Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik dan terdapat
di tetumbuhan (tetapi ini tidak mengecualikan senyawa yang berasal dari hewan). Asam amino, peptida,
protein, nukleotid, asam nukleik, gula amino dan antibiotik biasanya tidak digolongkan sebagai alkaloid.
Dan dengan prinsip yang sama, senyawa netral yang secara biogenetik berhubungan dengan alkaloid
termasuk digolongan ini.
1. Sifat-Sifat Fisika
Umumnya mempunyai 1 atom N meskipun ada beberapa yang memiliki lebih dari 1 atom N seperti pada
Ergotamin yang memiliki 5 atom N. Atom N ini dapat berupa amin primer, sekunder maupun tertier yang
semuanya bersifat basa (tingkat kebasaannya tergantung dari struktur molekul dan gugus fungsionalnya)
Kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan kristal tidak larut dengan titik lebur yang tertentu
atau mempunyai kisaran dekomposisi. Sedikit alkaloid yang berbentuk amorf dan beberapa seperti;
nikotin dan koniin berupa cairan.
Kebanyakan alkaloid tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa yang kompleks, species aromatik
berwarna (contoh berberin berwarna kuning dan betanin berwarna merah). Pada umumnya, basa bebas
alkaloid hanya larut dalam pelarut organik, meskipun beberapa pseudoalkalod dan protoalkaloid larut
dalam air. Garam alkaloid dan alkaloid quartener sangat larut dalam air.
2. Sifat-Sifat Kimia
Kebanyakan alkaloid bersifat basa. Sifat tersebut tergantung pada adanya pasangan elektron
padanitrogen.Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan nitrogen bersifat melepaskan elektron,
sebagai contoh; gugus alkil, maka ketersediaan elektron pada nitrogen naik dan senyawa lebih bersifat
basa. Hingga trietilamin lebih basa daripada dietilamin dan senyawa dietilamin lebih basa daripada
etilamin. Sebaliknya, bila gugus fungsional yang berdekatan bersifat menarik elektron (contoh; gugus
karbonil), maka ketersediaan pasangan elektron berkurang dan pengaruh yang ditimbulkan alkaloid dapat
bersifat netral atau bahkan sedikit asam. Contoh ; senyawa yang mengandung gugus amida.
Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa tersebut sangat mudah mengalami dekomposisi, terutama
oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen. Hasil dari reaksi ini sering berupa N-oksida. Dekomposisi
alkaloid selama atau setelah isolasi dapat menimbulkan berbagai persoalan jika penyimpanan
berlangsung dalam waktu yang lama. Pembentukan garam dengan senyawa organik (tartarat, sitrat) atau
anorganik (asam hidroklorida atau sulfat) sering mencegah dekomposisi. Itulah sebabnya dalam
perdagangan alkaloid lazim berada dalam bentuk garamnya.
KLASIFIKASI
Pada bagian yang memaparkan sejarah alkaloid, jelas kiranya bahwa alkaloid sebagai kelompok
senyawa, tidak diperoleh definisi tunggal tentang alkaloid. Sistem klasifikasi yang diterima, menurut
Hegnauer, alkaloid dikelompokkan sebagai (a) Alkaloid sesungguhnya, (b) Protoalkaloid, dan (c)
Pseudoalkaloid. Meskipun terdapat beberapa perkecualian.
(a) Alkaloid Sesungguhnya
Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas phisiologi yang luas,
hampir tanpa terkecuali bersifat basa; lazim mengandung Nitrogen dalam cincin heterosiklik ; diturunkan
dari asam amino ; biasanya terdapat aturan tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang
bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklik dan alkaloid quartener, yang bersifat agak asam
daripada bersifat basa.
(b) Protoalkaloid
Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen dan asam amino tidak terdapat
dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloid diperoleh berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat
basa. Pengertian amin biologis sering digunakan untuk kelompok ini. Contoh, adalah meskalin, ephedin
dan N,N-dimetiltriptamin.
(c) Pseudoalkaloid
Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa biasanya bersifat basa. Ada dua
seri alkaloid yang penting dalam khas ini, yaitu alkaloid steroidal (contoh: konessin dan purin (kaffein))
Berdasarkan atom nitrogennya, alkaloid dibedakan atas:
a. Alkaloid dengan atom nitrogen heterosiklik
Dimana atom nitrogen terletak pada cincin karbonnya. Yang termasuk pada golongan ini adalah :
1. Alkaloid Piridin-Piperidin
Mempunyai satu cincin karbon mengandung 1 atom nitrogen. Yang termasuk
dalam kelas ini adalah : Conium maculatum dari famili Apiaceae dan Nicotiana
tabacum dari famili Solanaceae.
2. Alkaloid Tropan
Mengandung satu atom nitrogen dengan gugus metilnya (N-CH3). Alkaloid ini dapat mempengaruhi
sistem saraf pusat termasuk yang ada pada otak maupun sun-sum tulang belakang. Yang termasuk
dalam kelas ini adalah Atropa belladona yang digunakan sebagai tetes mata untuk melebarkan pupil
mata, berasal dari famili Solanaceae, Hyoscyamus niger, Dubuisia hopwoodii, Datura dan Brugmansia
spp, Mandragora officinarum, Alkaloid Kokain dari Erythroxylum coca (Famili Erythroxylaceae)
3. alkaloid QuinolinMempunyai 2 cincin karbon dengan 1 atom nitrogen. Yang termasuk disini adalah ;
Cinchona ledgeriana dari famili Rubiaceae, alkaloid quinin yang toxic terhadap Plasmodium vivax
4. Alkaloid Isoquinolin
Mempunyai 2 cincin karbon mengandung 1 atom nitrogen. Banyak ditemukan pada famili Fabaceae
termasuk Lupines (Lupinus spp), Spartium junceum, Cytisus scoparius dan Sophora secondiflora
5. Alkaloid Indol
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 1 cincin indol . Ditemukan pada alkaloid ergine dan psilocybin,
alkaloid reserpin dari Rauvolfia serpentine, alkaloid vinblastin dan vinkristin dari Catharanthus roseus
famili Apocynaceae yang sangat efektif pada pengobatan kemoterapy untuk penyakit Leukimia dan
Hodgkins.
6. Alkaloid Imidazol
Berupa cincin karbon mengandung 2 atom nitrogen. Alkaloid ini ditemukan pada famili Rutaceae.
Contohnya; Jaborandi paragua.
7. Alkaloid Lupinan
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 1 atom N, alkaloid ini ditemukan pada Lunpinus luteus (fam :
Leguminocaea).
8. Alkaloid Steroid
Mengandung 2 cincin karbon dengan 1 atom nitrogen dan 1 rangka steroid yang mengandung 4 cincin
karbon. Banyak ditemukan pada famili Solanaceae, Zigadenus venenosus.
