Anda di halaman 1dari 54

ALKALOID

Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik dan terdapat
di tetumbuhan (tetapi ini tidak mengecualikan senyawa yang berasal dari hewan). Asam amino, peptida,
protein, nukleotid, asam nukleik, gula amino dan antibiotik biasanya tidak digolongkan sebagai alkaloid.
Dan dengan prinsip yang sama, senyawa netral yang secara biogenetik berhubungan dengan alkaloid
termasuk digolongan ini.
1. Sifat-Sifat Fisika
Umumnya mempunyai 1 atom N meskipun ada beberapa yang memiliki lebih dari 1 atom N seperti pada
Ergotamin yang memiliki 5 atom N. Atom N ini dapat berupa amin primer, sekunder maupun tertier yang
semuanya bersifat basa (tingkat kebasaannya tergantung dari struktur molekul dan gugus fungsionalnya)

Kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan kristal tidak larut dengan titik lebur yang tertentu
atau mempunyai kisaran dekomposisi. Sedikit alkaloid yang berbentuk amorf dan beberapa seperti;
nikotin dan koniin berupa cairan.
Kebanyakan alkaloid tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa yang kompleks, species aromatik
berwarna (contoh berberin berwarna kuning dan betanin berwarna merah). Pada umumnya, basa bebas
alkaloid hanya larut dalam pelarut organik, meskipun beberapa pseudoalkalod dan protoalkaloid larut
dalam air. Garam alkaloid dan alkaloid quartener sangat larut dalam air.
2. Sifat-Sifat Kimia
Kebanyakan alkaloid bersifat basa. Sifat tersebut tergantung pada adanya pasangan elektron
padanitrogen.Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan nitrogen bersifat melepaskan elektron,
sebagai contoh; gugus alkil, maka ketersediaan elektron pada nitrogen naik dan senyawa lebih bersifat
basa. Hingga trietilamin lebih basa daripada dietilamin dan senyawa dietilamin lebih basa daripada
etilamin. Sebaliknya, bila gugus fungsional yang berdekatan bersifat menarik elektron (contoh; gugus
karbonil), maka ketersediaan pasangan elektron berkurang dan pengaruh yang ditimbulkan alkaloid dapat
bersifat netral atau bahkan sedikit asam. Contoh ; senyawa yang mengandung gugus amida.
Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa tersebut sangat mudah mengalami dekomposisi, terutama
oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen. Hasil dari reaksi ini sering berupa N-oksida. Dekomposisi
alkaloid selama atau setelah isolasi dapat menimbulkan berbagai persoalan jika penyimpanan
berlangsung dalam waktu yang lama. Pembentukan garam dengan senyawa organik (tartarat, sitrat) atau
anorganik (asam hidroklorida atau sulfat) sering mencegah dekomposisi. Itulah sebabnya dalam
perdagangan alkaloid lazim berada dalam bentuk garamnya.
KLASIFIKASI
Pada bagian yang memaparkan sejarah alkaloid, jelas kiranya bahwa alkaloid sebagai kelompok
senyawa, tidak diperoleh definisi tunggal tentang alkaloid. Sistem klasifikasi yang diterima, menurut
Hegnauer, alkaloid dikelompokkan sebagai (a) Alkaloid sesungguhnya, (b) Protoalkaloid, dan (c)
Pseudoalkaloid. Meskipun terdapat beberapa perkecualian.
(a) Alkaloid Sesungguhnya
Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas phisiologi yang luas,
hampir tanpa terkecuali bersifat basa; lazim mengandung Nitrogen dalam cincin heterosiklik ; diturunkan
dari asam amino ; biasanya terdapat aturan tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang
bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklik dan alkaloid quartener, yang bersifat agak asam
daripada bersifat basa.
(b) Protoalkaloid
Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen dan asam amino tidak terdapat
dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloid diperoleh berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat
basa. Pengertian amin biologis sering digunakan untuk kelompok ini. Contoh, adalah meskalin, ephedin
dan N,N-dimetiltriptamin.
(c) Pseudoalkaloid
Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa biasanya bersifat basa. Ada dua
seri alkaloid yang penting dalam khas ini, yaitu alkaloid steroidal (contoh: konessin dan purin (kaffein))
Berdasarkan atom nitrogennya, alkaloid dibedakan atas:
a. Alkaloid dengan atom nitrogen heterosiklik
Dimana atom nitrogen terletak pada cincin karbonnya. Yang termasuk pada golongan ini adalah :

1. Alkaloid Piridin-Piperidin
Mempunyai satu cincin karbon mengandung 1 atom nitrogen. Yang termasuk
dalam kelas ini adalah : Conium maculatum dari famili Apiaceae dan Nicotiana
tabacum dari famili Solanaceae.
2. Alkaloid Tropan
Mengandung satu atom nitrogen dengan gugus metilnya (N-CH3). Alkaloid ini dapat mempengaruhi
sistem saraf pusat termasuk yang ada pada otak maupun sun-sum tulang belakang. Yang termasuk
dalam kelas ini adalah Atropa belladona yang digunakan sebagai tetes mata untuk melebarkan pupil
mata, berasal dari famili Solanaceae, Hyoscyamus niger, Dubuisia hopwoodii, Datura dan Brugmansia
spp, Mandragora officinarum, Alkaloid Kokain dari Erythroxylum coca (Famili Erythroxylaceae)
3. alkaloid QuinolinMempunyai 2 cincin karbon dengan 1 atom nitrogen. Yang termasuk disini adalah ;
Cinchona ledgeriana dari famili Rubiaceae, alkaloid quinin yang toxic terhadap Plasmodium vivax
4. Alkaloid Isoquinolin
Mempunyai 2 cincin karbon mengandung 1 atom nitrogen. Banyak ditemukan pada famili Fabaceae
termasuk Lupines (Lupinus spp), Spartium junceum, Cytisus scoparius dan Sophora secondiflora
5. Alkaloid Indol
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 1 cincin indol . Ditemukan pada alkaloid ergine dan psilocybin,
alkaloid reserpin dari Rauvolfia serpentine, alkaloid vinblastin dan vinkristin dari Catharanthus roseus
famili Apocynaceae yang sangat efektif pada pengobatan kemoterapy untuk penyakit Leukimia dan
Hodgkins.
6. Alkaloid Imidazol
Berupa cincin karbon mengandung 2 atom nitrogen. Alkaloid ini ditemukan pada famili Rutaceae.
Contohnya; Jaborandi paragua.
7. Alkaloid Lupinan
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 1 atom N, alkaloid ini ditemukan pada Lunpinus luteus (fam :
Leguminocaea).
8. Alkaloid Steroid
Mengandung 2 cincin karbon dengan 1 atom nitrogen dan 1 rangka steroid yang mengandung 4 cincin
karbon. Banyak ditemukan pada famili Solanaceae, Zigadenus venenosus.
9. Alkaloid Amina
Golongan ini tidak mengandung N heterosiklik. Banyak yang merupakan tutrunan sederhana dari
feniletilamin dan senyawa-senyawa turunan dari asam amino fenilalanin atau tirosin, alkaloid ini
ditemukan pada tumbuhan Ephedra sinica (fam Gnetaceae)
10. Alkaloid Purin
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 4 atom nitrogen. Banyak ditemukan pada kopi (Coffea arabica) famili
Rubiaceae, dan Teh (Camellia sinensis) dari famili Theaceae, Ilex paraguaricasis dari famili
Aquifoliaceae, Paullunia cupana dari famili Sapindaceae, Cola nitida dari famili Sterculiaceae dan
Theobroma cacao.
b. Alkaloid tanpa atom nitrogen yang heterosilik
Dimana, atom nitrogen tidak terletak pada cincin karbon tetapi pada salah satu atom karbon pada rantai
samping.
1. Alkaloid Efedrin (alkaloid amine)
Mengandung 1 atau lebih cincin karbon dengan atom Nitrogen pada salah satu atom karbon pada rantai

samping. Termasuk Mescalin dari Lophophora williamsii, Trichocereus pachanoi, Sophora secundiflora,
Agave americana, Agave atrovirens, Ephedra sinica, Cholchicum autumnale.
2. Alkaloid Capsaicin
Dari Chile peppers, genus Capsicum. Yaitu ; Capsicum pubescens, Capsicum baccatum, Capsicum
annuum, Capsicum frutescens, Capsicum chinense.

A. Pengertian Senyawa Alkaloid


Alkaloid adalah senyawa organik yang terdapat di alam bersifat basa atau alkali dan sifat
basa ini disebabkan karena adanya atom N (Nitrogen) dalam molekul senyawa tersebut dalam
struktur lingkar heterosiklik atau aromatis, dan dalam dosis kecil dapat memberikan efek
farmakologis pada manusia dan hewan.
Alkaloid juga adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam.
Hampir seluruh senyawa alkaloida berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam
berbagai jenis tumbuhan. Semua alkaloida mengandung paling sedikit satu atom nitrogen.
Hampir semua alkaloida yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan biologis tertentu,
ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan. Misalnya
kuinin, morfin dan stiknin adalah alkaloida yang terkenal dan mempunyai efek sifiologis dan
fisikologis. Alkaloida dapat ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan seperti biji, daun,
ranting dan kulit batang. Alkaloida umunya ditemukan dalam kadar yang kecil dan harus
dipisahkan dari campuran senyawa yang rumit yang berasal dari jaringan tumbuhan.

B. Klasifikasi Alkaloida
Alkaloid biasanya diklasifikasikan menurut kesamaan sumber asal molekulnya
(precursors), didasari dengan metabolisme pathway (metabolic pathway) yang dipakai untuk
membentuk molekul itu. Kalau biosintesis dari sebuah alkaloid tidak diketahui, alkaloid
digolongkan menurut nama senyawanya, termasuk nama senyawa yang tidak mengandung
nitrogen (karena struktur molekulnya terdapat dalam produk akhir. sebagai contoh: alkaloid
opium kadang disebut "phenanthrenes"), atau menurut nama tumbuhan atau binatang dimana
senyawa itu diisolasi. Jika setelah alkaloid itu dikaji, penggolongan sebuah alkaloid diubah
menurut hasil pengkajian itu, biasanya mengambil nama amine penting-secara-biologi yang
mencolok dalam proses sintesisnya.
Klasifikasi alkaloida dapat dilakukan berdasarka beberapa cara yaitu :
1. Berdasarkan jenis cicin heterosiklik nitrogen yang merupakan baian dari struktur molekul.
Berdasarkan hal tersebut, alkaloid dibedakan atas beberapa jenis seperti :

Golongan Piridina: piperine, coniine, trigonelline, arecoline, arecaidine,guvacine, cytisine, lobe


line, nikotina, anabasine, sparteine, pelletierine.
Gambar. Struktur Piridina

Golongan Pyrrolidine: hygrine, cuscohygrine, nikotina


gambar. Struktur Pyrrolidine

Golongan Isokuinolina:
alkaloidalkaloid opium (papaverine, narcotine,narceine), sanguinarine, hydrastine, berberine, emetine,
berbamine, oxyacanthine.

Golongan Kuinolina: kuinina, kuinidina, dihidrokuinina, dihidrokuinidina,strychnine, brucine,


veratrine, cevadine.
Gambar. Struktur Kuinolina
Golongan Indola:
Tryptamines: serotonin, DMT, 5-MeO-DMT, bufotenine, psilocybin
Ergolines (alkaloid-alkaloid dari ergot ): ergine, ergotamine, lysergic acid
Beta-carboline: harmine, harmaline, tetrahydroharmine
Yohimbans: reserpine, yohimbine
Alkaloid Vinca: vinblastine, vincristine
Alkaloid Kratom (Mitragyna speciosa): mitragynine, 7-hydroxymitragynine
Alkaloid Tabernanthe iboga: ibogaine, voacangine, coronaridine
Alkaloid Strychnos nux-vomica: strychnine, brucine

o
o
o
o
o
o
o
o

2.
3.
a.
b.
c.

Gambar. Struktur Indol


Berdasarkan jenis tumbuhan dari mana alkaloida ditemukan.
Berdasarkan asal-usul biogenetic. Berdasarkna hal ini alkaloida dapat dibedakan atas tiga jenis
utama yaitu :
Alkaloida alisiklik yang berasal dari asam-asam amino ornitin dan lisin.
Alkaloida aromatik jenis fenilalanin yang berasal dari fenilalanin, tirosin dan 3,4
dihidrofenilalanin.
Alkaloida aromatik jenis indol yang berasal dari triptopan.

