Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PROFESI PENDIDIKAN

TANTANGAN DAN PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN


PROFESIONALISME GURU DAN CARA MENGATASINYA

Disusun Oleh :

Nama : Novia Aquaristy Hutabarat

NIM : 06101181924011

Prodi : Pendidikan Kimia

Kampus : Indralaya

Dosen Pengampu :
1. Prof. Dr. Fuad A. Rachman Ibrahim, M.Pd

2. Dr. Hartono, M.A

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2021

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan keihadirat Allah yang Maha Esa, yang berkat
karunia Nyalah makalah "Tantangan dan Problematika Pengembangan dan
Profesionalisme Guru dan Cara Mengatasinya" terselesaikan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Profesi Pendidikan.

Melalui makalah ini penulis bermaksud memberikan sekilas informasi


mangenai Penilaian Kinerja Guru. Dalam menyelesaikan makalah ini, saya cukup
banyak menemui kesulitan dan hambatan. Tetapi dengan dukungan berbagai
pihak, serta motivasi dari teman-teman akhirnya makalah ini dapat terselesaikan .
Saya menyadari di dalam makalah ini masih banyak tertdapat kesalahan dan
kekurang oleh karena itu kami selaku penulis mohon maaf atas semua kekurang
dari isi isi makalah ini.
Palembang, 22 April 2021

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................................3
BAB I..............................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang Masalah...........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................................5
BAB II.............................................................................................................................6
2.1 Pengertian Problematika dan Tantangan.................................................................6
2.2 Problematika guru....................................................................................................6
3.3 Tantangan Profesionalisme Guru.............................................................................9
4.4 Solusi......................................................................................................................14
BAB III..........................................................................................................................16
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................16
3.2 Saran......................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................17
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Sebagai usaha untuk mencapai tujuan Pendidikan Nasional yang telah


diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahnu 1945 yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan potensi manusia
seutuhnya, maka sangat dibutuhkan peran pendidik yang profesional. Sesuai
dengan Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, jabatan guru sebagai pendidik merupakan
jabatan profesional. Oleh sebab itu, guru dituntut agar terus mengembangkan
kapasitas dirinya sesuai dengan perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan sumber daya
manusia yang berkualitas dan memiliki kapabilitas untuk mampu bersaing
baik di forum regional, nasional maupun internasional.
Namun pada kenyataannya, masih banyak ditemui menjadi guru seperti
pilihan profesi terakhir. Kurang dapat dipercaya, jika sudah tidak ada lagi
pekerjaan maka profesi guru menjadi pilihan. Bahkan guru ada yang dipilih
secara asal yang penting ada yang mengajar. Padahal guru adalah operator
sebuah kurikulum pendidikan, ujung tombak pemberantas kebodohan, bahkan
guru adalah mata rantai dab pilar peradaban dan benang merah bagi perubahan
dan kemajuan suatu masyarakat bangsa.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu arti problematika dan tantangan?


2. Apa saja problematika seorang guru?
3. Mengapa terdapat tantangan dalam profesionalisme guru?
4. Bagaimana solusi yang didapatkan untuk menjadi guru yang profesional?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui arti problematika dan tantangan.


2. Mengetahui problematika menjadi seorang guru.
3. Mengetahui tantangan profesionalisme guru.
4. Mengetahui solusi menjadi guru yang profesional.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Problematika dan Tantangan

Istilah problema/problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu problematic


yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam bahasa Indonesia,
problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan; yang menimbulkan masalah;
permasalahan; situasi yang dapat didefinisikan sebagai suatu kesulitan yang perlu
dipecahkan, diatasi atau disesuaikan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), problematika mempunyai
arti: masih menimbulkan masalah, hal yang masih belum dapat dipecahkan
permasalahannya. Uraian pendapat tentang problematika adalah berbagai
persoalan-persoalan sulit yang dihadapi dalam proses pemberdayaan, baik yang
datang dari individu (faktor internal) maupun dalam upaya pemberdayaan SDM
atau guru dalam dunia pendidikan.
Menurut KBBI tantangan adalah hal atau objek yang menggugah tekad untuk
meningkatkan kemampuan mengatasi masalah; rangsangan (untuk bekerja lebih
giat dan sebagainya). Tantangan profesinalisme guru kedepan adalah
perkembangan teknologi informasi, desentralisasi dan sentralisasi pendidikan,
dan pasar bebas ASEAN.

