Anda di halaman 1dari 25

Skrining fitokimia adalah metode analisis untuk menentukan jenis

metabolit sekunder yang terdapat dalam tumbuh – tumbuhan karena


sifatnya yang dapat bereaksi secara khas dengan pereaksi tertentu.
Skrining fitokimia dilakukan melalui serangkaian pengujian dengan
menggunakan pereaksi tertentu. Beberapa jenis senyawa yang dapat
dideteksi secara skrining fitokimia antara lain :

Alkaloid
Alkaloid dari tanaman kebanyakan merupakan senyawa amina tersier dan yang lainnya terdiri dari
nitrogen primer, sekunder, dan quartener (Poither, 2000). Semula alkaloid mengandung paling sedikit
satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan sebagian besar atom nitrogen ini merupakan
cincin aromatis (Achmad, 1986). Berdasarkan asam amino penyusunnya, alkaloid asiklis yang
berasal dari asam amino ornitin dan lisin. Alkaloid aromatis jenis fenilanin berasal dari fenilalanin,
tirosin dan 3,4-dihidrosifenilalanin. Alkaloid indol yang berasal dari trifon.
Untuk mengetahui senyawa alkaloid, digunakan reagen wagner ditandai dengan terbentuknya
endapan. Endapan tesebut diperkirakan adalah kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi wagner,
iodium bereaksi dengan I- dari kalium iodida menghasilkan ion I3- yang berwarna coklat pada uji
wagner, ion logam K+ akan membentuk ikatan kovalaen koordinat dengan nitrogen pada alkaloid
membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap (Marliana, dkk., 2005).

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Pada umumnya

alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen,

biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari system siklik.

Alkaloid seringkali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang

menonjol yang digunakan secara luas dalam bidang pengobatan.Alkoloid biasanya tanpa warna,

seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk Kristal tetapi hanya sedikit yang berupa

cairan ( misalnya nikotina pada suhu kamar ).

Prazat alkaloid yang paling umum adalah asam amino, meskipun sebenarnya biosintesis

kebanyakan alkaloid lebih rumit. Secara kimia, alkaloid merupakan suatu golongan heterogen. Ia

berkisar dari senyawa sederhana seperti koniina, yaitu alkoloid utama conium maculatum,

sampai ke struktur pentasiklik seperti strikhnina , yaitu racun kulit Strychnos. Amina tumbuhan

(misalnya meskalina) dan basa Purina dan pirimidina (misalnya kafeina) kadang-kadang
digolongkan sebagai alkoloid dalam arti umum. Banyak alkoloid bersifat terpenoid dan beberapa

(misalnya solanina alkoloid – steroid kentang, Solanum tuberosum) sebaiknya ditinjaudari segi

biosintesis sebagai terpenoid termodifikasi. Yang lainnya terutama berupa senyawa aromatic (

misalnya kolkhisina, alkoloid tropolon umbi crocus musim gugur ) yang mengandung gugus

basa sebagai gugus rantai samping. Banyak sekali alkoloid yang khas pada suatu suku tumbuhan

atau beberapa tumbuhan sekerabat. Jadi nama alkoloid sering kali diturunkan dari sumber

tumbuhan penghasilnya, misalnya alkoloid Atropa atau alkoloid tropana, dan sebagainya

(Harbrone, 1987).

Sebagian besar alkaloid alami yang bersifat sedikit asam memberikan endapan dengan

reaksi yang terjadi dengan reagent Mayer ( Larutan Kaliummercuri Iodida); reagent Wangner

(larutan Iodida dalam Kalium Iodida); dengan larutan asam tanat,reagent Hager (saturasi dengan

asam pikrat); atau dengan reagent Dragendroff (larutan Kalium Bismuth Iodida). Endapan ini

berbentuk amorf atau terdiri dari kristal dari berbagai warna. Cream (Mayer),Kuning

(Hager),coklat kemerah – merahan (Wagner dan Dragendroff).

Caffein dan beberapa alkaloid tidak menimbulkan reaksi pengendapan. Ketelitian harus

dimulai dari ekstraksi alkaloid yang diuji karena bahan akan membentuk endapan dengan

protein. Sebagian dari protein akan membuat tidak larut dari bahan yang telah diekstrak oleh

proses evaporasi atau mungkin disebabkan filtrate yang terbongkar. Jika ekstrak asli telah

dikonsentrasi ke konsentrasi rendah akan membentuk ekstrak alkaloid yang berbentuk basa

dengan pertolongan suatu pelarut organik kemudian dimasukan dalam larutan asam encer

(misalnya : Tartarat),larutan harus bebas dari protein dan siap untuk dilakukan uji alkaloid

(Teyler, 1988).
Pada bagian yang memaparkan sejarah alkaloid, jelas kiranya bahwa alkaloid sebagai

kelompok senyawa, tidak diperoleh definisi tunggal tentang alkaloid. Sistem klasifikasi yang

diterima, menurut Hegnauer, alkaloid dikelompokkan sebagai:

1) Alkaloid Sesungguhnya

Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas phisiologi

yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa; lazim mengandung Nitrogen dalam cincin

heterosiklik ; diturunkan dari asam amino ; biasanya terdapat “aturan” tersebut adalah kolkhisin

dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklik dan

alkaloid quartener, yang bersifat agak asam daripada bersifat basa.

2) Protoalkaloid

Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen dan asam amino

tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloid diperoleh berdasarkan biosintesis dari

asam amino yang bersifat basa

3) Pseudoalkaloid

Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawabiasanya bersifat basa. Ada

dua seri alkaloid yang penting dalam khas ini, yaitu alkaloid steroidal (contoh: konessin dan puri

kaffein) (Teyler, 1988).

Teyler.V.E.et.al.1988 . Pharmacognosy . 9th Edition . Phiadelphia : Lea & Febiger .Page : 187 –
188

Alkaloid merupakan kelompok senyawa yang mengandung nitrogen dalam bentuk


gugus fungsi amin. Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang besar.
Pada umumnya, alakaloid mencakup senyawa yang bersifat basa yang mengandung
satu atau lebih atom N sebagai bagian dalam surem siklik.
Struktur alkaloid beraneka ragam dari yang sederhana sampai yang rumit, dari efek
biologisnya yang menyegarkan tubuh sampai toksik. Satu contoh yang sederhana, tetapi
yang efeknya tidak sederhana adalah nikotin. Nikotin dapat menyebabkan penyakit
jantung , kanker paru-paru, kanker mulut, tekanan darah tinggi, dan gangguan terhadap
kehamilan dan janin.

Cara identifikasi : sebanyak 5 ml sampel dibasakan dengan laritan amonium 10%


(tes dengan kertas pH) kemudian dipartisi dengan kloroform (2 X 5ml). Fraksi
kloroform digabungkan lalu diasamkan dengan HCl 1 M. Larutan asam dipisahkan dan
diuji dengan pereaksi dragendorf atau mayer. Endapan kuning jingga atau putih
menunjukan adanya alkaloid.