9. Alkaloid Amina
Golongan ini tidak mengandung N heterosiklik. Banyak yang merupakan tutrunan sederhana dari
feniletilamin dan senyawa-senyawa turunan dari asam amino fenilalanin atau tirosin, alkaloid ini
ditemukan pada tumbuhan Ephedra sinica (fam Gnetaceae)
10. Alkaloid Purin
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 4 atom nitrogen. Banyak ditemukan pada kopi (Coffea arabica) famili
Rubiaceae, dan Teh (Camellia sinensis) dari famili Theaceae, Ilex paraguaricasis dari famili
Aquifoliaceae, Paullunia cupana dari famili Sapindaceae, Cola nitida dari famili Sterculiaceae dan
Theobroma cacao.
b. Alkaloid tanpa atom nitrogen yang heterosilik
Dimana, atom nitrogen tidak terletak pada cincin karbon tetapi pada salah satu atom karbon pada rantai
samping.
1. Alkaloid Efedrin (alkaloid amine)
Mengandung 1 atau lebih cincin karbon dengan atom Nitrogen pada salah satu atom karbon pada rantai
samping. Termasuk Mescalin dari Lophophora williamsii, Trichocereus pachanoi, Sophora secundiflora,
Agave americana, Agave atrovirens, Ephedra sinica, Cholchicum autumnale.
2. Alkaloid Capsaicin
Dari Chile peppers, genus Capsicum. Yaitu ; Capsicum pubescens, Capsicum baccatum, Capsicum
annuum, Capsicum frutescens, Capsicum chinense.
B. Klasifikasi Alkaloida
Alkaloid biasanya diklasifikasikan menurut kesamaan sumber asal molekulnya
(precursors), didasari dengan metabolisme pathway (metabolic pathway) yang dipakai untuk
membentuk molekul itu. Kalau biosintesis dari sebuah alkaloid tidak diketahui, alkaloid
digolongkan menurut nama senyawanya, termasuk nama senyawa yang tidak mengandung
nitrogen (karena struktur molekulnya terdapat dalam produk akhir. sebagai contoh: alkaloid
opium kadang disebut "phenanthrenes"), atau menurut nama tumbuhan atau binatang dimana
senyawa itu diisolasi. Jika setelah alkaloid itu dikaji, penggolongan sebuah alkaloid diubah
menurut hasil pengkajian itu, biasanya mengambil nama amine penting-secara-biologi yang
mencolok dalam proses sintesisnya.
Klasifikasi alkaloida dapat dilakukan berdasarka beberapa cara yaitu :
1. Berdasarkan jenis cicin heterosiklik nitrogen yang merupakan baian dari struktur molekul.
Berdasarkan hal tersebut, alkaloid dibedakan atas beberapa jenis seperti :
Golongan Isokuinolina:
alkaloidalkaloid opium (papaverine, narcotine,narceine), sanguinarine, hydrastine, berberine, emetine,
berbamine, oxyacanthine.
o
o
o
o
o
o
o
o
2.
3.
a.
b.
c.
Sistem klasifikasi yang paling banyak diterima adalah menurut Hegnauer, dimana
alkaloida dikelompokkan atas :
1. Alkaloida sesungguhnya, alkaloida ini merupakan racun, senyawa tersebut menunjukkan
aktivitas fisiologis yang luas, hamper tanpa kecuali bersifat basa. Umumnya mengandung
nitrogen dalam cicin heterosiklik, diturunkan dari asam amino, biasanya terdapat dalam tanaman
sebagai garam asam organik. Beberapa pengecualian terhadap aturan tersebut adalah kolkhisin
dan asam aristolkhoat yang bersifat bukan basa dan tidak memiliki cicin heterosiklik dan
alkaloida quartener yang bersifat agak asam daripada bersifat basa.
2. Protoalkaloida, merupakan amin yang relative sederhana dimana nitrogen asam amino tidak
terdapat dalam cicin heterosiklik. Protoalkaloida diperoleh berdasarkan biosintesa dari asam
amino yang bersifat basa. Pengeertian amin biologis sering digunakan untuk kelompok ini.
3. Pseudoalkaloida, tidak diturunkan dari precursor asam amino. Senyawa ini biasanya bersifat
basa. Ada dua seri alkaloida yang penting dalam kelompok ini yaitu alkaloida steroidal dan
purin.
C. Sifat Senyawa Alkaloid
Kebanyakan alkaloida berupa padatan Kristal dengan titik lebur yang tertentu atau
mempunyai kisaran dekomposisinya. Dapat juga berbentuk amorf dan beberapa seperti nikotin
dan konini berupa cairan.
Kebanyakan alkaloida tak berwarna, tetapi beberapa senyawa kompleks spesies aromatik
berwarna. Pada umumnya basa bebas alkaloida hanya larut dalam pelarut organik meskipun
beberapa pseudoalakaloid dan protoalkaloida larut dalam air. Garam alkaloida dan alkaloida
quaterner sangat larut dalam air.
Alkaloida bersifat basa yang tergantung pada pasangan electron pada nitrogen. Jika gugus
fungsional yang berdekatan dengan nitrogen bersifat melepaskan elektron maka ketersediaan
electron pada nitrogen naik dan senyawa lebih bersifat menarik elektron maka ketersediaan
pasangan electron berkurang dan pengaruh yang ditimbulkan alkaloida dapat bersifat netral atau
bahkan bersifat sedikit asam.
Kebasaan alkaloida menyebabkan senyawa tersebut sangat mudah mengalami
dekomposisi terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen. Hasil reaksi ini sering berupa
N-oksida. Dekomposisi olakloida selama atau setelah isolasi dapat menimbulkan berbagai
persoalan jika penyimpanan berlangsung dalam waktu lama. Pembentukan garam dengan
senyawa organik atau anorganik sering mencegah dekomposisi.
D. Reaksi Senyawa Fenolik
Reaksi umum untuk alkaloid
1. Reaksi pengendapan untuk alkaloid
Reaksi Mayer : HgI2
Cara : zat + pereaksi Mayer timbul endapan kuning atau larutan kuning bening + alakohol
endapannya larut. Reaksi dilakukan di objek glass lalu Kristal dapat dilihat di mikroskop. Jika
dilakukan di tabung reaksi lalu dipindahkan, Kristal dapat rusak. Tidak semua alkaloid
mengendap dengan reaksi mayer. Pengendapan yang terjadi akibat reaksi mayer bergantung pada
rumus bangun alkoloidnya.
Reaksi Bouchardat
Cara : sampel zat + pereaksi Bouchardat coklat merah, + alkohol endapan larut.
2. Reaksi warna
Dengan asam kuat : H2SO4 pekat dan HNO3 pekat (umumnya menghasilkan warna kuning
atau merah)
Pereaksi Marquis
Apomorfin : merah
1.
