Anda di halaman 1dari 15

PROFESI PENDIDIKAN

PROBLEMATIKA DAN TANTANGAN PROFESI GURU

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4 :

ARFINA JULIRA (06101281924024)

Kelas: Indralaya

DOSEN PENGAMPUH :

Prof.Dr. Fuad A. Rachman, M.Pd

Dr. Hartono, M.A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2021/2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah Subhanahuwata’ala, karena berkat limpahan


rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yangmerupakan tugas pada mata kuliah Profesi Pendidikan yang membahas tentang
“PROBLEMATIKA DAN TANTANGAN PROFESI GURU”.
Penulis menyadari di dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan baik
itu di dalam penyusunan ataupun di dalam penulisannya, oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar penulis dapat mengetahui dimana
letak kelemahan penulis sehingga pada penyusunan tugas yang selanjutnya penulis akan
berusaha untuk memperbaiki kesalahan yang telah penulis lakukan di dalam penyusunan
makalah ini.
Penulis mengharapkan dengan disusunnya makalah tentang penilaian kinerja guru
akan dapat menambah pengetahuan dan juga mendorong semangat di dalam mempelajari
Profesi Pendidikan, tidak hanya bagi penulis tetapi juga bagi siapa saja yang membaca
makalah ini.

Indralaya, Mei 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................ii

DAFTAR ISI..............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.....................................................................................1

B. Rumusan Massalah..............................................................................1

C. Tujuan Pembahasan.............................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

1. Problematika Profesi Guru...................................................................2

2. Tantangan Profesi Guru........................................................................5

3. Solusi dalam Mengahadapi Problematika Guru................................. 8

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN.................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Problem guru merupakan topik yang tidak habis-habisnya dibahas dalam berbagai
seminar, diskusi, dan workshop untuk mencari berbagai alternatif pemecahanbterhadap
berbagai persoalan yang dihadapi oleh guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pengajar
dan pendidik dilingkungan sekolah.
Pekerjaan mendidik bukanlah pekerjaan yang mudah. Hasil pekerjaan itu tidak dapat
sama sekali kita tentukan lebih dahulu seperti halnya dengan orang yang mencetak kue atau
membuat benda-benda lain. Hasil dari pekerjaan mendidik tidak hanya ditentukan oleh
kehendak si pendidik sendiri, tetapi juga ditentukan oleh banyak faktor lain. Di dalam
pendidikan, faktor-faktor lingkungan (milieu) dapat mempengaruhi dan bahkan turut pula
mempengaruhi pertumbuhan anak didik; demikian pula anak itu sendiri tidak dapat
diabaikan.
Penyebabnya karena berdasarkan sejumlah penelitian pendidikan, guru diyakini
sebagai salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan anak didik dalam melakukan
proses transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta internalisasi etika dan moral.
Karena itu tidaklah berlebihan apabila para pemerhati pendidikan senantiasa mengarahkan
perhatiannya pada persoalan guru dan keguruan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana problematika profesi guru?
2. Bagaimana tantangan profesi guru?
3. Bagaimana solusi dalam menghadapi problematika profesi guru?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui problematika profesi guru
2. Untuk mengetahui tantangan profesi guru
3. Untuk mengetahui solusi dalam menghadapi problematika profesi guru

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Problematika Profesi Guru


a. Pengertian Problematika
Istilah problema/problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu Problematic
yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, problema
berarti hal yang belum dapat dipecahkan; yang menimbulkan masalah;
permasalahan; situasi yang dapat didefinisikan sebagai suatu kesulitan yang perlu
dipecahkan, di atasi atau disesuaikan.1Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), problematika mempunyai arti: masih menimbulkan masalah, hal yang
masih belum dapatdipecahkan permasalahan.
Uraian pendapat tentang problematika adalah berbagai persoalan- persoalan
sulit yang dihadapi dalam proses pemberdayaan, baik yang datang dari individu
(faktor internal) maupun dalam upaya pemberdayaan SDM atau guru dalam dunia
pendidikan.

