Anda di halaman 1dari 29

Laporan Praktikum

FITOKIMIA
TUGAS 5
Identifikasi Senyawa Golongan Antrakinon
(Ekstrak Rheum officinale L., )

Disusun Oleh :

Graceia Yuanata Putri 201610410311026


Ananda Novia Rizky UJP 201610410311151
Dinda Muji Nurhandini 201610410311171
Agus Pratiwi 201610410311192

DOSEN PEMBIMBING :
Drs. Herra Studiawan, M.Si.,Apt.
Siti Rofida, M.Farm., Apt.
Amaliyah Dina Anggraeni, M.Farm., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
TUGAS 5. IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ANTRAKINON
(Ekstrak Rheum officinale L., )

5.1 TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan
antrakinon dalam tanaman.
5.2 TINJAUAN PUSTAKA
5.2.1 Tanaman Klembak (Rheum officinale L.,)
5.2.1.1 Klasifikasi
Klasifikasi tanaman kelembak adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Hamamelidae
Ordo : Polygonales
Famili : Polygonaceae
Genus : Rheum
Spesies : Rheum officinale Baill

Gambar tanaman Rheum officinale Bail


(Backer & Bakhuizen, 1965)
5.2.1.2 Morfologi
Semak, tahunan, tinggi 25-80 cm. Batang: Pendek, terdapat di dalam tanah,
beralur melintang, masif, coklat. Daun: Tunggal, bulat telur, Daunnya tersusun spiral,
kadang-kadang berhadapan atau melingkar, pangkal bentuk jantung dan berbulu, ujung
runcing, tepi rata, bertangkai dengan panjang daun 10-40 cm, lebar 8-30 cm, pangkal
tangkai daun memeluk batang (berupih), hijau.Bunga: Majemuk, berkelamin dua atau
satu, benang sari sembilan, bakal buah bentuk segi tiga, tangkai putik melengkung, kepala
putik tebal, putih kehijauan, ada kelopak tetapi tidak ada mahkota, muncul di ketiak daun
atau di ujung ranting. Buah:Padi, bersayap tiga, bulat telur, merah. Akar: Tunggang, lunak,
bulat, coklat muda. Bila dilihat sekilas daun kelembak hampir seperti daun jati
(Sastroamidjojo, 2001).
Kelembak merupakan salah satu tanaman yang sering digunakan untuk
pengobatan di Indonesia.Bagian yang digunakan dalam tanaman ini adalah akar dan
rhizomanya. Dengan indikasi untuk mengobati konstipasi, jaundice, amenorea (tidak haid).
Zat aktif yang ada dalam tanaman ini antara lain turunan antrakinon (termasuk glikosida),
rhein, emodin, chrysophanol, aloe-emodin, physcion (Depkes, 2010).
Rheum officinale atau kelembak ini tergolong tanaman C, fiksasi karbonnya
terjadi melalui rubisko,enzim siklus Calvin yang menambahkan CO 2 pada ribolusa
bifosfat. produk fiksasi karbon organikn pertamanya ialah senyawa berkarbon 3 (3-
fosfogliserat). Tumbuhan tipe C3 memproduksi sedikit makanan apabila stomatanya
tertutup pada hari yang panas dan kering. Tingkat CO 2 yang menurun dalam daun akan
mengurangi bahan ke siklus Calvin. Yang membuat tambah parah, rubisko ini dapat
menerima O2 sebagai pengganti CO2. Karena konsentrasi O2 melebihi konsentrasi CO2
dalam ruang udara daun, rubisko menambahkan O 2 pada siklus Calvin dan bukannya CO 2.
Produknya terurai, dan satu potong, senyawa berkarbon 2 dikirim keluar dari kloroplas.
Mitokondria dan peroksisom kemudian memecah molekul berkarbon 2 menjadi CO 2.
Proses ini yang disebut Fotorespirasi. Akan tetapi tidak seperti respirasi sel, fotorespirasi
tidak menghasilkan ATP.Dan tidak seperti fotosintesis, fotorespirasi tidak menghasilkan
makanan, tapi menurunkan keluaran fotosintesis dengan menyedot bahan organik dari
siklus Calvin.
Tahapan siklus Calvin pada tanaman C3:
a. Fase 1 : Fiksasi karbon, Siklus calvin memasukkan setiap molekul CO 2 Dengan
menautkannya pada gula berkarbon 5 yang dinamai ribose bifosfat (RuBP).
Enzim yang mengkatalis langkah ini adalah rubisko. Produknya adalah
intermediet berkarbon 6 yang demikian tidak stabil hinggga terurai separuhnya
untuk membentuk 2 molekul 3-fosfogliserat.
b. Fase 2 : Reduksi, setiap molekul3-fosfogliserat menerima gugus fosfat baru.
