Anda di halaman 1dari 10

NAMA : ARFINA JULIRA

NIM : 06101281924024
MATA KULIAH : MAKROMOLEKUL DAN HASIL ALAM
KELAS : FKIP KIMIA INDRALAYA

A. Sifat-sifat Alkaloid
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam.
Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis
tumbuhan tingkat tinggi,meskipun demikian sekarang telah tercatat di temukan pula di jamur
(ergot alkaloid), di hewan musk deer (muscopyridin),di bakteri p.aeruginosa dan beberapa produk
sintesis. Pengertian lain Alkaloid adalah senyawa organik yang terdapat di alam bersifat basa atau
alkali dan sifat basa ini disebabkan karena adanya atom N (Nitrogen) dalam molekul senyawa
tersebut dalam struktur lingkar heterosiklik atau aromatis, dan dalam dosis kecil dapat
memberikan efek farmakologis pada manusia dan hewan. Sebagai contoh, morfina sebagai
pereda rasa sakit, reserfina sebagai obat penenang, atrofina berfungsi sebagai antispamodia,
kokain sebagai anestetik lokal, dan strisina sebagai stimulan syaraf (Ikan, 1969). Selain itu ada
beberapa pengecualian, dimana termasuk golongan alkaloid tapi atom N (Nitrogen)nya terdapat
di dalam rantai lurus atau alifatis.
1. Sifat-sifat Fisika
Umumnya mempunyai 1 atom N meskipun ada beberapa yang memiliki lebih dari 1 atom
N seperti pada Ergotamin yang memiliki 5 atom N. Atom N ini dapat berupa amin primer,
sekunder maupun tertier yang semuanya bersifat basa (tingkat kebasaannya tergantung
dari struktur molekul dan gugus fungsionalnya)
Kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan Kristal dengan titik lebur yang
tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Sedikit alkaloid yang terbentuk amorf, dan
beberapa seperti nikotin (seperti gambar a) dan konini (seperti gambar b) berupa cairan.

(gambar a nikotin) (gambar b konini) (gambar c berberin)


Kebanyakan alkaloid tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa yang kompleks, spesies
aromatic berwarna (contoh berberin (gambar c) bewarna kuning dan
betanin (gambar d)). Pada umumnya, basa bebas alkaloid hanya larut
dalam pelarut organik, meskipun beberapa pseudo-dan protoalkaloid
larut dalam air. Garam alkaloid dan alkaloid quartener sangat larut
dalam air.
(gambar d betanin)
2. Sifat-sifat Kimia
Pada umumnya kebanyakan alkaloid bersifat basa. Sifat tersebut tergantung pada adanya
pasangan electron pada nitrogen. Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan nitrogen
bersifat melepaskan elektron, sebagai contoh gugus alkil, maka ketersediaan elektron pada
nitrogen naik dan senyawa lebih bersifat basa. Hingga trietilamin (C 2H5)3N) lebih basa
daripada dietilamin (C2H5)2NH) dan senyawa (C2H5)2NH ini lebih basa daripada etilamin
((C2H5)2NH2) Sebaliknya bila gugus fungsional yang berdekatan bersifat menarik elektron
(contoh gugus karbonil) maka ketersediaan pasangan elektron berkurang dan pengaruh yang
ditimbulkan alkaloid dapat bersifat netral atau bahkan sedikit asam. Contoh adalah senyawa
yang mengandung gugus amida.
Inti piridin (gambar e) mengandung 6π elektron di dalam cincin heterosikliks. Hingga
dengan demikian pasangan elektron terdapat pada nitrogen dan piridin bersifat basa. Namun
demikian ikatan rangkap karbon-nitrogen mengurangi kebasaannya dan piridin kurang basa
daripada piperidin yang tak jenuh (gambar f). Quinolin (gambar g) dan isoquinolin (gambar
h) kebasaannya mirip piridin.