Pada objek glass, zat +HCl aduk, lalu teteskan dragendorf di pinggirnya dan jangan dikocok,
diamkan 1 menit Kristal dragendorf
2.
Morfin
Analgesik
Kodein
Atropin
Skopolamin
Kokain
Analgesik
Piperin
Antifeedant (bioinsektisida)
Quinin
Obat malaria
Vinkristin
Obat kanker
Ergotamin
Reserpin
Mitraginin
Vinblastin
Saponin
Antibakteri
Pengertian Alkaloid
Alkaloid adalah Kelompok senyawa yang mengandung nitrogen dalam bentuk gugus
fungsi amin. Pada umumnya, alkaloid mencakup senyawa bersifat basah yang
mengandung 1/ lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari
sistem siklik. Alkaloid biasanya beracun, jadi banyak digunakan dalam bidang
pengobatan. Alkaloid biasanya tanwarna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan
berbentuk kristal tapi hanya sedikit yang berupa cairan pada suhu kamarPada
umumnya, alkaloid tidak sering terdapat dalam gymospermae, paku-pakuan, lumut
dan tumbuhan rendah.Suatu
Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang
bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid
berbentuk padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran
dekomposisi. Alkaloid dapat juga berbentuk amorf atau cairan. Dewasa ini telah
ribuan senyawa alkaloid yang ditemukan dan dengan berbagai variasi struktur yang
unik, mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit.
Dari segi biogenetik, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil asam amino yaitu
ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin dan tirosin yang
menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan triftopan yang menurunkan alkaloid
indol. Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa alkaloid adalah reaksi
mannich antara suatu aldehida dan suatu amina primer dan sekunder, dan suatu
senyawa enol atau fenol. Biosintesis alkaloid juga melibatkan reaksi rangkap
oksidatif fenol dan metilasi. Jalur poliketida dan jalur mevalonat juga ditemukan
dalam biosintesis alkaloid.
Sejarah alkaloid hampir setua peradaban manusia. Manusia telah menggunakan
obat-obatan yang mengandung alkaloid dalam minuman, kedokteran, the, tuan
atau tapal, dan racun selama 4000 tahun. Tidak ada usaha untuk mengisolasi
komponen aktif dari ramuan obat-obatan hingga permulaan abad ke sembilan
belas. Obat-obatan pertama yang diketemukan secara kimia adalah opium, getah
kering Apium Papaver somniferum. Opium telah digunakan dalam obat-obatan
selama berabad-abad dan sifat-sifatnya sebagai analgesik maupun narkotik telah
diketahui.
Pada tahun 1803, Derosne mengisolasi alkaloid semi murni dari opium dan diberi
nama narkotin. Seturner pada tahun 1805 mengadakan penelitian lebih lanjut
terhadap opium dapat berhasil mengisolasi morfin. tahun 1817-1820 di
hanya satu dari isomer optik yang dijumpai di alam, meskipun dalam beberapa
kasus dikenal campuran rasemat, dan pada kasus lain satu tumbuhan mengandung
satu isomer sementara tumbuhan lain mengandung enantiomernya (Padmawinata,
1995). Ada juga alkaloid yang berbentuk cair, seperti konina, nikotina, dan higrina.
Sebagian besar alkaloid mempunyai rasa yang pahit. Alkaloid juga mempunyai sifat
farmakologi. Sebagai contoh, morfina sebagai pereda rasa sakit, reserfina sebagai
obat penenang, atrofina berfungsi sebagai antispamodia, kokain sebagai anestetik
lokal, dan strisina sebagai stimulan syaraf (Ikan, 1969).
Alkaloid telah dikenal selama bertahun-tahun dan telah menarik perhatian terutama
karena pengaruh fisiologinya terhadap mamalia dan pemakaiannya di bidang
farmasi, tetapi fungsinya dalam tumbuhan hampir sama sekali kabur. Beberapa
pendapat mengenai kemungkinan perannya dalam tumbuhan sebagai berikut
(Padmawinata, 1995):
1. Alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti urea dan asam urat
dalam hewan (salah satu pendapat yang dikemukan pertama kali, sekarang tidak
dianut lagi).
2. Beberapa alkaloid mungkin bertindak sebagai tandon penyimpanan nitrogen
meskipun banyak alkaloid ditimbun dan tidak mengalami metabolisme lebih lanjut
meskipun sangat kekurangan nitrogen.
3. Pada beberapa kasus, alkaloid dapat melindungi tumbuhan dari serangan parasit
atau pemangsa tumbuhan. Meskipun dalam beberapa peristiwa bukti yang
mendukung fungsi ini tidak dikemukakan, mungkin merupakan konsep yang direkareka dan bersifat manusia sentris.
4. Alkaloid dapat berlaku sebagai pengatur tumbuh, karena dari segi struktur,
beberapa alkaloid menyerupai pengatur tumbuh. Beberapa alkaloid merangasang
perkecambahan yang lainnya menghambat.
5. Semula disarankan oleh Liebig bahwa alkaloid, karena sebagian besar bersifat
basa, dapat mengganti basa mineral dalam mempertahankan kesetimbangan ion
dalam tumbuhan.
Perlu dicatat bahwa selama kimia organik berkembang pesat selama periode
tersebut, menjadi ilmu pengetahuan yang rumit pada saat ini, usaha
pengembangan dalam kimia bahan alam tumbuh sejalan, banyak reaksi yang
sekarang merupakan reaksi klasik dalam kimia organik adalah hasil penemuan
pertama dari studi yang cermat degradasi senyawa bahan alam.
Alkaloid dihasilkan oleh banyak organisme, mulai dari bakteria, fungi (jamur),
tumbuhan, dan hewan. Ekstraksi secara kasar biasanya dengan mudah dapat
dilakukan melalui teknik ekstraksi asam-basa. Rasa pahit atau getir yang dirasakan
lidah dapat disebabkan oleh alkaloid.
Harborne dan Turner (1984) mengungkapkan bahwa tidak satupun definisi alkaloid
yang memuaskan, tetapi umumnya alkaloid adalah senyawa metabolid sekunder
yang bersifat basa, yan mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam
cincin heterosiklik, dan bersifat aktif biologis menonjol.
Struktur alkaloid beraneka ragam, dari yang sederhana sampai rumit, dari efek
biologisnya yang menyegarkan tubuh sampai toksik.Satu contoh yang sederhana
adalah nikotina. Nikotin dapat menyebabkan penyakit jantung, kanker paru-paru,
kanker mulut, tekanan darah tinggi, dan gangguan terhadap kehamilan dan janin.
A.