Suatau enzim mentransfer gugus fosfat dari ATP membentuk 1,3-
bifosfogliserat sebagai produknya. Selanjutnya sepasang electron
disumbangkan oleh NADPH untuk mereduksi 1,3-bifosfogliserat menjadi G3P.
G3P ini berbentuk gula berkarbon 3. Hasilnya terdapat 18 karbon karbohidrat,
1 molekulnya keluar dan digunakan oleh tumbuhan dan 5 yang lain didaur
ulang untuk meregenerasi 3 molekul RuBP.
c. Fase 3 : Regenerasi RuBP, Dalam suatu rangkaian reaksi yang rumit, rangkan
karbon yang terdiri atas 5 molekul G3P disusun ulang oleh langkah terakhir
siklus Calvin menjadi 3 molekul RuBP. Untuk menyelesaikan ini, siklus ini
menghabiskan 3 molekul ATP . RuBP ini siap menerima CO 2 kembali
(Depkes, 2010)
5.2.1.3 Kandungan Senyawa Kimia
Kelembak mempunyai kandungan antranoid, khusunya glikosida antrakinon
seperti rhein mengandung asam oksalat, tanin yaitu gallotanin, katekin dan
prosianidin.Sedangkan kandungannya yang lain adalah pektin, asam fenolat 1996; Bradley,
1992; Chirikdjan et al, 1983)
Kandungan Kimia yang terdapat pada Akar dan daun kelembak
mengandung flavonoida, Disamping itu akarnya juga mengandung glikosida dan saponin,
sedangkan daunnya juga mengandung polifenol.Daun kelembak jenis Rheum undulatum
mengandung beberapa antroglycoside.Tanaman rempah kelembak juga mengandung bahan
yang membahayakan yaitu anthrone, yang sangat beracun jika termakan, walaupun sudah
direbus terlebih dahulu.
5.2.1.4 Manfaat
Masing-masing manfaat terperinci tiap bagiannya adalah sebagai berikut;
Batangnya dapat mengobati malaria, sariawan dan batuk, Akarnya mengandung glikosida
adstringent yang berkelakuan sebagai zat penyamak. Pada akarnya pula mengandung
antrkuinon yang berefek purgative,dan tannin yang berefek melawan astringen atau dapat
disebut sebagai adstringent,tapi dalam jumlah kecil efek astringen juga dibutuhkan, tapi
jika terlalu banyak maka dapat menimbulkan efek laksatif (Depkes, 2010).
Memperlancar buang air besar (BAB). Senyawa aktif dari akar kelembak
akan diuraikan dulu oleh bakteri dalam usus sehingga menjadi bentuk senyawa yang dapat
merangsang sistem pencernaan, yang akhirnya dapat meningkatkan pergerakan usus
sehingga buang air besar menjadi mudah. Manfaat lain dari Rheum officinale :
 Melancarkan haid.
 Membantu mengatasi sakit kuning.
 Membantu menghentikan perdarahan.
 Klembak diketahui sekarang juga mengandung bahan yang aktif dalam
pengobatan Hepatitis B.
5.2.2 Senyawa Antrakinon
Senyawa antrakinon adalah glikosida yang aglikonnya sekerabat dengan
antrasena yangmemiliki gugus karbonil pada kedua atom C yang berseberangan (atom C9
dan C10) atau hanya C9 (antron) dan C9 ada gugus hidroksil (antranol). Zat ini berkhasiat
sebagai laksativum. Dialam, terdapat sekitar 40 turunan antrakuinon yang berbeda.
Umumnya antrakinon ditemukanpada Lichenes dan Fungi tertentu. Glikosida antrakinon
bersifat mudah terhidrolisis seperti glikosida lainnya. Glikosida ini jika terhidrolisis
menghasilkan aglikondi-,tri-,atau tetrahidroksi antrakuinon atau modifikasinya sedangkan
bagian gulanya tidak menentu. Contohnya jika frangulin dihidrolisis maka akan
menghasilkan emodin (1,6,8–trihidroksi-3-metil antrakuinon) dan rhamnosa. Antrakuinon
bebas hanya memiliki sedikit aktivitas terapeutik. Residu gula memfasilitasi absorpsi
dan translokasi aglikon pada situs kerjanya. Turunan antrakuinon umumnya berwarna
merah oranye dan dapat dilihat langsung serta terdapat dalam bahan-bahan purgativum
(laksativum atau pencahar). Turunan antrakuinon berbentuk dihidroksi fenol seperti
krisofanol, berbentuk trihidroksi fenol seperti emodin, atautetrahidroksi fenol seperti asam
karminat. Seringkali terdapat gugus-gugus lain seperti metil dalam krisofanol,
hidroksimetil pada aloe-emodin, serta karboksil dalam resin dan asam karminat.