(gambar e piridin) (gambar f piperidin) (gambar g Quinolin) (gambar h isoquinolin)


Berikut perhatikan sistem cincin anggota lima, pirol (gambar i) hanya akan merupakan
aromatic penuh (4π + 2 elektron) bila sepasang elektron pada nitrogen dilibatkan dalam
aromatisitas. Hingga (gambar i) dan indol analog benzenoidnya (gambar j) bukan basa.
Kenyataan senyawa-senyawa tersebut bersifat asam karena pembentukan anion menaikkan
ketersediaan elektron pada nitrogen. Namun demikian pirolidin (gambar k) seperti halnya
piperidin (gambar f ) bersifat basa sangat kuat.

(gambar i pirol) (gambar j indol) ( gambar k pirolidin)


Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa tersebut sangat mudah mengalami
dekomposisi, terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen. Hasil dari reaksi ini sering
berupa N-oksida . Dekomposisi alkaloid selama atau setelah isolasi dapat menimbulkan berbagai
persoalan jika penyimpangan berlangsung dalam waktu yang lama. Pembentukan garam dengan
senyawa organic (tartarat, sitrat) atau anorganik (asam hidroklorida atau sulfat) sering mencegah
dekomposisi. Itulah sebabnya dalam perdagangan alkaloid lazim berada dalam bentuk garamnya.
B. Deteksi, Isolasi dan Pemurnian Alkaloid
1. Deteksi Alkaloid
Dua metode yang paling banyak digunakan untuk menyeleksi tanaman yang mengan-
dung alkaloid. Prosedur Wall, meliputi ekstraksi sekitar 20 gram bahan tanaman kering yang
direfluks dengan 80% etanol. Setelah dingin dan disaring, residu dicuci dengan 80% etanol dan
kumpulan filtrat diuapkan. Residu yang tertinggal dilarutkan dalam air, disaring, di asamkan
dengan asam klorida 1% dan alkaloid diendapkan baik dengan pereaksi Mayer atau
dengan Siklotungstat. Bila hasil tes positif, maka konfirmasi tes dilakukan dengan cara
larutan yang bersifat asam dibasakan, alkaloid diekstrak kembali ke dalam larutan asam. Jika
larutan asam ini menghasilkan endapan dengan pereaksi tersebut di atas, ini berarti tanaman
mengandung alkaloid. Fasa basa berair juga harus diteliti untuk menentukan adanya alkaloid
quartener.
Prosedur Kiang-Douglas agak berbeda terhadap garam alkaloid yang terdapat dalam
tanaman (lazimnya sitrat, tartrat atau laktat). Bahan tanaman kering pertama -tama diubah
menjadi basa bebas dengan larutan encer amonia. Hasil yang diperoleh kemudian diekstrak
dengan kloroform, ekstrak dipekatkan dan alkaloid diubah menjadi hidrokloridanya dengan
cara menambahkan asam klorida 2 N. Filtrat larutan berair kemudian diuji terhadap
alkaloidnya dengan menambah pereaksi mayer, Dragendorff atau Bauchardat. Perkiraan
kandungan alkaloid yang potensial dapat diperoleh dengan menggunakan larutan encer standar
alkaloid khusus seperti brusin.
Beberapa pereaksi pengendapan digunakan untuk memisahlkan jenis alkaloid :
Pereaksi sering didasarkan pada kesanggupan alkaloid untuk bergabung dengan logam
yang memiliki berat atom tinggi seperti merkuri, bismuth, tungsen, atau jood. Pereaksi
mayer mengandung kalium jodida dan merkuri klorida memberikan presipitasi berwarna krem
terhadap sebagian besa alkaloid, Kafein dan efredin hanya pada konsentrasi tinggi, dan Ricinin
tidak memberikan presipitasi dan pereaksi Dragendorff mengandung bismut nitrat dan merkuri
klorida dalam nitrit berair, memberikan warna orange kemerahan hingga kecoklatan. Juga
digunakan sebagai pereaksi semprot untuk identifikasi alakaoid KLT. Wagner’s reagent
(Iodium /KI) memberikan endapan warna merah bata terhadap hamper semua alkaloid. Pereaksi
Bouchardat mirip dengan pereaksi Wagner dan mengandung kalium jodida dan jood. Pereaksi
asam silikotungstat menandung kompleks silikon dioksida dan tungsten trioksida. Berbagai
pereaksi tersebut menunjukkan perbedaan yang besar dalam halsensitivitas terhadap gugus
alkaloid yang berbeda. Ditilik dari popularitasnya, formulasi mayer kurang sensitif
dibandingkan pereaksi wagner atau dragendorff. Reagen warna khusus : Erlich’s reagent (Van-
Urk reagent) larutan p-dimethylaminobenzaldehide dalam asam, memberikan warna khas birun
kelabu atau kehijauan dengan Ergot. Cerric ammonium sulphate (CAS) dalam suasana asam
merupakan reagensia khas untuk alakaoid indol, dengan memberikan warna kuning atau orange
