Anda di halaman 1dari 10

KIMIA FARMASI ANALISIS KUALITATIF

“ALKALOID”

DI SUSUN OLEH :

1. Elisa Sihombing 231FF02048


2. Lutfia Maulani 231FF02009
3. Farida Rahmawati 231FF02022
4. Nevy Kartika 231FF02011
5. Abdul Rohman 231FF02063
6. Agus Setiawan 231FF02067

PROGRAM STUDI RPL D3 FARMASI


UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
TAHUN 2023/2024
ALKALOID

1. TEORI DASAR ALKALOID


Golongan alkaloid adalah senyawa yang memiliki struktur heterosiklik dan
mengandung atom nitrogen di dalam intinya. Sifat umum yang dimiliki oleh
golongan senyawa ini adalah basa, rasa pahit, umumnya berasal dari tumbuhan,
dan berkhasiat secara farmakologis. Struktur golongan alkaloid amat beragam, dari
yang sederhana sampai yang rumit. Alkaloid telah dikenal karena pengaruh
fisiologinya terhadap mamalia dan pemakaiannya di bidang farmasi, tetapi
fungsinya dalam tumbuhan hampir sama sekali kabur. Alkaloid umumnya bersifat
basa, bereaksi dengan logam, dan mengendap.
Alkaloid yang mengandung atom nitrogen bersifat padat dan dapat dikristalkan
pada suhu kamar, kecuali poliketida dan arekolin. Alkaloid yang tidak mengandung
atom nitrogen bersifat cairan dan mudah menguap serta menimbulkan bau yang
sangat kuat. Alkaloid banyak terdapat di tumbuhan daripada di hewan. Larut
membentuk garam, yang bersifat lebih larut dalam air daripada pelarut organik,
sebaliknya, alkaloid sendiri lebih larut dalam pelarut organik daripada air.

Pengertian senyawa alkaloid adalah senyawa yang dianggap bersifat basa dan
pertama kali dipakai oleh Carl Friedrich. Alkaloid ditemukan dalam bentuk garam
yang larut dalam air seperti sitrat, malat, mekonat, tartrat, isobutirat, benzoat, atau
lainnya.
Penggolongan alkaloid meliputi alkaloid non-heterosiklik (seperti ephedrine,
taxol, cochicine, dan pachysandrine A) dan alkaloid heterosiklik (seperti pirol,
pirolidin, pirrolizin, dan purin).

STRUKTUR KIMIA ALKALOID


Alkaloid mempunyai struktur kimia berupa sistem lingkar heterosiklis dengan
nitrogen sebagai hetero atomnya. Unsur-unsur penyusun alkaloid adalah karbon,
hidrogen, nitrogen, dan oksigen. Namun terdapat beberapa alkaloid yang tidak
mengandung oksigen. Adanya nitrogen dalam lingkar pada struktur kimia alkaloid
menyebabkan alkaloid bersifat alkali (Sumardjo, 2009). Berikut ini adalah contoh
struktur alkaloid
Gambar 1 : Contoh struktur alkaloid:
(a) colchicin; (b) vincamine; (c) trigonelline; (d) octopamine; (e)
allantoin; (f)scopolamine; (g) synephrine: (h) atropine dan (i)
yohimbine Sifat Senyawa Alkaloid

