Alkaloid
Alkaloid dari tanaman kebanyakan merupakan senyawa amina tersier dan yang lainnya terdiri dari
nitrogen primer, sekunder, dan quartener (Poither, 2000). Semula alkaloid mengandung paling sedikit
satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan sebagian besar atom nitrogen ini merupakan
cincin aromatis (Achmad, 1986). Berdasarkan asam amino penyusunnya, alkaloid asiklis yang
berasal dari asam amino ornitin dan lisin. Alkaloid aromatis jenis fenilanin berasal dari fenilalanin,
tirosin dan 3,4-dihidrosifenilalanin. Alkaloid indol yang berasal dari trifon.
Untuk mengetahui senyawa alkaloid, digunakan reagen wagner ditandai dengan terbentuknya
endapan. Endapan tesebut diperkirakan adalah kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi wagner,
iodium bereaksi dengan I- dari kalium iodida menghasilkan ion I3- yang berwarna coklat pada uji
wagner, ion logam K+ akan membentuk ikatan kovalaen koordinat dengan nitrogen pada alkaloid
membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap (Marliana, dkk., 2005).
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Pada umumnya
alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen,
Alkaloid seringkali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang
menonjol yang digunakan secara luas dalam bidang pengobatan.Alkoloid biasanya tanpa warna,
seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk Kristal tetapi hanya sedikit yang berupa
Prazat alkaloid yang paling umum adalah asam amino, meskipun sebenarnya biosintesis
kebanyakan alkaloid lebih rumit. Secara kimia, alkaloid merupakan suatu golongan heterogen. Ia
berkisar dari senyawa sederhana seperti koniina, yaitu alkoloid utama conium maculatum,
sampai ke struktur pentasiklik seperti strikhnina , yaitu racun kulit Strychnos. Amina tumbuhan
(misalnya meskalina) dan basa Purina dan pirimidina (misalnya kafeina) kadang-kadang
digolongkan sebagai alkoloid dalam arti umum. Banyak alkoloid bersifat terpenoid dan beberapa
(misalnya solanina alkoloid – steroid kentang, Solanum tuberosum) sebaiknya ditinjaudari segi
biosintesis sebagai terpenoid termodifikasi. Yang lainnya terutama berupa senyawa aromatic (
misalnya kolkhisina, alkoloid tropolon umbi crocus musim gugur ) yang mengandung gugus
basa sebagai gugus rantai samping. Banyak sekali alkoloid yang khas pada suatu suku tumbuhan
atau beberapa tumbuhan sekerabat. Jadi nama alkoloid sering kali diturunkan dari sumber
tumbuhan penghasilnya, misalnya alkoloid Atropa atau alkoloid tropana, dan sebagainya
(Harbrone, 1987).
Sebagian besar alkaloid alami yang bersifat sedikit asam memberikan endapan dengan
reaksi yang terjadi dengan reagent Mayer ( Larutan Kaliummercuri Iodida); reagent Wangner
(larutan Iodida dalam Kalium Iodida); dengan larutan asam tanat,reagent Hager (saturasi dengan
asam pikrat); atau dengan reagent Dragendroff (larutan Kalium Bismuth Iodida). Endapan ini
berbentuk amorf atau terdiri dari kristal dari berbagai warna. Cream (Mayer),Kuning
Caffein dan beberapa alkaloid tidak menimbulkan reaksi pengendapan. Ketelitian harus
dimulai dari ekstraksi alkaloid yang diuji karena bahan akan membentuk endapan dengan
protein. Sebagian dari protein akan membuat tidak larut dari bahan yang telah diekstrak oleh
proses evaporasi atau mungkin disebabkan filtrate yang terbongkar. Jika ekstrak asli telah
dikonsentrasi ke konsentrasi rendah akan membentuk ekstrak alkaloid yang berbentuk basa
dengan pertolongan suatu pelarut organik kemudian dimasukan dalam larutan asam encer
(misalnya : Tartarat),larutan harus bebas dari protein dan siap untuk dilakukan uji alkaloid
(Teyler, 1988).