Sistem klasifikasi yang paling banyak diterima adalah menurut Hegnauer, dimana
alkaloida dikelompokkan atas :
1. Alkaloida sesungguhnya, alkaloida ini merupakan racun, senyawa tersebut menunjukkan
aktivitas fisiologis yang luas, hamper tanpa kecuali bersifat basa. Umumnya mengandung
nitrogen dalam cicin heterosiklik, diturunkan dari asam amino, biasanya terdapat dalam tanaman
sebagai garam asam organik. Beberapa pengecualian terhadap aturan tersebut adalah kolkhisin
dan asam aristolkhoat yang bersifat bukan basa dan tidak memiliki cicin heterosiklik dan
alkaloida quartener yang bersifat agak asam daripada bersifat basa.
2. Protoalkaloida, merupakan amin yang relative sederhana dimana nitrogen asam amino tidak
terdapat dalam cicin heterosiklik. Protoalkaloida diperoleh berdasarkan biosintesa dari asam
amino yang bersifat basa. Pengeertian amin biologis sering digunakan untuk kelompok ini.

3. Pseudoalkaloida, tidak diturunkan dari precursor asam amino. Senyawa ini biasanya bersifat
basa. Ada dua seri alkaloida yang penting dalam kelompok ini yaitu alkaloida steroidal dan
purin.
C. Sifat Senyawa Alkaloid
Kebanyakan alkaloida berupa padatan Kristal dengan titik lebur yang tertentu atau
mempunyai kisaran dekomposisinya. Dapat juga berbentuk amorf dan beberapa seperti nikotin
dan konini berupa cairan.
Kebanyakan alkaloida tak berwarna, tetapi beberapa senyawa kompleks spesies aromatik
berwarna. Pada umumnya basa bebas alkaloida hanya larut dalam pelarut organik meskipun
beberapa pseudoalakaloid dan protoalkaloida larut dalam air. Garam alkaloida dan alkaloida
quaterner sangat larut dalam air.
Alkaloida bersifat basa yang tergantung pada pasangan electron pada nitrogen. Jika gugus
fungsional yang berdekatan dengan nitrogen bersifat melepaskan elektron maka ketersediaan
electron pada nitrogen naik dan senyawa lebih bersifat menarik elektron maka ketersediaan
pasangan electron berkurang dan pengaruh yang ditimbulkan alkaloida dapat bersifat netral atau
bahkan bersifat sedikit asam.
Kebasaan alkaloida menyebabkan senyawa tersebut sangat mudah mengalami
dekomposisi terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen. Hasil reaksi ini sering berupa
N-oksida. Dekomposisi olakloida selama atau setelah isolasi dapat menimbulkan berbagai
persoalan jika penyimpanan berlangsung dalam waktu lama. Pembentukan garam dengan
senyawa organik atau anorganik sering mencegah dekomposisi.
D. Reaksi Senyawa Fenolik
Reaksi umum untuk alkaloid
1. Reaksi pengendapan untuk alkaloid
Reaksi Mayer : HgI2
Cara : zat + pereaksi Mayer timbul endapan kuning atau larutan kuning bening + alakohol
endapannya larut. Reaksi dilakukan di objek glass lalu Kristal dapat dilihat di mikroskop. Jika
dilakukan di tabung reaksi lalu dipindahkan, Kristal dapat rusak. Tidak semua alkaloid
mengendap dengan reaksi mayer. Pengendapan yang terjadi akibat reaksi mayer bergantung pada
rumus bangun alkoloidnya.

Reaksi Bouchardat
Cara : sampel zat + pereaksi Bouchardat coklat merah, + alkohol endapan larut.

2. Reaksi warna

Dengan asam kuat : H2SO4 pekat dan HNO3 pekat (umumnya menghasilkan warna kuning
atau merah)

Pereaksi Marquis

Zat + 4 tetes formalin + 1 ml H2SO4 pekat (melalui dinding tabung, pelan-pelan)


warna.

Pereaksi Forhde : larutan 1% NH4 molibdat dalam H2SO4 pekat

Zat + pereaksi Forhde kuning kecoklatan


Zat + diazo A (4 bagian) + diazo B (1 bagian) + NaOH sampai alkalis warna merah intensif.
Reaksi Nelzer Larutan zat dalam alkohol absolut + 1 tetes CuSO 4dan CS2 warna coklat seperti
minyak.
Reaksi Mandelin : zat + H2SO4 + FeCl3warna
Reaksi Roux: 1 tts NaOH + 1 tts KMnO 4 + 20 tts Na nitroprusid kocok larutan dan endapan,
larutan diambil.
Reaksi Serulas & Lefort : larutan zat dalam H 2SO4 encer + KI + CHCl3 dikocok; lapisan
CHCl3 akan berwarna.
Reaksi Huseman : zat + H2SO4 pekat dipanaskan di atas api sehingga dihasilkan apomorfin +
HNO3 65% + KNO3 padat warna.
Reaksi Bosman: larutan zat dalam H2SO4 encer + KMNO4 dikocok dengan CHCl3; lapisan
CHCl3 akan berwarna violet kemudian terbentuk endapan coklat.
Reaksi Zwikker : Zat +1 ml Pyridin 10% + CuSO4 batang panjang tidak berwarna, Kristal tidak
spesifik dan dibuat di objek glass.
Reaksi Mandelin amonium vanadat % dalam air + H2SO4 pekat.
Reaksi Murexide : Zat + 1 tetes H2O2 3 % atau KClO3 padat + 1 tetes HCl 25%, panaskan di
water bath hingga kering agak Jingga; + NH4OH warna Ungu
Reaksi Parri : Zat + Co(NO3)2, lalu + uap NH4OH warna ungu.

Reaksi Vitally : zat + HNO3 berasap, diuapkan di atas water bath


sampai kering, + spir/alkali ungu, tahan dalam aseton

Apomorfin : merah

Strychnine : merah ungu

Veratrin : coklat jingga

Reaksi Lieberrman: H2SO4 pekat + HNO3 pekat


Reaksi Sanchez : zat + p-nitrodiabendazol (p-nitoanilin +NaNO2 + NaOH) ungu jingga.
Reaksi Pesez : zat + H2SO4 + lar. KBr, panaskan di atas water bath hijau, ditarik dengan CHCl3
biru hijau.
Reaksi Thalleiochin : larutan zat dalam asam asetat encer + 1 tetes aqua brom + NH4OH
berlebihhijau zamrud + kloroformdifloresensi
Reaksi Erytrochin : larutan zat dalam HCl encer + aqua brom (hingga kuning) + kalium
ferrocyanida + CHCl3 + NH4OH, kocok homogen lapisan CHCl3 berwarna merah.
Reaksi Sanchez. (reagen : larutan jenuh p-nitronilin dalam 1% H2SO4 + NaNO2). Zat + H2SO4 75
% + 1 tetes reagen + NaOH ungu tua, asamkan dengan H2SO4 jingga.
Reaksi Feigel : 5 tetes H2SO4 pkt + sedikit yohimbin ad larut + kristal khloral hidrat panaskan di
WB merah biru stabil, + air warna hilang.

Reaksi esterifikasi : Zat + alkohol + H2SO4 conc. Panaskan bau khas.


Reaksi isonitril : Zat + spiritus + KOH panaskan ditambah CHCl 3 panaskan lagi bau
iso nitril (segera diasamkan karena bau beracun/busuk)
Reaksi Runge : Dipanaskan dengan HCl 25% dinginkan ditambah NaOH ad basa lemah
berwarna ungu kotor
Reaksi Indophenol: Panaskan dengan HCl dinginkan diencerkan dengan air + phenol + kaporit
nampak ungu kotor ditambah NH4OH berlebih berwarna biru + HNO3 tidak berwarna
kuning.
Reaksi Ehrlich : Zat padat + pereaksi p-DAB HCl berwarna kuning kenari
Reaksi Wassicky : zat + p-DAB +H2SO4 pekat merah ungu
Reaksi korek api : zat + HCl lalu batang korek api dicelupkan jingga/kuning.
3. Reaksi Kristal:

1.

Reaksi Kristal dragendorf

Pada objek glass, zat +HCl aduk, lalu teteskan dragendorf di pinggirnya dan jangan dikocok,
diamkan 1 menit Kristal dragendorf
2.

2. Reaksi Fe-complex & Cu-complex:


Pada objek glass, gas ditetesi dengan Fe-compleks dan Cu-complex lalu tutup dengan cover
glass panaskan sebentar, lalu lihat Kristal yang terbentuk.
1. Pada objek glass, zat + asam lalu ditaburkan serbuk sublimat dengan spatel, sedikit saja
digoyangkan di atasnya Kristal terlihat.
2. Reaksi Iodoform : zat ditetesi NaOH sampai alkali + sol. Iodii lalu dipanaskan hingga berwarna
kuning (terbentuk iodoform), lalu lihat Kristal bunga sakura di mikroskop.
3. Reaksi Herapatiet. (reagen : air + spirtus + asam cuka biang + sedikit H2SO4 dan aqua iod
sampai agak kuning pada objek glass). Zat + 1 tetes reagen kristal lempeng (coklat/violet)
E. Identifikasi Senyawa Alkaloid
1. Alkaloid Derivat Fenil Alanin
1.1 Alkaloid Amin
1.1.1 Efedrin HCl
Asal (efedrin) : Ephedra vulgaris
Organoleptis : serbuk putih halus, tidak berbau, rasa pahit
Kelarutan
: larut dalam lebih kurang 4 bagian air
Reaksi Identifikasi:
1. Larutan zat dalam air + PbSO4 + NaOH violet.
2. Larutan zat dalam air +NaOH 0,1 N + 3 ml CCl 4 dikocok , dibiarkan pisahkan lapisan organik +
sedikit tembaga kocok keruh lalu terbentuk endapan.
3. Reaksi oksidasi oleh KMnO4 bau benzaldehid.
4. Reaksi iodoform (+)
5. Reaksi Nelzer: Larutan zat dalam alkohol absolut + 1 tetes CuSO4dan CS2 coklat minyak.
6. Zat + sulfanilat + NaOH merah.
7. Larutan zat dalam air + HCl, + H2O2 + NaCl + 6 tetes NaOH merah violet.
8. Larutan zat dalam air + AgNO3 endapan (AgCl), dicuci dengan air, + NH4OH endapan akan
larut kembali.

1.2 Alkaloid Benzil Isokuinolon


1.2.1 Morfin
Asal: Papaver somniferum
Sinonim
: Dionin
Organoleptis : kristal putih
Kelarutan
: larut dalam 12 bagian air
Reaksi Identifikasi:
1. Reaksi KING, SANCHEZ, dan FESEZ (+)
2. Zat + H2SO4 + FeCl3 dipanaskan dalam air mendidih berwrna biru + HNO3 berwarna
merah/coklat merah tua.
1.
Reaksi iodoform (+)
2.
Reaksi FROHDE: kuning hijau.
3.
Reaksi MANDELIN: kuning hijau.
4.
Reaksi MARQUIS: ungu dalam waktu lama.
5.
Larutan zat dalam HCl + I2 endapan yang larut dalam spiritus.
F. Kegunaan Senyawa Alkaloid Dalam Kehidupan Sehari-hari
Berikut adalah beberapa contoh senyawa alkaloid yang telah umum dikenal dalam bidang
farmakologi :
Senyawa Alkaloid
Aktivitas Biologi
(Nama Trivial)
Nikotin

Stimulan pada syaraf otonom

Morfin

Analgesik

Kodein

Analgesik, obat batuk

Atropin

Obat tetes mata

Skopolamin

Sedatif menjelang operasi

Kokain

Analgesik

Piperin

Antifeedant (bioinsektisida)