Tujuan penambahan Ammonia berfungsi untuk membasakan dan pengendapan


alkaloid agar dapat diperoleh alkaloid dalam bentuk garam atapun alkaloid dalam
bentuk basa bebas. Kloroform digunakan dengan tujuan dapat menarik senyawa
alkaloid karena alkaloid mempunyai kelarutan yang baik dalam kloroform, alkohol,
tetapi tidak larut dalam air meskpun dapat larut dalam air panas. Setelah itu diberikan
pereaksi dragendorf dimana jika terbentuk endapan kuning jingga berarti terdapat
alkaloid atau pereaksi mayer bila terdapat endapan putih menunjukan adanya alkaloid.

Teyler.V.E et.al. 1988. Pharmacognosy Edition 9th. Phiadelphia: Lea & Febiger

Berdasarkan hasil percobaan pada daun kecubung (Datura metel), didapatkan positif

mengandung alkaloid yang ditandai adanya endapan putih (keruh) dengan penambahan pereaksi

Meyer, terbentuknya larutan warna kuning ketika ditambahkan pereaksi Dragendorff dan

membentuk larutan warna coklat dengan pereaksi Bourchardat.

Alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom

nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Karena kelarutan dan sifat
lain alkaloid sangat berbeda-beda, cara penentuan senyawa khas harus dilakukan dengan

pereaksi alkaloid itu sendiri misalnya pereaksi Dragendorff dan sebagainya. Hasil dinyatakan

positif apabila semua uji memberikan reaksi positif (Harborne,1996).

Harborne. J.B.,1987. Metode Fitokimia , terjemahan K. Radmawinata dan I. Soediso . Bandung :


ITB Press . Halaman 69- 94, 142-158, 234-238.

Sebanyak 0,5 g serbuk


simplisia ditambahkan 1 ml asam
klorida 2 N dan 9 ml air suling,
dipanaskan di atas tangas air selama
2 menit, didinginkan dan disaring.
Filtrat yang diperoleh digunakan
untuk uji alkaloid. Diambil 3 tabung
reaksi,masing-masing dimasukkan
0,5 ml filtrat. Pada masing-masing
tabung reaksi ditambahkan 2 tetes
pereaksi mayer, bouchardat, dan
dragendorff. Alkaloid positif jika
terjadi endapan .Bila sedikitnya 2
dari 3 pereaksi di atas positif maka
sampel dinyatakan mengandung
alkaloid., yaitu terbentuknya endapan
putih atau kuning

Pereaksi mayer mengandung kalium


iodida dan merkuri klorida dan pereaksi Dragendorff mengandung bismut
nitrat dan merkuri klorida dalam nitrit berair. Pereaksi Bouchardat mirip
dengan pereaksi Wagner dan mengandung kalium iodida dan iod.
Pereaksi asam silikotungstat menandung kompleks silikon dioksida dan
tungsten trioksida. Berbagai pereaksi tersebut menunjukkan perbedaan
yang besar dalam hal sensitivitas terhadap gugus alkaloid yang berbeda.
Ditilik dari popularitasnya, formulasi mayer kurang sensitif dibandingkan
pereaksi wagner atau dragendorff.

Pada uji alkaloid dengan menggunakan uji pereaksi meyer (kalium tetraiodo merkurat) dan pereaksi
gragendorf (kalium tetraiodo bismutat). Pada uji pereaksi meyer dihasilkan positif (+) alkaloid, apabila
terbentuk endapan putih. Dimana pereaksi meyer bersifat elektrofilik (Hg2+), mengadisi atom C no.2,
dimana terlebih dahulu K2HgI4 terlarut dalam air secara reversible dengan mensorvasi asam iodide + KI
+ HgO, Hg2+ dan HgO membentuk kompleks dengan dua molekul kolid sebagai endapan putih.

Pada uji alkaloid ini sample digerus atau dihaluskan tujuannya untuk menghancurkan dinding sel
yangsifatnya kaku sehingga senyawa target (metabolit sekunder) yang berada dalam vakuola mudah
diambil.Kemudian sample diekstraksi dengan penambahan kloroform dan diaduk perlahan-lahan.
Ekstraksi dengan penambahan kloroform bertujuan untuk memutuskan ikatan antara asam tannin dan
alkaloid yang terikatsecara ionic dimana atom N dari alkaloid berikatan saling stabil dengan gugus
hidroksil genolik dari asamtannin. Dengan terputusnya ikatan ini alkaloid akan bebas, sedangkan asam
tannin akan terikat olehkloroform. Sedangkan pengadukan bertujuan untuk memperbanyak kontak yang
terjadi antara kloroformdengan bubur target semakin banyak. Hal ini memungkinkan ikatan antara asam
tannin dan alkaloidsemakin banyak sehingga alkaloid bebas semakin banyak yang terekstraksi. Setelah
diekstraksi, larutan inidisaring dan larutannya ditambahkan asam sulfat 2N dan dikocok kuat-kuat.
Penambahan asam sulfat 2Nini berfungsi untuk mengikat kembali alkaloid menjadi garam alkaloid agar
dapat bereaksi dengan pereaksi-pereaksi logam berat yaitu spesifik untuk alkaloid yang menghasilkan
kompleks garam anorganik yang tidak larut sehingga terpisah dengan metabolic sekundernya.
Penambahan asam sulfat 2Nmenyakibatkan larutan terbentuk menjadi dua fase karena adanya
perbedaan tingkat kepolaran antara faseaqueous yang polar dan kloroform yang relative kurang polar.
Garam alkaloid akan larut pada lapisan atas,sedangkan lapisan kloroform berada pada lapisan paling
bawah karena memiliki massa jenis yang lebih besar. Sedangkan pengocokan dengan kuat bertujuan
untuk melarutkan senyawa-senyawa pada tiap-tiaplapisan secara tepat dan sempurna. Lapisan atas
(lapisan atas sulfat) diuji dengan pereaksi meyer dan pereaksi dragendorf. Pada uji dengan peeaksi
meyer larutan menghasilkan endapan putih yangmenandakan (+) alkaloid. Pereaksi meyer bertujuan
untuk mendeteksi alkaloid, dimana pereaksi ini berikatan dengan alkaloid melalui ikatan koordinasi
antara atom N alkaloid dan Hg pereaksi meyer sehingga menghasilkan senyawa kompleks merkuri yang
nonpolar mengendap berwarna putih. Reaksi pada uji alkaloid ini dengan pereaksi meyer adalah : N +
KHgI4 Hg-N PutihAtom N menyumbangkan pasangan electron bebas dan atom Hg sehingga membentuk
senyawa kompleksyang mengandung atom N sebagai ligannya.Setelah pengujian dilakukan, pengujian
alkaloid ini tidak berhasil. Mungkin dikarenakan oleh larutan asam sulfat yang digunakan merupakan
larutan asam sulfattehnik dan larutan yang seharusnya digunakan adalah larutan kloroform amoniakal
akan tetapi pada percobaan ini hanya digunakan larutan kloroform uji tanin dan polifenoldilakukan pada
sample Daun pepaya, Kunyit, dan daun pecah beling. Untuk menguji keberadaan suatutannin dan
polifenol maka terlebih dahulu sampel dihaluskan. Hal ini bertujuan untuk mnghancurkandinding sel
yang sifatnya kaku sehingga senyawa target (metabolic sekunder) yang berada dalam vakuolamudah
diambil. Kemudian sample diekstraksi dengan aquadest dengan bantuan pemanasan untuk melarutkan
tannin/polifenol agar terpisah dari bagian tubuh