Pada bagian yang memaparkan sejarah alkaloid, jelas kiranya bahwa alkaloid sebagai
kelompok senyawa, tidak diperoleh definisi tunggal tentang alkaloid. Sistem klasifikasi yang
1) Alkaloid Sesungguhnya
yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa; lazim mengandung Nitrogen dalam cincin
heterosiklik ; diturunkan dari asam amino ; biasanya terdapat “aturan” tersebut adalah kolkhisin
dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklik dan
2) Protoalkaloid
Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen dan asam amino
tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloid diperoleh berdasarkan biosintesis dari
3) Pseudoalkaloid
Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawabiasanya bersifat basa. Ada
dua seri alkaloid yang penting dalam khas ini, yaitu alkaloid steroidal (contoh: konessin dan puri
Teyler.V.E.et.al.1988 . Pharmacognosy . 9th Edition . Phiadelphia : Lea & Febiger .Page : 187 –
188
Teyler.V.E et.al. 1988. Pharmacognosy Edition 9th. Phiadelphia: Lea & Febiger
Berdasarkan hasil percobaan pada daun kecubung (Datura metel), didapatkan positif
mengandung alkaloid yang ditandai adanya endapan putih (keruh) dengan penambahan pereaksi
Meyer, terbentuknya larutan warna kuning ketika ditambahkan pereaksi Dragendorff dan
Alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom
nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Karena kelarutan dan sifat
lain alkaloid sangat berbeda-beda, cara penentuan senyawa khas harus dilakukan dengan
pereaksi alkaloid itu sendiri misalnya pereaksi Dragendorff dan sebagainya. Hasil dinyatakan
Pada uji alkaloid dengan menggunakan uji pereaksi meyer (kalium tetraiodo merkurat) dan pereaksi
gragendorf (kalium tetraiodo bismutat). Pada uji pereaksi meyer dihasilkan positif (+) alkaloid, apabila
terbentuk endapan putih. Dimana pereaksi meyer bersifat elektrofilik (Hg2+), mengadisi atom C no.2,
dimana terlebih dahulu K2HgI4 terlarut dalam air secara reversible dengan mensorvasi asam iodide + KI
+ HgO, Hg2+ dan HgO membentuk kompleks dengan dua molekul kolid sebagai endapan putih.
Pada uji alkaloid ini sample digerus atau dihaluskan tujuannya untuk menghancurkan dinding sel
yangsifatnya kaku sehingga senyawa target (metabolit sekunder) yang berada dalam vakuola mudah
diambil.Kemudian sample diekstraksi dengan penambahan kloroform dan diaduk perlahan-lahan.
Ekstraksi dengan penambahan kloroform bertujuan untuk memutuskan ikatan antara asam tannin dan
alkaloid yang terikatsecara ionic dimana atom N dari alkaloid berikatan saling stabil dengan gugus
hidroksil genolik dari asamtannin. Dengan terputusnya ikatan ini alkaloid akan bebas, sedangkan asam
tannin akan terikat olehkloroform. Sedangkan pengadukan bertujuan untuk memperbanyak kontak yang
terjadi antara kloroformdengan bubur target semakin banyak. Hal ini memungkinkan ikatan antara asam
tannin dan alkaloidsemakin banyak sehingga alkaloid bebas semakin banyak yang terekstraksi. Setelah
diekstraksi, larutan inidisaring dan larutannya ditambahkan asam sulfat 2N dan dikocok kuat-kuat.
Penambahan asam sulfat 2Nini berfungsi untuk mengikat kembali alkaloid menjadi garam alkaloid agar
dapat bereaksi dengan pereaksi-pereaksi logam berat yaitu spesifik untuk alkaloid yang menghasilkan
kompleks garam anorganik yang tidak larut sehingga terpisah dengan metabolic sekundernya.
Penambahan asam sulfat 2Nmenyakibatkan larutan terbentuk menjadi dua fase karena adanya
perbedaan tingkat kepolaran antara faseaqueous yang polar dan kloroform yang relative kurang polar.