Quinin

Obat malaria

Vinkristin

Obat kanker

Ergotamin

Analgesik pada migrain

Reserpin

Pengobatan simptomatis disfungsi ereksi

Mitraginin

Analgesik dan antitusif

Vinblastin

Anti neoplastik, obat kanker

Saponin

Antibakteri

Pengertian Alkaloid
Alkaloid adalah Kelompok senyawa yang mengandung nitrogen dalam bentuk gugus
fungsi amin. Pada umumnya, alkaloid mencakup senyawa bersifat basah yang
mengandung 1/ lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari
sistem siklik. Alkaloid biasanya beracun, jadi banyak digunakan dalam bidang
pengobatan. Alkaloid biasanya tanwarna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan
berbentuk kristal tapi hanya sedikit yang berupa cairan pada suhu kamarPada
umumnya, alkaloid tidak sering terdapat dalam gymospermae, paku-pakuan, lumut
dan tumbuhan rendah.Suatu
Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang
bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid
berbentuk padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran
dekomposisi. Alkaloid dapat juga berbentuk amorf atau cairan. Dewasa ini telah
ribuan senyawa alkaloid yang ditemukan dan dengan berbagai variasi struktur yang
unik, mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit.
Dari segi biogenetik, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil asam amino yaitu
ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin dan tirosin yang
menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan triftopan yang menurunkan alkaloid
indol. Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa alkaloid adalah reaksi
mannich antara suatu aldehida dan suatu amina primer dan sekunder, dan suatu
senyawa enol atau fenol. Biosintesis alkaloid juga melibatkan reaksi rangkap
oksidatif fenol dan metilasi. Jalur poliketida dan jalur mevalonat juga ditemukan
dalam biosintesis alkaloid.
Sejarah alkaloid hampir setua peradaban manusia. Manusia telah menggunakan
obat-obatan yang mengandung alkaloid dalam minuman, kedokteran, the, tuan
atau tapal, dan racun selama 4000 tahun. Tidak ada usaha untuk mengisolasi
komponen aktif dari ramuan obat-obatan hingga permulaan abad ke sembilan
belas. Obat-obatan pertama yang diketemukan secara kimia adalah opium, getah
kering Apium Papaver somniferum. Opium telah digunakan dalam obat-obatan
selama berabad-abad dan sifat-sifatnya sebagai analgesik maupun narkotik telah
diketahui.
Pada tahun 1803, Derosne mengisolasi alkaloid semi murni dari opium dan diberi
nama narkotin. Seturner pada tahun 1805 mengadakan penelitian lebih lanjut
terhadap opium dapat berhasil mengisolasi morfin. tahun 1817-1820 di

Laboratorium Pelletier dan Caventon di Fakultas Farmasi di Paris, melanjutkan


penelitian di bidang kimia alkaloid yang menakjubkan. Diantara alkaloid yang
diperoleh dalam waktu singkat tersebut adalah Stikhnin, Emetin, Brusin, Piperin,
kaffein, Quinin, Sinkhonin, dan Kolkhisin. tahun 1826, Pelletier dan Caventon juga
memperoleh Koniin suatu alkaloid yang memiliki sejarah cukup terkenal. Alkaloid
tersebut tidak hanya yang bertanggung jawab atas kematian Socrates akibat dari
hisapan udara yang beracun, tetapi karena struktur molekulnya yang sederhana.
Koniin merupakan alkaloid pertama yang ditentukan sifat-sifatnya (1870) dan yang
pertama disintesis (1886). Selama tahun 1884 telah ditemukan paling sedikit 25
alkaloid hanya dari Chinchona. Kompleksitas alkaloid merupakan penghalang
elusidasi struktur molekul selama abad ke sembilan belas bahkan pada awal abad
ke dua puluh. Sebagai contoh adalah Stikhnin yang ditemukan pertama kali oleh
Pelletier dan Caventon pada tahun 1819 dan struktur akhirnya dapat ditentukan
oleh Robinson dan kawan-kawan pada tahun 1946 setelah melakukan pekerjaan
kimia yang ekstra sukar selama hampir 140 tahun.
Tahun 1939 hampir 300 alkaloida telah diisolasi dan 200 telah ditentukan
struktur. Dalam seri Alkaloida yang diterbitkan pertama oleh Manske pada 1950
memuat lebih 1000 alkaloida.Dikenalnya teknik sistem analisis kromatografi
preparatif dan instrumen canggih maka penemuan alkaloida meningkat cepat-nya.
Buku terbitan 1973 mencatat 4959 alkaloida dapat diisolasi dan 3293 ditentukan
strukturnya. Perkembang Ilmu Pengetahuan dengan penemuan berbagai macam
kromatografi dan instrumen spektroskopii dengan sistem komputerisasi maka
isolasi dan penentuan struktur alkaloida sudah tidak terbilang lagi
Hingga sekarang dikenal sekitar 10.000 senyawa yang tergolong alkaloid dengan
struktur sangat beragam, sehingga hingga sekarang tidak ada batasan yang jelas
untuknya. Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak
ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan
tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan tingkat tinggi. Sebagian besar alkaloid
terdapat pada tumbuhan dikotil sedangkan untuk tumbuhan monokotil dan
pteridofita mengandung alkaloid dengan kadar yang sedikit.
Dalam Meyers Conversation Lexicons tahun 1896 dinyatakan bahwa alkaloid terjadi
secara karakteristik di dalam tumbuh- tumbuhan, dan sering dibedakan
berdasarkan kereaktifan fisiologi yang khas. Senyawa ini terdiri atas karbon,
hidrogen, dan nitrogen, sebagian besar diantaranya mengandung oksigen. Sesuai
dengan namanya yang mirip dengan alkali (bersifat basa) dikarenakan adanya
sepasang elektron bebas yang dimiliki oleh nitrogen sehingga dapat mendonorkan
sepasang elektronnya. Kesulitan mendefinisikan alkaloid sudah berjalan bertahuntahun. Definisi tunggal untuk alkaloid belum juga ditentukan. Trier menyatakan
bahwa sebagai hasil kemajuan ilmu pengetahuan, istilah yang beragam senyawa
alkaloid akhirnya harus ditinggalkan (Hesse, 1981).Garam alkaloid dan alkaloid
bebas biasanya berupa senyawa padat, berbentuk kristal tidak berwarna (berberina
dan serpentina berwarna kuning). Alkaloid sering kali optik aktif, dan biasanya

hanya satu dari isomer optik yang dijumpai di alam, meskipun dalam beberapa
kasus dikenal campuran rasemat, dan pada kasus lain satu tumbuhan mengandung
satu isomer sementara tumbuhan lain mengandung enantiomernya (Padmawinata,
1995). Ada juga alkaloid yang berbentuk cair, seperti konina, nikotina, dan higrina.
Sebagian besar alkaloid mempunyai rasa yang pahit. Alkaloid juga mempunyai sifat
farmakologi. Sebagai contoh, morfina sebagai pereda rasa sakit, reserfina sebagai
obat penenang, atrofina berfungsi sebagai antispamodia, kokain sebagai anestetik
lokal, dan strisina sebagai stimulan syaraf (Ikan, 1969).
Alkaloid telah dikenal selama bertahun-tahun dan telah menarik perhatian terutama
karena pengaruh fisiologinya terhadap mamalia dan pemakaiannya di bidang
farmasi, tetapi fungsinya dalam tumbuhan hampir sama sekali kabur. Beberapa
pendapat mengenai kemungkinan perannya dalam tumbuhan sebagai berikut
(Padmawinata, 1995):
1. Alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti urea dan asam urat
dalam hewan (salah satu pendapat yang dikemukan pertama kali, sekarang tidak
dianut lagi).
2. Beberapa alkaloid mungkin bertindak sebagai tandon penyimpanan nitrogen
meskipun banyak alkaloid ditimbun dan tidak mengalami metabolisme lebih lanjut
meskipun sangat kekurangan nitrogen.
3. Pada beberapa kasus, alkaloid dapat melindungi tumbuhan dari serangan parasit
atau pemangsa tumbuhan. Meskipun dalam beberapa peristiwa bukti yang
mendukung fungsi ini tidak dikemukakan, mungkin merupakan konsep yang direkareka dan bersifat manusia sentris.
4. Alkaloid dapat berlaku sebagai pengatur tumbuh, karena dari segi struktur,
beberapa alkaloid menyerupai pengatur tumbuh. Beberapa alkaloid merangasang
perkecambahan yang lainnya menghambat.
5. Semula disarankan oleh Liebig bahwa alkaloid, karena sebagian besar bersifat
basa, dapat mengganti basa mineral dalam mempertahankan kesetimbangan ion
dalam tumbuhan.
Perlu dicatat bahwa selama kimia organik berkembang pesat selama periode
tersebut, menjadi ilmu pengetahuan yang rumit pada saat ini, usaha
pengembangan dalam kimia bahan alam tumbuh sejalan, banyak reaksi yang
sekarang merupakan reaksi klasik dalam kimia organik adalah hasil penemuan
pertama dari studi yang cermat degradasi senyawa bahan alam.
Alkaloid dihasilkan oleh banyak organisme, mulai dari bakteria, fungi (jamur),
tumbuhan, dan hewan. Ekstraksi secara kasar biasanya dengan mudah dapat
dilakukan melalui teknik ekstraksi asam-basa. Rasa pahit atau getir yang dirasakan
lidah dapat disebabkan oleh alkaloid.

Awal alkaloida diketahui hanya terdapat dalam tumbuhan, terutama tumbuhan


berbunga, Angiospermae. Selanjutnya ternyata terdapat dalam hewan, serangga,
biota laut, mikroorganisme dan tumbuhan rendah. Contoh : Sebangsa rusa
(muskopiridina), sejenis musang Kanada (kastoramina).
Alkaloida sebagian besar dalam tumbuhan ber-bunga. Kelompok alkaloida tertentu
dapat dihubungkan dengan Keluarga (Famili) atau Marga (Genus). Sistem Engeler
tumbuhan tinggi ada 60 Bangsa (Ordo) dan 34 mengandung alkaloida, 4% semua
Keluarga mengandung sedikitnya satu alkaloida, hanya 8,7% pada sekitar 10.000
Marga. Keluarga mengandung alkaloida: Liliaceae, Solanaceae dan Rubiaceae. Satu
Keluarga beberapa Marga mengandung alkaloida dan lainnya tidak, ada Marga
sama mengandung alkaloida sama juga dari Keluarga lain. Contoh : hiosiamin
terdapat dalam 7 Marga yang berbeda dari Keluarga Solanaceae, sedang vindolin
dan morfin terda-pat terbatas hanya beberapa jenis tumbuhan dari Marga yang
sama.
Alkaloida adalah senyawa yang mempunyai struktur heterosiklik yang mengandung
atom N didalam intinya dan bersifat basa, karena itu dapat larut dalam asam-asam
serta membentuk garamnya, dan umumnya mempunyai aktifitas fisiologis baik
terhadap manusia ataupun hewan. Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung
atom nitrogen yang tersebar secara terbatas pada tumbuhan. Alkaloid kebanyakan
ditemukan pada Angiospermae dan jarang pada Gymnospermae dan Cryptogamae.
Senyawa ini cukup banyak jenisnya dan terkadang memiliki struktur kimia yang
sangat berbeda satu sama lain, meskipun berada dalam satu kelompok.
Istilah "alkaloid" (berarti "mirip alkali", karena dianggap bersifat basa) pertama kali
dipakai oleh Carl Friedrich Wilhelm Meissner (1819), seorang apoteker dari Halle
(Jerman) untuk menyebut berbagai senyawa yang diperoleh dari ekstraksi
tumbuhan yang bersifat basa (pada waktu itu sudah dikenal, misalnya, morfina,
striknina, serta solanina).
Alkaloid adalah Kelompok senyawa yang mengandung nitrogen dalam bentuk gugus
fungsi amin. Pada umumnya, alkaloid mencakup senyawa bersifat basah yang
mengandung 1/ lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari
sistem siklik. Alkaloid biasanya beracun, jadi banyak digunakan dalam bidang
pengobatan. Alkaloid biasanya tanwarna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan
berbentuk kristal tapi hanya sedikit yang berupa cairan pada suhu kamarPada
umumnya, alkaloid tidak sering terdapat dalam gymospermae, paku-pakuan, lumut
dan tumbuhan rendah.Suatu
Alkaloid merupakan senyawa organik bahan alam yang terbesar jumlahnya, baik
dari segi jumlahnya maupun sebarannya.Berikut berbagai definisi menurut:
Alkaloid menurut Winterstein dan Trier didefinisikan sebagai senyawa senyawa yang
bersifat basa, mengandung atom nitrogen berasal dari tumbuan dan hewan.

Harborne dan Turner (1984) mengungkapkan bahwa tidak satupun definisi alkaloid
yang memuaskan, tetapi umumnya alkaloid adalah senyawa metabolid sekunder
yang bersifat basa, yan mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam
cincin heterosiklik, dan bersifat aktif biologis menonjol.
Struktur alkaloid beraneka ragam, dari yang sederhana sampai rumit, dari efek
biologisnya yang menyegarkan tubuh sampai toksik.Satu contoh yang sederhana
adalah nikotina. Nikotin dapat menyebabkan penyakit jantung, kanker paru-paru,
kanker mulut, tekanan darah tinggi, dan gangguan terhadap kehamilan dan janin.

A.