b. Problematika Profesi Guru


Secara umum problem yang dialami oleh para guru dapat dibagi menjadi 2
kelompok besar, yaitu problem yang berasal dari diri guru yang bersangkutan dan
problem yang berasal dari dalam diri guru lazim disebut problem internal,
sedangkan yangberasal dari luar disebut problem eksternal.
1) Problem Internal
Problem internal yang dialami oleh guru pada umumnya berkisar pada
kompetensi profesional yang dimilikinya, baik bidang kognitif seperti
penguasaan bahan/materi, bidang sikap seperti mencintai profesinya
(kompetensi kepribadian) dan bidang perilaku seperti keterampilan mengajar,
menilai hasil belajar siswa (kompetensi pedagogik) dan lain-lain.
a) Menguasai Bahan/Materi
Menguasai materi harus dimulai dengan merancangdan menyiapkan bahan
ajar/materi pelajaran yang merupakan faktor penting dalam pelaksanaan
kegiatan pembelajaran dari guru kepada anak didiknya. Agar proses
pembelajaran dapat berlangsung dengan baik, rancangan dan penyiapan
bahan ajar harus cermat, baik dan sistematis. Rancangan atau persiapan
bahan ajar/materi pelajaran berfungsi sebagai pemberi arah pelaksanaan
pembelajaran, sehingga proses belajar mengajar dapat terarah dan efektif.

2
Namun hendaknya dalam merancang dan menyiapkan bahan ajar disertai
pula dengan gagasan/ide dan perilaku guru yang kreatif, dengan
memperhatikan segenap hal yang terkandung dalam makna belajar
peserta didik.
b) Mencintai Profesi Keguruan
Bertolak dari kompetensi guru yang harus dimiliki oleh guru dan adanya
keinginan kuat untuk menjadi seorang guru yang baik, persoalan profesi
guru di sekolah terus menarik untuk dibicarakan, didiskusikan, dan
menuntut untuk dipecahkan, karena masih banyak guru yang punya
anggapan bahwa mengajar hanyalah pekerjaan sambilan, padahal guru
merupakan faktor dominandalam pendidikan formal pada umumnya
karena bagi siswa, guru sering dijadikan teladan dan tokoh panutan. Untuk
itu guru seyogyanya memiliki perilaku dan kemampuan yang memadai
dalam mengembangkan peserta didik secara utuh. Peran guru adalah
perilaku yang diharapkan (expected behavior) oleh masyarakat dari
seseorang karena status yang disandangnya. Status yang tinggi membuat
seorang guru mengharuskan tampilnya perilaku yang terhormat dari
penyandangnya. Dewasa ini masyarakat tetap memgharapkan perilaku
yang paling baik dan terhormat dari seorang guru.
c) Keterampilan Mengajar
Guru harus memiliki beberapa komponen keterampilan mengajar agar
proses pembelajaran dapat tercapai, di antaranya yaitu 10 kompetensi guru
yang merupakan profil kemampuan dasar bagi seorang guru. Adapun 10
kompetensi guru tersebut menurut Depdikbud,5meliputi: (1)menguasai
bahan, (2)mengelola program belajar mengajar, (3)mengelola kelas,
(4)penggunaan media atau sumber, (5)mengelola interaksi belajar
mengajar, (6)menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran,
(7)mengenal fungsi layanan bimbingan dan penyuluhan (BP),
(8)mengenal menyelenggarakan administrasi sekolah (9)memahami
prinsipprinsip, (10)menafsirkan hasil penelitian pendidikanguru untuk
keperluan pengajaran.
d) Menilai Hasil Belajar Siswa
Evaluasi diadakan bukan hanya ingin mengetahuitingkat kemajuan yang
telah dicapai siswa saja, melainkan ingin mengetahui sejauh mana tingkat
pengetahuan siswa atau peserta didik yang telah dicapai. Evaluasi adalah
suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan data tentang sejauh