Alkaloida tidak mempunyai tatanama sistematik. Oleh karena itu suatu alkaloida
dinyatakan dengan nama trivial, misalnya kuinin,morfin, dan stiknin. Hampir semua
nama trivial ini berakhiran in yang mencirikan alkaloida.
Berikut ini beberapa contoh dari alkaloid:
Contoh rumus bangun untuk golongan purin:
Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang
bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Sebagian besar
B.
Sifat-Sifat Alkaloid
1.
Sifat-Sifat Fisika
Umumnya mempunyai 1 atom N meskipun ada beberapa yang memiliki lebih dari 1
atom N seperti pada Ergotamin yang memiliki 5 atom N. Atom N ini dapat berupa
amin primer, sekunder maupun tertier yang semuanya bersifat basa (tingkat
kebasaannya tergantung dari struktur molekul dan gugus fungsionalnya)
Kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan kristal tidak larut dengan
titik lebur yang tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Sedikit alkaloid yang
berbentuk amorf dan beberapa seperti; nikotin dan koniin berupa cairan.
Kebanyakan alkaloid tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa yang kompleks,
species aromatik berwarna (contoh berberin berwarna kuning dan betanin berwarna
merah). Pada umumnya, basa bebas alkaloid hanya larut dalam pelarut organik,
meskipun beberapa pseudoalkalod dan protoalkaloid larut dalam air. Garam alkaloid
dan alkaloid quartener sangat larut dalam air.
2.
Sifat-Sifat Kimia
Kebanyakan alkaloid bersifat basa. Sifat tersebut tergantung pada adanya pasangan
elektron pada nitrogen.Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan nitrogen
bersifat melepaskan elektron, sebagai contoh; gugus alkil, maka ketersediaan
elektron pada nitrogen naik dan senyawa lebih bersifat basa. Hingga trietilamin
lebih basa daripada dietilamin dan senyawa dietilamin lebih basa daripada etilamin.
Sebaliknya, bila gugus fungsional yang berdekatan bersifat menarik elektron
(contoh; gugus karbonil), maka ketersediaan pasangan elektron berkurang dan
pengaruh yang ditimbulkan alkaloid dapat bersifat netral atau bahkan sedikit asam.
Contoh ; senyawa yang mengandung gugus amida.
Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa tersebut sangat mudah mengalami
dekomposisi, terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen. Hasil dari
reaksi ini sering berupa N-oksida. Dekomposisi alkaloid selama atau setelah isolasi
C.
Penggolongan Alkaloid
Alkaloida tidak mempunyai tatanan sistematik, oleh karena itu, suatu alkaloida
dinyatakan dengan nama trivial, misalnya kuinin, morfin dan strikhnin. Hampir
semua nama trivial ini berakhiran in yang mencirikan alkaloida. Klasifikasi
alkaloida dapat dilakukan berdasarkan beberapa cara, yaitu : (2,5)
1.
Berdasarkan jenis cincin heterosiklik nitrogen yang merupakan bagian dari
struktur molekul. Berdasarkan hal tersebut, maka alkaloida dapat dibedakan atas
beberapa jenis sperti alkaloida pirolidin, alkaloida piperidin, alkaloida isokuinolin,
alkaloida kuinolin, dan alkaloida indol.
2.
Berdasarkan jenis tumbuhan darimana alkaloida ditemukan. Cara ini
digunakan untuk menyatakan jenis alkaloida yang pertama-tama ditemukan pada
suatu jenis tumbuhan. Berdasarkan cara ini, alkaloida dapat dibedakan atas
beberapa jenis yaitu aklakoida tembakau, alkaloida amaryllidaceae, alkaloida
erythrine dan sebagainya. Cara ini mempunyai kelemahan, yaitu : beberapa
alkaloida yang berasal dari tumbuhan tertentu dapat mempunyai struktur yang
berbeda-beda.
3.
Berdasarkan asal-usul biogenetik. Cara ini sangat berguna untuk menjelaskan
hubungan antara berbagai alkaloida yang diklasifikasikan berdasarkan berbagai
jenis cincin heterosiklik. Dari biosintesa alkaloida, menunjukkan bahwa alkaloida
berasal hanya dari beberapa asam amino tertentu saja. Berdasarkan hal tersebut,
maka alkaloida dapat dibedakan atas tiga jenis utama, yaitu :
a.
Alkaloida alisiklik yang berasal dari asam-asam amino ornitin dan lisin.
b.
Alkaloida aromatik jenis fenilalanin yang berasal dari fenilalanin, tirosin
dan 3,4-dihidrofenilalanin.
c.
4.
Sistem klasifikasi berdasarkan Hegnauer yang paling banyak diterima, dimana
alkaloida dikelompokkan atas :
a. Alkaloida sesungguhnya
Alkaloida ini merupakan racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas fisiologis
yang luas, hamper tanpa terkecuali bersifat basa, umumnya mengandung nitrogen
dalam cincin heterosiklik, diturunkan dari asam amino, biasanya terdapat dalam
tanaman sebagai garam asam organik. Beberapa pengecualian terhadap aturan
tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa dan tidak
memiliki cincin heterosiklik dan alkaloida quartener yang bersifat agak asam
daripada bersifat basa.
b. Protoalkaloida
Protoalkaloida merupakan amin yang relative sederhana dimana nitrogen asam
amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloida diperoleh
berdasarkan biosintesa dari asam amino yang bersifat basa. Pengertian amin
biologis sering digunakan untuk kelompok ini.
c. Pseudoalkaloida
Pseudoalkaloida tidak diturunkan dari prekusor asam amino. Senyawa ini biasanya
bersifat basa. Ada dua seri alkaloida yang penting dalam kelompok ini yaitu
steroidal dan purin.
Berikut ini adalah pengelompokan alkaloid berdasarkan struktur cincin atau
struktur intinya yang khas, dimana pengelompokkan dengan cara ini juga secara
luas digunakan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Golongan Purine:
Xantina: Kafein, theobromine, theophylline
Purine adalah senyawa organic kompleks aromatik heterocyclic, yang terdiri dari
cincin pyrimidine yang tergabung ke sebuah cincin imidazole.