Garam alkaloid akan larut pada lapisan atas,sedangkan lapisan kloroform berada pada lapisan paling
bawah karena memiliki massa jenis yang lebih besar. Sedangkan pengocokan dengan kuat bertujuan
untuk melarutkan senyawa-senyawa pada tiap-tiaplapisan secara tepat dan sempurna. Lapisan atas
(lapisan atas sulfat) diuji dengan pereaksi meyer dan pereaksi dragendorf. Pada uji dengan peeaksi
meyer larutan menghasilkan endapan putih yangmenandakan (+) alkaloid. Pereaksi meyer bertujuan
untuk mendeteksi alkaloid, dimana pereaksi ini berikatan dengan alkaloid melalui ikatan koordinasi
antara atom N alkaloid dan Hg pereaksi meyer sehingga menghasilkan senyawa kompleks merkuri yang
nonpolar mengendap berwarna putih. Reaksi pada uji alkaloid ini dengan pereaksi meyer adalah : N +
KHgI4 Hg-N PutihAtom N menyumbangkan pasangan electron bebas dan atom Hg sehingga membentuk
senyawa kompleksyang mengandung atom N sebagai ligannya.Setelah pengujian dilakukan, pengujian
alkaloid ini tidak berhasil. Mungkin dikarenakan oleh larutan asam sulfat yang digunakan merupakan
larutan asam sulfattehnik dan larutan yang seharusnya digunakan adalah larutan kloroform amoniakal
akan tetapi pada percobaan ini hanya digunakan larutan kloroform uji tanin dan polifenoldilakukan pada
sample Daun pepaya, Kunyit, dan daun pecah beling. Untuk menguji keberadaan suatutannin dan
polifenol maka terlebih dahulu sampel dihaluskan. Hal ini bertujuan untuk mnghancurkandinding sel
yang sifatnya kaku sehingga senyawa target (metabolic sekunder) yang berada dalam vakuolamudah
diambil. Kemudian sample diekstraksi dengan aquadest dengan bantuan pemanasan untuk melarutkan
tannin/polifenol agar terpisah dari bagian tubuh
tumbuhan sampel, kemudian disaring. Filtratyang diperoleh dibagi dalam dua tabung. Tabung reaksi
pertama ditambahkan larutan FeCl3 menghasilkanwarna hitam yang menandakan (+) tannin/polifenol.
Untuk daun pepaya yang telah digerus kemudianditambahkan dengan larutan FeCl3 2-3 tetes. Setelah
penambahan larutan tersebut, warna sampel daun pepaya berubah warna menjadi warna hitam. Hal ini
menandakan bahwa dalam dau pepaya terdapat atau +terhadap tanin dan polifenol. Sama halnya
dengan sampel Kunyit, Setelah sampel dihaluskan dan ditambahkan dengan larutan FeCl3 maka larutan
berubah menjadi warna hitam. Hal ini menandakan bahwadalam kunyit mengandung tanin dan
polifenol. Lain halnya dengan Daun pecah beling, Setelah sampeldihaluskan dan ditambahkan dengan
larutan FeCl3 maka larutan berubah warna menjadi warna coklat. Inimembuktikan bahwa dalam Daun
pecah beling tidak terdapat senyawa tanin dan polifenol. Dalam uji alkaloid, 10 mL sari eter diuapkan
kemudian ditambah 1,5 mL HCl2 %. Tujuan penambahan HCl adalah karena alkaloid bersifat basa
sehingga biasanya diekstrak dengan pelarut yang mengandung asam. Larutan uji kemudiandibagi
menjadi tiga bagian. Satu bagian sebagai pembanding, satu bagiandireaksikan dengan pereaksi
Dragendorff, dan satu bagian direaksikan dengan pereaksi Mayer. Kebanyakan alkaloid diendapkan dari
larutan netral atau asamoleh sejumlah reagen yang mengandung logam berat seperti merkuri (Hg),
platina(Pt), bismut (Bi), dan emas (Au). Pereaksi Mayer merupakan larutan kaliummerkuri iodida yang
membentuk endapan berwarna krem atau putih terhadap
Hasil percobaan menunjukkan bahwa daun sukun yang diuji dengan pereaksi Meyer
terlihat warna larutan kuning bening sedangkan dengan uji Dragendorrf menghasilkan
warna coklat muda dengan sangat sedikit endapan jingga. Hasil dengan pereaksi Meyer
tidak sesuai dengan referensi yang seharusnya larutan membentuk endapan kuning,
sedangkan dari percobaan tidak. Sedangkan dengan pereaksi Dragendorff uji coba berhasil
dengan terlihat endapan walaupun sangat sedikit. Hal ini dapat disebabkan karena pereaksi
meyer tidak terlalu reaktif dengan alkaloid yang terdapat pada daun sukun daripada
pereaksi Dragendorff yang telah sesuai dengan referensi. Juga karena jumlah alkaloid pada
daun sukun memang sedikit dari pada tanaman lain sehingga larutan ekstrak pada masing-
masing bagian pengujian tidak sama, yaitu pada uji Meyer jumlah alkaloid yang lebih
sedikit dibanding pada uji Dragendorff sehingga uji Meyer tak terlihat tanda-tanda
alkaloid.
TANIN
Tanin merupakan senyawa polifenol yang berarti termasuk dalam senyawa fenolik.
Tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tidak larut
dalam air.