3
mana kerberhasilan anak didik dalam belajar dan keberhasilan guru dalam
mengajar. Pelaksanaan evaluasi dilakukan oleh guru dengan memakai
instrument penggali data seperti tes perbuatan tes tertulis dan tes lisan.
2) Problem Eksternal
Problem eksternal yaitu problem yang berasal dari luar diri guru itu sendiri.
Kualitas pengajaran juga ditentukan oleh karakteristik kelas dan
karakteristik sekolah.
a) Karakteristik kelas seperti besarnya kelas, suasana belajar, fasilitas dan
sumber belajar yang tersedia.
b) Karakteristik sekolah yangdimaksud misalnya disiplin sekolah,
perpustakaan yang ada di sekolah memberikan perasaan yang nyaman,
bersih, rapi dan teratur.
Pada masa akhir tahun ajaran sekolah perhatian masyarakat akan tertuju pada
betapa rendahnya kualitas pendidikan sekolah menengah yang ditunjukkan dengan
hasil nilai ebtanas murni (NEM). Rendahnya skor tersebut akan senantiasa dikaitkan
dengan rendahnya mutu guru dan rendahnya kualitas pendidikan guru. Oleh karena
itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan sasaran sentral yang dibenahi adalah
kualitas guru dan kualitas pendidikan guru.
Berbagai usaha untuk meningkatkan kualitas guru dan pendidikan guru telah
dilaksanakan dengan pembaharuan pendidikan misalnya diintroduksinya proyek
perintis sekolah pembangunan, pengajaran dengan sistem modul dan lainnya, dan
adanya beberapa masalah yang mempengaruhi kinerja profesi guru yang menjadikan
usaha-usaha tersebut tidak berjalan lancar, diantaranya:
1) Mengabaikan Guru
Sebagai contoh adalah diintroduksinya pendekatan Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA) dalam proses belajar-mengajar. Keyakinan para pengambil
kebijaksanaan CBSA telah mendorong dikeluarkannya penetapan keharusan
guru untuk menggunakan pendekatan tersebut dalam proses belajar mengajar.
Barangkali keyakinan ini tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga berdasarkan
hasil-hasil penelitian.
Tersendat-sendatnya pelaksanaan CBSA dewasa ini merupakan bukti
bahwa setiap kebijaksanaan dibidang pendidikan apabila pengajaran di kelas
yang meninggalkan pandangan guru sebagai orang yang paling tahu keadaan
kelas cenderung mengalami kegagalan sebab "pandangan guru" sangat
diperlukan dalam setiap usaha peningkatan kualitas hasil pendidikan.
2) Mentalitas dan Vitalitas

4
Ada tiga kegiatan penting yang diperlukan oleh guru untuk bisa
meningkatkan kualitasnya sehingga bisa terus menanjak pangkatnya sampai
jenjang kepangkatan tertinggi.Pertama, para guru harus memperbanyak tukar
pikiran tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman mengembangkan
materi pelajaran dan berinteraksi dengan peserta didik. Kedua, akan lebih baik
kalau apa yang dibicarakan dalam pertemuan-pertemuan ilmiah yang dihadiri
para guru adalah merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh para guru
sendiri. Ketiga, guru harus membiasakan diri untuk mengkomunikasikan hasil
penelitian yang dilakukan, khususnya lewat media cetak. Untuk itu tidak ada
alternatif lain bagi guru meningkatkan kemampuan dalam menulis laporan
penelitian.
3) Peran PGRI
Sebagai suatu organisasi profesi guru yang memiliki anggota lebih dari dua
juta, PGRI secara moral mempunyai tanggung jawab untuk mendorong dan
memberikan agar para guru bisa melaksanakan tiga kegiatan di atas.PGRI bisa
memperbanyak pertemua-pertemuan ilmiah, menerbitkan pedoman-pedoman
penelitian yang dapat cepat dicerna guru, menerbitkan jurnal-jurnal sebagai
media komunikasi ilmiah para anggota. Untuk itu, kiranya PGRI perlu
lebih meningkatkan kualiatas tubuhnya sendiri.