Gambar senyawa antrakuinon


5.2.2.1 Sifat Fisika Kimia
Senyawa antrakinon dan turunannya seringkali bewarna kuning sampai
mera.sindur (oranye), larut dalam air panas atau alkohol encer. Untuk identifikasi
digunakan reaksi Borntraeger (lihat MMI).
Semua antrakinon memberikan warna reaksi yang khas dengan reaksi
Borntraeger jika amonia ditambahkan: larutan berubah menjadi merah untuk antrakinon
dan kuning untuk antron dan diantron. Antron adalah bentuk kurang teroksigenasi dari
antrakinon, sedangkan diantron terbentuk dari 2 unit antron.
Antrakinon yang mengandung gugus karboksilat (rein) dapat diekstraksi
dengan penambahan basa, misalnya dengan natrium bikarbonat. Hasil reduksi antrakinon
adalah antron dan antranol, terdapat bebas di alam atau sebagai glikosida.
Antron bewarna kuning pucat, tidak menunjukkan fluorosensi dan tidak
larut dalam alkali, sedangkan isomernya, yaitu antranol bewarna kuning kecoklatan dan
dengan alkali membentuk larutan berpendar (berfluoresensi) kuat. Oksantron merupakan
zat antara (intermediate) antara antrakinondan antranol. Reaksi Borntraeger modifikasi
Fairbairn, yaitu dengan menambahkan hidrogen peroksida akan menujukkan reaksi positif.
Senyawa ini terdapat dalam Frangulae cortex.
Diantron adalah senyawa dimer tunggal atau campuran dari molekul antron,
hasil oksidasi antron (misalnya larutan dalam aseton yang diaerasi dengan udara). Diantron
merupakan aglikon penting dalam Cassia, Rheum, dan Rhamnus; dalam golongan ini
misalnya senidin, aglikon senosida. Reidin A, B, dan C yang terdapat dalam sena dan
kelembak merupakan heterodiantron
5.2.2.2 Efek Farmakologis (Bioaktivitas)
Pada pengujian terhadap tikus, ditemukan bahwa kandungan rhein pada
kelembak dengan dosis 100 mg/kg bb per hari, mampu mereduksi lemak pada db/db
mencit. Menggunakan diet-induced obese didapatkan hasil bahwa rhein dapat memblok
kadar lemak yang tinggi pada hewan uji yang mengalami obesitas, diukur berdasarkan
massa lemak dan ukuran dari adiposit putih dan coklat serta penurunan serum kolesterol,
LDL kolesterol dan kadar glukosa darah puasa pada mencit. Berdasarkan penggunaan
metode analisis ekspresi gen dan reporter assay ditemukan bahwa rhein menginhibisi
transaktivitas peroxisome proliferator-activated receptor γ dari target gen, menunjukkan
bahwa rhein bisa berfungsi sebagai antagonis dari PPARγ (Zhang et al, 2012).
5.2.3 Identifikasi Senyawa
Antrakuinon merupakan senyawa turunan dari antrasena yang diperoleh dari
reaksi oksidasi dari antarasena. Golongan ini memiliki anglikon yang sekerabat dengan
antrasena yang memiliki gugus karbonil pada kedua atom C yang berseberangan (atom C9
dan C10) atau hanya C4 (antron) dan sampai marah sindur (orange), larut dalam air panas
atau alkohol encer. Untuk identifikasi digunakan reaksi Borntraeger. Semua antrakuinon
memberikan warn areaksi yang khas dengan reaksi Borntraeger jika ammonia
ditambahkan: larutan berubah menjadi merah untuk antrakuinon. Antrakuinon yang
mengandung gugus karboksilat (rein) dapat diekstraksi dengan penambahan basa, misalnya
dengan natrium bikarbonat.Hasil reduksi antrakuinon adalah antron danantranol, terdapat
bebas di alam atau sebagai glikosida (Stanitsky, 2003).
Dalam mendeteksi glikosida pada Rhei radix khususnya Rhei palmati radix
menggunakan solvent sistem etil asetat : methanol : air (100 : 13,5 : 10) dan dideteksi
menggunakan UV 365nm akan di dapatkan fluorescent menonjol berwarna kuning yang
merupakan antraquinone aglycone zone meliputi emodin, aloe-emodin, physcion,
danchrysophanol. Selain itu akan nampak pula 8-O-monoglukosides dengan warna coklat-
merah dengan Rf 0.45–0.55 dan dihasilkan pula sedikit diglikoside pada range Rf 0.1–0.3.
Sedangkan aglikon polar rhein ditunjukan pada warna biru florescent dengan Rf ~0.4
(Wagner dan Bladt,2001).
5.2.4 Pemisahan Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapisan tipis digunakan pada pemisahan zat secara cepat,
dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba rata pada
lempeng kaca. Lempeng yang dilapis, dapat dianggap sebagi “kolom kromatografi
terbuka” dan pemisahan didasarkan pada penyerapan, pembagian, atau gabungnya,
tergantung dari jenis zat penyerap dan cara oembuatan lapisan zat penyerap dan jenis
pelarut. Kromatografi lapis tipis dengan penyerap dan jenis pelarut. Kromatografi lapis
tipis dengan penyerap penukar ion dapat digunakan untuk pemisahan. Senyawa polar.
Harga Rf yang diperoleh pada kromatografi lapis tipis, tidak tetap jika dibandingkan
dengan yang diperoleh pada kromatografi kertas. Karena itu pada lempeng yang sama
disamping kromatogram dari zat pembanding kimia, lebih baik dengan kadar yang berbeda
– beda. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan 2 bercak dengan harga Rf dan