2.2 Problematika guru

Secara umum problem yang dialami oleh para guru dapat dibagi menjadi dua
kelompok besar, yaitu problem yang berasal dari dalam diri guru disebut
problem internal, sedangkan yang berasal dari luar disebut problem eksternal.
1. Problem Internal
Problem internal yang dialami oleh guru pada umumnya berkisar pada
kompetensi professional yang dimilikinya, baik bidang kognitif seperti
penguasaan bahan/materi, bidang sikap seperti mencintai profesinya (kompetensi
kepribadian) dan bidang perilaku seperti keterampilan mengajar, menilai hasil
belajar siswa (kompetensi pedagogik) dan lain-lain. Berikut ini problem internal
seorang guru:
a. Menguasai bahan/materi
Menguasai materi harus dimulai dengan merancang dan
menyiapkan bahan ajar /materi pelajaran yang merupakan faktor penting
dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran dari guru kepada anak
didiknya. Agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik,
rancangan dan penyiapan bahan ajar harus cermat, baik dan sistematis.
Rancangan atau persiapan bahan ajar/materi pelajaran berfungsi sebagai
pemberi arah pelaksanaan pembelajaran, sehingga proses belajar
mengajar dapat terarah dan efektif. Namun hendaknya dalam merancang
dan menyiapkan bahan ajar disertai pula dengan gagasan/ide dan perilaku
guru yang kreatif, dengan memperhatikan segenap hal yang terkandung
dalam makna belajar peserta didik.
b. Mencintai profesi keguruan
Bertolak dari kompetensi guru yang harus dimiliki oleh guru dan
adanya keinginan kuat untuk menjadi seorang guru yang baik, persoalan
profesi guru di sekolah terus menarik untuk dibicarakan, didiskusikan,
dan menuntut untuk dipecahkan, karena masih banyak guru yang punya
anggapan bahwa mengajar hanyalah pekerjaan sambilan, padahal guru
merupakan faktor dominan dalam pendidikan formal pada umumnya,
karena bagi siswa, guru sering dijadikan teladan dan tokoh panutan. Untuk
itu guru sebaiknya memiliki perilaku dan kemampuan yang memadai
dalam mengembangkan peserta didik secara utuh. Peran guru adalah
perilaku yang diharapkan (expected behavior) oleh masyarakat dari
seseorang karena status yang disandangnya. Status yang tinggi membuat
seorang guru mengharuskan tampilnya perilaku yang terhormat dari
penyandangnya. Dewasa ini masyarakat tetap mengharapkan perilaku
yang paling baik dan terhormat dari seorang guru.
c. Keterampilan mengajar
Guru harus memiliki beberapa komponen keterampilan mengajar
agar proses pembelajaran dapat tercapai, di antaranya yaitu 10 kompetensi
guru yang merupakan profil kemampuan dasar bagi seorang guru. Adapun
10 kompetensi guru tersebut menurut Depdikbud, meliputi:
a) Menguasai bahan,
b) Mengelola program belajar mengajar,
c) Mengelola kelas,
d) Penggunaan media atau sumber,
e) Mengelola interaksi belajar mengajar,
f) Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran,
g) Mengenal fungsi layanan bimbingan dan penyuluhan (BP),
h) Mengenal menyelenggarakan administrasi sekolah, i) Memahami
prinsip- prinsip,
i) Menafsirkan hasil penelitian pendidikan guru untuk keperluan
pengajaran.