Tanin dapat berfungsi sebagai astringent dan memiliki kemampuan untuk
menyamak kulit. Secara kimia, tanin adalah ester yang dapat dihidrolisis oleh
pemanasan dengan larutan asam sampai menghasilkan senyawa fenol, biasanya
merupakan derivate atau turunan dari asam garlic dan gula.
Senyawa polifenol adalah suatu senyawa yang berasal dari tumbuhan, dimana salah
satu cirinya adalah mengandung cincin aromatik yang tersubstitusi oleh dua atau lebih
gugus fenol. Dua gugus fenol, hidrolisis dan terkondensasi terdiri dari tanin yang
merupakan suatu zat yang penting secara ekonomi sebagai agen untuk menghaluskan
kulit dan juga penting untuk tujuan kesehatan. Baru – baru ini ditemukan adanya fakta
– fakta yang mendukung nilai potensialnya sebagai sitotoksik dan atau sebagai agen
antineoplastic.
Teyler.V.E et.al. 1988. Pharmacognosy Edition 9th. Phiadelphia: Lea & Febiger
Kegunaan Tanin :
1. Sebagai pelindung pada tumbuhan pada saat masa pertumbuhan bagian tertentu pada tanaman,
misalnya buah yang belum matang, pada saat matang taninnya hilang.
2. Sebagai anti hama bagi tanaman sehingga mencegah serangga dan fungi.
4. Efek terapinya sebagai adstrigensia pada jaringan hidup misalnya pada gastrointestinal dan pada
kulit.
5. Efek terapi yang lain sebagai anti septic pada jaringan luka, misalnya luka bakar, dengan cara
mengendapkan protein.
6. dll
Pembentukan warna biru tua dengan penambahan FeCl3 pada daun jambu biji yang sudah
Tannin merupakan gambaran umum senyawa golongan polimer fenolik (Cowan, 1999). Tannin
merupakan bahan yang dapat merubah kulit mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya
menyambung silangkan protein dan mengendapkan gelatin dalam larutan.
Untuk mengetahui senyawa tannin, digunakan larutan gelatin dan FeCl3. Perubahan warna yang
terjadi karena penambahan FeCl3 karena terbentuknya Fe3+- tanin dan Fe3+- polifenol. Atom oksigen
pada tannin dan polifenol mempunyai pasangan elektron yang mampu mendonorkan elektronnya
pada tannin dan polifenol mempunyai pasangan elektronyang mampui mendonorkan elektronnya
pada Fe3+ yang mempunyai orbital kosong membentuk ikatan kovalen koordinat sehingga menjadi
suatu kompleks (Syarifuddin, 1994).
Fessenden dan Fessenden . 2003 . Kimia Organik . Jilid 1 . Jakarta : Erlangga , halaman 259-302.
Wardhani LK, Sulistyani N. ACETATE EXTRACT OF BINAHONG LEAF (Anredera scandens (L.) Moq.)
AGAINST Shigella flexneri WITH. 2012;2(1):16.
FLAVONOID
Flavonoid merupakan senyawa yang larut air, dapat diekstrasi dengan etanol 70% dan
tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi.
Flavonoid berupa senyawa fenil oleh karakter itu warnanya berubah bila ditambah basa
atau amonia. Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjungsi sehingga akan
menunjukan pita serapan yang kuat pada sinar UV (ulta violet) dan sinar tampak.
Flavonoid adalah kelompok senyawa fenil propanoid dengan kerangka karbon C6-
C3-C6. Flavonoid dan isoflavonoid adalah salah satu golongan senyawa metabolit
sekunder yang banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan, khususnya dari golongan
leguminoceae (tanaman berbunga kupu-kupu). Kandungan senyawa flavonoid dalam
tanaman sangat rendah yaitu sekitar 25 %. Senyawa-senyawa tersebut pada umunya
dalam keadaan terikat / konjugasi dengan senyawa gula. Flavonoid dalam tumbuhan
mempunyai empat fungsi :
1) Sebagai pigmen warna
2) Fungsi fisiologi
3) Aktivitas farmakologi
4) Flavonoid dalam makanan
Cara identifikasi : dilakukan dengan menggunakan reagen atau pereaksi Willstater,
Smith-Metcalf dan NaOH 10% karena dapat menghasilkan terjadinya perubahan warna
yang menunujukan bahwa ekstrak tersebut positif mengandung senyawa yang termasuk
dalam golongan flavonoid. Pada uji willstater akan terjadi perubahan warna dari coklat
muda menjadi kuning muda. Pada uji Smith-Metcalf akan terjadi perubahan warna dari
coklat muda menjadi kuning muda dan pada uji dengan pereaksi NaOH 10% akan
terjadi perubahan warna dari coklat muda menjadi kuning muda. Flavonoid yang
ditambahkan dengan pereaksi Willstater, Smith-Matcalfe dan NaOH 10% akan berubah
warna, hal ini dikarenakan flavonoid termasuk dari senyawa fenol. Bila fenol
direaksikan dengan basa akan terbentuk warna yang disebabkan terjadinya sistem
konjugasi dari gugus aromatik.