2. Tantangan Profesi Guru


Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan beratnya tantangan yang dihadapi oleh
profesi keguruan dalam usaha untuk meningkatkan kewibaannya di mata masyarakat
seperti yang dikemukakan oleh Dedi Supriadi, (1999: 104-106) sebagai berikut:
a. Berkenaan dengan definisi profesi keguruan, masih ada kekurang jelasan tentang
definisi keguruan, bidang garapannya yang khas, dan tingkat keahlian yang
dituntut dari pemegang profesi ini. Profesi keguruan berbeda misalnya dengan
profesi kedokteran yang bidang tugas dan tingkat keahlian yang dituntutnya
profesi telah begitu jelas serta dirinci sedemikian rupa.
b. Kenyataan yang terjadi sepanjang sejarah profesi keguruan menunjukan bahwa
desakan kebutuhan masyarakat dan sekolah akan guru, maka profesi ini tidak
cukup terlindungi dari terjadinya “gangguan” dari luar. Di masa lalu bahkan
hingga dewasa ini, ada kesan bahwa siapapun boleh berdiri di muka kelas untuk
mengajar tanpa memperdulikan latar belakang dan tingkat pendidikannya. Di
zaman kemerdekaan, asal seseorang bisa menulis, membaca, dan berhitung dan
mau membagikan kemauannya kepada orang lain, dapat langsung berdiri di muka

5
kelas. Sekalipun hal tersebut sekarang, pengaruh dari masa lalu itu masih terasa
hingga sekarang. Di samping itu, kualifikasi pendidikan guru kita amat beragam,
mulai hanya lulusan SLTP hingga S-3. Dapat dibayangkan betapa sulitnya menarik
suatu generalisasi utuh tentang tingkat profesionalisme guru. Sekali lagi,
bandingkan misalnya dengan profesi kedokteran yang anggotanya hanya terdiri
atas dokter dengan kualifikasi pendidikan yang jelas dan seragam.
c. Penambahan jumlah guru secara besar-besaran membuat sulitnya standar mutu
guru dikendalikan dan dijaga. Hal ini terjadi hampir pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan. Akibatnya, ada untuk anggapan seakan- akan tidak ada relevansinya
untuk berbicara tentang profesionalisme guru di tengah mendesaknuya kebutuhan
akan guru dalam jumlah besar.13
d. PGRI sendiri cenderung bergerak di “ pertengahan” antara pemerintah dan guru-
guru. PGRI belum banyak aktif melakukan kegiatan-kegiatan yang secara
sistematis dan langsung berkaitan dengan profesionalisme guru; misalnya melalui
penerbitan profesional dan kegiatan ilmiah lainnya. Kurangnya dana, langkanya
tenaga profesional dan potensi “pasar” untuk mengkonsumsi penerbitan
profesional, menjadi sebab sulitny PGRI bergerak ke arah itu. Hal serupa juga
berlaku dalam upaya memperjuangkan nasib n-para guru. Diakui bahwa pada
beberapa tahun terakhir PGRI makin aktif menyuarakan aspirasi guru, namun
secara umum tidak berlebihan bila dikatakan bahwa PGRI masih harus berbuat
banyak untuk menjadi penyalur dan penyambung lidah para guru dalam
menyampaikan aspirasinya untuk perbaikan statusnya.

Baik sebagai wahana untuk meningkatkan profesionalisme maupun untuk


memperjuangkan nasib guru, PGRI memang masih sebelum “secanggih” oraganisasi
serupa di negara lain. Misalnya, NEA (National Education Assocoation) di AS benar-
benar aktif melakukan pembinaan terhadap profesionalisme guru; sedangkan AFT
(American Federation of Teacher) lebih berurusan dengan upaya memperjuangkan hak-
hak guru.Guru-guru yang kurang puas dengan kondisi kerja banyak bergabung dengan
AFT. Di Inggris, NUT (National Teacher Union) merupakan kekuatan yang ampuh
baik sebagai sarana untuk pembinaan profesionalisme guru maupun dalam
mempengaruhi opini publik tentang pendidikan dan guru.
Tuntutan dan harapan masyarakat yang terus meningkat dan berubah membuat
guru makin ditantang.Perubahan yang terjadi dalam masyarakat melahirkan tuntutan-
tuntutan baru terhadap peran (Role Expectation) yang seharusnya dimainkan oleh
guru.Akibatnya, setiap penambahan kemampuan guru selalu berpacu dengan
meningkatnya kemampuan dan harpan masyarakat tersebut yang kadang-kadang lebih