d. Menilai hasil belajar siswa


Evaluasi diadakan bukan untuk hanya ingin mengetahui tingkat
kemajuan yang telah dicapai siswa saja, melainkan ingin mengetahui
sejauh mana tingkat pengetahuan siswa atau peserta didik yang telah
dicapai. Evaluasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk
mendapatkan data tentang sejauh mana kerberhasilan anak didik dalam
belajar dan keberhasilan guru dalam mengajar. Pelaksanaan evaluasi
dilakukan oleh guru dengan memakai instrumen penggali data seperti tes
perbuatan, tes tertulis dan tes lisan.
2. Problem Eksternal
Problem eksternal yaitu problem yang berasal dari luar diri guru itu sendiri.
Kualitas pengajaran juga ditentukan oleh karakteristik kelas dan karakteristik
sekolah.
a. Karakteristik kelas seperti besarnya kelas, suasana belajar, fasilitas dan
sumber belajar yang tersedia.
b. Karakteristik sekolah yang dimaksud, misalnya disiplin sekolah, contoh
seperti perpustakaan yang ada di sekolah yang memberikan perasaan
nyaman, bersih, rapi dan teratur.
Dalam konteks pertimbangan faktor eksternal, terutama yang menyangkut
lingkungan kerja, secara rinci, bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi
semangat kerja, yaitu:
a. Volume upah kerja yang dapat memenuhi kebutuhan.
b. Suasana kerja yang menggairahkan atau iklim.
c. Pemahaman sikap dan pengertian di kalangan pekerja.
d. Sikap jujur dan dapat di percaya dari kalangan pemimpin terwujud
dalam kenyataan.
e. Penghargaan terhadap hasrat dan kebutuhan yang berprestasi.
f. Sarana yang menunjang bagi kesejahteraan mental dan fisik, seperti
tempat olah raga, masjid dan rekreasi.

3.3 Tantangan Profesionalisme Guru

Tuntutan keprofesionalan suatu pekerjaan pada dasarnya melukiskan


sejumlah persyaratan yang harus dimiliki oleh seseorang yang memangku
jabatan tersebut. Howsam dalam Mantja mengidentifikasi suatu profesi sebagai
berikut:
(1) Seseorang profesional menggunakan waktu sepenuhnya untuk menjalankan
pekerjaanya;
(2) Terikat dengan panggilan hidup dan di dalam hal tersebut memerlukan
seperangkat norma kepatuhan dan perilaku;
(3) Menjadi anggota profesional yang formal;
(4) Menguasai pengetahuan yang berguna dan keterampilan atas dasar
spesialisasi atau pendidikan yang sangat khusus;
(5) Terikat oleh syarat-syarat kompetensi, kesadaran prestasi dan pengabdian;
(6) Memperoleh otonomi berdasarkan spesialisasi teknik yang tinggi.
Kemampuan pendidik dalam meningkatkan profesionalnya tidak hanya berguna
bagi dirinya, tetapi mempunyai makna yang positif bagi peningkatan kualitas
pendidikan pada umumnya. Seperti yang dikenal saat ini bahwa, keprofesionalan
seorang guru dibuktikan dengan sertifikat profesi (sertifikasi). Melalui sertifikat
tersebut pula, guru mendapatkan manfaat berupa tunjangan yang ditujukan untuk
terus meningkatkan profesionalismenya.