Tata Nama Senyawa Alkaloid

Alkaloida tidak mempunyai tatanama sistematik. Oleh karena itu suatu alkaloida
dinyatakan dengan nama trivial, misalnya kuinin,morfin, dan stiknin. Hampir semua
nama trivial ini berakhiran in yang mencirikan alkaloida.
Berikut ini beberapa contoh dari alkaloid:
Contoh rumus bangun untuk golongan purin:

Rumus bangun untuk golongan pirolidin

Rumus bangun untuk golongan pyridine

Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang
bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Sebagian besar

alkaloida mempunyai kerangka dasar polisiklik termasuk cincin heterosiklik nitrogen


serta mengandung subtituen yang tidak terlalu bervariasi. Atom nitrogen alkaloida
hampir selalu berasal dalam bentuk gugus amin (-NR2) atau gugus amida (-CONR2) dan tidak pernah dalam bentuk gugus nitro (NO2) atau gugus diazo. Sedang
subtituen oksigen biasanya hanya ditemukan sebagai gugus fenol (-OH), metoksi (OCH3) atau gugus metilendioksi (-O-CH2-O). Subtituen-subtituen oksigen ini dan
gugus N-metil merupakan ciri sebagian besar alkaloida.
Pada alkaloida aromatik terdapat suatu pola oksigenasi tertentu. Pada senyawa
senyawa ini gugus fungsi oksigen ditemukan dalam posisi para atau para dan meta
dari cincin aromatic.
Penamaan Alkaloida
Beberapa penamaan alkaloid berdasarkan family/keluarga/genus dimana mereka
ditemukan. Contoh Papavarine, Punarnavin,ephidrin
Berdasarkan spesies tumbuh asal. Contoh kokain, beladonin
Berdasarkan nama umum tumbuhan penghasil. Contohnya alkaloid ergot
Berdasarkan aktivitas fisik contohnya morfin yang dikenal dengan tanaman Dewa
dari Mimpi. Emitin yang berarti muntahan menurut penemu.
Peletierine yang merupakan gugus yang ditemukan oleh P.J Peletier
Ada beberapa nama dengan penambahan prefiks pada penamaan alkanoid.
Contohnya epi, iso, neo, pseodo, nor, CH

B.

Sifat-Sifat Alkaloid

Beberapa sifat dari alkaloid yaitu :


1. Mengandung atom nitrogen yang umumnya berasal dari asam amino dan
golongan heterogen.
2. Umumnya berupa Kristal atau serbuk amorf.
3. Alkaloid yang berbentuk cair yaitu konini, nikotin dan spartein.
4. Dalam tumbuhan berada dalam bentuk bebas, dalam bentuk N-oksida atau
dalam bentuk garamnya.
5. Umumnya mempunyai rasa yang pahit.
6. sering beracun.

7. bersifat optis aktif dan berupa sistim siklik


8. Alkaloid dalam bentuk bebas tidak larut dalam air, tetapi larut dalam kloroform,
eter dan pelarut organik lainnya yang bersifat relative nonpolar.
9. Alkaloid dalam bentuk garamnya mudah larut dalam air.
10. Alkaloid bebas bersifat basa karena adanya pasangan elektron bebas pada atom
N-nya.
11. biasanya banyak digunakan dibidang farmasi.
12. sampel yang mengandung alkaloid setelah drx akan berwarna merah.

1.

Sifat-Sifat Fisika

Umumnya mempunyai 1 atom N meskipun ada beberapa yang memiliki lebih dari 1
atom N seperti pada Ergotamin yang memiliki 5 atom N. Atom N ini dapat berupa
amin primer, sekunder maupun tertier yang semuanya bersifat basa (tingkat
kebasaannya tergantung dari struktur molekul dan gugus fungsionalnya)
Kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan kristal tidak larut dengan
titik lebur yang tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Sedikit alkaloid yang
berbentuk amorf dan beberapa seperti; nikotin dan koniin berupa cairan.
Kebanyakan alkaloid tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa yang kompleks,
species aromatik berwarna (contoh berberin berwarna kuning dan betanin berwarna
merah). Pada umumnya, basa bebas alkaloid hanya larut dalam pelarut organik,
meskipun beberapa pseudoalkalod dan protoalkaloid larut dalam air. Garam alkaloid
dan alkaloid quartener sangat larut dalam air.

2.

Sifat-Sifat Kimia

Kebanyakan alkaloid bersifat basa. Sifat tersebut tergantung pada adanya pasangan
elektron pada nitrogen.Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan nitrogen
bersifat melepaskan elektron, sebagai contoh; gugus alkil, maka ketersediaan
elektron pada nitrogen naik dan senyawa lebih bersifat basa. Hingga trietilamin
lebih basa daripada dietilamin dan senyawa dietilamin lebih basa daripada etilamin.
Sebaliknya, bila gugus fungsional yang berdekatan bersifat menarik elektron
(contoh; gugus karbonil), maka ketersediaan pasangan elektron berkurang dan
pengaruh yang ditimbulkan alkaloid dapat bersifat netral atau bahkan sedikit asam.
Contoh ; senyawa yang mengandung gugus amida.
Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa tersebut sangat mudah mengalami
dekomposisi, terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen. Hasil dari
reaksi ini sering berupa N-oksida. Dekomposisi alkaloid selama atau setelah isolasi

dapat menimbulkan berbagai persoalan jika penyimpanan berlangsung dalam


waktu yang lama. Pembentukan garam dengan senyawa organik (tartarat, sitrat)
atau anorganik (asam hidroklorida atau sulfat) sering mencegah dekomposisi. Itulah
sebabnya dalam perdagangan alkaloid lazim berada dalam bentuk garamnya.

C.

Penggolongan Alkaloid

Alkaloida tidak mempunyai tatanan sistematik, oleh karena itu, suatu alkaloida
dinyatakan dengan nama trivial, misalnya kuinin, morfin dan strikhnin. Hampir
semua nama trivial ini berakhiran in yang mencirikan alkaloida. Klasifikasi
alkaloida dapat dilakukan berdasarkan beberapa cara, yaitu : (2,5)
1.
Berdasarkan jenis cincin heterosiklik nitrogen yang merupakan bagian dari
struktur molekul. Berdasarkan hal tersebut, maka alkaloida dapat dibedakan atas
beberapa jenis sperti alkaloida pirolidin, alkaloida piperidin, alkaloida isokuinolin,
alkaloida kuinolin, dan alkaloida indol.

2.
Berdasarkan jenis tumbuhan darimana alkaloida ditemukan. Cara ini
digunakan untuk menyatakan jenis alkaloida yang pertama-tama ditemukan pada
suatu jenis tumbuhan. Berdasarkan cara ini, alkaloida dapat dibedakan atas
beberapa jenis yaitu aklakoida tembakau, alkaloida amaryllidaceae, alkaloida
erythrine dan sebagainya. Cara ini mempunyai kelemahan, yaitu : beberapa
alkaloida yang berasal dari tumbuhan tertentu dapat mempunyai struktur yang
berbeda-beda.

3.
Berdasarkan asal-usul biogenetik. Cara ini sangat berguna untuk menjelaskan
hubungan antara berbagai alkaloida yang diklasifikasikan berdasarkan berbagai
jenis cincin heterosiklik. Dari biosintesa alkaloida, menunjukkan bahwa alkaloida
berasal hanya dari beberapa asam amino tertentu saja. Berdasarkan hal tersebut,
maka alkaloida dapat dibedakan atas tiga jenis utama, yaitu :
a.

Alkaloida alisiklik yang berasal dari asam-asam amino ornitin dan lisin.

b.
Alkaloida aromatik jenis fenilalanin yang berasal dari fenilalanin, tirosin
dan 3,4-dihidrofenilalanin.

c.

Alkaloida aromatik jenis indol yang berasal dari triptofan.

4.
Sistem klasifikasi berdasarkan Hegnauer yang paling banyak diterima, dimana
alkaloida dikelompokkan atas :
a. Alkaloida sesungguhnya
Alkaloida ini merupakan racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas fisiologis
yang luas, hamper tanpa terkecuali bersifat basa, umumnya mengandung nitrogen
dalam cincin heterosiklik, diturunkan dari asam amino, biasanya terdapat dalam
tanaman sebagai garam asam organik. Beberapa pengecualian terhadap aturan
tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa dan tidak
memiliki cincin heterosiklik dan alkaloida quartener yang bersifat agak asam
daripada bersifat basa.
b. Protoalkaloida
Protoalkaloida merupakan amin yang relative sederhana dimana nitrogen asam
amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloida diperoleh
berdasarkan biosintesa dari asam amino yang bersifat basa. Pengertian amin
biologis sering digunakan untuk kelompok ini.
c. Pseudoalkaloida
Pseudoalkaloida tidak diturunkan dari prekusor asam amino. Senyawa ini biasanya
bersifat basa. Ada dua seri alkaloida yang penting dalam kelompok ini yaitu
steroidal dan purin.
Berikut ini adalah pengelompokan alkaloid berdasarkan struktur cincin atau
struktur intinya yang khas, dimana pengelompokkan dengan cara ini juga secara
luas digunakan :
1.

Inti Piridin-Piperidin, misalnya lobelin, nikotin, konini dan trigonelin

2.

Inti Tropan, misalnya hiosiamin, atropine, kokain.

3.

Inti Kuinolin, misalnya kinin, kinidin

4.

Inti Isokuinolin, misalnya papaverin, narsein

5.

Inti Indol, misalnya ergometrin dan viblastin.

6.

Inti Imidazol, misalnya pilokarpin.

7.

Inti Steroid, misalnya solanidin dan konesin.

8.

Inti Purin, misalnya kofein.

9.

Amin Alkaloid, misalnya efedrin dan kolsikin

Alkaloid biasanya diklasifikasikan menurut kesamaan sumber asal molekulnya


(precursors),didasari dengan metabolisme pathway (metabolic pathway) yang
dipakai untuk membentuk molekul itu. Kalau biosintesis dari sebuah alkaloid tidak
diketahui, alkaloid digolongkan menurut nama senyawanya, termasuk nama
senyawa yang tidak mengandung nitrogen (karena struktur molekulnya terdapat
dalam produk akhir. sebagai contoh: alkaloid opium kadang disebut
"phenanthrenes"), atau menurut nama tumbuhan atau binatang dimana senyawa
itu diisolasi. Jika setelah alkaloid itu dikaji, penggolongan sebuah alkaloid dirubah
menurut hasil pengkajian itu, biasanya mengambil nama amine penting secara
biologi yang mencolok dalam proses sintesisnya.

Golongan Pyridine: piperine, coniine, trigonelline, arecoline, arecaidine, guvacine,


cytisine, lobeline, nikotina, anabasine, sparteine, pelletierine.
Pyridine adalah sederhana aromatik heterocyclic senyawa organik dengan rumus
kimia C5H5N digunakan sebagai pelopor ke Agrokimia dan obat-obatan, dan juga
penting sebagai larutan dan reagen. Hal ini terkait dengan struktur benzena,
dimana CH diganti dengan atom nitrogen.
Strukturnya:

Golongan Pyrrolidine: hygrine, cuscohygrine, nikotina


Pirolidina, juga dikenal sebagai tetrahidropirola, merupakan senyawa organik
dengan rumus kimia C4H9N. Ia merupakan senyawa amina siklik dengan cincin
beranggota lima yang terdiri dari empat atom karbon dan satu atom nitrogen. Ia
berupa cairan bening dengan aroma tidak sedap seperti amonia.
Pirolidina ditemukan secara alami pada daun tembakau dan wortel. Struktur cincin
pirolidina dapat ditemukan pada banyak alkaloid alami, seperti nikotina dan higrina.
Ia juga dapat ditemukan pada banyak obat-obatan farmasi seperti prosiklidina dan
bepridil. Ia juga menjadi dasar senyawa rasetam (misalnya pirasetam dan
anirasetam). Strukturnya:

Golongan Tropane: atropine, kokaina, ecgonine, scopolamine, catuabine


Golongan Quinoline: kinina, quinidine, dihydroquinine, dihydroquinidine,
strychnine, brucine, veratrine, cevadine
Golongan Isoquinoline: alkaloid-alkaloid opium (papaverine, narcotine, narceine),
sanguinarine, hydrastine, berberine, emetine, berbamine, oxyacanthine
Alkaloid Phenanthrene: alkaloid-alkaloid opium (morfin, codeine, thebaine)
Golongan Phenethylamine: mescaline, ephedrine, dopamine
Golongan Indole:
Tryptamines: serotonin, DMT, 5-MeO-DMT, bufotenine, psilocybin
Ergolines (alkaloid-alkaloid dari ergot ): ergine, ergotamine, lysergic acid
Beta-carboline: harmine, harmaline, tetrahydroharmine
Yohimbans: reserpine, yohimbine
Alkaloid Vinca: vinblastine, vincristine
Alkaloid Kratom (Mitragyna speciosa): mitragynine, 7-hydroxymitragynine
Alkaloid Tabernanthe iboga: ibogaine, voacangine, coronaridine
Alkaloid Strychnos nux-vomica: strychnine, brucine