Teyler.V.E et.al. 1988. Pharmacognosy Edition 9th. Phiadelphia: Lea & Febiger
Uji flavonoida pada bunga berwarna ungu (Mandevilla sanderi), dengan menggunakan
pereaksi Zn+HClp dihasilkan warna merah intensif, sedangkan dengan menggunakan pereaksi
Warna merah sampai jingga diberikan oleh senyawa flavon, warna merah tua diberikan
oleh flavonol atau flavonon, warna hijau sampai biru diberikan oleh aglikon atau glokosida.
Salah satu kelas yang banyak tersebar dari senyawa fenolat adalah flavonoid. Golongan ini
memberikan warna pada buah dan bunga. Flavonoid telah banyak dikarakterisasi dan digolongkan
berdasarkan struktur kimianya. Flavonoid adalah senyawa fenolat yang terhidroklisasi dan
merupakan senyawa C6-C3-C6 dimana C6 diganti dengan cincin benzena dan C3 adalah rantai alifatik
yang terdiri dari cincin piran. Ada 7 tipe flavonoid yaitu flavon, flavonol, khalkon, xanton, isoflavon,
dan biflavon.
Uji flavonoid dengan HCl untuk mendeteksi senyawa yang mengandung inti benzopiranon. Warna
merah atau warna ungu yang terbentuk merupakan garam benzopirilium, yang disebut juga garam
flavilium (Achmad, 1986).
Hasil identifikasi flavonoid menurut Fauzia (2008) menyatakan bahwa tujuan penambahan logam
Mg dan HCl pekat pada pengujian ini adalah untuk mereduksi inti benzopiron yang terdapat dalam
struktur flavonoid sehingga terjadi perubahan warna menjadi jingga atau merah. Setelah
penambahan metanol dan logam Mg, dilakukan pemanasan terhadap sampel, untuk kemudian
diteteskan HCl. Penetesan HCl menyebabkan didapatkan hasil bahwa sampel berubah warna
menjadi jingga. Hal ini menunjukkan terjadi reaksi oksidasi reduksi antara logam Mg sebagai
pereduksi, dengan sampel flavonoid. Reaksi oksidasi reduksi antara logam Mg dan flavonoid,
menyebabkan terbentuknya senyawa kompleks yang menimbulkan warna jingga pada sampel.
Fauzia, Astari Larasati. 2008. Uji Efek Ekstrak Air dari Daun Avokad (Persea gratissima) terhadap
Streptococcus Mutans dari Saliva dengan Kromatografi Lapisan Tipis (TLC) dan Konsentrasi
Hambat Minimum (MIC). Majalah Kedokteran Nusantara. Vol. 41, No. 3
Uji flavonoid dilakukan dengan menambahkan minyak daun pala dengan asam sulfat pekat (H2SO4).
Penambahan asam sulfat pekat ini bertujuan untuk pembentukan senyawa flavonoid (pembentukan
garam flavilium) dengan ditunjukkan nya perubahan warna jingga pada larutan. Hasil uji fitokimia
menunjukkan bahwa minyak daun Pala memiliki kandungan senyawa flavonoid, hal ini ditunjukkan
dengan terjadinya perubahan warna menjadi jingga.
Puspa OE, Syahbanu I, Wibowo MA. UJI FITOKIMIA DAN TOKSISITAS MINYAK ATSIRI DAUN PALA
(Myristica fragans Houtt) DARI PULAU LEMUKUTAN. 2017;6:6.
Flavonoid
dapat berperan langsung sebagai
antibiotik dengan menggangu fungsi dari
mikroorganisme seperti bakteri dan
virus.
Premna
pubescens mengandung senyawa flavonoid,
saponin dan minyak atsiri yang dapat
menghambat terjadinya inflamasi namun
mekanisme penghambatan inflamasi melalui
senyawa flavonoid lebih jelas dibandingkan
senyawa aktif lainnya.
flavonoid
yang tersari dalam ekstrak dimana flavonoid
secara umum mempunyai kemampuan
menghambat enzim lipooksigenase dan
sikooksogenase.