a. Perkembangan Teknologi Informasi


Dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru, terjadinya revolusi
teknologi informasi merupakan sebuah tantangan yang harus mampu
dipecahkan secara mendesak. Adanya perkembangan teknologi informasi
yang demikian akan mengubah pola hubungan guru-murid, teknologi
instruksional dan sistem pendidikan secara keseluruhan. Kemampuan guru
dituntut untuk menyesuaikan hal demikian itu. Adanya revolusi informasi
harus dapat dimanfaatkan oleh bidang pendidikan sebagai alat mencapai
tujuannya dan bukan sebaliknya justru menjadi penghambat. Untuk itu,
perlu didukung oleh suatu kehendak dan etika yang dilandasi oleh ilmu
pendidikan dengan dukungan berbagai pengalaman para praktisi pendidikan
di lapangan.
Perkembangan teknologi (terutama teknologi informasi) menyebabkan
peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan akan mulai bergeser. Sekolah
tidak lagi akan menjadi satu-satunya pusat pembelajaran karena aktivitas
belajar tidak lagi terbatasi oleh ruang dan waktu. Peran guru juga tidak akan
menjadi satu-satunya sumber belajar karena banyak sumber belajar dan
sumber informasi yang mampu memfasilitasi seseorang untuk belajar.
Teknologi mempunyai gagasan mereformasi sistem pendidikan masa
depan. Apabila anak diajarkan untuk mampu belajar sendiri, mencipta, dan
menjalani kehidupannya dengan berani dan percaya diri atas fasilitasi
lingkungannya (keluarga dan masyarakat) serta peran sekolah tidak hanya
menekankan untuk mendapatkan nilai-nilai ujian yang baik saja, maka akan
jauh lebih baik dapat menghasilkan generasi masa depan. Orientasi
pendidikan yang terlupakan adalah bagaimana agar lulusan suatu sekolah
dapat cukup pengetahuannya dan kompeten dalam bidangnya, tapi juga
matang dan sehat kepribadiannya. Bahkan konsep tentang sekolah di masa
yang akan datang, menurutnya akan berubah secara drastis.
Ada sisi-sisi tertentu dari fungsi dan peranan sekolah yang tidak dapat
tergantikan, misalnya hubungan guru-murid dalam fungsi mengembangkan
kepribadian atau membina hubungan sosial, rasa kebersamaan, kohesi sosial,
dan lain-lain. Teknologi informasi hanya mungkin menjadi pengganti fungsi
penyebaran informasi dan sumber belajar atau sumber bahan ajar. Bahan ajar
yang semula disampaikan di sekolah secara klasikal, lalu dapat diubah
menjadi pembelajaran yang diindividualisasikan melalui jaringan internet
yang dapat diakses oleh siapapun dari manapun secara individu. Inilah
tantangan profesi guru. Apakah perannya akan digantikan oleh teknologi
informasi, atau guru yang memanfaatkan teknologi informasi untuk
menunjang peran profesinya.
Melalui penerapan dan pemilihan teknologi informasi yang tepat (sebagai
bagian dari teknologi pendidikan), maka perbaikan mutu yang berkelanjutan
dapat diharapkan. Perbaikan yang berlangsung terus menerus secara konsisten
akan mendorong orientasi pada perubahan untuk memperbaiki secara terus
menerus dunia pendidikan. Adanya revolusi informasi dapat menjadi
tantangan bagi lembaga pendidikan karena mungkin kita belum siap
menyesuaikan. Sebaliknya, hal ini akan menjadi peluang yang baik bila
lembaga pendidikan mampu menyikapi dengan penuh keterbukaan dan
berusaha memilih jenis teknologi informasi yang tepat, sebagai penunjang
pencapaian mutu pendidikan. Pemilihan jenis media sebagai bentuk aplikasi
teknologi dalam pendidikan harus dipilih secara tepat, cermat dan sesuai
kebutuhan, serta bermakna bagi peningkatan mutu pendidikan kita.

b. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan


Kini, paradigma pembangunan yang dominan telah mulai bergeser ke
paradigma desentralistik. Sejak diundangkan UU No.22/1999 tentang
Pemerintah Daerah maka menandai perlunya desentralisasi dalam banyak urusan
yang semula dikelola secara sentralistik. Menurut Tjokroamidjoyo, bahwa salah
satu tujuan dari desentralisasi adalah untuk meningkatkan pengertian rakyat serta
dukungan mereka dalam kegiatan pembangunan dan melatih rakyat untuk dapat
mengatur urusannya sendiri. Ini artinya, bahwa kemauan berpartisipasi
masyarakat dalam pembangunan (termasuk dalam pengembangan pendidikan)
harus ditumbuhkan dan ruang partisipasi perlu dibuka selebar-lebarnya.

Bergesernya paradigma pembangunan yang sentralistik ke desentralistik telah


mengubah cara pandang penyelenggara negara dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan. Pembangunan harus di pandang sebagai bagian
dari kebutuhan masyarakat itu sendiri dan bukan semata kepentingan negara.
Pembangunan seharusnya mengandung arti bahwa manusia ditempatkan pada
posisi pelaku dan sekaligus penerima manfaat dari proses mencari solusi dan
meraih hasil pembangunan untuk dirinya dan lingkungannya dalam arti yang lebih
luas. Dengan demikian, masyarakat harus mampu meningkatkan kualitas
kemandirian mengatasi masalah yang dihadapinya, baik secara individual maupun
secara kolektif.

