Anda di halaman 1dari 6

1.

SENYAWA ALKALOIDA

Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan


dialam. Hampir seluruh senyawa alkaloida berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar
luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Semua alkaloida mengandung paling sedikit satu
atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan dalam sebagian besar atom nitrogen ini
merupakan bagian dari cincin heterosiklik.

Hampir semua alkaloida yang ditemukan dialam mempunyai keaktifan biologis


tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan.
Misalnya kuinin, morfin dan stiknin adalah alkaloida yang terkenal dan mempunyai efek
sifiologis dan psikologis. Alakaloida dapat ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan
seperti biji, daun, ranting dan kulit batang. Alakloida umumnya ditemukan dalam kadar
yang kecil dan harus dipisahkan dari campuran senyawa yang rumit yang berasal dari
jaringan tumbuhan.

KLASIFIKASI SENYAWA ALKALOIDA

Alkaloida tidak mempunyai tatanam sistematik, oleh karena itu, suatu alkaloida
dinyatakan dengan nama trivial , misalnya kuinin, morfin dan stiknin. Hampir semua
nama trivial ini berakhiran –in yang mencirikan alkaloid. Klasifikasi alkaloida dapat
dilakukan berdasarkan beberapa cara, yaitu :

1) Berdasarkan jenis cincin heterosiklik nitrogen yang merupakan bagian dari


struktur molekul. Berdasarkan hal tersebut, maka alkaloida dapat dibedakan atas
beberapa jenis seperti alkaloida pirolidin, alkaloida piperidin, alkaloida
isokuinolin, alkaloida kuinolin dan alkaloida indol. Struktur masing-masing
alkaloida tersebut adalah sebagai berikut :

2) Berdasarkan jenis tumbuhan darimana alkaloida ditemukan. Cara ini digunakan


untuk menyatakan jenis alkaloida yang pertama-tama ditemukan pada suatu jenis
tumbuhan. Berdasarkan cara ini, alkaloida dapat dibedakan atas beberapa jenis
yaitu alkaloida tembakau, alkaloida amaryllidaceae, alkaloida erythrine dan
sebagainya. Cara ini mempunyai kelemahan yaitu : beberapa alkaloida yang
berasal dari suatu tumbuhan tertentu dapat mempunyai struktur yang berbeda-
beda.
3) Berdasarkan asal-usul biogenetik. Cara ini sangat berguna untuk menjelaskan
hubungan antara berbagai alkaloida yang diklasifikasikan berdasarkan berbegai
jenis cincin heterosiklik. Dari biosintesa alkaloida, menunjukkan bahwa alkaloida
berasal dari hanya beberapa asam amino tertentu saja. Berdasarkan hal tersebut
maka alkaloida dapat dibedakan atas tiga jenis utama yaitu :

a. Alkaloida alisiklik yang berasal dari asam-asam amino ornitin dan lisin

b. Alkaloida aromatik jenis fenilalanin yang berasal dari fenil alanin, tirosin dan
3,4-dihidrofenilalanin

c. alkaloida aromatik jenis indol yang berasal dari triptopan.

Sebagian besar alkaloida mempunyai kerangka dasar polisiklik termasuk


cincin heterosiklik nitrogen serta mengandung substituen yang tidak terlalu
bervariasi. Atom nitrogen alkaloida hampir selalu berada dalam bentuk gugus
amin (-NR2) atau gugus amida (-CO-NR2) dan tidak pernah dalam bentuk gugus
nitro (NO2) atau gugus diazo. Sedang substituen oksigen biasanya ditemukan
sebagai gugus fenol (-OH), metoksil (-OCH3) atau gugus metilendioksi (-O-CH2-
O). Substituen- substituen oksigen ini dan gugus N-metil merupakan ciri sebagian
besar alkaloida.

Pada alkaloida aromatik terdapat suatu pola oksigenasi tertentu. Pada


senyawa-senyawa ini gugus fungsi oksigen ditemukan dalam posisi para atau
posisi para dan meta dari cincin aromatik.

Sistem klasifikasi yang paling banyak diterima adalah menurut Hegnauer,


dimana alkaloida dikelompokkan atas :

1. Alkaloida Sesungguhnya

Alkaloida ini merupakan racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas


fisiologis yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa, umumnya mengandung
nitrogen dalam cincin heterosiklik, diturunkan dari asam amino, biasanya terdapat
dalam tanaman sebagai garam asam organik. Beberapa pengecualian terhadap aturan
tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa dan tidak
memiliki cincin heterosiklik dan alkaloida quarterner yang bersifat agak asam
daripada bersifat basa.

2. Protoalkaloida

Protoalkaloida merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen asam


amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloida diperoleh berdasarkan
biosintesa dari asam amino yang bersifat basa. Pengertian amin biologis sering
digunakan untuk kelompok ini.
3. Pseudoalkaloida

Pseudoalkaloida tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa ini


biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloida yang penting dalam kelompok ini
yaitu alkaloida steroidal dan purin.

