutnya dibasahi dengan pelarut yang akan digunakan
(Sarker et al., 2006).
6. Faktor Retensi
Faktor retensi (Rf) adalah jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi
dengan jarak yangditempuh oleh eluen. Rumus faktor retensi adalah: Nilai Rf
sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut
dapatdigunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam
sampel. Senyawa yangmempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai
kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya.Hal tersebut dikarenakan fasa
diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa
diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah.Rf KLT yang bagus
berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan
adalahmengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya. (Sarker et al., 2006).
16
kapiler, totolkan sampel cairan yang telah disiapkan sejajar, tepat diatas base
line. Jika sampel padat, larutkan pada pelarut tertentu. Keringkan totolan.
Dengan pipet yang berbeda, masukkan masing-masing eluen ke dalam
chamber dan campurkan. Tempatkan plat pada chamber berisi eluen. Base line
jangan sampai tercelup oleh ulen.Tutuplah chamber .Tunggu eluen mengelusi
sampel sampai mencapai garis akhir, di sana pemisahan akan terlihat. Setelah
mencapai garis akhir, angkat plat dengan pinset, keringkan dan ukur jarak
spot.Jika spot tidak kelihatan, amati pada lampu UV. Jika masih tak terlihat,
semprot dengan pewarna tertentu seperti kalium kromat atau ninhidrin.Untuk
lebih jelasnya, perhatikan gambar di bawah ini. (Sarker et al., 2006).
pelarut yang paling kurang polar yang mungkin (sekitar 5 ml pelarut untuk 1 g
penjerap) (Hostettmann et al., 1995).
KLT preparatif adalah cara yang ideal untuk pemisahan cuplikan kecil (50 mg
sampai 1 g) dari senyawa yang kurang atsiri. Walaupun KLTP dapat
memisahkan bahan dalam jumlah gram, sebagian besar pemakaian hanya
dalam jumlah miligram (Hostettmann et al., 1995).
Pemurnian Fraksi
Spektrofotometri UV-Vis
a. Pendahuluan
Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran energi cahaya oleh
suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu (Day, 2002). Sinar ultraviolet
(UV) mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, dan sinar tampak (visible)
mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Pengukuran spektrofotometri
menggunakan alat spektrofotometer yang melibatkan energi elektronik yang cukup
besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometer UV-Vis lebih banyak
dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif. Spektrum UV-Vis sangat
berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan
bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan
menggunakan hukum Lambert-Beer (Rohman, 2007).
19
b. Analisis Kuantitatif
Absorbansi sebagai analisa kuantitatif dilakukan berdasarkan Hukum Lambert-Beer
sebagai berikut:
𝐴 = 𝜀𝑏𝑐
A = Absorbansi
Ε = Absorbtivitas molar
b = Tebal kuvet
c = Konsentrasi
(Ratnawulan, 2013).
Kadar flavonoid dalam sampel herbal dapat ditentukan dengan berbagai metode.
Metode yang diakui oleh Departemen Kesehatan RI adalah spektrofotometri UV yang
berdasar pada prinsip kolorimetri (Carbonaro et. al., 2005). Absorbansi dari warna
yang terbentuk diukur dengan spektrometer UV. Perhitungan ini berdasarkan pada
hukum Lambert-Beer yang menunjukkan hubungan lurus antara absorbans dan kadar
analit. Untuk menentukan kadar flavonoid pada berbagai jenis zat berdasarkan nilai
absorbansi digunakan data larutan standar. Data larutan standar ini digunakan untuk
membuat persamaan regresi yaitu persamaan yang digunakan untuk menghitung
kadar flavonoid :
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
y = nilai absorbansi
x = kadar flavonoid
a, b = konstanta
(Neldawati, 2013)
KLT-Densitometri
a. Pendahuluan
Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi (KLTKT) merupakan suatu istrumen
pengukur densitas bercak hasil pemisahan yang dilengkapi dengan suatu perangkat
optik, sumber cahaya dan detektor seperti halnya dengan spektrofotometer (Hayun et
al, 2007).
b. Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif hampir sama dengan spektrofotometri, penentuan kadar analit
dikorelasikan dengan area bercak pada pelat KLT.