ukuran yang lebih kurang sama. Ukuran dan itensitas bercak dapat digunakan untuk
memperkirakan kadar. Penetapan kadar yang lebih teliti dapat dilakukan dengan cara
spektrofotometri. Pada kromatografi lapis tipis dua dimensi, lempeng yang telah dieluasi
diputar 90° dan dieluasi lagi, umumnya menggunakan bejana lain yang berisi pelarut lain
( Depkes RI Materia Medika jilid VI )
Alat
a. Lempeng kaca: tebal seluruh permukaan lempeng kaca sama, umunya
berukuran 20cm x 20cm; sebagai lempeng tapi digunakan lempeng kaca
berukuran 5cm x 20cm.
b. Baki lempeng. Umumnya baki lempeng berukuran 122cm x 23cm dengan satu
sisi panjang dan satu sisi pendek yang berbingkai untuk menahan lempeng
kaca. Baki digunakan untuk meletakkan dan mengatur lempeng kaca pada
waktu membuat lapisan zat penyerap hingga diperoleh permukaan yang rata.
c. Rak penyimpanan. Rak penyimpanan dipergunakan untuk tempat lempeng
tang telah dilapisi zat penyerap pada waktu pengeringan atau pemindahan. Rak
mempunyai ukuran yang cocok sehingga dapat masuk kedalam lemari
pengering. Dapat memuat lebih kurang 10 lempeng dengan jarak tertentu.
d. Zat penyerap. Zat penyerap yang terdiri dari zat penyerap kromatografi yang
halus. Zat penyerap yadapat dilapiskan langsung pada lempeng kaca atau
dengan pertolongan zat perekat, misalnya kalsium sulfat anhidrat 5% sampai
15% atau kanji. Kalsium sulfat tidak dapat memberikan permukaan yang keras
seperti kanji, tetapi tidak terpengaruh pereaksi semprot yang bersifat oksidator
kuat.
e. Alat pembuat lapisan. Berbentuk bak panjang yang dibuat dengan teliti
mempunyai celah memanjang pada dasarnya. Bobot alat sedemikian rupa,
sehingga jika digerakkkan ke atas lempeng kaca, akan memberikan lapisan zat
penyerap pada seluruh permukaan lempeng setebal 0m25 mm. Untuk
memperoleh tebal lapisan yang lain, digunakan alat pembuat lapisan yang
dapat diatur.
f. Bejana Kromatografi. Umumnya dapat memuat 2 lempeng kaca dab dapat
tertutup rapat. Kedalam bejana dapat dimasukkan sebuah rak penyangga
terbuat dari baja tahan kaat tang dapat emuat 2 lempeng kaca sebelah
menyebelah. Bagian atas bejana terasah halus dan rata dan dapat ditutup rapat
dengan tutup kaca dengan pertolongan lemak penutup
g. Sablon. Umunya dibuat dari plastik, digunakan untuk membantu memberi
tanda pada lempeng, misalnya untuk memberi tanda pada tempat penutulan
dengan jarak tertentu dan untuk membantu memberi tanda – tanda lain pada
lempeng.
h. Pipet mikro. Pipet mikr berskala 10µl untuk memindahkan cairan. Jumlah
larutan zat yang diperiksa dan larutan baku yang harus ditutulkan, tertera pada
masing – masing monografi.
i. Alat penyemprot pereaksi.alat penyemptoy tahann terhadap pereaksi dan dapat
menyemprotkan pereaksi dalam bentuk butir – butir halus.
j. Pelarut; larutan pembanding; larutan zat yang diperiksa; pereaksi. Tertera pada
masing – masing monografi.
k. Lampu ultraviolet. Lampu ultraviolet yang cocok untuk pengamatan dengan
panjang gelombang pendek ( 254nm ) dan dengan panjang gelombang panjang
( 366nm ).
Cara kerja
Bersihkan lempeng kaca dengan cara memcelup kedalam asam pencuci, bilas
dengan air secukupnya hingga air mengalir dari lempeng kaca tanpa meninggalkan
tetesan air atau noda minyak, keringkan dengan lap bersih. Pada waktu melapiskan
zat penyerap, lempeng harus bebas dari serat atau debu. Atur lempeng kaca di atas
baki lempeng, letakkan lempeng tepi berukuran 5cm x 20cm pada ujung dan
pangkal baki usahakan agar pada waktu melapisi semua lempeng tidak ada yang
tergeser. Letakkan alat pembuat lapisan pada ujung baki. Kecuali dinyatakan lain,
campur satu bagian zat penyerap dengan dua bagian volume air, kocok kuat – kuat
dalam labu Erlenmeyer bersumbat kaca sekama 30 detik. Tuangkan massa kental
kedalam alat pembuat lapisan, umumnya 30g zat penyerap dan 60 ml air cukup
untuk 5 lempeng berukuran 20cm x 20cm. Pekerjaan melapisi ini harus selesai
dalam waktu 2 menit sejak penambahan air, karena setelah 2 menit campuran
mulai menjadi keras. Geser hati – hati alat pembuat lapisan diatas lemepng kaca ke
arah sisi pendek baki yang berbingkai. Jika telah sampai pada lempeng tepi
terakhir, angkat alat pembuat lapisan. Cuci segera alat pembuat lapisan. Biarkan
lempeng selama 5 menit kemudian pindahkan lempeng, dengan lapisan
menghadap ke atas, pada rak penyimpanan, keringkan pada suhu 105° selama 30
menit. Setelah lempeng kering, biarkan dingin hingga suhu kamar dan amati serba
ratanta pembagian dan susunan zat penyerap. Cahaya yang ditransmisikan akan
menunjukkan keserba rataan susunan. Simpan lempeng yang baik dalam eksikator
yang cocok. Kecuali dinyatakn lain pada masing – masing monografi tempatkan
pada sisi bejana kromatografi, 2 helai kertas saring, tinggi 18cm lebar sama dengan