1. Sifat fisika
Umumnya mempunyai 1 atom N meskipun ada beberapa yang
memiliki lebih dari 1 atom N seperti pada Ergotamin yang memiliki 5 atom N.
Atom N ini dapat berupa amin primer, sekunder maupun tertier yang
semuanya bersifat basa (tingkat kebasaannya tergantung dari struktur
molekul dan gugus fungsionalnya) (Mukhriani, 2014). Kebanyakan alkaloid
yang telah diisolasi berupa padatan kristal tidak larut dengan titik lebur yang
tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Sedikit alkaloid yang
berbentuk amorf. Kebanyakan alkaloid tidak berwarna, tetapi beberapa
senyawa yang kompleks, species aromatik berwarna (contoh berberin
berwarna kuning dan betanin berwarna merah). Pada umumnya, basa bebas
alkaloid hanya larut dalam pelarut organik, meskipun beberapa pseudo
alkaloid dan proto alkaloid larut dalam air. Garam alkaloid quartener sangat
larut dalam air (Anonim, 2018).
2. Sifat kimia
Kebanyakan alkaloid bersifat basa. Sifat tersebut tergantung pada
adanya pasangan elektron pada nitrogen. Jika gugus fungsional yang
berdekatan dengan nitrogen bersifat melepaskan elektron, sebagai contoh;
gugus alkil, maka ketersediaan elektron pada nitrogen naik dan senyawa lebih
bersifat basa. Hingga trietilamin lebih basa daripada dietilamin dan senyawa
dietilamin lebih basa
daripada etilamin. Sebaliknya, bila gugus fungsional yang berdekatan 54
bersifat menarik elektron (contoh; gugus karbonil), maka ketersediaan
pasangan elektron berkurang dan pengaruh yang ditimbulkan alkaloid dapat
bersifat netral atau bahkan sedikit asam. Contoh; senyawa yang mengandung
gugus amida. Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa tersebut sangat
mudah mengalami dekomposisi, terutama oleh panas dan sinar dengan
adanya oksigen. Hasil dari reaksi ini sering berupa N-oksida. Dekomposisi
alkaloid selama atau setelah isolasi dapat menimbulkan berbagai persoalan
jika penyimpanan berlangsung dalam waktu yang lama. Pembentukan garam
dengan senyawa organik (tartarat, sitrat) atau anorganik (asam hidroklorida
atau sulfat) sering mencegah dekomposisi. Itulah sebabnya dalam
perdagangan alkaloid lazim berada dalam bentuk garamnya (Mukhriani,2014)

SIFAT BASA ALKALOID


Sifat basa pada alkaloid berkaitan dengan kemampuan molekul-molekul tersebut
untuk menerima proton (H+) atau bertindak sebagai donor pasangan elektron.
Sebagian besar alkaloid mengandung nitrogen dalam struktur mereka, dan nitrogen
ini dapat berperan sebagai pusat basa. Berikut adalah beberapa sifat basa yang
umumnya terkait dengan alkaloid:
1. Penerimaan Proton (H+): Alkaloid memiliki pasangan elektron bebas pada
nitrogen mereka, yang dapat menerima proton dari larutan asam. Ini
menyebabkan pembentukan ion positif, dan alkaloid dapat bereaksi dengan
asam untuk membentuk garam alkaloid.
2. Pembentukan Garam:
Contoh: Morfin hidroklorida (garam morfin dengan asam klorida).
Reaksi antara alkaloid dan asam menghasilkan garam, yang sering memiliki
sifat fisik dan kimia yang berbeda dari alkaloid aslinya. Garam alkaloid ini
umumnya larut dalam air.
3. Peran dalam Pembentukan Gugus Ion Terionisasi:
Ketika alkaloid menerima proton, itu dapat membentuk gugus ion terionisasi
yang berkontribusi pada sifat fisik dan kimia alkaloid, termasuk kelarutan dan
reaktivitasnya.
4. Reaktivitas dalam Sistem Biologis:
Sifat basa alkaloid dapat memengaruhi cara senyawa-senyawa ini berinteraksi
dalam sistem biologis. Reaksi-reaksi kimiawi dengan komponen biologis
tertentu seringkali dipengaruhi oleh sifat basa alkaloid.
5. Kelarutan dalam Pelarut Asam:
Alkaloid umumnya lebih larut dalam pelarut asam dibandingkan dengan air
murni. Ini terkait dengan kemampuan mereka untuk membentuk garam
dalam larutan asam.
6. Pengaruh pada Aktivitas Farmakologis:
Sifat basa alkaloid dapat mempengaruhi distribusi, metabolisme, dan
interaksi dengan target biologis dalam tubuh. Sebagai contoh, sifat basa
dapat memengaruhi penyerapan alkaloid di saluran pencernaan.
1. Aktivitas Alkaloid
Aktivitas alkaloid dapat bervariasi tergantung pada jenis alkaloid dan organisme yang terlibat.
Alkaloid dikenal memiliki berbagai aktivitas biologis, termasuk sifat farmakologis dan efek toksik
terhadap organisme. Berikut adalah beberapa aktivitas umum yang terkait dengan alkaloid:

a. Aktivitas Farmakologis:
 Efek Analgesik: Beberapa alkaloid memiliki sifat analgesik atau penghilang rasa sakit.
Contohnya termasuk morfin dan kodein dari tanaman opium (Papaver somniferum).
 Efek Antispasmodik: Beberapa alkaloid dapat meredakan kejang otot dan digunakan
sebagai antispasmodik. Contohnya adalah atropin dari tanaman belladonna (Atropa
belladonna).
b. Aktivitas Psikotropika:

 Efek Psikotropika: Beberapa alkaloid memiliki efek psikotropika atau psikoaktif, seperti
yang terdapat pada tanaman ganja (Cannabis sativa) yang mengandung
tetrahydrocannabinol (THC).
c. Aktivitas Antimikroba:
 Efek Antibakteri dan Antivirus: Beberapa alkaloid memiliki aktivitas antimikroba,
seperti yang ditemukan pada alkaloid kinina yang memiliki sifat antibakteri dan
antimalaria.
 Efek Antivirus: Beberapa alkaloid telah menunjukkan aktivitas antivirus, meskipun
penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk memahami mekanisme kerjanya
dengan lebih baik.
d. Aktivitas Antitumor:
 Beberapa alkaloid telah menunjukkan potensi sebagai agen antitumor atau antikanker.
Misalnya, vinblastin dan vincristin dari tanaman kembang sepatu (Catharanthus roseus)
digunakan dalam pengobatan kanker.
e. Aktivitas Pada Sistem Saraf Pusat:
 Efek Stimulan atau Depresan pada Sistem Saraf Pusat: Beberapa alkaloid dapat memiliki
efek stimulan pada sistem saraf pusat, seperti kafein dari kopi dan teobromin dari cokelat.
Sebaliknya, alkaloid seperti morfin dapat memiliki efek depresan pada sistem saraf pusat.
f. Aktivitas Antioksidan:
 Beberapa alkaloid memiliki sifat antioksidan, yang dapat membantu melawan
kerusakan oksidatif dalam tubuh.
g. Aktivitas Vasodilator dan Vasoconstrictor:

 Beberapa alkaloid dapat memengaruhi pembuluh darah, menyebabkan vasodilatasi


(pelebaran pembuluh darah) atau vasoconstricton (penyempitan pembuluh darah). Ini
dapat mempengaruhi tekanan darah dan aliran darah.
h. Aktivitas Toksik:
 Beberapa alkaloid dapat bersifat toksik pada organisme yang mengonsumsinya dalam
jumlah yang cukup besar. Contohnya adalah alkaloid nikotin dari tanaman tembakau
(Nicotiana tabacum).
2. Metabolisme dan Biosintesis
Metabolisme alkaloid melibatkan serangkaian reaksi kimia yang kompleks dalam tanaman,
mikroorganisme, atau organisme lain yang menghasilkan senyawa-senyawa alkaloid. Alkaloid adalah
senyawa organik yang umumnya mengandung nitrogen dan sering memiliki efek farmakologis pada
organisme yang menghasilkannya atau yang mengonsumsinya. Biosintesis alkaloid biasanya terjadi
melalui jalur metabolik yang kompleks dan melibatkan beberapa tahap reaksi enzimatik.