Ekstrak dengan dosis 100 mg dan dosis 200 mg
dapat menghambat peradangan atau menurunkan
radang namun tidak seefektif penurunan radang
oleh kelompok perlakuan ekstrak etanol daun
buas-buas 300 mg yang khasiatnya hampir sama
dengan Na diklofenak. Na diklofenak adalah salah
satu AINS yang biasa dijadikan pembanding dalam
uji antiinflamasi. Na diklofenak merupakan derivat
sederhana dari asam fenil asetat yang merupakan
penghambat COX yang relatif non selektif . Na
diklofenak juga menghambat jalur lipooksigenase
sehingga mengurangi pembentukan leukotrien
(Wikipedia, 2005)
Warna biru kehitaman yang terjadi pada daun katuk dengan menggunakan pereaksi Liebarman-
Terpenoid adalah senyawa yang mengandung karbon dan hydrogen, atau karbon, hydrogen dan
aksigen yang tidak bersifat aromatis. Terfenoid merupakan senyawa-senyawa yang mudah
menguap terdiri dari 10 atom C dan merupakan senyawa penyusun minyak atsiri. Terpenoid dengan
titik didih yang lebih tinggi disususn oleh diterpen (C20), triterpen (C30), dan tertaterpen (C40)
Uji ini didasarkan pada kemampuan senyawa terpenoid dan steroid membentuk warna oleh H2SO4 pekat
dan pada pelarut asetat glasial yang membentuk warna jingga. Berdasarkan hasil uji fitokimia, diketahui
bahwa minyak daun pala mengandung senyawa terpenoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna
jingga dan adanya cincin merah pada minyak pala. Kristanti et al., (2008) dan Harborne (1987),
menyatakan bahwa senyawa terpenoid memiliki struktur siklik yang bisa berikatan dengan alkohol. Hal
ini terlihat dari perubahan warna yang terjadi setelah penambahan asam sulfat pekat, yaitu warna
jingga. Pada uji steroid menunjukkan hasil negatif, karena tidak terjadi perubahan warna biru.
Puspa OE, Syahbanu I, Wibowo MA. UJI FITOKIMIA DAN TOKSISITAS MINYAK ATSIRI DAUN PALA
(Myristica fragans Houtt) DARI PULAU LEMUKUTAN. 2017;6:6.
Hasil uji
terpenoid/steroid pada simplisia
memberikan warna hijau dan ungu
sedangkan untuk ekstrak memberikan
warna hijau yang menunjukan adanya
senyawa terpenoid. Menurut Harbone
(1987), apabila senyawa
terpenoid/steroid ditambahkan asam
asetat anhidrat dan asam sulfat pekat
akan terbentuk warna hijau atau hijau
kebiruan serta ungu. Uji senyawa
flavonoid memberikan warna
Ekstrak yang diperoleh diambil
sedikit dan dikeringkan diatas papan spot
tes, ditambahkan 3 tetes anhidrida asetat
dan kemudian 1 tetes asam sulfat pekat.
Adanya senyawa golongan terpenoid akan
ditandai dengan timbulnya warna merah
sedangkan adanya senyawa golongan
steroid ditandai dengan munculnya warna
biru (Kristanti dkk, 2008).
SAPONIN
Saponin atau glikosida sapongenin adalah salah satu tipe glikosida yang tersebar luas
dalam tanaman. Tipe saponin terdiri dari sapongenin yang merupakan molekul aglikon
dan sebuah gula. Saponin merupakan senyawa yang menimbulkan busa jika dikocok
dengan air, pada konsentrasi rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah,
sering digunakan sebagai detergen.
Cara identifikasi : Uji Saponin dilakukan dengan metode Forth yaitu dengan cara
memasukkan 2 mL sampel kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 10 mL
akuades lalu dikocok selama 30 detik, diamati perubahan yang terjadi. Apabila
terbentuk busa yang mantap (tidak hilang selama 30 detik) maka identifikasi
menunjukkan adanya saponin. Uji penegasan saponin dilakukan dengan
menguapkan sampel sampai kering kemudian mencucinya dengan heksana sampai
filtrat jernih. Residu yang tertinggal ditambahkan kloroform, diaduk 5 menit,
kemudian ditambahkan Na2SO4 anhidrat dan disaring. Filtrat dibagi enjadi menjadi
2 bagian, A dan B. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B ditetesi anhidrat asetat, diaduk
perlahan, kemudian ditambah H2SO4 pekat dan diaduk kembali.