kemerahan. Vitali-Mari reagent: khas untuk alkaloid tropan, Thaleoquine reaction: khas untuk
alkaloid sinkona dan Murexide reaction: khas untuk basa purin.
Kromatografi dengan penyerap yang cocok merupakan metode yang lazim untuk
memisahkan alkaloid murni dan campuran yang kotor. Seperti halnya pemisahan dengan kolom
terhadap bahan alam selalu dipantau dengan kromatografi lapis tipis. Untuk mendeteksi alkaloid
secara kromatografi digunakan sejumlah pereaksi. Pereaksi yang sangat umum adalah pereaksi
Dragendorff, yang akan memberikan noda berwarna jingga untuk senyawa alkaloid. Namun
demikian perlu diperhatikan bahwa beberapa sistem tak jenuh, terutama k oumarin dan α-piron,
dapat juga memberikan noda yang berwarna jingga dengan pereaksi tersebut. Pereaksi umum lain
tetapi kurang digunakan adalah asam fosfomolibdat, jodoplatinat, uap jood, dan antimon (III)
klorida.
Kebanyakan alkaloid bereaksi dengan pereaksi-pereaksi tersebut tanpa membedakan
kelompok alkaloid. Sejumlah pereaksi khusus tersedia untuk menentukan atau mendeteksi jenis
alkaloid khusus. Pereaksi Ehrlich (p-dimetilaminobenzaldehide yang diasamkan) memberikan
warna yang sangat karakteristik biru atau abu-abu hijau dengan alkaloid ergot. Perteaksi serium
amonium sulfat (CAS) berasam (asam sulfat atau fosfat) memberikan warna yang berbeda
dengan berbagai alkaloid indol. Warna tergantung pada kromofor ultraungu alkaloid.
Campuran feriklorida dan asam perklorat digunakan untuk mendeteksi alkloid
Rauvolfia. Alkaloid Cinchona memberikan warna jelas biru fluoresen pada sinar ultra ungu (UV)
setelah direaksikan dengan asam format dan fenilalkilamin dapat terlihat dengan ninhidrin.
Glikosida steroidal sering dideteksi dengan penyemprotan vanilin-asam fosfat.
Pereaksi Oberlin-Zeisel, larutan feri klorida 1-5% dalam asam klorida 0,5 N, sensitif
terutama pada inti tripolon alkaloid kolkisin dan sejumlah kecil 1 μg dapat terdeteksi.
2. Isolasi
Karakter dasar berbagai alkaloid digunakan untuk mengisolasinya. Alkaloid diambil ke
dalam larutan asam berair (umumnya asam hidriklorida, sitrat, atau tartarat) dan komponen netral
atau bersifat asam dari campuran asal dipisahkan dengan ekstraksi pelarut. Setelah larutan berair
dibasakan, maka alkaloid diperoleh dengan ekstraksi ke dalam pelarut yang sesuai.
Ekstraksi
Bagan Ekstraksi Khusus Bahan
Tanaman yang Mengandung
Alkaloid
Banyak tanaman, terutama
biji dan daun, serng banyak
mengandung lemak, lilin yang
sangat non-polar. Karena senyawa-
senyawa tersebut sering menimbul-
kan persoalan terbentuknya emulsi,
maka senyawa-senyawa tersebut
dipisahkan dari bahan tanaman,
sebagai langkah awal dapat
dilakukan dengan cara perkolasi
bahan tanaman dengan petroleum
eter.
Kebanyakan alkaloid tidak larut dalam petroleum eter. Namun
demikian ekstrak harus selalu dicek untuk mengetahui adanya
alkaloid dengan menggunakan salah satu pereaksi pengendapan
alkaloid seperti penjelasan yang disebutkan sebelumnya. Bila
sejumlah alkaloid larut dalam petroleum eter, maka bahan tanaman
pada awal ditambah dengan asam berair untuk mengikat alkaloid sebagai garamnya. Prosedur ini
telah digunakan untuk mengekstrak ergotamin (gambar l ) dari cendawan ergot, Claviceps
purpurea.
(gambar l ergotamin)
Setelah lemak dipisahkan, beberapa pilihan prosedur tersedia. Bahkan tanaman dapat
diekstrak dengan air, etanol atau metanol, dengan campiran alkohol berair, atau dengan larutan
alkohol berair yang diasamkan. Kebanyakan alkaloid yang terdapat dalam tanaman sebagai
garam organik, dan garam-garam tersebut lazim larut dalam etanol 95%. Pigmen, gula, dan
konstituen sekunder organik lain hampir terpisah sempurna dengan alkohol, tetapi banyak garam-
garam organik dan anorganik yang lebih kompleks hanya terpisah sebagian. Larutan alkohol
diuapkan hingga diperoleh sirup kental dan residu dipartisi antara larutan asam berair dan
pelarut-organik. Pada keadaan ini sering terjadi emulsi atau endapan. Setelah ekstraksi dengan
pelarut organik diulangi, fasa berair dibuat basa dengan Natrium Karbonat atau amonia. Dalam
beberapa hal amonia dapat membentuk alkaloid baru yang tidak terdapat dalam tanaman asal.
Contoh klasik adalah cepatnya berubah iridoid swereodia (gambar m) menjadi monoterpen
piridin alkaloid gentiamin (gambar n).