tumbuhan sampel, kemudian disaring. Filtratyang diperoleh dibagi dalam dua tabung. Tabung reaksi
pertama ditambahkan larutan FeCl3 menghasilkanwarna hitam yang menandakan (+) tannin/polifenol.
Untuk daun pepaya yang telah digerus kemudianditambahkan dengan larutan FeCl3 2-3 tetes. Setelah
penambahan larutan tersebut, warna sampel daun pepaya berubah warna menjadi warna hitam. Hal ini
menandakan bahwa dalam dau pepaya terdapat atau +terhadap tanin dan polifenol. Sama halnya
dengan sampel Kunyit, Setelah sampel dihaluskan dan ditambahkan dengan larutan FeCl3 maka larutan
berubah menjadi warna hitam. Hal ini menandakan bahwadalam kunyit mengandung tanin dan
polifenol. Lain halnya dengan Daun pecah beling, Setelah sampeldihaluskan dan ditambahkan dengan
larutan FeCl3 maka larutan berubah warna menjadi warna coklat. Inimembuktikan bahwa dalam Daun
pecah beling tidak terdapat senyawa tanin dan polifenol. Dalam uji alkaloid, 10 mL sari eter diuapkan
kemudian ditambah 1,5 mL HCl2 %. Tujuan penambahan HCl adalah karena alkaloid bersifat basa
sehingga biasanya diekstrak dengan pelarut yang mengandung asam. Larutan uji kemudiandibagi
menjadi tiga bagian. Satu bagian sebagai pembanding, satu bagiandireaksikan dengan pereaksi
Dragendorff, dan satu bagian direaksikan dengan pereaksi Mayer. Kebanyakan alkaloid diendapkan dari
larutan netral atau asamoleh sejumlah reagen yang mengandung logam berat seperti merkuri (Hg),
platina(Pt), bismut (Bi), dan emas (Au). Pereaksi Mayer merupakan larutan kaliummerkuri iodida yang
membentuk endapan berwarna krem atau putih terhadap

Hasil percobaan menunjukkan bahwa daun sukun yang diuji dengan pereaksi Meyer
terlihat warna larutan kuning bening sedangkan dengan uji Dragendorrf menghasilkan
warna coklat muda dengan sangat sedikit endapan jingga. Hasil dengan pereaksi Meyer
tidak sesuai dengan referensi yang seharusnya larutan membentuk endapan kuning,
sedangkan dari percobaan tidak. Sedangkan dengan pereaksi Dragendorff uji coba berhasil
dengan terlihat endapan walaupun sangat sedikit. Hal ini dapat disebabkan karena pereaksi
meyer tidak terlalu reaktif dengan alkaloid yang terdapat pada daun sukun daripada
pereaksi Dragendorff yang telah sesuai dengan referensi. Juga karena jumlah alkaloid pada
daun sukun memang sedikit dari pada tanaman lain sehingga larutan ekstrak pada masing-
masing bagian pengujian tidak sama, yaitu pada uji Meyer jumlah alkaloid yang lebih
sedikit dibanding pada uji Dragendorff sehingga uji Meyer tak terlihat tanda-tanda
alkaloid.

TANIN
Tanin merupakan senyawa polifenol yang berarti termasuk dalam senyawa fenolik.
Tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tidak larut
dalam air.
Tanin dapat berfungsi sebagai astringent dan memiliki kemampuan untuk
menyamak kulit. Secara kimia, tanin adalah ester yang dapat dihidrolisis oleh
pemanasan dengan larutan asam sampai menghasilkan senyawa fenol, biasanya
merupakan derivate atau turunan dari asam garlic dan gula.

Senyawa polifenol adalah suatu senyawa yang berasal dari tumbuhan, dimana salah
satu cirinya adalah mengandung cincin aromatik yang tersubstitusi oleh dua atau lebih
gugus fenol. Dua gugus fenol, hidrolisis dan terkondensasi terdiri dari tanin yang
merupakan suatu zat yang penting secara ekonomi sebagai agen untuk menghaluskan
kulit dan juga penting untuk tujuan kesehatan. Baru – baru ini ditemukan adanya fakta
– fakta yang mendukung nilai potensialnya sebagai sitotoksik dan atau sebagai agen
antineoplastic.

Cara identifikasi : Proantosianidin dapat dideteksi langsung dalam jaringan


tumbuhan hijau dengan mencelupkan kedalam HCl 2M mendidih selama setengah jam.
Bila terbentuk warna merah yang dapat diekstraksi dengan amil atau butil alkohol,
maka ini merupakan bukti adanya senyawa tersebut.

Teyler.V.E et.al. 1988. Pharmacognosy Edition 9th. Phiadelphia: Lea & Febiger

Kegunaan Tanin :

1. Sebagai pelindung pada tumbuhan pada saat masa pertumbuhan bagian tertentu pada tanaman,

misalnya buah yang belum matang, pada saat matang taninnya hilang.

2. Sebagai anti hama bagi tanaman sehingga mencegah serangga dan fungi.

3. Digunakan dalam proses metabolisme pada bagian tertentu tanaman.

4. Efek terapinya sebagai adstrigensia pada jaringan hidup misalnya pada gastrointestinal dan pada

kulit.
5. Efek terapi yang lain sebagai anti septic pada jaringan luka, misalnya luka bakar, dengan cara

mengendapkan protein.

6. dll

Pembentukan warna biru tua dengan penambahan FeCl3 pada daun jambu biji yang sudah

dihaluskan menunjukkan bahwa daun tersebut positif mengandung tannin.

Harborne. J.B.,1987. Metode Fitokimia , terjemahan K. Radmawinata dan I. Soediso . Bandung :


ITB Press . Halaman 69- 94, 142-158, 234-238.

Tannin merupakan gambaran umum senyawa golongan polimer fenolik (Cowan, 1999). Tannin
merupakan bahan yang dapat merubah kulit mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya
menyambung silangkan protein dan mengendapkan gelatin dalam larutan.
Untuk mengetahui senyawa tannin, digunakan larutan gelatin dan FeCl3. Perubahan warna yang
terjadi karena penambahan FeCl3 karena terbentuknya Fe3+- tanin dan Fe3+- polifenol. Atom oksigen
pada tannin dan polifenol mempunyai pasangan elektron yang mampu mendonorkan elektronnya
pada tannin dan polifenol mempunyai pasangan elektronyang mampui mendonorkan elektronnya
pada Fe3+ yang mempunyai orbital kosong membentuk ikatan kovalen koordinat sehingga menjadi
suatu kompleks (Syarifuddin, 1994).

Sebanyak 1 gram serbuk


simplisia dididihkan dengan 10 ml
air suling, selama 3 menit lalu
didinginkan dan disaring. Filtrat
diencerkan hingga tidak berwarna,
ditambahkan 1-2 tetes pereaksi FeCl3
1%, jika terjadi warna hijau
kehitaman menunjukan adanya tanin.