Struktur Purine:
Struktur Kafeine
Golongan Terpenoid:
Alkaloid Aconitum: aconitine
Alkaloid Steroid (yang bertulang punggung steroid pada struktur yang bernitrogen):
Solanum (contoh: kentang dan alkaloid tomat) (solanidine, solanine, chaconine)
Alkaloid Veratrum (veratramine, cyclopamine, cycloposine, jervine, muldamine)
Alkaloid Salamander berapi (samandarin)
lainnya: conessine
Struktur Terpenoida:
Hingga kini belum ada pendefinisian tunggal dan penggolongan yang jelas dari
alkaloid. Dalam bukunya, Matsjeh (2002) menerangkan beberapa klasifikasi
alkaloid, diantaranya yaitu berdasarkan lokasi atom nitrogen di dalam struktur
alkaloid dan berdasarkan asal mula kejadiannya (biosintesis) dan hubungannya
dengan asam amino. Berdasarkan lokasi atom nitrogen di dalam struktur alkaloid,
alkaloid dapat dibagi atas 5 golongan:
Alkaloid heterosiklis
Alkaloid dengan nitrogen eksosiklis dan amina alifatis
d.
piperidine(triptofan)
hyoscyomine, Atropine Hyoscine-Solanceae Cocan sp
e. Quinoline
Quinine, quinidine (Cinchona bark) Cinchonime. Cinchonidine dan Cusparin
f. Iso quinolin
Papavarine, NArceine Emitine dan Cephalin
g.Reduce isoquinoline
Baldine (Peumus Baldus)
h.Nur lupinane
Spartine,luponine
i. Indole alkaloida
Yohimbine, Vincristin dan lain-lain
D.
Isolasi Alkaloid
Satu-satunya sifat kimia alkaloid yang paling penting adalah kebasaannya. Metode
pemurnian dan pencirian ialah umumnya mengandalkan sifat ini, dan pendekatan
khusus harus dikembangkan untuk beberapa alkaloid misalnya rutaekarpina,
kolkhisina, risinina) yang tidak bersifat basa.
Umumnya isolasi bahan bakal sediaan galenik yang mengandung alkaloid dilakukan
dengan beberapa cara, yaitu :
1.
Dengan menarik menggunakan pelarut-pelarut organik berdasarkan azas
Keller. Yaitu alkaloida disekat pada pH tertentu dengan pelarut organik. Prinsip
pengerjaan dengan azas Keller yaitu alkaloida yang terdapat dalam suatu bakal
sebagai bentuk garam, dibebaskan dari ikatan garam tersebut menjadi alkaloida
yang bebas. Untuk itu ditambahkan basa lain yang lebih kuat daripada basa
alkaloida tadi. Alkaloida yang bebas tadi diekstraksi dengan menggunakan pelarut
pelarut organic misalnya Kloroform. Tidak dilakukan ekstraksi dengan air karena
dengan air maka yang masuk kedalam air yakni garamgaram alkaoida dan zat-zat
pengotor yang larut dalam air, misalnya glikosida-glikosida, zat warna, zat
penyamak dan sebagainya. Yang masuk kedalam kloroform disamping alkaloida
juga lemaklemak, harsa dan minyak atsiri. Maka setelai alkaloida diekstraksi
dengan kloroform maka harus dimurnikan lagi dengan pereaksi tertentu. Diekstraksi
lagi dengan kloroform. Diuapkan, lalu didapatkan sisa alkaloid baik dalam bentuk
hablur maupun amorf. Ini tidak berate bahwa alkaloida yang diperoleh dalam
bentuk murni, alkaloida yang telah diekstaksi ditentukan legi lebih lanjut. Penentuan
untuk tiap alkaloida berbeda untuk tiap jenisnya. Hal-hal yang harus diperhatikan
pada ekstraksi dengan azas Keller, adalah :
a.
Basa yang ditambahkan harus lebih kuat daripada alkaloida yang akan
dibebaskan dari ikatan garamnya, berdasarkan reaksi pendesakan.
b.
Basa yang dipakai tidak boleh terlalu kuat karena alkaloida pada umumnya
kurang stabil. Pada pH tinggi ada kemungkinan akan terurai, terutama dalam
keadaan bebas, terlebih bila alkaloida tersebut dalam bentuk ester, misalnya :
Alkaloid Secale, Hyoscyamin dan Atropin.
c.
Setelah bebas, alkaloida ditarik dengan pelarut organik tertentu, tergantung
kelarutannya dalam pelarut organik tersebut.
2.
Pemurnian alkaloida dapat dilakukan dengan cara modern yaitu dengan
pertukaran ion.
3.
Cara kedua dan ketiga merupakan cara yang paling umum dan cocok untuk
memisahkan campuran alkaloid. Tata kerja untuk mengisolasi dan mengidentifikasi
alkaloid yang terdapat dalam bahan tumbuhan yang jumlahnya dalam skala
milligram menggunakan gabungan kromatografi kolom memakai alumina dan
kromatografi kertas.
E.
1.
Alkaloid sebagai basanya tidak larut dalam air, sebagai garamnya larut baik
dalam air. Sebaiknya pelarut yang digunakan adalah pelarut organik : eter dan
kloroform. Pengocokan dilakukan pada pH : 2, 7, 10 dan 14.Sebelum pengocokan,
larutan harus dibasakan dulu, biasanya menggunakan natrium hidroksida, amonia
pekat, kadang-kadang digunakan natrium karbonat dan kalsium hidroksida.
3.
a.
Gugus Metoksi
Reaksi SANCHES : Alkaloida + Larutan 0,3% Vanilin dalam HCl pekat, dipanaskan
diatas tangas air = merah-ungu.Hasil positif untuk Morfin, Heroin, Veratrin, Kodein,
Pronin, Dionin, dan Parakonidin.
d. Gugus Formilen
Reaksi WEBER & TOLLENS :
Alkaloida + larutan Floroglusin 1% dalam Asam Sulfat (1:1),
panaskan = merah.
Reaksi LABAT :
Alkaloida + Asam Gallat + asam Sulfat pekat, dipanaskan diatas tangas air = hijaubiru.
Hasil positif untuk Berberin, Hidrastin, Kotarnin, Narsein, Hidrastinin, narkotin, dan
Piperin.
e. Gugus Benzoil
Reaksi bau : Esterifikasi dengan alcohol + Asam Sulfat pekat = bau ester.
Hasil positif untuk Kokain, Tropakain, Alipin, Stivakain, Beta eukain, dan lain-lain.
f. Reaksi GUERRT
Alkaloida didiazotasikan lalu + Beta Naftol = merah-ungu.
Hasil positif untuk kokain, Atropin, Alipin, Efedrin, tropakain, Stovakain, Beta eukain,
dan lain-lain.
g. Reduksi Semu
Alkaloida klorida + kalomel + sedikit air = hitam Tereduksi menjadi logam raksa.
Raksa (II) klorida yang terbentuk terikat dengan alkaloid sebagai kompleks.
Hasil positif untuk kokain, Tropakain, Pilokarpin, Novokain, Pantokain, alipin, dan
lain-lain.
h. Gugus Kromofor
Reaksi KING :
Alkaloida + 4 volume Diazo A + 1 volume Diazo B + natrium Hidroksida = merah
intensif. Hasil positif untuk Morfin, Kodein, Tebain dan lain-lain.