(gambar m swerosida) (gambar n gentiamin)


Larutan basa berair kemudian diekstrak dengan pelarut organik yang cocok biasanya
klorofom atau etil asetat. Larutan yang mengandung alkaloid dikeringkan dengan Natrium sulfat
(Magnesium sulfat bertendensi cukup keasamannya untuk mengikat alkaloid yang bersifat basa
kuat), disaring, dan diuapkan dalam vakum untuk mendapatkan sisa alkaloid kotor. Larutan basa
berair kemungkinan mengandung alkaloid quartener dan biasanya di tes dengan pereaksi
pengendap alkaloid. Alkaloid quartener dapat dipisahkan dari komponen yang larut dalam air
lazimnya dengan pengendapan sebagai garam Reineckate, berikut penjelasannya : disaring, dan
endapan kompleks direaksikan dengan aseton: air(1:1). Sekarang alkaloid quartener terdapat
dalam filtrat, setelah dibersihkan (clean-up) dengan perak sulfat dan barium klorida yang
ekivalen maka larutan dapat di liofilisis yang menghasilkan alkaloid quartener klorida kotor.
Metode kedua yang biasa untuk mengekstraksi meliputi pemberian bahan tanaman
dengan amonia untuk mengubah garam alkaloid menjadi basa bebas, yang kemudian dapat
diekstrak dengan pelarut organik yang cocok. Setiap alkaloid quartener yang terdapat dalam
tanaman tidak dapat dipisahkan dengan cara ini, tetapi senyawa dapat diperoleh dengan cara
mengekstraksinya dengan alkohol.
Ekastrksi Selektif
Prosedur yang lebih selektif telah dikembangkan oleh Svodoba, mula pertama oleh Ely Lilly dan
telah digunakan untuk penelitian maupun untuk pekerjaan komersial terhadap beberapa tanaman
dalam family Apocynaceae. Latar belakang prosedur adalah didasarkan pada konsep bahwa tidak
semua tartrat alkaloid tidak larut dalam pelarut organik.
Bahan tanaman yang telah dihilangkan lemaknya ditambah dengan larutan asam tartarat
2% dan diekstrak dengan bezenena untuk menghilangkan basa lemah. Bahan tanaman kemudian
dibuat alkali dengan amonia, dan basa yang lebih kuat diekstrak dengan pelarut organik (benzena,
kloroform, atau etil asetat). Senyawa yang telah dibuat alkali akhirnya diekstrak dengan alkohol
dengan untuk memperoleh alkaloid fenolat dan quarterner.
Pemurnian (Purifikasi)
Langkah berikutnya adalah ekstrak alkaloid kompleks yang masih kotor dipisahkan menjadi
komponen individu. Terdapat sejumlah metode konvensional dalam pemilihan metode yang co-
cok atau metode gabungan tergantung pada campuran alkaloid yang diperoleh.
Kristalisasi Langsung
Meskipun cara ini merupakan prosedur paling sederhana, tetapi jarang memebrikan hasil
yang memuaskan untuk pemisahan alkaloid murni, kecuali bila satu alkaloid yang terdapat dalam
bahan tidak larut. Beberapa kombinasi pelarut yang sering digunakan untuk kristalisasi alkaloid