Golongan tanin, dilakukan reaksi identifikasi terhadap katekol dan


pirogalotanin. Dimana katekol, sampel dibasahi dengan FeCl1 N positif
jika bewarna hijau sedangkan piragalotanin berwarna biru. Lalu jika
ditambahkan larutan brom dan terbentuk endapan positif katekol dan tidak
terjadi endapan untuk pirogalotanin. Pada identifikasi tanin, gugus –OH
pada pada tanin, bereaksi dengan reagen FeCl3, hal ini dapat
mengendapkan protein sehingga menyebabkan terjadinya perubahan
warna. Hal ini disebabkan karena adanya reaksi hidrolisis pada senyawa
protein yang beraksi dengan logam.
Hal ini juga disebabkan karena adanya penambahan pereaksi
geser (AlCl3 dan FeCl3 ). Peraksi geser adalah pereaksi yang dapat
digunakan untuk menentukan kedudukan gugus hidroksil fenol bebas
pada bagian inti. Dengan demikian, secara tidak langsung cara ini
berguna untuk menentukan kedudukan gugus yang terkait pada salah
satu gugus hidroksil fenol. AlCl3 membantu untuk mengetahui letak gugus
–OH di C3 atau C4 pada ring A. Mekanismenya adalah Al- akan
bergabung dengan gugus –OH dan O karbonil.

Sabarwati, S. H., 2006, Petunjuk Praktikum Kimia Organik II, Jurusan


Kimia FMIPA Unhalu, Kendari.

Uji keberadaan tanin dilakukan


dengan cara larutan uji dipanaskan
selama 30 menit lalu disaring, 5 ml filtrat
ditambah 1 ml larutan NaCl 2%, bila
terjadi endapan disaring dengan kertas
saring, kemudian ditambah 5 ml larutan
gelatin 1%, timbulnya endapan menunjukkan
adanya tanin atau zat samak.

Pada uji keberadaan tanin, dilakukan


penambahan larutan NaCl 2% ke
dalam larutan ekstrak daun binahong,
denagan tujuan untuk mengendapkan
zat-zat lain bukan tanin, endapan yang
terbentuk disaring kemudian ditambah
larutan gelatin 1%, timbulnya endapan
menunjukkan adanya tanin atau zat
samak. Tanin bersifat dapat menggumpalkan
protein (Harborne, 1987),
endapan yang terbentuk ini berasal dari
reaksi antara tanin dengan gelatin yang
merupakan protein. Hasil uji yang diperoleh
tidak timbul endapan pada larutan
ekstrak etil asetat daun binahong. Ini
menunjukkan bahwa larutan larutan
ekstrak etil asetat daun binahong tidak
mengandung tanin atau zat samak.
Wardhani LK, Sulistyani N. ACETATE EXTRACT OF BINAHONG LEAF (Anredera scandens (L.) Moq.)
AGAINST Shigella flexneri WITH. 2012;2(1):16.

Untuk pengujian tanin dengan


penambahan FeCl3, untuk katekol dan pirogalotanin umumnya akan
beraksi dengan senyawa tersebut hal ini disebabkan karena FeCl3 akan
mengalami kondensasi.
Ada beberapa jenis
tumbuh – tumbuhan atau tanaman yang dapat menghasilkan tanin,
antara lain : tanaman pinang, tanaman akasia, gabus, bakau, pinus
dan gambir. Tanin juga yang dihasilkan dari tumbuh – tumbuhan
mempunyai ukuran partikel dengan range besar. Tanin ini disebut
juga asam tanat, galotanin atau asam galotanat (Nio, 2011).

Tanin dapat berperan sebagai antidotum (keracunan alkaloid)


dengan cara mengeluarkan asam tamak yang tidak terlarut

Reaksi Identifikasi Tanin


a. Reaksi Identifaksi terhadap katekol
1. Sampel dibasahi dengan larutan FeCl3 1 N, jika mengandung
katekol akan menghasilkan warna hijau.
2. Sampel ditambahkan dengan larutan Brom, jika
mengandung katekol akan terjadi endapan.
b. Reaksi identifikasi terhadap pirogalotanin
1. Sampel dibasahi dengan larutan FeCl3 1 N, jika mengandung
pirogalotanin akan menghasilkan warna biru.
2. Sampel ditambahkan dengan larutan Brom, jika
mengandung pirogalotanin akan terjadi endapan.
FENOL

Uji Gugus Fenol


Fenol memiliki struktur umum yang serupa dengan akohol, hanya saja gugus fungsi (-OH)
menempel pada cincin aromatik. Sifat gugus fungsi pada fenol mudah lepas atau terdeprotonasi
ketika ditambahkan dengan basa kuat, dimana sifat inilah yang tidak mungkin dimiliki alkohol.
Uji FeCl3
Uji ini dilakukan untuk mendeteksi adanya gugus fenol dengan hasil reaksi warna ungu. Pereaksi
yang digunakan adalah FeCl3 dengan reaksi kimia sebagai berikut :
Gambar 7. Reaksi fenol dengan FeCl3
Dari hasil percobaan tidak didapatkan warna ungu pada sampel A dan B, juga pada kontrol positif
dimana seharusnya didapatkan warna ungu. Hal ini bisa dikarenakan pereaksi telah rusak atau
adanya kontaminan pada kontrol positif sehingga tidak bisa didapatkan hasil yang sesungguhnya.
Bila diasumsikan pereaksi tidak rusak dan pada kontrol positif didominasi kesalahan praktikan,
maka sampel A dan B tidak mengandung fenol. Identifikasi tersebut sekaligus menguatkan dugaan
bahwa pada uji Lucas tidak ditemukan gugus alkohol. Maka dari dua uji Lucas dan FeCl3 dapat
diidentifikasi bahwa kedua sampel tidak memiliki gugus alkohol maupun fenol sehingga sesuai
dengan kenyataan struktur sesungguhnya pada sulfanilamid dan air.

Fessenden dan Fessenden . 2003 . Kimia Organik . Jilid 1 . Jakarta : Erlangga , halaman 259-302.

Ekstrak dimasukkan ke dalam tabung


reaksi, lalu dikocok dengan sedikit eter.
Lapisan eter dikeringkan pada plat tetes,
ditambahkan larutan FeCl3. Terbentuk
warna ungu biru menandakan adanya
senyawa fenol (Depkes RI, 1979).

Dari hasil KLT terdapat satu


bercak yang diduga merupakan polifenol
pada Rf 0,21. Bercak yang muncul
setelah disemprot dengan menggunakan
FeCl3 menunjukkan warna hijau kehitaman
(Wagner, 1996) akibat
pembentukan kompleks antara gugus
fenol dengan Fe yang terdapat pada
pereaksi semprot FeCl3. Reaksi tersebut
dianalogkan dengan reaksi antara gugus
fenol pada flavonoid dengan senyawa
AlCl3 karena Fe juga merupakan logam.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam
ekstrak etil asetat daun binahong mengandung
polifenol. Hasil identifikasi
polifenol ekstrak etil asetat daun
binahong dengan metode KLT dapat
dilihat pada Tabel IV.

Senyawa polifenol merupakan


senyawa mempunyai ciri-ciri yaitu
cincin aromatis yang mengandung satu
atau dua gugus hidroksil (Harborne,
1987). Senyawa fenol juga dapat
merusak membran sel sehingga terjadi
perubahan permeabilitas dinding sel
yang akan mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan sel atau matinya sel
(Pelczar and Chan, 1988).