Belajar dari pengalaman bahwa ketika peran pemerintah sangat dominan dan
peran serta masyarakat hanya dipandang sebagai kewajiban, maka masyarakat
justru akan terpinggirkan dari proses pembangunan itu sendiri. Penguatan
partisipasi masyarakat haruslah menjadi bagian dari agenda pembangunan itu
sendiri, lebih-lebih dalam era globalisasi. Peran serta masyarakat harus lebih
dimaknai sebagai hak daripada sekadar kewajiban. Kontrol rakyat (anggota
masyarakat) terhadap isi dan prioritas agenda pengambilan keputusan
pembangunan harus dimaknai sebagai hak masyarakat untuk ikut mengontrol
agenda dan urutan prioritas pembangunan bagi dirinya atau kelompoknya. Dalam
desentralisasi pendidikan, pemerintah pusat lebih berperan dalam menghasilkan
kebijaksanaan mendasar (menetapkan standar mutu pendidikan secara nasional),
sementara kebijaksanaan operasional yang menyangkut variasi keadaan daerah
didelegasikan kepada pejabat daerah bahkan sekolah.

c. Dunia Pendidikan Indonesia Menghadapi MEA (Masyarakat


Ekonomi ASEAN)

Pada tahun 2015 kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau


Pasar Ekonomi ASEAN mulai berlaku. Kesepakatan ini tak hanya berdampak
pada sektor ekonomi, tapi juga sektor-sektor lainnya. Tak terkecuali “pendidikan”
sebagai modal membangun sumber daya manusia yang kompetitif. Era
perdagangan bebas ASEAN, harus disambut oleh dunia pendidikan dengan cepat,
agar sumber daya manusia Indonesia siap menghadapi persaingan yang semakin
ketat dengan negara-negara lain.

Mengacu pada faktor penentu kemajuan suatu negara yaitu, penguasaan


inovasi (45%), penguasaan jaringan/networking (25%), penguasaan teknologi
(20%), serta kekayaan sumberdaya alam hanya (10%), maka pendidikan di
Indonesia harus lebih menekankan pada tiga kemampuan tersebut untuk
meningkatkan kemajuan di Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah
harus mampu menyiapkan sekolah-sekolah khusus yang sesuai dengan kebutuhan
di lapangan kerja, misalnya sekolah pertanian, sekolah peternakan, sekolah
perikanan, sekolah teknik mesin, sekolah teknik bangunan, dan sebagainya.

Sekolah-sekolah tersebut harus benar-benar mampu membekali kompetensi


untuk berinovasi dan untuk membangun jaringan/networking. Kompetensi
berinovasi dapat dilakukan dengan peningkatan berbagai keterampilan yang ada.
Keterampilan ini bisa diupayakan dengan cepat karena siswa akan diajarkan
bagaimana cara bekerja yang kreatif dan inovatif. Sedangkan kompetensi
membangun jaringan dilakukan dengan pengembangan sikap dan mengelola
sumber daya manusia seperti kepemimpinan, kerja sama, serta komunikasi.
Disamping itu peningkatan peran pemerintah dalam menyelesaikan masalah
pendidikan, yaitu dengan mengalokasikan anggaran pendidikan yang memadai
disertai dengan pengawasan pelaksanaan anggaran, agar dapat benar-benar
dimanfaatkan untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia. Seperti program
pembangunan infrastruktur sekolah yang merata, menyusun kurikulum yang lebih
representatif agar dapat menggali potensi siswa (tidak sekedar hardskill, namun
juga softskill).

Pemerintah juga harus lebih memperhatikan kualitas, distribusi serta


kesejahteraan guru di Indonesia, karena guru merupakan salah satu tonggak untuk
mendukung jalannya pendidikan, dan sangat berperan penting dalam menciptakan
siswa yang cerdas, terampil, bermoral dan berpengetahuan luas. Sehingga
sepantasnya pemerintah dapat membuat peraturan untuk menuju penyelenggaraan
pendidikan yang berkualitas, serta dapat dijangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat Indonesia.

Dengan demikian, apabila pendidikan di Indonesia mampu membekali


siswa dengan pengetahuan serta keterampilan yang memadai, maka lulusan
pendidikan Indonesia akan memiliki rasa percaya diri serta motivasi yang tinggi
untuk mengembangkan diri secara optimal, sehingga dapat diyakini bahwa
Indonesia mampu bersaing secara global dan mampu m;enghadapi MEA 2015.

