Anda di halaman 1dari 8

PRAKTIKUM FITOKIMIA

TUGAS 5
IDENTIFIKASI SENYAWA ANTRAKINON
(Ekstrak Rheum officinale L.)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitokimia

KELOMPOK : 8
KELAS : B
1. MELIANA AGUSTINA 201910410311252
2. TIKA PUTRI UTAMI 201910410311247
3. DASALIA NOVINDRI 201910410311271
4. VINA AHMADIYANTI SHOLIHAH 201910410311311

DOSEN PEMBIMBING :
Apt. Siti Rofida, S.Si., M.Farm.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2022
I. JUDUL
Identifikasi Senyawa Antrakinon (Ekstrak Rheum officinale L.)

II. TUJUAN
Mahasiswa mampu mengidentifikasi senyawa antrakinon yang terdapat pada tumbuhan.

III. TINJAUAN
A. Tanaman (Rheum officinale L.)
Tanaman kelembak (Rheum officinale Baill.) merupakan salah satu tanaman dari
Polygonaceae dikenal sebagai rhubarb. Tanaman ini merupakan semak tahunan dengan
pertumbuhan tanaman 25-80 cm. kelembak memiliki karakter akar tunggang, lunak, bulat
berwarna coklat. Batang berwarna coklat pendek beralur melintang. Daun tunggal,
bertangkai dengan helaian daun berbentuk bulat telur. Perbungaan majemuk, buah
berbentuk seperti padi, bulat berwarna merah (Nurhasanah & Iriani, 2021).
Rhurarb merupakan obat tradisional Cina, memiliki banyak farmakologis, seperti
pencahar, anti-inflamasi, antibakteri, anti terapetik dan anti kanker. Di Indonesia kelembak
banak digunakan masyarakat lokal sebagai obat tradisional untuk campuran jamu serta
ramuan parem. Kandungan senyawa di akar kelembak berupa senyawa turunan
antrakuinon seperti rhein, emodin dan chrysophanol. Batang yang mengandung senyawa
rhein, emodin, dan asam krisofanat. Kandungan senyawa pada daun kelembak berupa
antraglikosida dan frangulaemodin yang memiliki sifat purgative (pencahar) cukup tinggi
dan kandungan flavonoid yang terdapat di dalamnya (Nurhasanah & Iriani, 2021).
Klasifikasi Kelembak (Rheum officinale L.)
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Polygonales
Family : Polygonaceae
Genus : Rheum
Spesies : Rheum officinale Baill. (Jefri, 2018). Gambar III.I Tanaman Kelembak
B. Senyawa Antrakuinon
Senyawa antrakuinon merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang
termasuk golongan kuinon fenolik yang dalam biosintesisnya berasal dari turunan fenol.
Senyawa antrakuinon merupakan senyawa kristal bertitik leleh tinggi, dapat larut dalam
pelarut organik dan basa dengan membentuk warna violet merah. senyawa antrakuinon dan
turunannya juga sering ditemukan berwarna kuning sampai jingga. Senyawa antrakuinon
memiliki beberapa fungsi dalam bidang kesehatan yaitu sebagai antijamur, antimalaria,
antibakteri, antikanker dan antioksidan. Senyawa antrakuinon dapat dihasilkan dengan cara
isolasi dari bahan alam maupun sintesis (Ulfah, Alimuddin, & Wibowo, 2018).

Gambar III.2 Struktur kimia Antrakinon

C. Identifikasi Senyawa Golongan Antrakinon


a. Uji Borntrager
Uji Brontrager dilakukan dengan cara melarutkan 2 mL sampel dengan 10 mL
akuades kemudian disaring, filtrat diekstrak dengan 5 mL benzena. Hasil ekstrak dibagi
menjadi 2 bagian, A dan B. Filrat A digunakan sebagai blangko dan filtrat B
ditambahkan 5 mL ammonia kemudian dikocok, bila terdapat warna merah berarti hasil
positif (Marliana, dkk, 2005).
b. Uji Modifikasi Borntrager
Uji Brontrager termodifikasi dilakukan dengan melarutkan 2 mL sampel dengan
10 mL 0,5 N KOH dan 1 mL larutan hidrogen peroksida. Kemudian dipanaskan pada
waterbath selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Pada filtratnya ditambahkan asam
asetat bertetes-tetes sampai pada kertas lakmus menunjukkan asam. Selanjutnya
diekstrak dengan 5 mL benzena. Hasil ekstrak dibagi menjadi 2 bagian, A dan B. Larutan
A digunakan sebagai blangko, sedangkan larutan B dibuat basa dengan 2-5 mL larutan
amonia. Perubahan warna pada lapisan basa diamati. Warna merah atau merah muda
menunjukkan adanya antrakuinon (Marliana, dkk, 2005).
c. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan
elektroforesis, pada kormatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam
(uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium,
atau pelat plastik. Prinsip KLT yaitu perpindahan analit pada fase diam karena pengaruh fase
gerak. Proses ini biasa di sebut elusi. Semakin kecil ukuran ukuran rata-rata partikel fase
diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semaakin baik kinerja KLT dalam
hal efisiensi dan resolusinya. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan
bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik,
atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (Syarif et al., 2013).