Ekstrak etil asetat daun binahong


dipanaskan dengan tween 2,5% selama 1
menit dalam penangas air mendidih,
kemudian saring panas-panas setelah
dingin ditambah FeCl3 sebanyak 3 tetes,
jika timbul warna hijau, merah ungu,
biru, atau hitam yang kuat menunjukkan
adanya polifenolat (Harborne, 1987).

Wardhani LK, Sulistyani N. ACETATE EXTRACT OF BINAHONG LEAF (Anredera scandens (L.) Moq.)
AGAINST Shigella flexneri WITH. 2012;2(1):16.

FLAVONOID
Flavonoid merupakan senyawa yang larut air, dapat diekstrasi dengan etanol 70% dan
tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi.
Flavonoid berupa senyawa fenil oleh karakter itu warnanya berubah bila ditambah basa
atau amonia. Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjungsi sehingga akan
menunjukan pita serapan yang kuat pada sinar UV (ulta violet) dan sinar tampak.
Flavonoid adalah kelompok senyawa fenil propanoid dengan kerangka karbon C6-
C3-C6. Flavonoid dan isoflavonoid adalah salah satu golongan senyawa metabolit
sekunder yang banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan, khususnya dari golongan
leguminoceae (tanaman berbunga kupu-kupu). Kandungan senyawa flavonoid dalam
tanaman sangat rendah yaitu sekitar 25 %. Senyawa-senyawa tersebut pada umunya
dalam keadaan terikat / konjugasi dengan senyawa gula. Flavonoid dalam tumbuhan
mempunyai empat fungsi :
1) Sebagai pigmen warna
2) Fungsi fisiologi
3) Aktivitas farmakologi
4) Flavonoid dalam makanan
Cara identifikasi : dilakukan dengan menggunakan reagen atau pereaksi Willstater,
Smith-Metcalf dan NaOH 10% karena dapat menghasilkan terjadinya perubahan warna
yang menunujukan bahwa ekstrak tersebut positif mengandung senyawa yang termasuk
dalam golongan flavonoid. Pada uji willstater akan terjadi perubahan warna dari coklat
muda menjadi kuning muda. Pada uji Smith-Metcalf akan terjadi perubahan warna dari
coklat muda menjadi kuning muda dan pada uji dengan pereaksi NaOH 10% akan
terjadi perubahan warna dari coklat muda menjadi kuning muda. Flavonoid yang
ditambahkan dengan pereaksi Willstater, Smith-Matcalfe dan NaOH 10% akan berubah
warna, hal ini dikarenakan flavonoid termasuk dari senyawa fenol. Bila fenol
direaksikan dengan basa akan terbentuk warna yang disebabkan terjadinya sistem
konjugasi dari gugus aromatik.

Teyler.V.E et.al. 1988. Pharmacognosy Edition 9th. Phiadelphia: Lea & Febiger
Uji flavonoida pada bunga berwarna ungu (Mandevilla sanderi), dengan menggunakan

pereaksi Zn+HClp dihasilkan warna merah intensif, sedangkan dengan menggunakan pereaksi

Mg+HClp dihasilkan warna kuning jingga.

Warna merah sampai jingga diberikan oleh senyawa flavon, warna merah tua diberikan

oleh flavonol atau flavonon, warna hijau sampai biru diberikan oleh aglikon atau glokosida.

Filtrat D digunakan untuk uji KLT (Marliana, 2005).

Harborne. J.B.,1987. Metode Fitokimia , terjemahan K. Radmawinata dan I. Soediso . Bandung :


ITB Press . Halaman 69- 94, 142-158, 234-238.

Salah satu kelas yang banyak tersebar dari senyawa fenolat adalah flavonoid. Golongan ini
memberikan warna pada buah dan bunga. Flavonoid telah banyak dikarakterisasi dan digolongkan
berdasarkan struktur kimianya. Flavonoid adalah senyawa fenolat yang terhidroklisasi dan
merupakan senyawa C6-C3-C6 dimana C6 diganti dengan cincin benzena dan C3 adalah rantai alifatik
yang terdiri dari cincin piran. Ada 7 tipe flavonoid yaitu flavon, flavonol, khalkon, xanton, isoflavon,
dan biflavon.
Uji flavonoid dengan HCl untuk mendeteksi senyawa yang mengandung inti benzopiranon. Warna
merah atau warna ungu yang terbentuk merupakan garam benzopirilium, yang disebut juga garam
flavilium (Achmad, 1986).

Sebanyak 1 gram serbuk


simplisia ditambahkan 10 ml air
panas, dididihkan selama 5 menit dan
disaring dalam keadaan panas. Filtrat
yang diperoleh diambil 5 ml lalu
ditambahkan sedikit serbuk
magnesium dan 1 ml asam klorida
pekat , 2 ml amil alkohol, dikocok
dan dibiarkan memisah. Bila
terbentuk warna kuning, orange atau
merah pada lapisan amil alkohol
menunjukan adanya flavonoid.
Hasil di atas menunjukkan bahwa ekstrak bunga papaya gantung positif mengadung senyawa flavonoid.
Hal ini dilihat secara kualitatif dari intensitas warna yang timbul setelah ditambahkan beberapa pereaksi
antara lain etanol 95%, HCl pekat dan serbuk Mg untuk deteksi senyawa golongan flavonoid. Sehingga
warna filtrat berubah menjadi merah magenta. Sebagaimana menurut Sangi (2008), hasil positif
ditunjukkan dengan timbulnya warna merah tua (magenta) dalam waktu 3 menit. Dari analisis menurut
Robinson (1995), warna merah yang dihasilkan menandakan adanya flavonoid akibat dari reduksi oleh
asam klorida pekat dan magnesium.

Hasil identifikasi flavonoid menurut Fauzia (2008) menyatakan bahwa tujuan penambahan logam
Mg dan HCl pekat pada pengujian ini adalah untuk mereduksi inti benzopiron yang terdapat dalam
struktur flavonoid sehingga terjadi perubahan warna menjadi jingga atau merah. Setelah
penambahan metanol dan logam Mg, dilakukan pemanasan terhadap sampel, untuk kemudian
diteteskan HCl. Penetesan HCl menyebabkan didapatkan hasil bahwa sampel berubah warna
menjadi jingga. Hal ini menunjukkan terjadi reaksi oksidasi reduksi antara logam Mg sebagai
pereduksi, dengan sampel flavonoid. Reaksi oksidasi reduksi antara logam Mg dan flavonoid,
menyebabkan terbentuknya senyawa kompleks yang menimbulkan warna jingga pada sampel.

Fauzia, Astari Larasati. 2008. Uji Efek Ekstrak Air dari Daun Avokad (Persea gratissima) terhadap
Streptococcus Mutans dari Saliva dengan Kromatografi Lapisan Tipis (TLC) dan Konsentrasi
Hambat Minimum (MIC). Majalah Kedokteran Nusantara. Vol. 41, No. 3

Uji flavonoid dilakukan dengan menambahkan minyak daun pala dengan asam sulfat pekat (H2SO4).
Penambahan asam sulfat pekat ini bertujuan untuk pembentukan senyawa flavonoid (pembentukan
garam flavilium) dengan ditunjukkan nya perubahan warna jingga pada larutan. Hasil uji fitokimia
menunjukkan bahwa minyak daun Pala memiliki kandungan senyawa flavonoid, hal ini ditunjukkan
dengan terjadinya perubahan warna menjadi jingga.