Golongan Purine:
Xantina: Kafein, theobromine, theophylline
Purine adalah senyawa organic kompleks aromatik heterocyclic, yang terdiri dari
cincin pyrimidine yang tergabung ke sebuah cincin imidazole.
Struktur Purine:

Struktur Kafeine

Golongan Terpenoid:
Alkaloid Aconitum: aconitine
Alkaloid Steroid (yang bertulang punggung steroid pada struktur yang bernitrogen):
Solanum (contoh: kentang dan alkaloid tomat) (solanidine, solanine, chaconine)
Alkaloid Veratrum (veratramine, cyclopamine, cycloposine, jervine, muldamine)
Alkaloid Salamander berapi (samandarin)
lainnya: conessine
Struktur Terpenoida:

Senyawa ammonium quaternary s: muscarine, choline, neurine


Lain-lainnya: capsaicin, cynarin, phytolaccine, phytolaccotoxin

Hingga kini belum ada pendefinisian tunggal dan penggolongan yang jelas dari
alkaloid. Dalam bukunya, Matsjeh (2002) menerangkan beberapa klasifikasi
alkaloid, diantaranya yaitu berdasarkan lokasi atom nitrogen di dalam struktur
alkaloid dan berdasarkan asal mula kejadiannya (biosintesis) dan hubungannya
dengan asam amino. Berdasarkan lokasi atom nitrogen di dalam struktur alkaloid,
alkaloid dapat dibagi atas 5 golongan:
Alkaloid heterosiklis
Alkaloid dengan nitrogen eksosiklis dan amina alifatis

Alkaloid putressina, spermidina, dan spermina


Alkaloid peptida
Alkaloid terpena
Dari lima golongan di atas, alkaloid heterosiklis adalah sangat terbesar dan yang
terkecil adalah alkaloid alkaloid putressina, spermidina, dan spermina. Ini dapat
dilihat dari jumlah anggota dari masing-masing golongan seperti diterangkan di
bawah ini:

1. Alkaloid heterosiklis, merupakan alkaloid dengan atom nitrogennya terdapat


dalam cincin heterosiklis. Alkaloid heterosiklis dibagi menjadi:
Alkaloid pirolidin
Alkaloid indol
Alkaloid piperidin
Alkaloid piridin
Alkaloid tropan dan basa yang berhubungan
Alkaloid histamin, imidazol dan guanidine
Alkaloid isokuinolin
Alkaloid kuinolin
Alkaloid akridin
Alkaloid kuinazolin
Alkaloid izidin
Alkaloid dengan nitrogen eksosiklis dan amina alifatis

2. Alkaloid dengan nitrogen aksosiklis dan amina alifatis


a. Eritrofleum
b. Fenilalkilamina
c. Kapsaisin
d. Alkaloid dari jenis kolkina

3. Alkaloid putressina, spermidina, dan spermina


4. Alkaloid peptida
5. Alkaloid terpena dan steroid
Sedangkan berdasarkan asal mulanya (biogenesis) dan hubungannya
dengan asam amino, alkaloid dibagi menjadi tiga kelas, yaitu: (1) True alkaloid, (2)
Proto alkaloid, dan (3) Pseudo alkaloid(seperti yang telah dijelaskan sebelumnya).

Sedangkan beberapa ahli mengklasifikasikan alkaloid sebagai berikut


Klasifikasi alkaloid
Berdasarkan taksonomi
Berdasarkan taksonomi seperti Solanaceaos, papilionaceae tanpa keterangan dari
sifat kimianya
Berdasarkan Biosintesis
Pengelompokan alkaloid berdasarkan biosintesis didasarkan oleh typeprekursor atau
senyawa pembangun yang digunaan tumbuh-tumbuhan untukmensintesis struktur
kompleks. Contoh Morphine, Papaverine, nicotine, tubocurarin dan calchicins dalam
penilalanin dan basa tirosin
Berdasrkan klasifikasi kimia
Pengelompokakn ini didasari oleh struktur cincin
1.nonheterosiklik alkaloid
herodinine (Horedeum Vulgare) Ephedrine (Ephendragerardiana), gentaeceae
2.heterosiklik alkaloida
a. pyrole-pyrrolidin
hygrinesCoca sp
b.pyrrolizine
seneciphylline, Senecia sp
c. pyudrin dan piperidine
Lobaline,piperidine. Ricinine

d.

piperidine(triptofan)
hyoscyomine, Atropine Hyoscine-Solanceae Cocan sp

e. Quinoline
Quinine, quinidine (Cinchona bark) Cinchonime. Cinchonidine dan Cusparin
f. Iso quinolin
Papavarine, NArceine Emitine dan Cephalin
g.Reduce isoquinoline
Baldine (Peumus Baldus)
h.Nur lupinane
Spartine,luponine
i. Indole alkaloida
Yohimbine, Vincristin dan lain-lain

D.

Isolasi Alkaloid

Satu-satunya sifat kimia alkaloid yang paling penting adalah kebasaannya. Metode
pemurnian dan pencirian ialah umumnya mengandalkan sifat ini, dan pendekatan
khusus harus dikembangkan untuk beberapa alkaloid misalnya rutaekarpina,
kolkhisina, risinina) yang tidak bersifat basa.
Umumnya isolasi bahan bakal sediaan galenik yang mengandung alkaloid dilakukan
dengan beberapa cara, yaitu :
1.
Dengan menarik menggunakan pelarut-pelarut organik berdasarkan azas
Keller. Yaitu alkaloida disekat pada pH tertentu dengan pelarut organik. Prinsip
pengerjaan dengan azas Keller yaitu alkaloida yang terdapat dalam suatu bakal
sebagai bentuk garam, dibebaskan dari ikatan garam tersebut menjadi alkaloida
yang bebas. Untuk itu ditambahkan basa lain yang lebih kuat daripada basa
alkaloida tadi. Alkaloida yang bebas tadi diekstraksi dengan menggunakan pelarut
pelarut organic misalnya Kloroform. Tidak dilakukan ekstraksi dengan air karena
dengan air maka yang masuk kedalam air yakni garamgaram alkaoida dan zat-zat
pengotor yang larut dalam air, misalnya glikosida-glikosida, zat warna, zat
penyamak dan sebagainya. Yang masuk kedalam kloroform disamping alkaloida
juga lemaklemak, harsa dan minyak atsiri. Maka setelai alkaloida diekstraksi
dengan kloroform maka harus dimurnikan lagi dengan pereaksi tertentu. Diekstraksi
lagi dengan kloroform. Diuapkan, lalu didapatkan sisa alkaloid baik dalam bentuk

hablur maupun amorf. Ini tidak berate bahwa alkaloida yang diperoleh dalam
bentuk murni, alkaloida yang telah diekstaksi ditentukan legi lebih lanjut. Penentuan
untuk tiap alkaloida berbeda untuk tiap jenisnya. Hal-hal yang harus diperhatikan
pada ekstraksi dengan azas Keller, adalah :
a.
Basa yang ditambahkan harus lebih kuat daripada alkaloida yang akan
dibebaskan dari ikatan garamnya, berdasarkan reaksi pendesakan.
b.
Basa yang dipakai tidak boleh terlalu kuat karena alkaloida pada umumnya
kurang stabil. Pada pH tinggi ada kemungkinan akan terurai, terutama dalam
keadaan bebas, terlebih bila alkaloida tersebut dalam bentuk ester, misalnya :
Alkaloid Secale, Hyoscyamin dan Atropin.
c.
Setelah bebas, alkaloida ditarik dengan pelarut organik tertentu, tergantung
kelarutannya dalam pelarut organik tersebut.

Alkaloid biasanya diperoleh dengan cara mengekstraksi bahan tumbuhan memakai


air yang diasamkan yang melarutkan alkaloid sebagai garam, atau bahan tumbuhan
dapat dibasakan dengan natrium karbonat dan sebagainya dan basa bebas
diekstaksi dengan pelarut organik seperti kloroform, eter dan sebagainya. Radas
untuk ekstraksi sinabung dan pemekatan khusunya digunakan untuk alkaloid yang
tidak tahan panas. Beberapa alkaloid menguap seperti,nikotina dapat dimurnikan
dengan cara penyulingan uap dari larutanmyang diabasakan. Larutan dalam air
yang bersifat asam danmmengandung alkaloid dapat dibasakan dan alkaloid
diekstaksim dengan pelarut organik , sehingga senyawa netral dan asam yang
mudah larut dalam air tertinggal dalam air. Cara lain yang berguna untuk
memperoleh alkaloid dari larutan asam adalah dengan penjerapan menggunakan
pereaksi Lloyd. Kemudian alkaloid dielusi dengan dammar XAD-2 lalu diendapkan
dengan pereaksi Mayer atau Garam Reinecke dan kemudian endapan dapat
dipisahkan dengan cara kromatografi pertukaran ion. Masalah yang timbul pada
beberapa kasus adalah bahwa alkaloid berada dalam bentuk terikat yang tidak
dapat dibebaskan pada kondisi ekstraksi biasa. Senyawa pengkompleksnya
barangkali polisakarida atau glikoprotein yang dapat melepaskan alkaloid jika
diperlakukan dengan asam.

2.
Pemurnian alkaloida dapat dilakukan dengan cara modern yaitu dengan
pertukaran ion.
3.

Menyekat melalui kolom kromatografi dengan kromatografi partisi.

Cara kedua dan ketiga merupakan cara yang paling umum dan cocok untuk
memisahkan campuran alkaloid. Tata kerja untuk mengisolasi dan mengidentifikasi
alkaloid yang terdapat dalam bahan tumbuhan yang jumlahnya dalam skala
milligram menggunakan gabungan kromatografi kolom memakai alumina dan
kromatografi kertas.

E.
1.

Identifikasi Senyawa Alkaloid


Berdasarkan sifat spesifik.

Alkaloid dalam larutan HCl dengan pereaksi Mayer dan Bouchardhat


membentuk endapan yang larut dalam alkohol berlebih. Protein juga memberikan
endapan, tetapi tidak larut dalam dalam alcohol berlebih.
2.

Berdasarkan bentuk basa dan garam-nya / Pengocokan

Alkaloid sebagai basanya tidak larut dalam air, sebagai garamnya larut baik
dalam air. Sebaiknya pelarut yang digunakan adalah pelarut organik : eter dan
kloroform. Pengocokan dilakukan pada pH : 2, 7, 10 dan 14.Sebelum pengocokan,
larutan harus dibasakan dulu, biasanya menggunakan natrium hidroksida, amonia
pekat, kadang-kadang digunakan natrium karbonat dan kalsium hidroksida.
3.

Reaksi Gugus Fungsionil

a.

Gugus Amin Sekunder

Reaksi SIMON : larutan alkaloida + 1% asetaldehid + larutan na.


nitroprussida = biru-ungu.
Hasil cepat ditunjukkan oleh Conilin, Pelletierin dan Cystisin.
Hasil lambat ditunjukkan oleh Efedrin, Beta eucain, Emetin, Colchisin dan
Physostigmin.
b.

Gugus Metoksi

Larutan dalam Asam Sulfat + Kalium Permanganat = terjadi formaldehid,


dinyatakan dengan reaksi SCHIFF. Kelebihan Kalium Permanganat dihilangkan
dengan Asam Oksalat.
Hasil positif untuk Brucin, Narkotin, koden, Chiksin, Kotarnin, Papaverin, Kinidin,
Emetin, Tebain, dan lain-lain
c.