panjang bejana.
Masukkan lebih kurang 100ml pelarut kedalam bejana kromatografi hingga
tinggi pelarut 0,5 cm sampai 1 cm, tutup rapat, biarkan sistem mencapai
kesimbangan, kertas saring harus basah seluruhnya. Keempat sisi bejana dapat
juga dilapisi dengan kertas saring. Kertas saring pada dasar bejana harus tercelup
kedalam pelarut. Tutulkan terpisah dengan jarak lebih kurang 1,4cm larutan zat
yang diperiksa dan larutan pembanding, menurut cara yang tertera pada masing –
masing monografi pembanding, menurut cara yang tertera pada masing – masing
monografi dan terletak lebih kurang 2cm dari tepi bawah lempeng, biarkan kering.
Tepi bawah lempeng adalah bagian lempeng yang terdahulu dilalui alat pembuat
lapisan pada waktu melapiskan zat penyerap. Sablon untuk membantu
menentukkan titik tempat penutulan dan jarak yang harus dilalui pelarut.
Tempatkan lempeng pada rak penyangga, hingga tempat penutulan terletak
disebalah bawah, masukkan rak penyangga ke dalam bejana. Pelarut yang ada
didalam bejana harus mencapai tepi bawah lapisan penyerap, tempat penutulan
tidak boleh terendam. Tutup rapat dengan pertolongan zat lemak penutup, biarkan
hingga pelarut merambat lebih kurang 10cm di atas titik penutulan; umumnya
berlangsung selama 15 menit sampai 1 jam; keluarkan lempeng.
Keringkan diudara, amati bercak mula – mula dengan sinar ultraviolet
gelombang pendek ( 254 nm ) kemudian dengan sinar ultraviolet gelombang
panjang ( 366 nm ).
Ukur dan catat jarak bercak dari titik penutulan, dan catat panjang gelombang
untuk tiap bercak yang tampak. Jika perlu, semprot bercak dengan pereaksi yang
tertera pada monografi, amati dan bandingkan kromatogram zat yang diperiksa
dengan kromatogram zat pembanding. Hitung harga Rf seperti pada Kromatografi
kertas.
5.2.4.1 Kromatografi Lapis Tipis
Pada kromatografi lapis tipis (KLT), zat penjerap merupakan lapisan tipis
serbuk halus yang dilapiskan pada lempeng kaca, plastik atau logam secara merata,
umumnya digunakan lempeng kaca.Lempenh yang dialpisi dapat dianggap sebagai kolom
kromatografi terbuka dan pemisahan yang tercapai dapat didasarkan pada adsorbsi,
partisi, atau kombinasi kedua efek, yang digunakan.KLT denganlapis tipis penukar ion
dapat digunakan untuk pemisahan senyawa polar. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan
pengamatan bercak dengan harga Rf yang identik dan ukuran yang hampir sama, dengan
menotolkan bahan uji dan pembanding pada lempeng yang sama. Pembanding visual
ukuran bercak dapat digunakan untuk memperkirakan kadar secara semi kuantitatif.
Pengukuran kuantitatif dimungkinkan, bila digunakan densitometer, atau bercak
dapat dikerok dari lempeng, kemudian diektraksi dengan pelarut yang sesuai dan diukur
secara spektrofotometri. Pada KLT dua dimensi, lempeng yang telah dikembangkan
diputar 90º dan dikembangkan lagi. Umumnya menggukan bejana lain yang dijenuhkan
dengan sistem pelarut yang berbeda.
Alat dan bahan untuk kromatografi lapis tipis adalah Lempeng
kromatografi, dengan tebal serba rata dan ukuran yang sesuai, umumnya 20 × 20 cm.
Jika dinyatakan lain, lempeng lapis tipis yang digunakan dalam FHI adalah lempeng silika
atau selulosa “pra lapis” (lempeng siap pakai).
5.2.4.2 Penggunaan Pembanding Dalam Uji Identifikasi Kromatografi Lapis Tipis
Dalam KLT, perbandingan jarak rambat suatu senyawa tertentu terhadap
jarak rambat fase gerak, diukur dari titik penotolan sampai titik yang memberikan
intensitas maksimum pada bercak, dinyatakan sebagai harga R f senyawa tersebut.
Perbandingan jarak rambat suatu senyawa tertentu dengan jarak rambat pembanding
dinyatakan sebagai harga Rx. Harga Rf berubah sesuai kondisi percobaan karena itu
identifikasi sebaiknya dilaukan menggunakan pembanding dan bahan uji pada lempeng
yang sama. Untuk maksud ini kromatogram dibuat dengan menotolkan larutan uji, larutan
uji pembanding, dan satu campuran uji larutan uji dan larutan pembanding dalam jumlah
yang kurang lebih sama pada lempeng lapis tipis, dalam suatu garis lurus sejajar
dengantepi bawah lempeng kromatografi. Tiap penotolan contoh mengandung zat uji yang
bobotnnya kurang lebih sama. Jika zat uji yang diidentifikasi dan pembanding itu sama,
terdapat kesesuaian dari harga Rf pada semua kromatogram, dan kromatgram dari
campuram menghasilkan bercak tunggal, yaitu Rx adalah 1,0.
Penetapan letak bercak yang dihasilkan KLT letaknya dapat ditetapkan dengan :
1. Pengamatan langsung jika senyawanya tampak pada cahaya tampak ultraviolet
gelombang pendek (254 nm) atau gelombang panjang (366 nm).
2. Pegamatan dengan cahaya tampak atau ultraviolet setelah disemprot dengan
larutan penampak bercak.
5.2.5 Indeks Polaritas
Polaritas sering diartikan sebagai adanya pemisahan kutub bermuatan