6
cepat dari kemampuan guru untuk memenuhinya.Masalah terjadi apabila harapan atas
peran guru bertambah, sementara kemampuan giri memenuhinya terbatas.Bila dimasa
lalu guru menjadi sumber utama untuk menjawab ketidaktahuan siswa, sekarang bukan
lagi. Di rumah tersedia radio, televisi, surat kabar, bahkan komputer dan internet. Tidak
berlebihan bila dikatakan bahwa dengan pengecualian pedesaan barisan depan dalam
irama perubahan masyarakat sebagaimana dipercayai di masa lalu, melainkan pengikut
perubahan masyrakat yang bergerak jauh di depan mereka. Dalam situasi demikian,
tidak mudah menegakkan profesi keguruan.Jadi, betapa peliknya problematik dan
betapa beratnya tantangan yang dihadapi profesi keguruan.
Di tengah tuntutan, tantangan serta berbagai persoalan kegagagalan dunia
pendidikan, sosok guru merupakan pihak yang paling tertuduh. Sosok guru merupakan
orang paling dimintai pertanggung jawabannya. Bahkan tidak ada alasan apa pun, yang
dapat diberikan oleh seorang guru untuk membela dirinya.Maka, ketika ujian nasional
digulirkan dengan standar kelulusan yang cukup fantastis, sosok guru pulalah, yang
mula-mula merasa ketar-ketir. Ia mesti bertanggung jawab atas segala apa yang akan
terjadi pada peserta didik: frustasi, stress, depresi dan segala keputusasaan mental
generasi bangsa ini.
Maka perbaikan dan evaluasi pada kemampuan seorang guru, seolah menjadi hal
yang logis untuk dilakukan pertama kali dalam memecahkan persoalan dunai
pendidikan. Dengan prinsip pembelajaran inovatif, seorang guru akan mampu
memfasilitasi siswanya untuk mengembangkan diri dan terjun di tengah masyarakatnya.
Hal ini dapat dipahami dengan memerhatikan beberapa prinsip pembelajaran inovatif,
yaitu:
a. pembelajaran, bukan pengajaran;
b. guru sebagai fasilitator, bukan instruktur;
c. siswa sebagai subjek, bukan objek;
d. multimedia, bukan monomedia;
e. sentuhan manusiawi, bukan hewani;
f. pembelajaran induktif, bukan deduktif;
g. materi bermakna bagi siswa, bukan sekadar dihafal;
h. keterlibatan siswa partisipasif, bukan pasif.18

Selain memberikan beberapa prinsip dasar, pembelajaran inovatif juga


menekankan adanya pola dan strategi pendidikan yang utuh.Pola dan strategi
pendidikan yang menitik bertakan pada tercipanya kesadaran peserta didik pada dirinya
sendiri dan lingkungannya.

7
Selanjutnya, ketakutan dan keminderan seorang guru dalam melakukan ekpresi
merupakan salah satu tumor pendidikan yang urgen untuk disembuhkan. Seorang guru
sudah seyogyanya untuk yakin bahwa setiap guru tanpa terkecuali dapat berinovasi
dalam pembelajarannya; seorang guru seyogyanya untuk yakin bahwa perbuatan-
perbuatan kecilnya yang teliti, semisal mencatat perubahan tentang cara dan gaya
mengajar setiap hari akan melahirkan hasil yang besar; serta seorang guru
seyogyanya untuk terbuka menerima saran dan kritik dari guru lain, bila pola
pembelajaran yang disampaikannya sama seperti yang kemarin.
Lebih jauh, keberanian seorang guru dalam berinovasi, serta merta akan
membentuk karakternya menjadi kreatif. Kemampuan dan kapasitasnya, baik hard skill
maupun soft skill, akan terasah dengan sendirinya. Kekreatifan seorang guru, akan
berdampak tidak hanya pada pola komunikasi pembelajaran, tetapi juga akan
membentuk suasana serta atmosfir pembelajaran yang menyenangkan (enjoy learning).
Pembelajaran yang mampu mentransformasikan ilmu sekaligus mampu membetuk
karakter siswa yang manusiawi.
Beberapa metode yang dapat digunakan oleh seorang kreatif dalam membangun
suasana kelas yang familiar dan manusiawi.Suasana kelas yang tak lagi hadir sebagai
ruang penjara yang dijejali teori, konsep dan tugas dari guru.Tetapi ruang kelas yang
mampu menggali potensi siswa dan menjernihkan nalar pikir anak didik dalam
memahami dan mengaplikasikan kemampuannya untuk dirinya sendiri dan
lingkungannya.Kreatifitas guru tentunya terletak pada kekayaannya memiliki metode
dan aneka model pembelajaran, serta kecermatannya untuk memilih dan memilah
metode dan aneka pembelajaran yang akan digunakan di setiap waktu yang berbeda.