Gugus Alkohol Sekunder

Reaksi SANCHES : Alkaloida + Larutan 0,3% Vanilin dalam HCl pekat, dipanaskan
diatas tangas air = merah-ungu.Hasil positif untuk Morfin, Heroin, Veratrin, Kodein,
Pronin, Dionin, dan Parakonidin.
d. Gugus Formilen
Reaksi WEBER & TOLLENS :
Alkaloida + larutan Floroglusin 1% dalam Asam Sulfat (1:1),
panaskan = merah.
Reaksi LABAT :
Alkaloida + Asam Gallat + asam Sulfat pekat, dipanaskan diatas tangas air = hijaubiru.
Hasil positif untuk Berberin, Hidrastin, Kotarnin, Narsein, Hidrastinin, narkotin, dan
Piperin.
e. Gugus Benzoil
Reaksi bau : Esterifikasi dengan alcohol + Asam Sulfat pekat = bau ester.
Hasil positif untuk Kokain, Tropakain, Alipin, Stivakain, Beta eukain, dan lain-lain.
f. Reaksi GUERRT
Alkaloida didiazotasikan lalu + Beta Naftol = merah-ungu.
Hasil positif untuk kokain, Atropin, Alipin, Efedrin, tropakain, Stovakain, Beta eukain,
dan lain-lain.
g. Reduksi Semu
Alkaloida klorida + kalomel + sedikit air = hitam Tereduksi menjadi logam raksa.
Raksa (II) klorida yang terbentuk terikat dengan alkaloid sebagai kompleks.
Hasil positif untuk kokain, Tropakain, Pilokarpin, Novokain, Pantokain, alipin, dan
lain-lain.
h. Gugus Kromofor
Reaksi KING :
Alkaloida + 4 volume Diazo A + 1 volume Diazo B + natrium Hidroksida = merah
intensif. Hasil positif untuk Morfin, Kodein, Tebain dan lain-lain.
Reaksi SANCHEZ :

Alkaloida + p-nitrodiazobenzol (p-nitroanilin + Natrium Nitrit + Natrium Hidrolsida)


= ungu kemudian jingga. Hasil positif untuk alkaloida opium kecuali Tebain, Emetin,
Kinin, kinidin setelah dimasak dengan Asam Sulfat 75%.
4.
a.

Pereaksi untuk analisa lainnya


Iodium-asam hidroklorida

Merupakan pereaksi untuk golongan Xanthin. Digunakan untuk pereaksi


penyemprot pada lempeng KLT (Kromatografi Lapis Tipis) dimana akan memberikan
hasil dengan noda ungu-biru sampai coklat merah.
b.

Iodoplatinat

Pereaksi untuk alkaloid, juga sebagai pereaksi penyemprot pada lempeng KLT
dimana hasilnya alkaloid akan tampak sebagai noda ungu sampai biru-kelabu.
c.

Pereaksi Meyer (Larutan kalium Tetraiodomerkurat)

Merupakan pereaksi pengendap untuk alkaloid.

4.

Kegunaan Alkaloida

Alkaloida telah dikenal selama bertahun-tahun dan telah menarik perhatian


terutama karena pengaruh fisiologisnya terhadap binatangmenyusui dan
pemakainnya di bidang farmasi, tetapi fungsinya dalam tumbuhan hampir sama
sekali kabur. Beberapa mendapat mengenai kemungkinan perannya ialah sebagai
berikut :
Salah satu pendapat yang dikemukakan pertama kali, sekarang tidak dianut lagi,
ialah bahwa alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti urea dan
asam urat hewan.
Beberapa alkaloid mungkin bertindak sebagai tendon penyimpanan nitrogen
meskipun banyak alkaloid ditimbun dan tidak mengalami metabolisme lebih lanjut
meskipun sangat kekurangan nitrogen.
Pada beberapa kasus, alkaloid dapat melindungi tumbuhan dariserangan parasit
atau pemangsa tumbuhan. Meskipun dalam beberapa peristiwa bukti yang
mendukung fungsi ini tidak dikemukakan, ini barangkali merupakan konsep yang
direka-reka dan bersifat manusia sentries.
Alkaloid dapat berlaku sebagai pengatur tumbuh karena segi struktur, beberapa
alkaloid menyerupai pengatur tumbuh. Beberapa alkaloid merangsang
perkecambahan, yang lainnya menghambat.

Semula disarankan oleh Liebig bahwa alkaloid, karena sebagian bersifat basa, dapat
mengganti basa mineral dalam mempertahankan kesetimbangan ion dalam
tumbuhan. Sejalan dengan saran ini, pengamatan menunjukkan bahwa pelolohan
nikotina ke dalam biakan akar tembakau meningkatkan ambilan nitrat. Alkaloid
dapat pula berfungsi dengan cara pertukaran dengan kation tanah.

Berikut adalah beberapa contoh senyawa alkaloid yang telah umum dikenal dalam
bidang farmakologi :

Senyawa Alkaloid
(Nama Trivial)

Aktivitas Biologi

Nikotin

Stimulan pada syaraf otonom

Morfin

Analgesik

Kodein

Analgesik, obat batuk

Atropin

Obat tetes mata

Skopolamin

Sedatif menjelang operasi

Kokain

Analgesik

Piperin

Antifeedant (bioinsektisida)

Quinin

Obat malaria

Vinkristin

Obat kanker

Ergotamin

Analgesik pada migraine

Reserpin

Pengobatan simptomatis disfungsi ereksi

Mitraginin

Analgesik dan antitusif

Vinblastin

Anti neoplastik, obat kanker

Saponin

Antibakteri

BAB III
KESIMPULAN

1.
Alkaloid adalah Kelompok senyawa yang mengandung nitrogen dalam bentuk
gugus fungsi amin. Pada umumnya, alkaloid mencakup senyawa bersifat basah
yang mengandung 1/ lebih atom nitrogen,
2.
Alkaloida tidak mempunyai tatanama sistematik. Oleh karena itu suatu
alkaloida dinyatakan dengan nama trivial, misalnya kuinin,morfin, dan stiknin.
3.
Umumnya mempunyai 1 atom N meskipun ada beberapa yang memiliki lebih
dari 1 atom N seperti pada Ergotamin yang memiliki 5 atom N. Atom N ini dapat
berupa amin primer, sekunder maupun tertier yang semuanya bersifat basa (tingkat
kebasaannya tergantung dari struktur molekul dan gugus fungsionalnya)

4.
Klasifikasi alkaloid dapat berdasarkan taksonomi, berdasarkan Biosintesis dan
berdasrkan klasifikasi kimia (nonheterosiklik alkaloid, herodinine (Horedeum
Vulgare) Ephedrine (Ephendragerardiana), gentaecea, heterosiklik alkaloida).

DAFTAR PUSTAKA

Anonym, http://www.membuatblog.web.id/2010/03/senyawa-alkaloid.html, diakses


30 April 2012.
anonym , http://id.wikipedia.org/wiki/Alkaloid, diakses 30 April 2012.
Linda Sutriani, Wahyu, S.Ked, http://medicafarma.blogspot.com/2009/01/berawaldari-persamaan-tujuan-untuk.html, diakses 30 April 2012.

Anonim. Alkaloid : Senyawa Organik Terbanyak di Alam. www.chem-is-try.org.


diakses 30 April 2012.
Sovia Lenny. 2006. Senyawa Flavonoid, Fenil Propanoida dan Alkaloida.
http://library.usu.ac.id/download/fmipa/06003489.pdf. diakses 30 April 2012.
Anonim. 1982. Card System dan Reaksi Warna. ARS-PRAEPARANDI Institut Teknologi
Bandung. Bandung.
Anonim. 2009. Alkaloid. www.dieno.wordpress.com diakses 30 April 2012.
Trevor Robinson. 2000. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerbit ITB.
Bandung.
Anonim. 1970. Galenika I-II. HMF ARS-PRAEPARANDI. Bandung.
Egon Stahl. 1985. Analisis obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Penerbit ITB.
Bandung.

BAB II
ISI

I.

Deskripsi Alkaloid Isokuinolin

Kata alkaloid pertama kali diperkenalkan oleh W. Meisner pada awal abad 19 untuk
senyawa bahan alam yang bereaksi seperti basa. Alkaloid adalah senyawa nitrogen
organik, lazimnya bagian cincin heterosiklik, bersufat basa, sering bersifat optis
aktif dan kebanyakan berbentuk kristal.
Alkaloid dapat digolongkan sebagai berikut :
1.

Alkaloid sejati

Alkaloid sejati adalah senyawa yang mengandung nitrogen pada struktur


heterosiklik, struktur kompleks, distribusi terbatas yang menurut beberapa ahli
hanya ada pada tumbuhan. Alkaloid sejati ditemukan dalam bentuk garamnya dan
dibentuk dari asam amino sebagai bahan dasar biosintesis.
2.

Pseudoalkaloid

Pseudoalkaloid memiliki sifat seperti alkaloid sejati tetapi tidak diturunkan dari
asam amino. Contoh : isoprenoid, terpenoid (coniin), dan alkaloid steroidal
(paravallarine).
3.

Protoalkaloid

Protoalkaloid adalah senyawa amin sederhana dengan nitrogen tidak berada pada
cincin heterosiklik. Contoh : mescaline, betanin, dan serotonin.
Penggolongan alkaloid berdasarkan struktur cincin atau inti yang dimiliki, yaitu :
1. Alkaloid Piridin-Piperidin
2. Alkaloid Tropan
3. Alkaloid Quinolin
4. Alkaloid Isoquinolin
5. Alkaloid Indol
6. Alkaloid Imidazol
7. Alkaloid steroid
8. Alkaloid Amin
9. Basa Purin

Alkaloid Isoquinolin

Isoquinoline alkaloid berhubungan dengan quinoline alkaloid dan merupakan suatu


divisi penting dari keluarga alkaloid. Isoquinoline alkaloid dapat dibagi menjadi
beberapa sub-kelas, antara lain terdiri dari unsur-unsur seperti isoquinolines
sederhana, benzylisoquinolines, phthalideisoquinolines, protopines, alkaloid morfin,
protoberberines serta alkaloid ipecac.
Misalnya isoquinolines sederhana adalah alkaloid dari mescaline atau kaktus
Lopophora willamsii seperti mescaline, sementara benzylisoquinolines adalah
alkaloid yang terdiri dari opium poppy 's papaverine. di sisi lain,
phthalideisoquinolines mencangkup semua narcotine. Protopines dibatasi pada
family poppy yang terdiri dari opium dan protoberberines termasuk berberin,
hydrastine, dan canadine diantaranya. Protoberberines berasal dari Berberis ssp .
Morfin alkaloid termasuk morfin, kodein dan thebaine semua dari keluarga opium

poppy, sedangkan ipecac alkaloid terdiri emetine emetik alkaloid yang diperoleh
dari ipecacuanha.
Bentuk alkaloid Isoquinoline terdiri dari alkaloid narkotika yang umumnya ada pada
anggota keluarga opium atau Papaveraceae seperti opium poppy atau Papaver
somniferum. Bahkan, ketika kita menggunakan istilah narkotika, umumnya
menunjuk pada penghilang rasa sakit, alkaloid yang sangat adiktif yang mencakup
zat-zat seperti morfin dan kodein. Morfin berasal dari kata the Greek God of sleep
Morpheus, sedangkan khusus soubriquet dari opium poppy atau somniferum yang
jika diterjemahkan ke bahasa latin berarti 'tidur'.
Obat-obat penting yang berasal dari alkaloid isoquinolin adalah ipekak, emetin,
hidrastin, sanguinaria, kurare, tubokurarin, berberin, dan opium. Meskipun alkaloid
isoquinolin memiliki struktur yang kompleks tetapi biosintetsisnya sangat
sederhana. Alkaloid isoquinolin merupakan hasil kondensasi derivat feniletilamin
dengan derivat fenilasetaldehid dimana kedua senyawa ini merupakan derivat dari
fenilalanin dan tirosin.
Alkaloid Isoquinolin Mempunyai 2 cincin karbon mengandung 1 atom nitrogen
denganstruktur inti :

Gambar. Struktur Inti Alkaloid Isokuinolin


1. Morfin
Penggunaan morfin khusus pada nyeri hebat akut dan kronis , seperti pasca bedah
dan setelah infark jantung, juga pada fase terminal dari kanker.Morfin sering
diperlukan untuk nyeri yang menyertai :
1). Infark miokard;
2). Mioplasma;
3). Kolik renal atau kolik empedu ;
4). Oklusio akut pembuluh darah perifer , pulmonal atau koroner;
5). Perikarditis akut, pleuritis dan pneumotoraks spontan dan
6). Nyeri akibat trauma misalnya luka bakar , fraktur dan nyeri pasca-bedah.