20
Cara penetapan kadar dapat dilakukan dengan :
1. Membandingkan area bercak analit dengan area bercak baku pembanding yang
diketahui konsentrasinya.
𝐴𝑥
𝐶𝑥 = . 𝐶𝑝
𝐴𝑝
Cx = konsentrasi analit
Ax = area analit
(Mulja,1985).
2. Kurva Kalibrasi
Kurva kalibrasi dibuat dengan cara memplot area bercak terhadap konsentrasi dari
satu seri larutan baku pembanding. Kurva yang tebentuk harus linear, kemudian
dengan persamaan garis regresi dapat ditentukan kadar analit.
Penentuan kadar analit yang dikorelasikan dengan area noda plat KLT akan lebih
terjamin kesahihannya dibanding metode KCKT atau KGC, sebab area noda
kromatogram diukur pada posisi diam atau “zig-zag” menyeluruh. Korelasi kadar
analit pada noda kromatogram yang dirajah terhadap area tidak menunjukkan
garis lurus, akan tetapi merupakan garis lengkung mendekati parabola
(Mulja,1985).
HPLC
a. Pendahuluan
HPLC (High Performance Liquid Chromatography) atau biasa juga disebut
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) mulai dikembangkan pada akhir
tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. HPLC adalah salah satu metode
yang dapat digunakan untuk analisis senyawa dengan cara membandingkan
dengan data standar golongan senyawa yang diduga terkandung di dalam
sampel dengan syarat kondisi pemisahan yang dilakukan sama dengan kondisi
pemisahan data standar. HPLC termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu
teknik kromatografi dengan fase gerak cairan dan fase diamnya cairan atau
padat. HPLC memiliki banyak kelebihan dibanding teknik
kromatografi yang lain, diantaranya mampu memisahkan molekul
dalam campuran, mudah melaksanakannya, kecepatan analisis dan
kepekaan tinggi, dapat dihindari terjadinya dekomposisi bahan yang dianalisis,
resolusi yang baik, dapat digunakan bermacam-macam detektor (menurut
kebutuhan), kolom dapat digunakan kembali, serta dapat dilakukan sample
recovery. HPLC merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan
baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif (Snyder and Kirkland, 1979).
Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak
digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan
21
kepolaran rendah, sedang, maupun tinggi. Fase gerak yang paling sering
digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah campuran larutan
buffer dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril. (Rohman, 2007).
b. Analisis kuantitatif
Senyawa yang dianalisis merupakan marker isolat dari praktikum sebelumnya.
Terdapat 2 metode analisis kuantitatif menggunakan HPLC, diantaranya:
23
II. DAFTAR PUSTAKA
Backer, C.A. and Bakhuizen van den Brink, Jr., R.C., 1965, Flora of Java,
Volume II, N.V.P Noordhoff – Groningen, the Netherlands.
Carbonaro, M., et.al. 2005. Absorption of Quercetin and Rutin in Rat Small
Intestine. Annals Nutrition and Metabolism.
Claus, Edward P. 1965. Pharmacognosy. The University of Michigan.
Michigan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi
IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Harborne JB. 1987. Metode Fitok imia. Padmawinata K. dan Soediro I,
penerjemah. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari: Phytochemical
Methods .
Harris, et.al. 1982. AN INTRODUCTION TO CHEMICAL ANALYSIS,
Savders College Publishing Philadelpia : Holt-Savders Japan.
24
Rohman, Abdul. (2009). Kromatografi Untuk Analisis Obat. Ed I, Graha
Ilmu, Yogyakarta.
Sarker,SD., Latif,Z and Gray .Al.2006. Natural Product Isolation. Humana
Press inc . Totowa New jersey.
Schill, Goran. 1978. SEPARATION METHODS, Swedish Phasma Centrical
Press, Stockholm.
Snyder,L.R.,and Kirkland,J.J. 1979. Introduction to Modern Liquid
Chromatography. 2nded.New York: J Wiley and Sons.
Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi, Penerbit
ITB : Bandung.
Wagner, Hildebert, Sabine Bladt, dan V. Rickl. 1996. Plant Drug Analysis : A Thin
Layer Chromtography Atlas. Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
New York.
25