3. Solusi dalam Menghadapi Problematika Guru


Untuk mengatasi problematika pendidikan yang berkaitan dengan
profesionalisme, guru diperlukan kerja sama antara dunia pendidikan dengan instansi-
instansi lain, mengintegrasikan seluruh sumber informasi yang ada di masyarakat ke
dalam kegiatan belajar mengajar, penanaman tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas
yang diembannya dan pembudayaan akhlaqul karimah dalam setiap perbuatan
kesehariannya serta diperlukan kerja sama dari berbagai pihak, utamanya pemimpin
lembaga pendidikan dan pemerintah sebagai pembuat kebijakan.
Guru dalam proses pembelajaran pada suatu lembaga pendidikan berfungsi
sebagai mediator dalam penyampaian materi-materi yang diajarkan kepada peserta
didik, untuk kemudian ditindak lanjuti oleh peserta didik dalam kehidupan nyatanya,
baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah. Dalam proses pembelajaran ini, untuk
menjadi guru yang profesional, hendaknya guru memiliki dua kategori, yaitu capability

8
dan loyality, artinya guru itu harus memiliki kemampuan teoritik tentang mengajar yang
baik, dari mulai perencanaan, implementasi sampai evaluasi dan memiliki loyalitas
keguruan, yakni loyal kepada tugas-tugas keguruan yang tidak semata-mata di dalam
kelas, tapi sebelum dan sesudah di kelas.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Problematika pengembangan profesionalisasi guru dapat dilihat dari kurangnya
minat guru untuk meneliti, guru sekarang masih banyak yang belum sejahtera, kurang
kreatifnya guru dalam membuat alat peraga dan media pembelajaran.
Untuk mengatasi problematika guru di atas, diperlukan kerjasama dari kita semua
untuk dapat saling membantu agar guru mampu meneliti, mendapatkan income tambahan
dari keprofesionalannya, dan menyulut guru untuk kreatif dalam mengembangkan sendiri
media pembelajarannya. Bila itu semua dapat terwujud, maka kualitas pendidikan kita pun
akan meningkat.
Tuntutan dan harapan masyarakat yang terus meningkat dan berubah membuat guru
makin ditantang. Tantangan serta berbagai persoalan kegagalan dunia pendidikan, sosok
guru merupakan pihak yang paling tertuduh. Sososk guru merupakan orang paling dimintai
pertanggung jawabannya. Maka perbaikan dan evaluasi pada kemampuan seorang guru,
seolah menjadi hal yang logis untuk dilakukan pertama kali dalam memecahkan persoalan
dunia pendidikan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Afifah. F. 2018. PROBLEMA DAN TANTANGAN PROFESI GURU. (Online)


https://www.academia.edu/35541440/PROBLEMA_DAN_TANTANGAN_PROFESI_GURU
_Makalah_Diajukan_dalam_rangka_memenuhi_tugas_mata_kuliah . (Diakses pada tanggal 1
Mei 2021)

Wulandari. S. 2018. Makalah PPG-PROBLEMATIKA DAN TANTANGAN PROFESI GURU.


(Online)https://www.academia.edu/35491591/Makalah_PPG_PROBLEMATIKA_DAN_TAN
TANGAN_PROFESI_GURU . (Diakses pada tanggal 1 Mei 2021)

11

Anda mungkin juga menyukai