Morfin diperoleh dari biji dan buah tumbuhan Papaver somniferum dan P.
Bracheatum (fam : Papaveraceae) salah satu hasil tanaman ini berupa hasil
sadapan dari getah buah yang dikenal sebagai opium yang berarti candu, Candu
merupakan ibu dari morfin, mulanya dikembangkan sebagai obat penghilang rasa
sakit sekitar tahun 1810. Morfin dikategorikan sebagai obat yang ajaib karena
mampu mengurangi rasa sakit akibat operasi atau luka parah. Pada saat
dikonsumsi, obat ini menyebabkan penggunanya berada dalam kondisi mati rasa
sekaligus diliputi perasaan senang/ euforia seperti sedang berada dalam alam
mimpi. Oleh karena efek sampingnya yang berupa euforia ini, pada tahun 1811
obat ini diberi nama Morpheus sama seperti nama dewa mimpi Yunani oleh Dr.
F.W.A.
Serturner, seorang ahli obat dari Jerman. Pertengahan tahun 1850, morfin telah
tersedia di seluruh Amerika Serikat dan semakin populer dalam dunia kedokteran.
Morfin dimanfaatkan sebagai obat penghilang rasa sakit yang membuat takjub
dokter-dokter pada masa itu. Sayangnya, ketergantungan terhadap obat tersebut
terlewatkan, tidak terdeteksi sampai masa Perang Saudara berakhir. Dengan
adanya penggunaan yang berlebihan yang terus menerus ataupun kadang-kadang
dari suatu obat yang secara tidak layak atau menyimpang dari norma pengobatan
yang lazim maka hal tersebut dikatakan drug abuse terlebih lagi apabila pada
pemakaian morfin sebagai obat keras.
Morfin tergolong kedalam hard drugs yakni zat-zat yang pada penggunaan kronis
menyebabkan perubahan perubahan dalam tubuh si pemakai, sehingga
penghentiannya menyebabkan gangguan serius bagi fisiologi tubuh, yang disebut
gejala penarikan atau gejala abstimensi. Gejala ini mendorong bagi si pecandu
untuk terus menerus menggunakan zat zat ini untuk menghindarkan timbulnya
gejala abstimensi. Dilain pihak , dosis yang digunakan lambat laun harus
ditingkatkan untuk memperoleh efek sama yang dikehendaki (toleransi). Hard drugs
menyebabkan ketergantungan fisik (ketagihan ) hebat dan menyebabkan toleransi
terhadap dosis yang digunakan.
2. Emetina
Senyawa ini berfunsi sebagai emetik dan ekspektoran, diperoleh dari akar
tumbuhan Cephaelis ipecacuanha dan C. Acuminata (fam : Rubiaceae)
3. Hidrastina dan Karadina
Senyawa ini berasal dari tumbuhan Hydrastis canadensis (fam : Ranunculaceae)
dikenal pula sebagai Yellowroot; bagian yang digunakan berupa umbi akar
berkhasiat sebagai adstrigensia pada radang selaput lendir.
4. Beberina

Berupa akar dan umbi akar dari tumbuhan Berberis vulgaris (dari Oregon), B.
Amition (dari Himalaya), dan B. aristaca (India) dari familia Berberidaceae yang
berguna sebagai zat pahit/amara dan antipiretik.

II.

Ekstraksi dan Isolasi Alkaloid Isokuinolin

Bahan tanaman, terutama biji dan daun, sering banyak mengandung lemak, lilin
yang sangat non polar. Karena senyawa-senyawa tersebut dipisahkan dari bahan
tanaman sebagai langkah awal dengan cara pelarutan dengan petroleum eter
(Harjono, 1996).
Kebanyakan alkaloid tidak larut dalam petroleum eter. Namun ekstrak harus selalu
dicek untuk mengetahui adanya alkaloid dengan menggunakan salah satu pereaksi
pengendap alkaloid. Bila sejumlah alkaloid larut dalam petroleum eter, maka bahan
tanaman pada awal ditambah dengan asam berair untuk mengikat alkaloid sebagai
garamnya. Prosedur ini telah digunakan untuk mengekstrak ergotamine dari
cendawan ergot Claviceps purpurea (Cordell, 1981).

Gambar. Ekstraksi Bahan Tanaman yang Mengandung Alkaloid (Harjono, 1996)


Setelah lemak dipisahkan, beberapa pilihan prosedur tersedia. Bahan tanaman
dapat diekstrak dengan air, dengan etanol atau methanol, dengan alcohol berair,
atau dengan larutan alcohol berair yang diasamkan. Kebanyakan alkaloid yang
terdapat dalam tanaman sebagai garam organic dan garam-garam tersebut lazim
larut dalam etanol 95%.
Pigmen gula dan konstituen sekunder organic lain hamper terpisah sempurna dalam
alcohol, tetapi banyak garam organic dan anorganic yang lebih kompleks hanya
terpisah sebagian.
Larutan alcohol kemudian diuapkan hingga diperoleh sirup kental dan residu
dipartisi antara larutan asam berair dan pelat\rut organic. Pada keadaan ini sering
terjadi emulsi atau endapan. Larutan basa berair diekstrak dengan pelarut organic
yang cocok biasanya kloroform atau etil asetat. Larutan yang mengandung alkaloid
dikeringkan dengan Na2SO4 , disaring dan diuapkan dalam vakum untuk
mendapatkan sisa alkaloid kotor. Larutan basa berair kemungkinan mengandung
alkaloid kuartener dan biasanya ditest dengan pereaksi pengendapan alkaloid.
Alkaloid dapat dipisahkan dari komponen yang larut dalam air dengan pengendapan
sebagai garam Reineckate, berikut disaring dan endapan kompleks direaksikan
dengan aseton-air (Harjono, 1996).

Gambar. Bagan Isolasi Morfin dari Opium

Isolasi Morfin dari Opium


1.
Buatlah larutan 1 N asam klorida (HCl). Cara membuat : Ambil 6,54 ml HCl 25
% (7,32 g), larutkan ke dalam 20 ml H2O kemudian adkan hingga 50 ml dengan
H2O.
2.

Larutkan 5 g opium dalam 35 - 50 ml HCl 1 N.

3.
Tuang ke dalam Erlenmeyer bertutup dengan menggunakan corong pisah,
kemudian tambahkan 30 ml Eter kocok kuat
4.
Pisahkan lapisan yang terbentuk. Terdapat 2 lapisan yaitu lapisan air dan
lapisan eter. Buang lapisan eter dan ambil lapisan airnya.
5.

Lapisan air di kocok kembali dengan eter.

6.

Terbentuk 2 lapisan kembali, ambil lapisan airnya.

7.
Buatlah larutan sodiumhydroxide (NaOH) pH 7. Tambahkan ke dalam lapisan
air. Morfin akan mengendap.

III.

Identifikasi Alkaloid Isokuinolin

Berdasarkan gugus fungional yang dimiliki oleh alkaloid isokuinolin maka dilakukan
reaksi warna, yaitu:
a.

Marquis

2 tetes formalin + H2SO4 (p)


dapat diamati perubahan warna spesifik zat
b.

Frohde

Larutan NH4 molibdat (0,5 % dalam air) + H2SO4 (p) (+)


dapat diamati perubahan warna yang spesifik pada tiap zat
c.

King, reaksi untuk identifikasi gugus kromofor

Larutan uji + pereaksi Diazo (A:B = 1:4) + NaOH merah intensif

terjadi perubahan warna menjadi merah, yang makin intensif setelah penambahan
NaOH
d.

Sanchez, reaksi untuk identifikasi gugus kromofor

Larutan uji + pnitrodiazobenzol (pnitroanilin + NaNO2 + NaOH)


terjadi perubahan warna bila ditambahkan H2SO4 (dil)
e.

Pesez

Zat + H2SO4 + larutan KBr (panaskan di atas penangas air) hijau, ditarik oleh
CHCl3biru hijau
dapat diamati perubahan warna menjadi hijau yang akan tertarik oleh CHCl3
menjadi biru hijau
f.

Reaksi Gabretti

Zat + H2SO4 (p) panaskan hingga muncul warna rosa lemah, kemudian tambahkan
kloralhidrat hingga muncul warna yang spesifik pada tiap zat
g.

Reaksi Deniges, reaksi untuk identifikasi gula tertutup

Larutan zat + air + NH4OH berlebih + 1 tetes CuSO4 (dil)


h.

Reaksi Labat, reaksi untuk identifikasi gugus formylen

Zat + asam gallat +H2SO4 (p) di atas penangas air


i.

Reaksi Lewin

Zat + 0,1 % trifomixin / formalidoxin

Alkaloida Opium
Turunan fenantren: morfin, heroin, dionin, thebain, kodein, larcein, dll
Turunan isochinolin: papaverin, nercein, narcitin
Reaksi umum:
a.

Marquis: ungu

b.

Frohde: (+)

c.

King: merah intensif

d.

Sanchez: ungu jingga

e.
Pesez: warna hijau pada larutan berubah bila ditarik dengan CHCl3, tetapi
hasil negatif pada golongan isochinolin

Tabel. Identifikasi Reaksi Warna Terhadap Alkaloid


Alkaloid
Hasil reaksi Sanchez
Hasil reaksi King
Hasil reaksi Pesez
Apomorphin
Heroin
+
+
+
Thebain
+
+
Narcein
Narcotin
-

Papaverin
Paracodin
+
+
Lemah
Dicodid
+
Eucodal
+
Dilaudid
+
Perenin
+
Lemah
+
Morphin

+
+
+
Codein
+
+
+
Dionin
+
+
+

1.

Berberina

Gambar . Struktur kimia Berberina


Identifikasi
1. Edmann: hijau kuning
2. H2SO4 (p): hijau olive
3. Frohde: coklat ungu
4. Reaksi Klunge: endapan merah darah
5. Bouchardat: muncul endapan kristalisasi, yang dengan penambahan spir menjadi
Kristal jarum panjang
6. Formillen: (+)
7. Reaksi Kristal:
a. KNO3/NaBr: jarum
b. HgCl2: Kristal

2.

Cephaelin

Gambar . Struktur kimia Cephaelin


Identifikasi
1.
Preparasi: larutkan dalam NaOH dikocok dengan eter, emetin tertarik
cephalinnat tidak tertarik
2.

Frohde: biru hijau

3.

Sachez: ungu berubah jingga bila ditambahkan H2SO4 encer

4.

Gugus methoxyl: (+)

3.

Kodein

Gambar . Struktur kimia Kodein


Identifikasi
1.

King, Sanchez, Mayer, Pesez: (+)

2.

Frohde: kuning-hijau-biru

3.

Gugus methoxyl: (+)

4.

Mandellin: hijau biru

5.

Marquis: ungu cepat

6.

FeCl3: (-), yang membedakan dengan morfin

7.

Tidak mereduksi K3Fe(CN)6

8.

Reaksi Gabretti: hijau biru

9.

Reaksi Lewin: gentian biru

10. Reaksi Kristal


a.

HgCl2

b.

Mayer + spir, uapkan

c.

Asam pikrolon

4.

Emetin

Gambar . Struktur kimia Emetin


Identifikasi
1.

Penambahan H2SO4: coklat

2.

Frohde: hijau coklat

3.

Gugus methoxyl: (+)

4.

Gugus amin sekunder: (+)

5.
Zat dalam HCl (p) + larutan KClO3 atau H2O2 lalu dipanaskan, menghasilkan
warna kuning jingga yang akan hilang bila diencerkan dengan air tapi berflouresensi
biru

5.

Heroin

Gambar . Struktur kimia Heroin


Identifikasi
1.

King, Sanchez, Mayer, Pesez: (+)

2.

Bouchardat: (+)

3.

Frohde: ungu hijau

4.

Marquis: merah sampai ungu bitu

5.

Larutan dalam H2SO4 (dil) + H2SO4 (p) + spir: bau etil asetat

6.

Serulas & Lefort: lapisan CHCl3 berwarna ungu

7.

penambahan FeCl3 + K3Fe(CN)6: biru berlin

8.

penambahan vanillin + HCl: merah ungu

9.
penambahan H2SO4 + KBr dipanaskan di atas penangas air hijau, dapat
ditarik oleh CHCl3

10. Hidroksilamin / NaOH + FeCl3: ungu


11. Reaksi Kristal
a.

Dragendorf

b.

HgCl2

6.

Hydrastin

Gambar . Struktur kimia Hydrastin


Identifikasi
1.

Gugusan Methoxyl: (+)

2.

Gugusan formylen: (+)

3.

Frohde: kuning hijau

4.

H2SO4: kuning, ungu

5.

Mandellin: merah jingga merah coklat

6.

Marquis: kuning merah sampai coklat

7.

Penambahan KMnO4 atau asam: flouresensi biru

8.

Reaksi Kristal

a.

Asam piknolon

b.

K4Fe(CN)6

9.

Reaksi dengan kaporit: merah darah

7.

Hydrastinine

Gambar . Struktur kimia Hydrastinine


Identifikasi
1.

Gugus formylen: hijau biru (+)

2.

Frohde: hijau

3.

Oksidasi dengan KMnO4 + pereaksi Schiff: ungu

4.

Zat + H2SO4 + NaNO2: merah sampai kuning

5.

Reaksi Kristal:

a.

HgCl2

b.

Asam piknolon

c.