Ada beberapa tantangan yang dihadapi seorang guru:

a. Manajemen kelas dan kekerasan dalam sekolah yang meningkat.


b) Problem social yang berdampak kepada murid.
c) Kurangnya dukungan keluarga dan masyarakat.
d) Jam kerja yang panjang dan stress kerja.
e) Mendapatkan pemberdayaan professional

4.4 Solusi

Penerapan profesionalisme tentunya bukan hanya tanggung jawab semata dari


guru tersebut, akan tetapi semua elemen yang mendukung dalam tugas guru.
Berbagai masalah dalam mencapi profesionalisme guru kedepan sangatlah
kompleks, dengan kondusi tersebut apabila tidak ada kesiapan secara baik akan
berdampak terhadap kualitas pendidikan di Indonesia. Sementara saat ini,
negara-negara di sekitar Indonesia memendang peningkatan mutu pendidikan
melalui perbaikan kinerja guru sudah berkembang dengan pesat.

Perbaikan sumber daya dalam hal ini adalah guru merupakan


prioritas,perbaikan dalam hal jangka panjang untuk menyiapkan kemampuan
guru, misalnya dalam kemampuan penguasaan teknologi informasi. Penguasaan
teknologi informasi saat ini merupakan hal yang sangat penting, melihat
perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat pada saat ini.
Perkembangan tersebut tentunya berdampak pula pada dunia pendidikan,
bagaimana pendidikan mampu beradaptasi dengan perkembangan yang terjadi.
Hal tersebut akan terwujud apabila komponen-komponen di dalam pendidikan
mampu beradaptasi pula.

Guru sebagai salah satu komponen pendidikan harus mampu beradaptasi juga,
langkah awal yang harus dilakukan adalah menumbuhkan minat guru terhadap
teknologi informasi melalui stimulus-stimulus yang mengharuskan guru
berhubungn langsung dengan teknologi informasi. Sebagai contoh sekolah
memberikan instruksi kepada guru agar setiap kegiatan pembelajaran
menggunakan media teknologi. Dengan begitu secara terbiasa guru akan mudah
menguasai teknologi informasi, tentunya juga harus didukung sarana yang
memadai dari sekolah.

Pengembangan kemampuan guru dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi


ASEAN (MEA) yang perlu disiapkan adalah kepemimpinan, public speaking,
penguasaan bahasa asing, dan jaringan. Apabila hal tersebut mampu dikuasai oleh
guru, maka akan mudah guru untuk menghadapai MEA dan siap bersaing dengan
SDM dari negara anggota MEA serta mempunyai profesionalisme yang baik
dalam bekerja.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam pengembangan profesi tenaga pendidik sebagai perancang masa depan


yang hal paling terpenting adalah membangun kemandirian di kalangan pendidik
sehingga dapat lebih mampu untuk mengaktualisasikan dirinya guna mewujudkan
pendidikan yang berkualitas. Menjadi guru yang profesional diperlukan beberapa
literatul dan pengembangan dalam diri seorang guru yaitu dapat bersikap inovatif
dalam melaksanakan peran dan tugasnya mendidik peserta didik menuju
kehidupan yang lebih baik dan sejahtera.

3.2 Saran
Ketika dalam masa pengembangan profesi, tenaga pendidik masa depan
sebaiknya mengikutinya sebaik mungkin untuk dapat diamalkan dalam dunia
Pendidikan nantinya.

DAFTAR PUSTAKA

Nurdiansyah, Azis Shofi. Profesionalisme Guru dan Tantangan Kedepan Dalam


Peningkatan Mutu Pendidikan Pada Era Global. (Universitas Negeri
Malang).ap.fip.um.ac.id/wp-content/uploads/2016/03/13-Aziz-Shof
Nurdiansyah.pdf
Parkay, Forrest W dan Beverly Hardcastle Stanford. Menjadi Seorang Guru. PT
Indeks. 2008.
Wibowo, Catur Hari. Problematika Profesi Guru dan Solusinya Bagi peningkatan
Kualitas Pendidikan di Mts Negeri Nguntorinadi Kbupaten Wonogiri. IAIN
Surakarta. 2014. eprints.iain-surakarta.ac.id/17/1/2015TS0007.pdf

Anda mungkin juga menyukai