Reaksi SANCHEZ :
Iodoplatinat
Pereaksi untuk alkaloid, juga sebagai pereaksi penyemprot pada lempeng KLT
dimana hasilnya alkaloid akan tampak sebagai noda ungu sampai biru-kelabu.
c.
4.
Kegunaan Alkaloida
Semula disarankan oleh Liebig bahwa alkaloid, karena sebagian bersifat basa, dapat
mengganti basa mineral dalam mempertahankan kesetimbangan ion dalam
tumbuhan. Sejalan dengan saran ini, pengamatan menunjukkan bahwa pelolohan
nikotina ke dalam biakan akar tembakau meningkatkan ambilan nitrat. Alkaloid
dapat pula berfungsi dengan cara pertukaran dengan kation tanah.
Berikut adalah beberapa contoh senyawa alkaloid yang telah umum dikenal dalam
bidang farmakologi :
Senyawa Alkaloid
(Nama Trivial)
Aktivitas Biologi
Nikotin
Morfin
Analgesik
Kodein
Atropin
Skopolamin
Kokain
Analgesik
Piperin
Antifeedant (bioinsektisida)
Quinin
Obat malaria
Vinkristin
Obat kanker
Ergotamin
Reserpin
Mitraginin
Vinblastin
Saponin
Antibakteri
BAB III
KESIMPULAN
1.
Alkaloid adalah Kelompok senyawa yang mengandung nitrogen dalam bentuk
gugus fungsi amin. Pada umumnya, alkaloid mencakup senyawa bersifat basah
yang mengandung 1/ lebih atom nitrogen,
2.
Alkaloida tidak mempunyai tatanama sistematik. Oleh karena itu suatu
alkaloida dinyatakan dengan nama trivial, misalnya kuinin,morfin, dan stiknin.
3.
Umumnya mempunyai 1 atom N meskipun ada beberapa yang memiliki lebih
dari 1 atom N seperti pada Ergotamin yang memiliki 5 atom N. Atom N ini dapat
berupa amin primer, sekunder maupun tertier yang semuanya bersifat basa (tingkat
kebasaannya tergantung dari struktur molekul dan gugus fungsionalnya)
4.
Klasifikasi alkaloid dapat berdasarkan taksonomi, berdasarkan Biosintesis dan
berdasrkan klasifikasi kimia (nonheterosiklik alkaloid, herodinine (Horedeum
Vulgare) Ephedrine (Ephendragerardiana), gentaecea, heterosiklik alkaloida).
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
ISI
I.
Kata alkaloid pertama kali diperkenalkan oleh W. Meisner pada awal abad 19 untuk
senyawa bahan alam yang bereaksi seperti basa. Alkaloid adalah senyawa nitrogen
organik, lazimnya bagian cincin heterosiklik, bersufat basa, sering bersifat optis
aktif dan kebanyakan berbentuk kristal.
Alkaloid dapat digolongkan sebagai berikut :
1.
Alkaloid sejati
Pseudoalkaloid
Pseudoalkaloid memiliki sifat seperti alkaloid sejati tetapi tidak diturunkan dari
asam amino. Contoh : isoprenoid, terpenoid (coniin), dan alkaloid steroidal
(paravallarine).
3.
Protoalkaloid
Protoalkaloid adalah senyawa amin sederhana dengan nitrogen tidak berada pada
cincin heterosiklik. Contoh : mescaline, betanin, dan serotonin.
Penggolongan alkaloid berdasarkan struktur cincin atau inti yang dimiliki, yaitu :
1. Alkaloid Piridin-Piperidin
2. Alkaloid Tropan
3. Alkaloid Quinolin
4. Alkaloid Isoquinolin
5. Alkaloid Indol
6. Alkaloid Imidazol
7. Alkaloid steroid
8. Alkaloid Amin
9. Basa Purin
Alkaloid Isoquinolin
poppy, sedangkan ipecac alkaloid terdiri emetine emetik alkaloid yang diperoleh
dari ipecacuanha.
Bentuk alkaloid Isoquinoline terdiri dari alkaloid narkotika yang umumnya ada pada
anggota keluarga opium atau Papaveraceae seperti opium poppy atau Papaver
somniferum. Bahkan, ketika kita menggunakan istilah narkotika, umumnya
menunjuk pada penghilang rasa sakit, alkaloid yang sangat adiktif yang mencakup
zat-zat seperti morfin dan kodein. Morfin berasal dari kata the Greek God of sleep
Morpheus, sedangkan khusus soubriquet dari opium poppy atau somniferum yang
jika diterjemahkan ke bahasa latin berarti 'tidur'.
Obat-obat penting yang berasal dari alkaloid isoquinolin adalah ipekak, emetin,
hidrastin, sanguinaria, kurare, tubokurarin, berberin, dan opium. Meskipun alkaloid
isoquinolin memiliki struktur yang kompleks tetapi biosintetsisnya sangat
sederhana. Alkaloid isoquinolin merupakan hasil kondensasi derivat feniletilamin
dengan derivat fenilasetaldehid dimana kedua senyawa ini merupakan derivat dari
fenilalanin dan tirosin.
Alkaloid Isoquinolin Mempunyai 2 cincin karbon mengandung 1 atom nitrogen
denganstruktur inti :
Morfin diperoleh dari biji dan buah tumbuhan Papaver somniferum dan P.
Bracheatum (fam : Papaveraceae) salah satu hasil tanaman ini berupa hasil
sadapan dari getah buah yang dikenal sebagai opium yang berarti candu, Candu
merupakan ibu dari morfin, mulanya dikembangkan sebagai obat penghilang rasa
sakit sekitar tahun 1810. Morfin dikategorikan sebagai obat yang ajaib karena
mampu mengurangi rasa sakit akibat operasi atau luka parah. Pada saat
dikonsumsi, obat ini menyebabkan penggunanya berada dalam kondisi mati rasa
sekaligus diliputi perasaan senang/ euforia seperti sedang berada dalam alam
mimpi. Oleh karena efek sampingnya yang berupa euforia ini, pada tahun 1811
obat ini diberi nama Morpheus sama seperti nama dewa mimpi Yunani oleh Dr.
F.W.A.
Serturner, seorang ahli obat dari Jerman. Pertengahan tahun 1850, morfin telah
tersedia di seluruh Amerika Serikat dan semakin populer dalam dunia kedokteran.
Morfin dimanfaatkan sebagai obat penghilang rasa sakit yang membuat takjub
dokter-dokter pada masa itu. Sayangnya, ketergantungan terhadap obat tersebut
terlewatkan, tidak terdeteksi sampai masa Perang Saudara berakhir. Dengan
adanya penggunaan yang berlebihan yang terus menerus ataupun kadang-kadang
dari suatu obat yang secara tidak layak atau menyimpang dari norma pengobatan
yang lazim maka hal tersebut dikatakan drug abuse terlebih lagi apabila pada
pemakaian morfin sebagai obat keras.