meliputi metanol, etanol berair, metanol-klorofom, metanol-eter, metanol-astenon, dan etanol-
aseton.
Metode gradien pH
Metode ini dikenal oleh Svodoba untuk mengisolasi alkaloid antileukema Catharantus roseus.
Cara didsarkan pada kenyataan bahwa alkaloid indo dengan struktur yang bervariasi yang
terdapat dalam tanaman mempunyai sifat basa yang sangat berbeda. Campuran alkaloid kotor
dilarutkan dalam larutan asam tartarat 2% dan diekstrak dengan benzena atau etil asetat. Fraksi
pertama ini akan mengandung alkaloid yang netral dan atau yang bersifat basah lemah. Langkah
berikutnya adalah pH larutan berair dinaikkan dengan bilangan 0,5 kemudian pH dinaikkan
hingga pH mencapai 9,0 setiap pH diekstrak dengan pelarut organik. Perbedaan pH
memungkinkan pemisahaan secara bertahap alkaloid basa lemah dan alkaloid basa kuat dari
media basa. Alkaloid yang bersifat basa kuat diekstrak terakhir.
Contoh Mekanisme reaksi Sintesis Ergot Alkaloid pada Fungi
Penelitian telah menunjukkan ada hubungan erat antara proses perkembangan morfologi
suatu sel dengan proses sintesis produk alaminya, termasuk metabolit sekunder. Dalam bukunya
“The Relationship Between Conidiation and Alkaloid Production in Saprophytic Strains of
Claviceps” Pazoutova dan Rehacek menuliskan, pada tahun 1997 telah diketahui bahwa
Claviceps purpurea (salah satu spesies penghasil alkaloid ergot) yang termutasi mengalami
penurunan kemampuan dalam membentuk konidia dalam media agar-agar. Jamur yang telah
termutasi ini diidentifikasi juga menghasilkan racun alkaloid yang lebih sedikit dari keadaan
normalnya. Hal ini menunjukkan bahwa sintesis alkaloid ergot pada jamur ergot, terjadi
bersamaan dengan proses perkembangan morfologinya (diferensiasi sel). Tidak ada keterangan
atau penelitian yang menerangkan pada fasa mana alkaloid ergot ini mulai disintesis, serta
mekanisme sintesisnya. Berdasarkan keterangan diatas sintesis alkaloid ergot akan mulai terjadi
setelah infeksi jamur pada tanaman host, hingga tahap akhir perkembangan, setelah terbentuk
sclerotia. Suatu inti padat, keras, berwarna gelap, berisi kumpulan alkaloid ergot.

 
 
       Gambar 1. Sclerotia, kumpulan alkaloid ergot pada fasa akhir perkembangan jamur.
Jamur ergot mengalami fasa perkembangbiakan spora pada suhu sekitar 18 oC pada kondisi
kelembaban tinggi. Kondisi ini yang diperkirakan kondusif untuk sintesis alkaloid ergot pada
jamur. Enzim yang sampai saat ini telah diketahui terlibat dalam proses sintesis alkaloid ergot
adalah:

Enzim Fungsi
Dimethylallyltryptopha Membentuk DMAT dari triptofan
n
synthetase  (DMATS)
Chanoclavine— 1— Mengubah Chanoclavine I/ Chanoclavine I
cyclase aldehide menjadi Agroclavine

Rangkaian reaksi yang terjadi :