Puspa OE, Syahbanu I, Wibowo MA. UJI FITOKIMIA DAN TOKSISITAS MINYAK ATSIRI DAUN PALA
(Myristica fragans Houtt) DARI PULAU LEMUKUTAN. 2017;6:6.

Sebanyak 1 gram serbuk


simplisia ditambahkan 10 ml air
panas, dididihkan selama 5 menit dan
disaring dalam keadaan panas. Filtrat
yang diperoleh diambil 5 ml lalu
ditambahkan sedikit serbuk
magnesium dan 1 ml asam klorida
pekat , 2 ml amil alkohol, dikocok
dan dibiarkan memisah. Bila
terbentuk warna kuning, orange atau
merah pada lapisan amil alkohol
menunjukan adanya flavonoid.

Ekstrak etil asetat daun binahong


dilarutkan dalam tween 2,5%. Kemudian
larutan diteteskan di atas kertas saring.
Selanjutnya kertas diuapi dengan
ammonia (Harborne, 1987). Apabila
timbul warna kuning intensif menunjukkan
positif flavonoid.

Pada uji keberadaan flavonoid,


setelah larutan ekstrak daun binahong
diteteskan di atas kertas saring kemudian
dilewatkan pada uap amoniak tidak
menunjukkan perubahan warna menjadi
lebih intensif (kuning flourosens), hal ini
menunjukkan bahwa larutan ekstrak etil
asetat daun binahong tidak mengandung
flavonoid.

Flavonoid
dapat berperan langsung sebagai
antibiotik dengan menggangu fungsi dari
mikroorganisme seperti bakteri dan
virus.

Golongan flavonoid yang terdapat dalam


daunbuas-buas ialah luteolin dan apigeniin yang
memeberi efek baik bagi kesehatan manusia.
Senyawa luteolin memiliki peran yang penting
dalam tubuh manusia diantaranya mencegah
peradangan, antioksidan, promotor dalam
metabolisme karbohidrat dalam tubuh
manusia,dan pengatur sistem imun. Beberapa
penelitian telah meyatakan bahwa zat luteolin
adalah zat kimia yang drastis menghambat
infeksi dan peradangan. Selaian luteolin ada juga
zat apigeniin yang merupakan zat aglikon dan
apiin yang mampu mengatasi permasalah
lambung dan antiperadangan.

Premna
pubescens mengandung senyawa flavonoid,
saponin dan minyak atsiri yang dapat
menghambat terjadinya inflamasi namun
mekanisme penghambatan inflamasi melalui
senyawa flavonoid lebih jelas dibandingkan
senyawa aktif lainnya.

flavonoid
yang tersari dalam ekstrak dimana flavonoid
secara umum mempunyai kemampuan
menghambat enzim lipooksigenase dan
sikooksogenase.
Ekstrak dengan dosis 100 mg dan dosis 200 mg
dapat menghambat peradangan atau menurunkan
radang namun tidak seefektif penurunan radang
oleh kelompok perlakuan ekstrak etanol daun
buas-buas 300 mg yang khasiatnya hampir sama
dengan Na diklofenak. Na diklofenak adalah salah
satu AINS yang biasa dijadikan pembanding dalam
uji antiinflamasi. Na diklofenak merupakan derivat
sederhana dari asam fenil asetat yang merupakan
penghambat COX yang relatif non selektif . Na
diklofenak juga menghambat jalur lipooksigenase
sehingga mengurangi pembentukan leukotrien
(Wikipedia, 2005)

Bahwa daun buas-buas mengandung


senyawa aktif seperti saponin, flavonoid, fenolik,
dan alkaloid namun yang paling berpengaruh
dalam mekanisme inflamasi ialah senyawa aktif
flavonoid sebagai antihistamin.

Selain itu flavonoid juga


menghambat sekresi enzim lisosom yang
merupakan mediator inflamasi. Pengahambatan
mediator inflamasi ini dapat menghambat
poliferasi dari proses radang. Berikut ini
mekanisme antiinflamasi yang dilakukan oleh
senyawa flavonoid yang terdapat dalam ekstrak
etanol daun buas-buas :
Mekanisme antiinflamasi yang dilakukan oleh
senyawa flavonoid dapat melalui beberapa jalur
yakni:
Penghambatan enzim cox dan atau lipooksigenase.
Penghambatan akumulasi leukosit

Pengahambatan degranulasi netrofil

Penghambatan pelepasan histamin


TERPENOID

Warna biru kehitaman yang terjadi pada daun katuk dengan menggunakan pereaksi Liebarman-

Buchart mengindikasikan bahwa pada tanaman tersebut terdapat golongan stroid.

Terpenoid adalah senyawa yang mengandung karbon dan hydrogen, atau karbon, hydrogen dan

aksigen yang tidak bersifat aromatis. Terfenoid merupakan senyawa-senyawa yang mudah

menguap terdiri dari 10 atom C dan merupakan senyawa penyusun minyak atsiri. Terpenoid dengan

titik didih yang lebih tinggi disususn oleh diterpen (C20), triterpen (C30), dan tertaterpen (C40)

dengan penambahan atom oksigen.

Harborne. J.B.,1987. Metode Fitokimia , terjemahan K. Radmawinata dan I. Soediso . Bandung :


ITB Press . Halaman 69- 94, 142-158, 234-238.

Sebanyak 1 gram simplisia


dimaserasi dengan 20 ml n-heksan
selama 2 jam kemudian disaring,
filtrat diuapkan. Selanjutnya
ditambahkan asam asetat anhidrat
dan asam sulfat pekat. Jika terbentuk
warna ungu, merah yang berubah
menjadi biru ungu atau biru
kehijauan menunjukan adanya
terpenoid. (Harborne,1987).

Uji ini didasarkan pada kemampuan senyawa terpenoid dan steroid membentuk warna oleh H2SO4 pekat
dan pada pelarut asetat glasial yang membentuk warna jingga. Berdasarkan hasil uji fitokimia, diketahui
bahwa minyak daun pala mengandung senyawa terpenoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna
jingga dan adanya cincin merah pada minyak pala. Kristanti et al., (2008) dan Harborne (1987),
menyatakan bahwa senyawa terpenoid memiliki struktur siklik yang bisa berikatan dengan alkohol. Hal
ini terlihat dari perubahan warna yang terjadi setelah penambahan asam sulfat pekat, yaitu warna
jingga. Pada uji steroid menunjukkan hasil negatif, karena tidak terjadi perubahan warna biru.
Puspa OE, Syahbanu I, Wibowo MA. UJI FITOKIMIA DAN TOKSISITAS MINYAK ATSIRI DAUN PALA
(Myristica fragans Houtt) DARI PULAU LEMUKUTAN. 2017;6:6.

Sebanyak 1 gram simplisia


dimaserasi dengan 20 ml n-heksan
selama 2 jam kemudian disaring,
filtrat diuapkan. Selanjutnya
ditambahkan asam asetat anhidrat
dan asam sulfat pekat. Jika terbentuk
warna ungu, merah yang berubah
menjadi biru ungu atau biru
kehijauan menunjukan adanya
terpenoid. (Harborne,1987).