IV. PROSEDUR KERJA


a. Reaksi Warna
1. Uji Borntrager
1) Ekstrak sebanyak 0,3 gram diekstraksi dengan 10 ml aquadest, saring, lalu
filtrat diekstraksi dengan 5 ml toluena dalam corong pisah.
2) Ekstraksi dilakukan sebanyak dua kali. Kemudian fase toluena dikumpulkan
dan dibagi menjadi dua bagian, disebut sebagai larutan VA dan VB.
3) Larutan VA sebagai blanko, larutan VB ditambah amonia pekat 1 mL dan
dikocok.
4) Timbulnya warna merah menunjukkan adanya senyawa antrakinon.
2. Uji Modifikasi Borntrager
1) Ekstrak sebanyak 0,3 gram ditambah dengan 5 ml KOH 0,5N dan 1 ml H2O2
encer.
2) Dipanaskan selama 5 menit dan disaring, filtrat ditambah asam asetat glasial,
kemudian diekstraksi dengan 5 ml toluena.
3) Fase toluena diambil dan dibagi menjadi dua sebagai larutan VIA dan VIB.
4) LarutanVIA sebagai blanko, larutan VIB ditambah amonia pekat 1 mL.
Timbulnya warna merah atau merah muda pada lapisan alkalis menunjukkan
adanya antrakinon.

b. Kromatografi Lapis Tipis


1. Sampel ditotolkan pada fase diam. Uji kromatografi lapis tipis ini menggunakan:
Fase diam : Kiesel Gel 254
Fase gerak : toluena -etil asetat-asam asetat glasial (75:24:1)
Penampak noda : Larutan KOH 10% dalam metanol.
2. Timbulnya noda berwarna kuning, kuning coklat, merah ungu atau hijau ungu
menunjukkan adanya senyawa antrakinon.

V. BAGAN ALIR
a. Reaksi Warna
1. Uji Borntrager

Ekstrak sebanyak 0,3 gram diekstraksi dengan


10 ml aquadest, saring, lalu filtrat diekstraksi
dengan 5 ml toluena dalam corong pisah.

Ekstraksi dilakukan sebanyak dua kali. Kemudian fase


toluena dikumpulkan dan dibagi menjadi dua bagian, disebut
sebagai larutan VA dan VB.

Larutan VA sebagai blanko, larutan VB ditambah amonia pekat 1 mL


dan dikocok.

Timbulnya warna merah menunjukkan


adanya senyawa antrakinon
2. Uji Modifikasi Borntrager

Ekstrak sebanyak 0,3 gram ditambah dengan 5 ml KOH


0,5N dan 1 ml H2O2 encer.

Dipanaskan selama 5 menit dan disaring, filtrat ditambah asam


asetat glasial, kemudian diekstraksi dengan 5 ml toluena.

Fase toluena diambil dan dibagi menjadi dua sebagai


larutan VIA dan VIB.

LarutanVIA sebagai blanko, larutan VIB ditambah


amonia pekat 1 mL.

Timbulnya warna merah atau merah muda pada lapisan


alkalis menunjukkan adanya antrakinon.

B. Kromatografi Lapis Tipis

Sampel ditotolkan pada fase diam

Uji kromatografi lapis tipis ini menggunakan:


Fase diam : Kiesel Gel 254
Fase gerak : toluena -etil asetat-asam asetat glasial (75:24:1)
Timbulnya noda berwarna kuning, kuning coklat, merah
ungu atau hijau ungu menunjukkan adanya senyawa
antrakinon.
DAFTAR PUSTAKA

Nurhasanah, N., & Iriani, D. (2021). Histochemical Test of root, petiole and leaf of Kelembak (Rheum
officinale Baill.). Jurnal Biologi Tropis, 21(3), 726–733. https://doi.org/10.29303/jbt.v21i3.2858
Marliana S Dewi, Suryanti Venty, dan Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis
Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol.
Biofarmasi 3 (1): 26-31, Pebruari 2005, ISSN: 1693-2242

Syarif, U. I. N., Jakarta, H., Zaki, M. M., Kedokteran, F., Ilmu, D. A. N., & Farmasi, P. S. (2013). Isolasi
Senyawa Metabolit Sekunder dari Ekstrak n-Heksana Lumut Hati Mastigophora diclados ( Brid . Ex
Web ) Nees Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Ekstrak n-Heksana Lumut Hati Mastigophora
diclados ( Brid . Ex Web ) Nees.
Ulfah, S., Alimuddin, A. H., & Wibowo, M. A. (2018). Sintesis Senyawa Turunan Antrakuinon
Menggunakan. Jurnal Kimia Khatulistiwa, 7(2), 25–32.

Anda mungkin juga menyukai