Prekursor utama dalam proses sintesis alkaloid ergot adalah L-triptofan. Tahap awal sintesis
adalah prenilasi (gugus yang diberi warna merah) triptofan yang dikatalisis enzim DMATS.
Tahap in akan menghasilkan dimetilalil triptofan (DMAT) dengan struktur seperti diatas. DMAT
ini selanjutnya diproses lebih lanjut, hingga menghasilkan 3 jenis alkaloid yaitu asam lisergat
(diproduksi keluarga Clavicipitaceae) dan jenis fumiglavine yang diproduksi Aspergillus
fumigatus. Proses pengubahan dari DMAT menjadi ketiga alkaloid diatas belum jelas
mekanismenya, namun terdapat enzim yang berhasil diisolasi pada tahap ini, yaitu Chanoclavine
— 1—cyclase, yang mengubah chanoclavine I menjadi argoclavine. Tahap selanjutnya setelah
reaksi diatas, diperkirakan adalah terbentuknya elymoclavine, dengan struktur:
3. Alkaloid Psikotropika (Alkaloid Sesungguhnya)
Psikotropika menurut Pasal 1, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang psikotropika
adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika,  yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada
aktivitas mental dan perilaku." Zat/obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang
susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi
(mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan
ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya.
Pemakaian Psikotropika yang berlangsung lama tanpa pengawasan dan pembatasan
pejabat kesehatan dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk, tidak saja menyebabkan
ketergantungan bahkan juga menimbulkan berbagai macam penyakit serta kelainan fisik maupun
psikis si pemakai, tidak jarang bahkan menimbulkan kematian. Zat kimia yang bersifat
psikotropika : Obat-obat analgesic, antipiretik ataupun antireumatik, bila dilarutkan dalam etanol
konsentrasi tinggi akan bersifat psikotropika. Contoh psikotropika ekstasi (3-4-Methylene-Dioxy-
Methil-Amphetamine (MDMA)).
Senyawa alkaloid yang memiliki sifat farmalogi dan mampu memberikan efek fisiologi
dan bahkan memiliki sifat beracun lebih cocok dimasukkan kedalam golongan Narkotika.. Sesuai
literatur dijelaskan bahwa zat narkotika adalah Senyawa kimia yang ada pada berbagai bagian
tanaman berupa alkaloid atau glikosida.  Beberapa tanaman juga diduga mengandung
aprodisiac/senyawa kimia untuk dapat mengkhayal, misalnya tanaman kecubung (Solanum sp,
Argemon sp) mengandung alkaloid paradin (terdapat pada biji dan daging buah, khasiatnya sama
dengan opium asli), daun ganja atau Papaver somniferum L atau P. album, Mill, keluarga
Papavera ceae.  Senyawa alkaloid terbesar tetap morfin 10 - 16%, noscapine 4 - 8%, codeine 0,8
2,5%, papaverine 0,5 2,5%, tebaine 0,5 2,0% dan lainnya, semuanya tidak kurang dari 20
jenis. Senyawa kokain, suatu alkaloid pada daun Erythroxylon coca Lam dan Erythroxylon spp
lainnya, juga bersifat narkotik.

 Fungsi Alkaloid Pada Tanaman

Adapun fungsi yang dapat diperoleh atas alkaloid, beberapa fungsi alkaloid yang terjadi pada
tumbuhan, antara lain :

 Pada Alkaloid ini bisa berguna sebagai suatu hasil dari proses pembuangan gas nitrogen,
Contohnya seperti asam urat dan urea.
 Dapat dijadikan sebagai sebuah tempat menyimpan gas nitrogen, meskipun begitu tetapi
masih sering bisa difungsikan sebagai metabolisme.
 Biasa digunakan untuk pelindung dan menjaga tumbuhan atas berbagai jenis serangan
parasit. Contohnya seperti hama, bahkan dapat juga melindunginya dari pemangsa
lainnya.
 Biasa digunakan sebagai pengontrol dan pengatur proses berkembangnya tumbuhan.
Karena dari segi strukturnya pada alkaloid ini memang dianggap memiliki kemampuan
dalam merangsang percabangan dan jika terjadi melambatnya proses perkembangan pada
berbagai tumbuhan.
 Manfaat alkaloid bagi dunia medis