Hasil uji
terpenoid/steroid pada simplisia
memberikan warna hijau dan ungu
sedangkan untuk ekstrak memberikan
warna hijau yang menunjukan adanya
senyawa terpenoid. Menurut Harbone
(1987), apabila senyawa
terpenoid/steroid ditambahkan asam
asetat anhidrat dan asam sulfat pekat
akan terbentuk warna hijau atau hijau
kebiruan serta ungu. Uji senyawa
flavonoid memberikan warna
Ekstrak yang diperoleh diambil
sedikit dan dikeringkan diatas papan spot
tes, ditambahkan 3 tetes anhidrida asetat
dan kemudian 1 tetes asam sulfat pekat.
Adanya senyawa golongan terpenoid akan
ditandai dengan timbulnya warna merah
sedangkan adanya senyawa golongan
steroid ditandai dengan munculnya warna
biru (Kristanti dkk, 2008).

SAPONIN

Saponin atau glikosida sapongenin adalah salah satu tipe glikosida yang tersebar luas
dalam tanaman. Tipe saponin terdiri dari sapongenin yang merupakan molekul aglikon
dan sebuah gula. Saponin merupakan senyawa yang menimbulkan busa jika dikocok
dengan air, pada konsentrasi rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah,
sering digunakan sebagai detergen.

Saponin merupakan senyawa glikosida kompleks yaitu senyawa hasil kondensasi


suatu gula dengan suatu senyawa hidroksil organik yang apabila dihidrolisis akan
menghasilkan gula (glikon) dan non-gula (aglikon). Saponin ini terdiri dari dua
kelompok : saponin triterpenoid dan saponin steroid. Saponin banyak digunakan dalam
kehidupan manusia, salah satunya terdapat dalam lerak yang digunakan untuk bahan
pencuci kain (batik) dan sebagai shampo. Saponin dapat diperoleh dari tembuhan
melalui ekstraksi.

Cara identifikasi : Uji Saponin dilakukan dengan metode Forth yaitu dengan cara
memasukkan 2 mL sampel kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 10 mL
akuades lalu dikocok selama 30 detik, diamati perubahan yang terjadi. Apabila
terbentuk busa yang mantap (tidak hilang selama 30 detik) maka identifikasi
menunjukkan adanya saponin. Uji penegasan saponin dilakukan dengan
menguapkan sampel sampai kering kemudian mencucinya dengan heksana sampai
filtrat jernih. Residu yang tertinggal ditambahkan kloroform, diaduk 5 menit,
kemudian ditambahkan Na2SO4 anhidrat dan disaring. Filtrat dibagi enjadi menjadi
2 bagian, A dan B. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B ditetesi anhidrat asetat, diaduk
perlahan, kemudian ditambah H2SO4 pekat dan diaduk kembali.

Terbentuknya cincin merah sampai coklat menunjukkan adanya saponin.


Timbulnya busa pada uji Forth menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai
kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan
senyawa lainnya.

Teyler.V.E et.al. 1988. Pharmacognosy Edition 9th. Phiadelphia: Lea & Febiger

Saponin mempunyai aktifitas farmakologi yang cukup luas diantaranya meliputi:

immunomodulator, anti tumor, anti inflamasi, antivirus, anti jamur, dapat membunuh kerang-

kerangan, hipoglikemik, dan efek hypokholesterol. Saponin juga mempunyai sifat bermacam-

macam, misalnya: terasa manis, ada yang pahit, dapat berbentuk buih, dapat menstabilkan

emulsi, dapat menyebabkan hemolisis. Dalam pemakaiannya saponin bisa dipakai untuk banyak

keperluan, misalnya dipakai untuk membuat minuman beralkohol, dalam industri pakaian,

kosmetik, membuat obat-obatan, dan dipakai sebagai obat tradisional1.

Pengujian kestabilan buih atau kandungan saponin menunjukkan hasil positif.

Berdasarkan literature, suatu sampel dikatakan mengadung sapaonin apabila buih yang terbentuk

stabil dan mantap (tidak hilang selam 30 detik).

Harborne. J.B.,1987. Metode Fitokimia , terjemahan K. Radmawinata dan I. Soediso . Bandung :


ITB Press . Halaman 69- 94, 142-158, 234-238.

Saponin dapat diketahui dengan penambahan air. Timbulnya busa menunjukan adanya glikosida
yang mampu membentuk buih dalam air. Senyawa glikosida terhidrolisis menjadi glukosa dan
aglikon. Saponin adalah suatu glikosida yang mungkin ada pada banyak macam tanaman. Saponin
ada pada seluruh tanaman dengan kosentrasi tinggi macam tanaman pada bagian-bagian tertentu, dan
dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan.

Sebanyak 0,5 gram serbuk


simplisia dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air
panas, didinginkan, dikocok selama
10 detik. Jika terbentuk buih selama tidak kurang 10 menit, setinggi 1-10
cm dan tidak hilang jika
ditambahkan 1 tetes asam klorida 2
N maka menunjukan adanya saponin.

Uji senyawa saponin dapat dilakukan dengan metode Forth dimana dalam sampel menghasilkan buih
yang stabil setelah beberapa detik dikocok. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Miryanti et al.,
(2011), menunjukkan bahwa sampel yang mengandung saponin akan menimbulkan buih dalam air pada
suasana asam setelah dikocok lebih dari 10 menit. Hal ini, kemungkinan disebabkan adanya glikosida
yang terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya dalam air. Hasil penelitian ini hampir sama
dengan metode yang dilakukan oleh Kristanti et al., (2008) dan Marliana et al., (2005) busa yang
dihasilkan lebih 10 menit setelah dikocok selama 10 menit. Untuk uji ini minyak pala positif mengandung
saponin dengan ada terbentuknya busa. Timbulnya busa pada uji saponin menunjukkan adanya glikosida
yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan
senyawa lainnya (Rusdi, 1990).

Puspa OE, Syahbanu I, Wibowo MA. UJI FITOKIMIA DAN TOKSISITAS MINYAK ATSIRI DAUN PALA
(Myristica fragans Houtt) DARI PULAU LEMUKUTAN. 2017;6:6.

UJI TABUNG

1.1 Metode Tabung

Metode Tabung merupakan metode yang paling sederhana karena tidak menggunakan
alat yang canggih dan masih manual. Sebelum melakukan uji tabung terlebih dahulu
melakukan uji pendahuluan dengan menggunakan larutan KOH 5% yang menghasilkan
warna intensif. Selanjutnya melakukan pengujian metode tabung pada beberapa senyawa
misalnya alkaloid, tanin, saponin, polifenol dll dengan menggunakan beberapa pelarut
diantaranya NaCl 2%, FeCl, NaOH 2N dll.

Harborne.J.B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: ITB Press


Uji pendahuluan merupakan suatu langkah awal pada uji tabung untuk
mengetahui apakah simplisia tersebut mengandung kromoform (flavonoid,
antrakinon, dsb) dengan gugus hidrofilik. Adanya proses pemanasan yang
dilakukan selama 10 menit bertujuan untuk memisahkan senyawa yang
mengandung gugus kromoform dan gugus hidrofilik dari simplisia yang diuji
sehingga ketika disaring filtrate akan berwarna kuning hingga merah.
Penambahan basa KOH 0,5 N akan mempertajam warna yang terbentuk yaitu
merah hingga kecoklatan. Pada pengujian daun salam diperoleh hasil
positif.