positif dan negatif dari suatu molekul sebagai akibat terbentuknya konfigurasi tertentu dari
atom-atom penyusunnya. Dengan demikian, molekul tersebut dapat tertarik oleh molekul
yang lain yang juga mempunyai polaritas yang kurang lebih sama. Besarnya polaritas dari
suatu pelarut proporsional dengan besarnya konstanta dielektriknya (Adnan 1997).
Menurut Stahl (1985), konstanta dielektrik (ε) merupakan salah satu
ukuran kepolaran pelarut yang mengukur kemampuan pelarut untuk menyaring daya tarik
elektrostatik antara isi yang berbeda.
Ekstraksi berkesinambungan dilakukan secara berturut-turut dimulai dengan
pelarut nonpolar (misalnya n-heksan atau kloroform) dilanjutkan dengan pelarut semipolar
(etil asetat atau dietil eter) kemudian dilanjutkan dengan pelarut polar (metanol atau
etanol). Pada proses ekstraksi akan diperoleh ekstrak awal (crude extract) yang
mengandung berturutturut senyawa nonpolar, semipolar, dan polar (Hostettmann et al.
1997).
5.2.6 Tinjauan Eluen
Fase gerak merupakan medium angkut yang terdiri atas satu atau beberapa
pelarut. Fase gerak bergerak dalam fase diam karena adanya gaya kapiler. Pelarut yang
digunakan sebagai fase gerak hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan
sistem pelarut multikomponen ini harus berupa suatu campuran yang sesederhana mungkin
yang terdiri atas maksimum 3 komponen. Angka banding campuran dinyatakan dalam
bagian volume total 100 (Nyiredy 2002).
Pelarut pengembang dikelompokkan ke beberapa golongan oleh Snyder’s
berdasarkan kekuatan pelarutnya. Menurut Stahl (1985) eluen atau fase gerak yang
digunakan dalam KLT dikelompokkan ke dalam 2 kelompok, yaitu untuk pemisahan
senyawa hidrofil dan lipofil. Eluen untuk pemisahan senyawa hidrofil meliputi air,
metanol, asam asetat, etanol, isopropanol, aseton, n-propanol, tert-butanol, fenol, dan n-
butano 1 sedangkan untuk pemisahan senyawa lipofil meliputi etil asetat, eter, kloroform,
benzena, toluena, sikloheksana, dan petroleum eter.
5.2.6.1 Toluena
Toluena, dikenal juga sebagai metil benzena ataupun fenilmetana, adalah
cairan bening tak berwarna yang tak larut dalam air dengan aroma seperti pengencer cat
dan berbau harum seperti benzena. Toluena adalah hirdrokarbon aromatik yang digunakan
secara luas dalam stok umpan industri dan juga sebagai pelarut. Seperti pelarut-pelarut
lainnya, toluena juga digunakan sebagai obat inhalan oleh karena sifatnya yang
memabukkan.
Golongan : Hidrokarbon aromatik
Sinonim :Toluol,Tolu-Sol; Methylbenzene;
Methacide; Phenylmetana;Methylbenzol.
Deskripsi : Cairan tidak berwarna, berbau manis, peda
seperti benzene
Rumus Molekul : C7H8 (C6H5CH3)
Massa Molar : 92,14 g/mol
Densiitas : 0,8669 g/mL, zat cair
Titik Lebur : −93 °C
Titik didih : 110,6 °C
Kelarutas dalam air : 0,47 g/l (20-25 °C)
Viskositas : 0,590 cP at 20 °C
Kelarutan : larut dalam dietil eter, etanol, benzene, kloroform,
asam asetat glasial, karbon disulfida dan aseton;
praktis tidak larut dalam air dingin; kelarutan dalam
air: 0,561 g/L pada suhu 250C
5.2.6.2 Etil Asetat
Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus CH3CH2OC(O)CH3.
Senyawa ini merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Senyawa ini berwujud cairan
tak berwarna, memiliki aroma khas. Senyawa ini sering disingkat EtOAc, dengan Et
mewakili gugus etil dan OAc mewakili asetat. Etil asetat diproduksi dalam skala besar
sebagai pelarut. Etil asetat adalah pelarut polar menengah yang volatil (mudah menguap),
tidak beracun, dan tidak higroskopis. Etil asetat merupakan penerima ikatan hidrogen yang
lemah, dan bukan suatu donor ikatan hidrogen karena tidak adanya proton yang
bersifat asam (yaitu hidrogen yang terikat pada atom elektronegatif seperti flor, oksigen,
dan nitrogen. Etil asetat dapat melarutkan air hingga 3%, dan larut dalam air
hingga kelarutan 8% pada suhu kamar. Kelarutannya meningkat pada suhu yang lebih
tinggi. Namun, senyawa ini tidak stabil dalam air yang mengandung basa atau asam.
Berikut ini adalah karakteristik atau sifat fisika dan sifat kimia dari etil asetat :
Berat molekul : 88,1 kg/kmol
Boiling point : 77,1ºC
Flash point : -4ºC
Melting point : - 83,6ºC
Suhu kritis : 250,1ºC
Tekanan kritis : 37,8 atm
Kekentalan (25oC) : 0,4303 cP
Specific grafity ( 20ºC) : 0,883
Kelarutan dalam air : 7,7% berat pada 20 oC
Entalphy pembentukan (25ºC) gas : -442,92 kJ/mol
Energi Gibbs pembentukan (25ºC) cair: -327,40 kJ/mol
Etil asetat adalah senyawa yang mudah terbakar dan mempunyai
resikopeledakan (eksplosif).
a) Membentuk acetamide jika diammonolisis
Reaksi: \
CH3COOC2H5 + NH3 CH3CONH2 + C2H5OH ….(15)
b) Akan membentuk etil benzoil asetat bila bereaksi dengan etil benzoate
Reaksi:
C6H6COOC2H5 + CH3COOC2H5 C6H6COCH2COOC2H5+ C2H5OH..
(16) (Kirk and Othmer, 1982).