Alkaloid telah sejak lama dikenal manfaatnya dalam dunia kesehatan. Salah satu yang terkenal
adalah morfin yang digunakan untuk menahan rasa sakit. Morfin dalam jumlah sedikit dapat
bermanfaat bagi kesehatan terutama untuk menghilangkan rasa sakit dalam operasi. Namun
morfin banyak disalahgunakan menjadi obat-obatan terlarang yang diperjualbelikan secara ilegal.
Beberapa alkaloid beserta fungsinya adalah sebagai berikut.
Nama alkaloid Fungsi
Kafein Menenangkan saraf, menghambat rasa kantuk
Nikotin Menstimulasi kerja saraf otonom
Morfin Penahan rasa sakit (analgesik)
Kodein Penahan rasa sakit, obat batuk
Atropin Obat tetes mata
Kokain Penahan rasa sakit
Piperin Bioinsektisida
Quinin Obat penyakit malaria
Saponin Antibakteri
Vinblastin Obat kanker
Vinkristin Obat kanker
Ergotamin Analgesik pada migrain
Mitraginin Analgesik dan antitusif
Reserpin Obat disfungsi ereksi
Epedrin Mempengaruhi konstriksi pembuluh darah
Nikotin Bahan aktif dalam rokok
Meskalin Berefek halusinogen
Psilosibin Berefek halusinogen
Strikhnin Racun yang sangat kuat
 Kegunaan Senyawa Alkaloid

1. Sebagai analgetik dan narkotik, analgetika (menghilangkan rasa sakit) sedangkan


narkotika (menghilangkan rasa sakit sekaligus juga menidurkan dan membius).
Contohnya analgesik pada migrain dari senyawa ergotamine yang dapat ditemukan pada
jamur ergot, analgesicKdan antitusif pada mitraginin yang dapat ditemukan pada
tanaman kratom serta kodein, adalah sejenis obat golongan opiat yang digunakan untuk
mengobati nyeri sedang hingga berat, batuk (antitusif) dan diare.
2. Alkaloid mempengaruhi peredaran darah dan pernapasan, yang termasuk dalam
golongan ini adalah Varatrum, Rauwolfia (terutama sebagai penurunan tekanan darah).
Lobelia (Lobelin murni ialah obat asma untuk stimulan pada pernapasan), golongan
simpatomimetika seperti efedrin dan meskalin, basa purin.
3. Sebagai kemoterapeutika dan anti parasit, alkaloid kina sebagai anti malaria, alkaloid
dari Areca dan Granatum sebagai anti cacing, Ipecacuancha emetin dan Cephalin
sebagai anti amuba
4. Sebagai stimulan uterus, Secale alakloid dan benzilisokinolin alkaloid dari Hydrastis dan
Berberis
5. Sebagai anastetika lokal seperti Cocain, yang didapatkan dari tumbuhan Erythroxylon
coca.
6. Midriatika merupakan obat yang melebarkan pupil mata, seperti pada alkaloid belladona
yang dapat ditemukan pada tanaman Belladona.
7. Simplisia (bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun). Contohnya adalah Alkaloid Piridin-Piperidin yang dapat ditemukan
pada Conium maculatum dari famili Apiaceae dan Nicotiana tabacum dari famili
Solanaceae.
8. Digunakan sebagai bumbu dapur yaitu alkaloid turunan Piperidin, meliputi piperini yang
diperoleh dari Piperis nigri Fructus, yang berasal dari tumbuhan Piperis nigri
(fam: Piperaceae).
9. Digunakan antisasmodik dan sedative yaitu alkaloid turunan Propil-Piperidin, meliputi
koniin yang diperoleh dari Conii Fructus, yang berasal dari tumbuhan Conium
maculatum (Fam: Umbelliferae)
10. Sebagai anthelmentikum pada hewan yaitu alkaloid turunan Asam Nikotinan, meliputi
arekolin yang diperoleh dari Areca semen; yang berasal dari tumbuhan Areca catechu
(fam: Palmae).

Sumber: www.ut.ac.id/html/suplemen/peki4422/bag 3.html


https://www.academia.edu/8317508/Senyawa_Alkaloid

Anda mungkin juga menyukai