Teyler.V.E et.al. 1988. Pharmacognosy Edition 9th. Phiadelphia: Lea & Febiger
immunomodulator, anti tumor, anti inflamasi, antivirus, anti jamur, dapat membunuh kerang-
kerangan, hipoglikemik, dan efek hypokholesterol. Saponin juga mempunyai sifat bermacam-
macam, misalnya: terasa manis, ada yang pahit, dapat berbentuk buih, dapat menstabilkan
emulsi, dapat menyebabkan hemolisis. Dalam pemakaiannya saponin bisa dipakai untuk banyak
keperluan, misalnya dipakai untuk membuat minuman beralkohol, dalam industri pakaian,
Berdasarkan literature, suatu sampel dikatakan mengadung sapaonin apabila buih yang terbentuk
Saponin dapat diketahui dengan penambahan air. Timbulnya busa menunjukan adanya glikosida
yang mampu membentuk buih dalam air. Senyawa glikosida terhidrolisis menjadi glukosa dan
aglikon. Saponin adalah suatu glikosida yang mungkin ada pada banyak macam tanaman. Saponin
ada pada seluruh tanaman dengan kosentrasi tinggi macam tanaman pada bagian-bagian tertentu, dan
dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan.
Uji senyawa saponin dapat dilakukan dengan metode Forth dimana dalam sampel menghasilkan buih
yang stabil setelah beberapa detik dikocok. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Miryanti et al.,
(2011), menunjukkan bahwa sampel yang mengandung saponin akan menimbulkan buih dalam air pada
suasana asam setelah dikocok lebih dari 10 menit. Hal ini, kemungkinan disebabkan adanya glikosida
yang terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya dalam air. Hasil penelitian ini hampir sama
dengan metode yang dilakukan oleh Kristanti et al., (2008) dan Marliana et al., (2005) busa yang
dihasilkan lebih 10 menit setelah dikocok selama 10 menit. Untuk uji ini minyak pala positif mengandung
saponin dengan ada terbentuknya busa. Timbulnya busa pada uji saponin menunjukkan adanya glikosida
yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan
senyawa lainnya (Rusdi, 1990).
Puspa OE, Syahbanu I, Wibowo MA. UJI FITOKIMIA DAN TOKSISITAS MINYAK ATSIRI DAUN PALA
(Myristica fragans Houtt) DARI PULAU LEMUKUTAN. 2017;6:6.
UJI TABUNG
Metode Tabung merupakan metode yang paling sederhana karena tidak menggunakan
alat yang canggih dan masih manual. Sebelum melakukan uji tabung terlebih dahulu
melakukan uji pendahuluan dengan menggunakan larutan KOH 5% yang menghasilkan
warna intensif. Selanjutnya melakukan pengujian metode tabung pada beberapa senyawa
misalnya alkaloid, tanin, saponin, polifenol dll dengan menggunakan beberapa pelarut
diantaranya NaCl 2%, FeCl, NaOH 2N dll.
PEMBAHASAN
Skrining fitokimia adalah metode yang digunkan untuk mengetahui
kandungan aktif dari suatu tumbuhan maupun bagian tumbuhan dengan cara
yang sederhana. Pada skrining fitokimia digunakan dua metode yaitu metode uji
tabung dan metode KLT. Pada praktikum digunkan metode uji tabung untuk
mengidentifikasi senyawa aktif pada daun salam. Senyawa yang akan diuji
diantaranya adalah ada atau tidaknya alkaloid, antrakinon, polifenol, tannin
dan
saponin.
Langkah pertama sebelum melakukan pengujian adalah pembuatan
serbuk simplisia dari daun salam. Pada proses pembuatannya daun salam
dikeringkan dengan pemanas buatan maupun dengan panas matahari tetapi
harus ditutup dengan kain hitam. Pengeringan simplisia dengan panas matahari
tidak langsung digunakan untuk bahan bahan yang lunak seperti daun, bunga
maupun bahan yang mengandung senyawa aktif yang mudah menguap.
Cara pengeringan yang salah dapat mengakibatkan terjadinya “Face
hardening”, yakni bagian luar bahan sudah kering, sedangkan bagian dalamnya
masih basah. Hal ini dapat disebabkan oleh irisan bahan simplisia yan terlalu
tebal, suhu pengeringan yang terlalu tinggi atau oleh suatu keadaan lain yang
menyebabkan penguapan air permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi
air dari dalam ke permukaan air tersebut, sehingga permukaan bahan menjadi
keras dan menghambat pengeringan selanjutnya. “Face Hadening” dapat
mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di bagian dalam bahan yang
dikeringkan.