Berikut ini adalah gambaran umum mengenai metabolisme dan biosintesis alkaloid:

1. Asam Amino sebagai Prekursor:


Beberapa alkaloid berasal dari asam amino tertentu. Misalnya, asam asetat dapat diubah menjadi
asam amino tertentu seperti ornitin, lisin, atau tiramin, yang kemudian menjadi prekursor untuk
berbagai jenis alkaloid.

a. Jalur Shikimate dan Asam Amino Aromatik:


Banyak alkaloid dihasilkan melalui jalur shikimate, yang dimulai dengan asam shikimat dan
menghasilkan asam amino aromatik, seperti fenilalanin dan tirozin.

b. Metabolisme Asam Amino Aromatik:


Asam amino aromatik ini kemudian mengalami serangkaian reaksi metabolik, termasuk
transaminasi dan deaminasi, untuk membentuk senyawa-senyawa yang lebih kompleks.

c. Pembentukan Senyawa Antara:


Beberapa senyawa antara dihasilkan selama jalur biosintesis alkaloid. Ini mungkin
melibatkan reaksi-reaksi enzimatik khusus yang membentuk cincin atau ikatan-ikatan penting.

d. Modifikasi Struktural:
Struktur dasar yang dihasilkan kemudian dapat mengalami berbagai modifikasi struktural,
seperti hidroksilasi, metilasi, atau glikosilasi. Modifikasi ini dapat meningkatkan kompleksitas
struktural dan aktivitas biologis alkaloid.

e. Akumulasi Alkaloid:
Setelah biosintesis, alkaloid dapat terakumulasi di bagian tertentu tanaman atau organisme.
Akumulasi ini dapat terjadi di daun, batang, buah, atau akar, tergantung pada jenis alkaloid dan
spesies tanaman.

f. Regulasi Genetik:
Ekspresi gen-gen terlibat dalam biosintesis alkaloid dapat diatur oleh faktor-faktor
lingkungan dan sinyal-sinyal internal, termasuk perlindungan tanaman terhadap serangan hama
atau patogen.

g. Fungsi Alkaloid:
Alkaloid umumnya berfungsi sebagai senyawa pertahanan dalam tanaman, melindungi
mereka dari serangan herbivora atau mikroorganisme patogen. Beberapa alkaloid juga memiliki
efek farmakologis pada hewan yang mengonsumsinya.
Dengan demikian, biosintesis alkaloid adalah proses kompleks yang melibatkan beberapa jalur
metabolik dan reaksi enzimatik. Peran utama alkaloid dalam tanaman umumnya terkait dengan
pertahanan dan interaksi ekologis dengan lingkungannya.
Alkaloid dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria, termasuk struktur kimia, asal usul
tumbuhan, atau efek farmakologis. Berikut adalah beberapa klasifikasi umum berdasarkan
struktur kimia:

1. Alkaloid Piridin:
Contoh alkaloid piridin meliputi nikotin dari tembakau dan nornikotin, yang juga
ditemukan dalam tembakau.
2. Alkaloid Kuinolin:
Alkaloid ini memiliki cincin kuinolin dalam strukturnya. Contohnya termasuk kinin, kuinidin,
dan hidrokuinon dari kulit pohon cinchona.
3. Alkaloid Isoquinolin:
Alkaloid ini memiliki cincin isoquinolin dalam strukturnya. Contoh alkaloid isoquinolin
termasuk morfin, kodein, dan berberin.
4. Alkaloid Piperidin:
Piperidin adalah cincin yang umum dalam beberapa alkaloid, seperti piperin dari lada hitam.
5. Alkaloid Indol:
Alkaloid ini memiliki cincin indol dalam strukturnya. Contoh termasuk seratonin, triptamin,
dan LSD (lysergic acid diethylamide).
6. Alkaloid Tropan:
Alkaloid ini memiliki struktur dasar tropan, dan biasanya ditemukan dalam tanaman
dari keluarga Solanaceae. Contoh meliputi atropin dan skopolamin.
7. Alkaloid Chinazolin:
Contohnya termasuk kafein yang ditemukan dalam kopi dan teofilin yang ditemukan dalam
teh.
8. Alkaloid Imidazol:
Contoh alkaloid imidazol meliputi histamin, yang memiliki peran penting dalam respons
alergi dan sistem kekebalan tubuh.
9. Alkaloid Purin:
Alkaloid ini termasuk kafein, teofilin, dan teobromin, yang semuanya ditemukan dalam
tanaman teh, kopi, dan kakao.
10. Alkaloid Akuamarin:
Akuamarin adalah kelompok alkaloid yang umumnya ditemukan dalam keluarga
tumbuhan Ranunculaceae.