K4Fe(CN)6

8.

Morphin

Gambar . Struktur kimia Morfin


Identifikasi
1.

Marquis: ungu segera

2.

Sanchez, King, Pesez: (+)

3.

Serulas dan Lefort:

Larutan dalam H2SO4 (dil) + larutan KI + CHCl3 (dikocok) akan memberikan warna
ungu pada lapisan CHCl3
4.

Reaksi Gabretti: ungu

5.

Reaksi Kristal:

a.

HgCl2

b.

Dragendorf

c.

Mayer

9.

Papaverin

Gambar . Struktur kimia Papaverinum


Identifikasi

1.

Penambahan H2SO4 (p): ungu, terkadang hijau

2.

Frohde: ungu merah kersen

3.

Erdman: ungu

4.

Mandellin: hijau biru sampai biru

5.

Marquis: ungu sampai coklat rosa

6.

HNO4: kuning

7.

Gugusan Methoxyl: (+)

8.

Reaksi Kristal

a.
b.

HgCl
K3Fe(CN)6 dengan sedikit pemanasan

10. Thebain

Gambar . Struktur Kimia Thebain


Identifikasi
1.

King : (+)

2.

Gugusan Methoxyl: (+)

3.
Penambahan H2SO4 (p): jingga kemerahan, bila dipanaskan menjadi biru
kelabu
4.

Marquis: coklat jingga

5.

Frohde: coklat jingga

6.

Erdman: Merah atau kuning kemerahan

7.

Flouresensi:

a.
Dengan penambahan NH4OH: biru atau ungu lemah, menjadi biru muda
setelah dibiarkan selama satumalam.
b.

Dengan penambahan H2SO4: ungu terang

8.
Larutan zat + Na-salisilat: terbentuk endapan kemudian residu ditambahkan
H2SO4, dapat diamati perubahan warna biru menjadi merah lalu kembali biru.
9.
a.
b.

IV.

Reaksi Kristal:
Bouchardat
KOH padat

Penetapan Kadar Alkaloid Isokuinolin

Obat opiat yang terdapat dalam heroin dapat diukur dengan menggunakan salah
satu metode yaitu, GC (Kromatografi Gas) atau HPLC (Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi). Ketika GC digunakan, sampel sering diderivatisasi. Kuantifikasi saat
menggunakan proses ini membuat asumsi bahwa sampel telah diderivatisasi
sepenuhnya dan secara kuantitatif. Pengerjaan semacam ini juga menghalangi
masalah yang terkait dengan transasetilasi jika obat tidak diperlakukan dengan cara
ini. Selain itu, bagaimanapun, proses derivatisasi menambah langkah lebih lanjut
untuk analisis yang dapat mengakibatkan kerusakan sampel atau kontaminasi. Hal
ini adalah alasan-alasan untuk beberapa laboratorium melaksanakan identifikasi
heroin dengan menggunakan GC-MS dan kemudian mengukur sampel dengan
menggunakan HPLC. Contoh kuantifikasi menggunakan kedua metode GC dan HPLC
dibahas dalam bagian berikut.

Ketika mengukur opiat dengan HPLC, sejumlah prinsip dasar pertama harus
dipertimbangkan sebelum proses kuantifikasi dilakukan.

1.

Pengukuran Heroin dengan GC (Kromatografi Gas)

Dalam contoh ini, analisis kromatografi gas dilakukan untuk menentukan kuantitas
diamorfin dalam sampel. Data kalibrasi yang diperoleh disajikan dalam Tabel 5.4.
Sampel dilarutkan pada konsentrasi 1 mg ml-1 dalam pelarut yang cocok. Dari hasil
yang diperoleh (lihat Tabel 5.5), dimungkinkan untuk menentukan kuantitas
diamorfin terdapat dalam sampel ini, dan memberikan jawaban pada persentase
dasar.

Tabel. Data Kalibrasi yang diperoleh dari Analisis Kromatografi Gas

Tabel. Data Analisis Sampel Heroin dari Kromatografi Gas


Namun, dalam rangka untuk menetapkan bahwa valid untuk menggunakan data
tersebut, grafik pertama harus diplot. Yang terakhir, harus dalam bentuk respons
relatif (yaitu daerah puncak diamorfin / daerah puncak baku internal) terhadap
konsentrasi obat. Data yang dibutuhkan untuk plot, diberikan dalam Tabel 5.6,
dengan menghasilkan grafik yang ditunjukkan pada Gambar 5.3.
Dengan menggunakan data ini, dimungkinkan untuk merumuskan suatu persamaan
regresi dengan menggunakan metode kuadrat-terkecil dan memecahkan
persamaan simultan berikut:

Nilai-nilai pada Tabel 5.6 dijumlahkan dan ketika jumlah nilai ini disubstitusikan ke
dalam persamaan 1 dan 2 di atas, persamaan regresi yang diperoleh adalah y =
1.168x + 0,007. Dalam rangka untuk memperoleh konsentrasi obat, rasio dari
respons (GC puncak area) dihitung untuk dua pengulangan (lihat Tabel 5.5),
menghasilkan masing-masing nilai 0,406 dan 0,401. Kemudian didapatkan rata-rata
(0,4035) dan nilai ini kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan regresi,
memberikan konsentrasi 0,34 mg ml-1. Ini dinyatakan sebagai persentase dari
konsentrasi awal (1 mg ml-1), menghasilkan nilai akhir 34%. Tidak ada koreksi
untuk garam atau basa bebas yang diperlukan dalam evaluasi ini.

Gambar. Kurva Kalibrasi Diamorfin dalam Sampel Heroin

Tabel. Kalibrasi dan Perhitungan Diamorfin dalam Sampel Heroin

2.

Pengukuran Heroin Dengan HPLC (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)

Ketika mengukur opiat dengan HPLC, sejumlah prinsip dasar pertama harus
dipertimbangkan sebelum proses kuantifikasi dilakukan.
Apa kriteria yang baik untuk pelarut yang akan digunakan untuk pengenalan
terhadap sampel heroin ke dalam sistem HPLC? Pertama, serbuk sampel yang akan
diperiksa harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih untuk injeksi ke dalam
sistem kromatografi. Kedua, pelarut harus sepenuhnya larut dengan fase gerak.

Untuk alasan inilah, metanol sering dipilih untuk analisis heroin, meskipun obat
tersebut tidak boleh dibiarkan dalam pelarut ini untuk waktu yang lama karena
risiko hidrolisis dari beberapa komponen-komponennya, misalnya
monoacetylmorphine dan diamorfin.
Baseline resolusi senyawa harus dicapai dalam kromatografi analisis sehingga tinggi
puncak atau daerah dapat ditetapkan untuk satu senyawa saja. Selain itu, sangat
penting bahwa kurva kalibrasi dalam HPLC dihasilkan dari batch yang sama dari
pelarut di mana terdapat sampel yang akan dianalisis. Hal ini penting karena
perbedaan kecil dalam pH dapat menyebabkan kepunahan koefisien yang berbeda
ketika mengukur serapan UV sehingga mengarah ke ketidakakuratan dalam proses
kuantifikasi.
Ketika mempersiapkan sebuah kurva kalibrasi, rentang yang cukup luas untuk
konsentrasi harus dipilih untuk memastikan bahwa konsentrasi sampel akan jatuh
pada rentang linier seperti pada kurva. Hal ini terutama berlaku untuk heroin di
mana lebar kisaran konsentrasi obat mungkin dihadapi dalam sampel.
Selanjutnya, ketika menyiapkan kurva kalibrasi, jika dua titik atau metode regresi
digunakan, larutan yang harus disuntikkan adalah dimulai dengan konsentrasi
terendah, kemudian meningkat menjadi konsentrasi tertinggi. Hal ini mengurangi
risiko kolom mengalami priming. Antara masing-masing larutan sampel, satu
suntikan pelarut yang digunakan tidak boleh digunakan untuk dua atau lebih
sampel yang berbeda. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa sistem
kromatografi bebas dari setiap pencemaran yang dapat menimbulkan hasil yang
tidak akurat.
Pengaturan kondisi berikut telah terbukti efisien dalam HPLC kuantifikasi heroin:

Kolom

: gel silika, 12,5 cm x 4,6 mm i.d.

Eluen
: isooktana / dietil eter / metanol / air / dietilamin
(40:325:225:15:0.65, berdasarkan volume)
Laju alir

: 2 ml min-1

Deteksi

: UV pada 230 nm

Sebuah pemisahan HPLC khusus dari opiat yang dapat dicapai dalam kondisi seperti
di atas, ditunjukkan pada Gambar 5.4.
Selain waktu retensi, jika deteksi dioda-array digunakan, konfirmasi lebih lanjut dari
masing-masing senyawa yang dielusi dapat dicapai dengan memperhatikan
spektrum ultraviolet yang diperoleh untuk sampel dan standar.

Bagaimana deteksi dioda-array membantu identifikasi analit?


Metode regresi single-point, dua poin, dan linier semua dapat digunakan untuk
kuantifikasi. Dari ketiga metode tersebut, metode regresi linier adalah yang paling
dapat diandalkan dan digambarkan di sini.
Sebuah sampel obat, ditemukan mengandung diamorfin, telah dihitung oleh HPLC.
Data kalibrasi yang diperoleh ditunjukkan pada Tabel 5.7.
Sampel, diketahui mengandung diamorfin, memberikan daerah puncak 115 604 dan
115 998 (dalam satuan sembarang) untuk dua sampel direplikasi. Dalam kasus ini,
kita ingin menghitung persentase diamorfin dalam sampel yang dilarutkan pada
konsentrasi 2,5mgml-1.

Gambar. Pemisahan Opiat pada HPLC

Tabel. Data Kalibrasi HPLC Sampel Heroin


Masalah ini dapat dipecahkan sebagai berikut. Dalam rangka untuk mengkonfirmasi
keabsahan dari data kalibrasi untuk kuantifikasi, respon grafik (yaitu tinggi puncak)
terhadap konsentrasi obat diplot (Gambar 5.5). Jika data terletak pada garis lurus,
maka data-data tersebut dapat digunakan untuk kuantifikasi.

Gambar. Kurva Kalibrasi HPLC Diamorfin dalam Sampel Heroin


Persamaan regresi yang diperlukan diperoleh dengan memecahkan secara simultan
sebagai berikut
persamaan:

menggunakan data yang diberikan dalam Tabel 5.8.

Tabel. Kalibrasi dan Perhitungan Diamorfin dalam Sampel Heroin

Ketika nilai-nilai ini disubstitusikan ke dalam persamaan 1 dan 2 di atas, kemudian


dipecahkan, kita memperoleh persamaan regresi, y = 165 + 8992 830x. Dalam
rangka untuk menghitung jumlah diamorfin dalam sampel, data nilai rata-rata (115

801) kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan regresi, menghasilkan


konsentrasi 0,64 mg ml-1. Namun, yang terakhir perlu dinyatakan sebagai
persentase dari konsentrasi awalnya (2,5 mg ml-1) dan memberikan nilai akhir
25,8% diamorfin dalam sampel.
Dalam beberapa kasus, data kalibrasi disediakan dalam bentuk garam diamorfin
(biasanya sebagai hidroklorida). Dalam keadaan seperti itu, lebih baik untuk
menghitung jumlah basis yang terdapat dalam sampel karena tidak akan dikenal
oleh pembentuk garam diamorfin tertentu yang akan ditemukan pada sampel yang
sedang diukur.

BAB III
PENUTUP

A.

Kesimpulan

1.
Alkaloid merupakan suatu senyawa bersifat basa yang secara umum bekerja
pada sistem saraf pusat, mempunyai atom nitrogen yang biasanya pada cincin
heterosiklis dan dibiosintesis dalam tumbuhan dari asam amino atau turunannya.
2.
Alkaloid Isokuinolin mempunyai 2 cincin karbon yang mengandung 1 atom
nitrogen dengan struktur inti:

3.
Berdasarkan gugus fungsional yang dimiliki oleh alkaloid isokuinolin, untuk
mengidentifikasinya, dapat dilakukan reaksi warna seperti: Marquis, Frohde, King,
Sanchez, Pesez, Gabretti, Deniges, Labat, Lewin.
4.
Penetapan Kadar Alkaloid Isokuinolin dapat dilakukan dengan cara
Kromatografi Gas dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
B.

Saran

Alkaloid Isokuinolin merupakan senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan dan
dapat bermanfaat sebagai bahan obat. Ilmu dan penelitian untuk memperoleh
senyawa tersebut masih tergolong langka dan dibutuhkan pengembangan lebih
lanjut.

Anda mungkin juga menyukai