Uji pendahuluan merupakan suatu langkah awal pada uji tabung untuk
mengetahui apakah simplisia tersebut mengandung kromoform (flavonoid,
antrakinon, dsb) dengan gugus hidrofilik. Adanya proses pemanasan yang
dilakukan selama 10 menit bertujuan untuk memisahkan senyawa yang
mengandung gugus kromoform dan gugus hidrofilik dari simplisia yang diuji
sehingga ketika disaring filtrate akan berwarna kuning hingga merah.
Penambahan basa KOH 0,5 N akan mempertajam warna yang terbentuk yaitu
merah hingga kecoklatan. Pada pengujian daun salam diperoleh hasil positif.
Pada pengujian alkaloida penambahan HCl 1% sebanyak 10ml
berfungsi untuk menarik alkaloid dan membentuk garam alkaloid. Pemanasan
dilakuka untuk memecah ikatan antara alkaloid dan asam klorida sehingga
diperoleh alkaloid. Filtrat yang dihasilkan dibagi menjadi dua yaitu tabung A
dan B. Tabung A1 filtrate ditambahkan pereaksi dragendroff yang berfungsi
sebagai pembanding apakah senyawa yang terkandung merupakan alkaloid atau
tidak, karena alkaloid akan memberikan endapan dengan reagen dragendroff.
Reagen dragendroff sendiri berisi Bi(NO3)3.H2O , HNO3 , dan KI. Tabung A2
ditambahkan pereaksi mayer, yang fungsinya untuk mendeteksi alkaloid,
dimana pereaksi ini akan berikatan dengan alkaloid melalui ikatan koordinasi
antara atom N alkaloid dan Hg pereaksi mayer sehingga menghasilkan senyawa
kompleks merkuri yang non polar mengendap berwarna putih. Reaksi pada uji
alkaloid ini dengan pereaksi mayer adalah N + KHgI4 → Hg-N (↓ putih). Atom
N menyumbangkan pasangan electron bebas dan atom Hg membentuk senyawa
kompleks yang mengandung atom N sebagai ligannya. Berdasarkan hasil
percobaan yang dilakukan tabung A1 yang ditambahkan dragendroff
menghasilkan endapan kuning kecoklatan menunjukan adanya alkaloid primer
hasil positif (+) . Tabung A2 yang ditambahkan pereaksi mayer tidak
menghasilkan endapan, hasil (-).
Penambahan serbuk Na2CO3 pada tabung B berfungsi mengembalikan
keadaan larutan menjadi basa dan ditambah kloroform bertujuan memutuskan
ikatan antara asam tannin dan alkaloid yang terikat secara ionic dimana atom N
dari alkaloid berikatan saling stabil dengan gugus hidroksil genolik dari asam
tannin. Terputusnya ikatan tersebut akan menyebabkan alkaloid bebs sedangkan
asam tannin akan terikat dengan kloroform. Pengadukan secara perlahan
bertujuan untuk memperbanyak kontak yang terjadi antara kloroform dengan
senyawa, sehingga memungkinkan alkaloid bebas semakin banyak tereksitraksi
IX. Kesimpulan
1. Skrining fitokimia adalah suatu metode kualitatif yang digunakan untuk
mensurvei tumbuhan, mendapatkan kandungan bioaktif maupun kandungan
yang dapat berguna dalam pengobatan
2. Metode dalam skrining fitokimia dibagi menjadi dua, yaitu uji tabung dan
KLT. Uji tabung merupakan metode yang paling sederhana. Hal pertama
yang dilakukan dalam uji tabung adalah melakukan uji pendahuluan yaitu
dengan menambahkan serbuk daun salam dengan KOH 5% yang akan
menghasilkan warna merah yang intensif. Warna merah tersebut
menunjukan adanya gugus kromoform dengan gugus hidrofilik
3. Sebuk daun salam mengandung senyawa sebagai berikut :
a. alkaloid (mengandung basa kuartener)
b. polifenol
c.tannin
d. saponin
X. Daftar Pustaka
Simbala, Herny. E.i., 2009. Analisis Senyawa Alkaloid Beberapa Jenis Tumbuhan
Obat Sebagai Bahan Aktif Fitofarmaka. Pacific Journal
Sirait, M. 207. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Institusi Teknologi Bandung,
Bandung
Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern
MenganalisisTumbuhan. Institut Teknologi Bandung, Bandung. (diterjemahkan
oleh Kosasih
Padmawinata dan Iwang Soediro)