Uji ini dilakukan untuk mengetahui


gambaran umum tentang
kandungan kimia yang terdapat dalam
daun binahong, yaitu untuk mengetahui
ada tidaknya gugus kromofor pada
senyawa yang terdapat dalam ekstrak.
Ekstrak etil asetat daun binahong
dilarutkan dalam tween 2,5% selama 30
menit di atas penangas air mendidih,
larutan yang terjadi disaring dengan
kapas. Apabila larutan yang dihasilkan
berwarna kuning sampai merah menunjukkan
adanya senyawa yang
mengandung kromofor (flavonoid,
antrakinon dan sebagainya) dengan
gugus hidrofilik (gula, asam fenolat dan
sebagainya). Bila larutan ditambah
larutan KOH 1 N (3 tetes), warna larutan
akan menjadi intensif.

PEMBAHASAN
Skrining fitokimia adalah metode yang digunkan untuk mengetahui
kandungan aktif dari suatu tumbuhan maupun bagian tumbuhan dengan cara
yang sederhana. Pada skrining fitokimia digunakan dua metode yaitu metode uji
tabung dan metode KLT. Pada praktikum digunkan metode uji tabung untuk
mengidentifikasi senyawa aktif pada daun salam. Senyawa yang akan diuji
diantaranya adalah ada atau tidaknya alkaloid, antrakinon, polifenol, tannin
dan
saponin.
Langkah pertama sebelum melakukan pengujian adalah pembuatan
serbuk simplisia dari daun salam. Pada proses pembuatannya daun salam
dikeringkan dengan pemanas buatan maupun dengan panas matahari tetapi
harus ditutup dengan kain hitam. Pengeringan simplisia dengan panas matahari
tidak langsung digunakan untuk bahan bahan yang lunak seperti daun, bunga
maupun bahan yang mengandung senyawa aktif yang mudah menguap.
Cara pengeringan yang salah dapat mengakibatkan terjadinya “Face
hardening”, yakni bagian luar bahan sudah kering, sedangkan bagian dalamnya
masih basah. Hal ini dapat disebabkan oleh irisan bahan simplisia yan terlalu
tebal, suhu pengeringan yang terlalu tinggi atau oleh suatu keadaan lain yang
menyebabkan penguapan air permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi
air dari dalam ke permukaan air tersebut, sehingga permukaan bahan menjadi
keras dan menghambat pengeringan selanjutnya. “Face Hadening” dapat
mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di bagian dalam bahan yang
dikeringkan.
Uji pendahuluan merupakan suatu langkah awal pada uji tabung untuk
mengetahui apakah simplisia tersebut mengandung kromoform (flavonoid,
antrakinon, dsb) dengan gugus hidrofilik. Adanya proses pemanasan yang
dilakukan selama 10 menit bertujuan untuk memisahkan senyawa yang
mengandung gugus kromoform dan gugus hidrofilik dari simplisia yang diuji
sehingga ketika disaring filtrate akan berwarna kuning hingga merah.
Penambahan basa KOH 0,5 N akan mempertajam warna yang terbentuk yaitu
merah hingga kecoklatan. Pada pengujian daun salam diperoleh hasil positif.
Pada pengujian alkaloida penambahan HCl 1% sebanyak 10ml
berfungsi untuk menarik alkaloid dan membentuk garam alkaloid. Pemanasan
dilakuka untuk memecah ikatan antara alkaloid dan asam klorida sehingga
diperoleh alkaloid. Filtrat yang dihasilkan dibagi menjadi dua yaitu tabung A
dan B. Tabung A1 filtrate ditambahkan pereaksi dragendroff yang berfungsi
sebagai pembanding apakah senyawa yang terkandung merupakan alkaloid atau
tidak, karena alkaloid akan memberikan endapan dengan reagen dragendroff.
Reagen dragendroff sendiri berisi Bi(NO3)3.H2O , HNO3 , dan KI. Tabung A2
ditambahkan pereaksi mayer, yang fungsinya untuk mendeteksi alkaloid,
dimana pereaksi ini akan berikatan dengan alkaloid melalui ikatan koordinasi
antara atom N alkaloid dan Hg pereaksi mayer sehingga menghasilkan senyawa
kompleks merkuri yang non polar mengendap berwarna putih. Reaksi pada uji
alkaloid ini dengan pereaksi mayer adalah N + KHgI4 → Hg-N (↓ putih). Atom
N menyumbangkan pasangan electron bebas dan atom Hg membentuk senyawa
kompleks yang mengandung atom N sebagai ligannya. Berdasarkan hasil
percobaan yang dilakukan tabung A1 yang ditambahkan dragendroff
menghasilkan endapan kuning kecoklatan menunjukan adanya alkaloid primer
hasil positif (+) . Tabung A2 yang ditambahkan pereaksi mayer tidak
menghasilkan endapan, hasil (-).
Penambahan serbuk Na2CO3 pada tabung B berfungsi mengembalikan
keadaan larutan menjadi basa dan ditambah kloroform bertujuan memutuskan
ikatan antara asam tannin dan alkaloid yang terikat secara ionic dimana atom N
dari alkaloid berikatan saling stabil dengan gugus hidroksil genolik dari asam
tannin. Terputusnya ikatan tersebut akan menyebabkan alkaloid bebs sedangkan
asam tannin akan terikat dengan kloroform. Pengadukan secara perlahan
bertujuan untuk memperbanyak kontak yang terjadi antara kloroform dengan
senyawa, sehingga memungkinkan alkaloid bebas semakin banyak tereksitraksi
IX. Kesimpulan
1. Skrining fitokimia adalah suatu metode kualitatif yang digunakan untuk
mensurvei tumbuhan, mendapatkan kandungan bioaktif maupun kandungan
yang dapat berguna dalam pengobatan
2. Metode dalam skrining fitokimia dibagi menjadi dua, yaitu uji tabung dan
KLT. Uji tabung merupakan metode yang paling sederhana. Hal pertama
yang dilakukan dalam uji tabung adalah melakukan uji pendahuluan yaitu
dengan menambahkan serbuk daun salam dengan KOH 5% yang akan
menghasilkan warna merah yang intensif. Warna merah tersebut
menunjukan adanya gugus kromoform dengan gugus hidrofilik
3. Sebuk daun salam mengandung senyawa sebagai berikut :
a. alkaloid (mengandung basa kuartener)
b. polifenol
c.tannin
d. saponin
X. Daftar Pustaka
Simbala, Herny. E.i., 2009. Analisis Senyawa Alkaloid Beberapa Jenis Tumbuhan
Obat Sebagai Bahan Aktif Fitofarmaka. Pacific Journal
Sirait, M. 207. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Institusi Teknologi Bandung,
Bandung
Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern
MenganalisisTumbuhan. Institut Teknologi Bandung, Bandung. (diterjemahkan
oleh Kosasih
Padmawinata dan Iwang Soediro)

Anda mungkin juga menyukai