5.2.6.3 Asam Asetat Glacial


Asam asetat glasial merupakan nama trivial yang merujuk pada asam asetat
yang bebas-air (anhidrat). Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa
kimia asamorganik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan.
Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2.Rumus ini seringkali ditulis dalam
bentuk CH3–COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat pekat (disebut asam asetat
glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16,7°C. Cuka
mengandung 3–9% volume asam asetat, menjadikannya asam asetat adalah komponen
utama cuka selain air. Asam asetat berasa asam dan berbau menyengat.Selain diproduksi
untuk cuka konsumsi rumah tangga, asam asetat juga diproduksi sebagai prekursor
untuk polivinil asetatdan selulosa asetat. Meskipun digolongkan sebagai asam lemah, asam
asetat pekat bersifat korosif dan dapat menyerang kulit.
Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana,
setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya
hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO–. Asam asetat merupakan
pereaksi kimia dan baha baku industri yang penting. Asam asetat digunakan
dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat,selulosa asetat, dan polivinil asetat,
maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat,
dengan kode aditif makanan E260, digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah
tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air.
Rumus kimia : C2H4O2
Massa molar : 60.05 g mol−1
Penampilan : Cairan tak berwarna atau kristal, bau
menyengat seperti cuka
Densitas : 1,049 g cm−3
Titik lebur : 289 sampai 290 K
Titik didih : 391 sampai 392 K
Kelarutan di air : dapat dicampur
Log p : -0,322
Viskoitas : 1,22 mPa s
5.3 PROSEDUR KERJA
5.3.1 Reaksi Warna
5.3.1.1 Uji Borntrager

Ekstrak sebanyak 0,3 g diekstraksi dengan


10 ml aquades, saring lalu filtrat diekstraksi
dengan 5 ml toluena dalam corong pisah

Ekstraksi dilakukan sebanyak dua kali.