Klasifikasi alkaloid juga dapat dilakukan berdasarkan asal usul tumbuhan atau efek farmakologisnya.
Penting untuk diingat bahwa klasifikasi ini dapat bersifat luwes, dan beberapa alkaloid dapat masuk ke
dalam lebih dari satu kategori berdasarkan karakteristik kimianya.
PROTOALKALOID

Protoalkaloid adalah prekursor atau senyawa awal yang dapat menghasilkan alkaloid
melalui serangkaian reaksi kimia atau biosintesis dalam tubuh tumbuhan atau organisme
lain. Dalam konteks alkaloid, istilah "proto" menunjukkan bahwa senyawa tersebut
adalah tahap awal dalam pembentukan alkaloid yang lebih kompleks.
Protoalkaloid umumnya mengandung beberapa elemen dasar yang akan mengalami
modifikasi, seperti penambahan atau penghapusan gugus fungsional, penggabungan
cincin kimia, atau perubahan struktur molekuler lainnya, untuk membentuk alkaloid yang
lebih kompleks.
Contoh protoalkaloid termasuk senyawa-senyawa seperti ornitin dan arginin.
Melalui jalur biosintesis yang melibatkan berbagai enzim dan reaksi kimia,
protoalkaloid ini dapat mengalami transformasi menjadi alkaloid yang lebih khas dengan
struktur dan aktivitas biologis yang unik.
Perubahan struktural dan modifikasi ini sering terjadi dalam organel sel tertentu,
seperti sitoplasma atau vakuola sel tumbuhan. Proses ini melibatkan serangkaian reaksi
kimia yang diarahkan oleh enzim dan terkadang membutuhkan faktor lingkungan
tertentu untuk memicu atau mengatur produksi alkaloid.
Contoh akhir dari jalur biosintesis ini bisa termasuk alkaloid seperti morfin, kodein,
kinin, atau berbagai alkaloid lainnya yang memiliki peran farmakologis atau biologis
tertentu. Oleh karena itu, protoalkaloid merupakan elemen kunci dalam pemahaman
pembentukan dan diversifikasi alkaloid dalam kerangka biosintesis.

Contoh protoalkaloid populer meliputi:


 mescaline , sebuah halusinogen yang berasal dari beberapa jenis kaktus dari marga
Lophophora dan Echinopsis.

STRUKTUR MESCALINA
 hordenina hadir dalam butir-butir gandum ( Hordeum vulgare ).

STRUKTUR HORDENINA

 yohimbine , stimulan digunakan efek afrodisiak yang berasal dari kulit pohon
yohimbe ( Pausinystalia johimbe ).

STRUKTUR YOHIMBINE

Yohimbine adalah protoalkaloid dengan efek afrodisiak, banyak digunakan sebagai


senyawa aktif dalam obat yang diresepkan untuk pengobatan impotensi atau disfungsi
ereksi pada pria.
Daftar pustaka
- Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program
Strata I Fakultas Bioeksata. 1st edition. Edited by A. Hanif, J. Marunung, and J. Simanjuntak.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
- Anonim. 2018. Analisis Farmasi. Jakarta : Uhamka.
- Mukhriani. 2014. Farmknosi Analisis. Makassar : UIN Alauddin.

Anda mungkin juga menyukai