Morfin tergolong kedalam hard drugs yakni zat-zat yang pada penggunaan kronis
menyebabkan perubahan perubahan dalam tubuh si pemakai, sehingga
penghentiannya menyebabkan gangguan serius bagi fisiologi tubuh, yang disebut
gejala penarikan atau gejala abstimensi. Gejala ini mendorong bagi si pecandu
untuk terus menerus menggunakan zat zat ini untuk menghindarkan timbulnya
gejala abstimensi. Dilain pihak , dosis yang digunakan lambat laun harus
ditingkatkan untuk memperoleh efek sama yang dikehendaki (toleransi). Hard drugs
menyebabkan ketergantungan fisik (ketagihan ) hebat dan menyebabkan toleransi
terhadap dosis yang digunakan.
2. Emetina
Senyawa ini berfunsi sebagai emetik dan ekspektoran, diperoleh dari akar
tumbuhan Cephaelis ipecacuanha dan C. Acuminata (fam : Rubiaceae)
3. Hidrastina dan Karadina
Senyawa ini berasal dari tumbuhan Hydrastis canadensis (fam : Ranunculaceae)
dikenal pula sebagai Yellowroot; bagian yang digunakan berupa umbi akar
berkhasiat sebagai adstrigensia pada radang selaput lendir.
4. Beberina
Berupa akar dan umbi akar dari tumbuhan Berberis vulgaris (dari Oregon), B.
Amition (dari Himalaya), dan B. aristaca (India) dari familia Berberidaceae yang
berguna sebagai zat pahit/amara dan antipiretik.
II.
Bahan tanaman, terutama biji dan daun, sering banyak mengandung lemak, lilin
yang sangat non polar. Karena senyawa-senyawa tersebut dipisahkan dari bahan
tanaman sebagai langkah awal dengan cara pelarutan dengan petroleum eter
(Harjono, 1996).
Kebanyakan alkaloid tidak larut dalam petroleum eter. Namun ekstrak harus selalu
dicek untuk mengetahui adanya alkaloid dengan menggunakan salah satu pereaksi
pengendap alkaloid. Bila sejumlah alkaloid larut dalam petroleum eter, maka bahan
tanaman pada awal ditambah dengan asam berair untuk mengikat alkaloid sebagai
garamnya. Prosedur ini telah digunakan untuk mengekstrak ergotamine dari
cendawan ergot Claviceps purpurea (Cordell, 1981).
3.
Tuang ke dalam Erlenmeyer bertutup dengan menggunakan corong pisah,
kemudian tambahkan 30 ml Eter kocok kuat
4.
Pisahkan lapisan yang terbentuk. Terdapat 2 lapisan yaitu lapisan air dan
lapisan eter. Buang lapisan eter dan ambil lapisan airnya.
5.
6.
7.
Buatlah larutan sodiumhydroxide (NaOH) pH 7. Tambahkan ke dalam lapisan
air. Morfin akan mengendap.
III.
Berdasarkan gugus fungional yang dimiliki oleh alkaloid isokuinolin maka dilakukan
reaksi warna, yaitu:
a.
Marquis
Frohde
terjadi perubahan warna menjadi merah, yang makin intensif setelah penambahan
NaOH
d.
Pesez
Zat + H2SO4 + larutan KBr (panaskan di atas penangas air) hijau, ditarik oleh
CHCl3biru hijau
dapat diamati perubahan warna menjadi hijau yang akan tertarik oleh CHCl3
menjadi biru hijau
f.
Reaksi Gabretti
Zat + H2SO4 (p) panaskan hingga muncul warna rosa lemah, kemudian tambahkan
kloralhidrat hingga muncul warna yang spesifik pada tiap zat
g.
Reaksi Lewin
Alkaloida Opium
Turunan fenantren: morfin, heroin, dionin, thebain, kodein, larcein, dll
Turunan isochinolin: papaverin, nercein, narcitin
Reaksi umum:
a.
Marquis: ungu
b.
Frohde: (+)
c.
d.
e.
Pesez: warna hijau pada larutan berubah bila ditarik dengan CHCl3, tetapi
hasil negatif pada golongan isochinolin
Papaverin
Paracodin
+
+
Lemah
Dicodid
+
Eucodal
+
Dilaudid
+
Perenin
+
Lemah
+
Morphin
+
+
+
Codein
+
+
+
Dionin
+
+
+
1.
Berberina
2.
Cephaelin
3.
4.
3.
Kodein
2.
Frohde: kuning-hijau-biru
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
HgCl2
b.
c.
Asam pikrolon
4.
Emetin
2.
3.
4.
5.
Zat dalam HCl (p) + larutan KClO3 atau H2O2 lalu dipanaskan, menghasilkan
warna kuning jingga yang akan hilang bila diencerkan dengan air tapi berflouresensi
biru
5.
Heroin
2.
Bouchardat: (+)
3.
4.
5.
Larutan dalam H2SO4 (dil) + H2SO4 (p) + spir: bau etil asetat
6.
7.
8.
9.
penambahan H2SO4 + KBr dipanaskan di atas penangas air hijau, dapat
ditarik oleh CHCl3
Dragendorf
b.
HgCl2
6.
Hydrastin
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Reaksi Kristal
a.
Asam piknolon
b.
K4Fe(CN)6
9.
7.
Hydrastinine
2.
Frohde: hijau
3.
4.
5.
Reaksi Kristal:
a.
HgCl2
b.
Asam piknolon
c.
K4Fe(CN)6
8.
Morphin
2.
3.
Larutan dalam H2SO4 (dil) + larutan KI + CHCl3 (dikocok) akan memberikan warna
ungu pada lapisan CHCl3
4.
5.
Reaksi Kristal:
a.
HgCl2
b.
Dragendorf
c.
Mayer
9.
Papaverin
1.
2.
3.
Erdman: ungu
4.
5.
6.
HNO4: kuning
7.
8.
Reaksi Kristal
a.
b.
HgCl
K3Fe(CN)6 dengan sedikit pemanasan
10. Thebain
King : (+)
2.
3.
Penambahan H2SO4 (p): jingga kemerahan, bila dipanaskan menjadi biru
kelabu
4.
5.
6.
7.
Flouresensi:
a.
Dengan penambahan NH4OH: biru atau ungu lemah, menjadi biru muda
setelah dibiarkan selama satumalam.
b.
8.
Larutan zat + Na-salisilat: terbentuk endapan kemudian residu ditambahkan
H2SO4, dapat diamati perubahan warna biru menjadi merah lalu kembali biru.
9.
a.
b.
IV.