Kebanyakan alkaloida berupa padatan kristal dengan titik lebur yang tertentu atau
mempunyai kisaran dekomposisi. Dapat juga berbentuk amorf dan beberapa seperti
nikotin dan konin berupa cairan. Kebanyakan alkaloida tak berwarna, tetapi beberapa
senyawa kompleks spesies aromatik berwarna. Pada umumnya basa bebas alkaloida
hanya larut dalam pelarut organik meskipun beberapa pseudoalakaloida dan
protoalkaloida larut dalam air. Garam alkaloida dan alkaloida quaterner sangat larut
dalam air.

Alkaloida bersifat basa yang tergantung pada pasangan elektron pada nitrogen.
Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan nitrogen bersifat melepaskan elektron
maka ketersediaan eelektron pada nitrogen naik dan senyawa lebih bersifat basa. Jika
gugus fungsional yang berdekatan bersifat menarik elektron maka ketersediaan pasangan
elektron berkurang dan pengaruh yang ditimbulkan alkaloida dapat bersifat netral atau
bahkan bersifat sedikit asam.

Kebasaan alkaloida menyebabkan senyawa tersbut sangat mudah mengalmi


dekomposisi terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen. Hasil reaksi ini sering
berupa N-oksida. Dekomposisi alakloida selama atau setelah is0olasi dapat menimbulkan
berbagai persoalan jika penyimpanan berlangsung dalam waktu lama. Pembentukan
garam dengan senyawa organik atau anorganik sering mencegah dekomposisi.

2. SENYAWA GLIKOSIDA

Glikosida merupakan salah satu senyawa jenis alkaloid. Alkaloid adalah senyawa
metabolit sekunder pada jaringan tumbuhan dan hewan yang memiliki atom nitrogen
(Hartati, 2010). Glikosida terdiri atas gabungan dua bagian senyawa, yaitu gula yang
disebut dengan gliko dan bukan gula biasa disebut aglikon. Glikosida yang
menghubungkan glikon dan aglikon ini sangat mudah terurai oleh pengaruh asam, basa,
enzim, air, dan panas (Rahayu dan Hastuti, 2008).
Jembatan atau ikatan glikosida yang menghubungkan glikon dan aglikon ini sangat
mudah terurai oleh pengaruh asam, basa, enzim, air, dan panas. Bila semakin panas
lingkungannya, maka glikosida akan semakin cepat terhidrolisis. Pada saat glikosida
terhidrolisis maka ikatan glikosida akan terputus sehingga molekul akan pecah menjadi
dua bagian yaitu glikon dan aglikon. Sifat-sifat dari glikosida yaitu mudah menguap,
mudah larut dalam pelarut polar seperti air, mudah terurai dalam keadaan lembab dan
lingkungan asam (Gunawan dan Mulyani, 2002).

Glikosida yang terdapat pada tangkai daun pepaya dapat menimbulkan efek yang
berbahaya bagi manusia. Glikosida dapat bersifat racun yang menyerang sistem
cardiovasculer. Tanda dan gejala apabila seseorang mengalami keracunan glikosida
adalah anoreksia, mual, muntah, penglihatan kabur, kelelahan, dan pusing (Goodman dan
Gilman, 2003). Glikosida dapat menjadi toksik pada tubuh apabila kadarnya mencapai 0,2
mg/L yang setara dengan 0,2 ppm. Glikosida pada tangkai daun pepaya dapat dihilangkan
dengan metode pemanasan. Ikatan glikosida dapat terputus pada suhu 67-70° C (Auria et
al., 1996).

3. SENYAWA GLUKOSINOLAT

Glukosinolat merupakan metabolit sekunder dari spesies tanaman keluarga


Brassicaceae. Terdapat pada setiap bagian dari tanaman, dengan konsentrasi tertinggi
ditemukan pada biji. Mirosinase merupakan enzim yang berperan pada pemecahan
glukosinolat, dilepaskan ketika tanaman yang mengandung glukosinolat tersebut
mengalami kerusakan (termasuk pada saat proses mengunyah selama ingesti). Mirosinase
yang dilepaskan tersebut akan menginisiasi munculnya air pada saat konversi glukosinolat
menjadi produk pecahan, seperti isothiosianat, oxazolidinethiones, tiosianat, nitriles,
epithionitriles, dan derivat indol-3-ylmethyl lainnya. Selain derivat glukosinolat yang
telah disebutkan sebelumnya, terdapat juga indolyl glukosinolat yang dapat menimbulkan
terbentuknya indol-3-karbinol yang dapat berperan menginduksi detoxifying enzyme serta
dapat berperan sebagai anti karsinogen pada hewan coba.Namun penelitian terhadap
indol-3-karbinol memberikan hasil yang bertentangan dimana pemberian pada saat
sebelum atau bersamaan dengan chemical carcinogen, ditemukan dapat menghambat
perkembangan dari kanker payudara, lambung, kolon, paru, dan hepar. Sebaliknya pada
penelitian lain disebutkan bahwa pemberian indol-3-karbinol setelah chemical carcinogen
(post initiation) ditemukan peningkatan kanker pada hepar, tiroid, kolon, dan uterus tikus
coba. Mekanisme yang mendasari terjadinya hasil kontroversial tersebut masih belum
dapat dijelaskan.

Anda mungkin juga menyukai