Reaksi Kristal:
Bouchardat
KOH padat
Obat opiat yang terdapat dalam heroin dapat diukur dengan menggunakan salah
satu metode yaitu, GC (Kromatografi Gas) atau HPLC (Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi). Ketika GC digunakan, sampel sering diderivatisasi. Kuantifikasi saat
menggunakan proses ini membuat asumsi bahwa sampel telah diderivatisasi
sepenuhnya dan secara kuantitatif. Pengerjaan semacam ini juga menghalangi
masalah yang terkait dengan transasetilasi jika obat tidak diperlakukan dengan cara
ini. Selain itu, bagaimanapun, proses derivatisasi menambah langkah lebih lanjut
untuk analisis yang dapat mengakibatkan kerusakan sampel atau kontaminasi. Hal
ini adalah alasan-alasan untuk beberapa laboratorium melaksanakan identifikasi
heroin dengan menggunakan GC-MS dan kemudian mengukur sampel dengan
menggunakan HPLC. Contoh kuantifikasi menggunakan kedua metode GC dan HPLC
dibahas dalam bagian berikut.
Ketika mengukur opiat dengan HPLC, sejumlah prinsip dasar pertama harus
dipertimbangkan sebelum proses kuantifikasi dilakukan.
1.
Dalam contoh ini, analisis kromatografi gas dilakukan untuk menentukan kuantitas
diamorfin dalam sampel. Data kalibrasi yang diperoleh disajikan dalam Tabel 5.4.
Sampel dilarutkan pada konsentrasi 1 mg ml-1 dalam pelarut yang cocok. Dari hasil
yang diperoleh (lihat Tabel 5.5), dimungkinkan untuk menentukan kuantitas
diamorfin terdapat dalam sampel ini, dan memberikan jawaban pada persentase
dasar.
Nilai-nilai pada Tabel 5.6 dijumlahkan dan ketika jumlah nilai ini disubstitusikan ke
dalam persamaan 1 dan 2 di atas, persamaan regresi yang diperoleh adalah y =
1.168x + 0,007. Dalam rangka untuk memperoleh konsentrasi obat, rasio dari
respons (GC puncak area) dihitung untuk dua pengulangan (lihat Tabel 5.5),
menghasilkan masing-masing nilai 0,406 dan 0,401. Kemudian didapatkan rata-rata
(0,4035) dan nilai ini kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan regresi,
memberikan konsentrasi 0,34 mg ml-1. Ini dinyatakan sebagai persentase dari
konsentrasi awal (1 mg ml-1), menghasilkan nilai akhir 34%. Tidak ada koreksi
untuk garam atau basa bebas yang diperlukan dalam evaluasi ini.
2.
Ketika mengukur opiat dengan HPLC, sejumlah prinsip dasar pertama harus
dipertimbangkan sebelum proses kuantifikasi dilakukan.
Apa kriteria yang baik untuk pelarut yang akan digunakan untuk pengenalan
terhadap sampel heroin ke dalam sistem HPLC? Pertama, serbuk sampel yang akan
diperiksa harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih untuk injeksi ke dalam
sistem kromatografi. Kedua, pelarut harus sepenuhnya larut dengan fase gerak.
Untuk alasan inilah, metanol sering dipilih untuk analisis heroin, meskipun obat
tersebut tidak boleh dibiarkan dalam pelarut ini untuk waktu yang lama karena
risiko hidrolisis dari beberapa komponen-komponennya, misalnya
monoacetylmorphine dan diamorfin.
Baseline resolusi senyawa harus dicapai dalam kromatografi analisis sehingga tinggi
puncak atau daerah dapat ditetapkan untuk satu senyawa saja. Selain itu, sangat
penting bahwa kurva kalibrasi dalam HPLC dihasilkan dari batch yang sama dari
pelarut di mana terdapat sampel yang akan dianalisis. Hal ini penting karena
perbedaan kecil dalam pH dapat menyebabkan kepunahan koefisien yang berbeda
ketika mengukur serapan UV sehingga mengarah ke ketidakakuratan dalam proses
kuantifikasi.
Ketika mempersiapkan sebuah kurva kalibrasi, rentang yang cukup luas untuk
konsentrasi harus dipilih untuk memastikan bahwa konsentrasi sampel akan jatuh
pada rentang linier seperti pada kurva. Hal ini terutama berlaku untuk heroin di
mana lebar kisaran konsentrasi obat mungkin dihadapi dalam sampel.
Selanjutnya, ketika menyiapkan kurva kalibrasi, jika dua titik atau metode regresi
digunakan, larutan yang harus disuntikkan adalah dimulai dengan konsentrasi
terendah, kemudian meningkat menjadi konsentrasi tertinggi. Hal ini mengurangi
risiko kolom mengalami priming. Antara masing-masing larutan sampel, satu
suntikan pelarut yang digunakan tidak boleh digunakan untuk dua atau lebih
sampel yang berbeda. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa sistem
kromatografi bebas dari setiap pencemaran yang dapat menimbulkan hasil yang
tidak akurat.
Pengaturan kondisi berikut telah terbukti efisien dalam HPLC kuantifikasi heroin:
Kolom
Eluen
: isooktana / dietil eter / metanol / air / dietilamin
(40:325:225:15:0.65, berdasarkan volume)
Laju alir
: 2 ml min-1
Deteksi
: UV pada 230 nm
Sebuah pemisahan HPLC khusus dari opiat yang dapat dicapai dalam kondisi seperti
di atas, ditunjukkan pada Gambar 5.4.
Selain waktu retensi, jika deteksi dioda-array digunakan, konfirmasi lebih lanjut dari
masing-masing senyawa yang dielusi dapat dicapai dengan memperhatikan
spektrum ultraviolet yang diperoleh untuk sampel dan standar.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Alkaloid merupakan suatu senyawa bersifat basa yang secara umum bekerja
pada sistem saraf pusat, mempunyai atom nitrogen yang biasanya pada cincin
heterosiklis dan dibiosintesis dalam tumbuhan dari asam amino atau turunannya.
2.
Alkaloid Isokuinolin mempunyai 2 cincin karbon yang mengandung 1 atom
nitrogen dengan struktur inti:
3.
Berdasarkan gugus fungsional yang dimiliki oleh alkaloid isokuinolin, untuk
mengidentifikasinya, dapat dilakukan reaksi warna seperti: Marquis, Frohde, King,
Sanchez, Pesez, Gabretti, Deniges, Labat, Lewin.
4.
Penetapan Kadar Alkaloid Isokuinolin dapat dilakukan dengan cara
Kromatografi Gas dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
B.
Saran
Alkaloid Isokuinolin merupakan senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan dan
dapat bermanfaat sebagai bahan obat. Ilmu dan penelitian untuk memperoleh
senyawa tersebut masih tergolong langka dan dibutuhkan pengembangan lebih
lanjut.