Kemudian fase toluena dikumpulkan dan
dibagi menjadi dua bagian disebut larutan
VA dan VB

Larutan VA sebagai belangko, larutan VB


ditambah amonia pekat 1 ml dan dikocok

Timbulnya warna merah menunjukkan


adanya senyawa antrakinon

5.3.1.2 Uji Modifikasi Borntrager

Ekstrak sebanyak 0,3 g ditambah dengan


5 ml KOH 0,5 N dalam 1 ml H2O2 encer

Dipanaskan selama 5 menit dan disaring,


filtrat ditambah asam asetat glacial 1
tetes, kemudian diekstraksi dengan 5 ml
toluena

Fase toluena diambil dan dibagi menjadi


dua sebagai larutan VIA dan VIB

Larutan VIA sebagai blangko, larutan VIB


ditambah amonia pekat 1 ml. Timbulnya warna
merah atau merah muda pada lapisan alkalis
menunjukkan adanya antrakinon
5.3.1 Kromatografi Lapis Tipis

Sampel ditotolkan pada fase diam yang sebelumnya telah diencerkan


dengan etanol. Uji kromatografi lapis tipis ini menggunakan :
Fase diam : Kiesel Gel 254
Fase gerak : toluena-etil asetat-asam asetat glasial
(75:24:1)
Penampak noda : larutan KOH 10% dalam metanol

Timbulnya noda warna kuning, kuning coklat, merah ungu atau hijau
ungu menunjukkan adanya senyawa antrakinon
5.4 SKEMA KERJA
5.4.1 Reaksi Warna
5.4.1.1 Uji Borntrager

Ekstrak sebanyak
0,3 gram

diekstraksi dengan
saring, lalu
10 ml aquadest
didapatkan filtrat

Diekstraksi dalam
corong pisah. 5 ml
(ekstraksi dilakukan 2 filtrat
toluena
kali)

VA VB VA
dibagi menjadi VA sebagai
Fase toluene blanko
dua bagian

1 ml VB
Timbulnya warna merah ammonia
menunjukkan adanya pekat dan
senyawa antrakinon kocok
5.4.1.2 Uji Modifikasi Borntrager

Ekstrak sebanyak
0,3 gram

5 ml KOH 1 ml H202 encer


0,5 N

Asetat
filtrat Dipanaskan selama
glasial saring 5 menit

VIA VIB
diekstraksi
dengan 5 dibagi menjadi
Fase toluene dua bagian
ml toluena

Timbulnya warna
1 ml VIB VIA
merah atau merah
ammonia VA sebagai
muda pada lapisan pekat
alkalis menunjukkan blanko
antrakinon
5.4.1.3 Pemeriksaan KLT

Fase gerak :
- Toluena 75
Fase Diam Kiesel Gel
- Etil Asetat 24
254
- Asam asetat glasial 1
dieluasi

amati plat KLT pada sinar UV 254

Semprotkan penampak Noda


Larutan KOH 10% dalam etanol

amati plat KLT pada sinar UV


254nm dan 365nm

Jika timbul warna kuning, kuning coklat, merah ungu atau hijau
ungu menunjukan adanya senyawa antrakinon pada sampel
5.4 HASIL dan PEMBAHASAN

5.4.1 Uji Borntrager

warna kuning  merah = (+) senyawa antrakinon

5.4.2 Uji Modifikasi Borntrager


Warna kuning cerah  merah = (+) senyawa antrakinon
5.4.3 Uji Warna pada plat KLT
- Uji modifikasi borntrager

Rf Warna Noda
1. 0,17 1. biru
2. 0,44 2. ungu
3. 0,57 3. kuning
4. 0,92 4. coklat - kuning

- uji KLT

Rf Warna Noda
1. 0,17 1.biru
2. 0,28 2.ungu
3. 0,32 3.hijau
4. 0,45 4.coklat
5. 0,56 5.coklat
6. 0,89 6.kuning

5.4.4 Perhitungan Nilai Rf

jarak yang ditempuh komponen


Rf =
jarak yang ditempuh pelarut

1. Uji modifikasi Borntrager 2. Uji KLT


1, 3 1, 3
1) R f = 7 ,5 =0 ,1 7 1) R f = 7 ,5 =0 ,1 7
3 ,3 2 ,1
2) R f = 7 ,5 =0 , 44 2) R f = 7 ,5 =0 ,28
4,3 2, 4
3) R f = 7 , 5 =0 , 57 3) R f = 7 , 5 =0 , 32
6,9 3 ,4
4) R f = =0 , 92 4) R f = 7 , 5 =0 , 45
7 ,5
4,2
5¿ Rf = =0 , 56
7 ,5
6 ,7
6¿ Rf = =0 , 89
7 ,5
5.5 PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa golongan
antrakinon dalam ekstrak tanaman Rheum officinale. Kelembak mempunyai
kandungan antranoid, khususnya glikosida antrakinon seperti rhein (semosida A dan
B), aloe-emodin, Antrakinon terdapat sebagai glikosida dengan bagian gula terikat
dengan salah satu gugus hidroksil fenolik (Robinson, 1995). Sama halnya dengan sifat
glikosida lainnya, glikosida antrakuinon juga mudah terhidrolisis. Bentuk uraiannya
adalah aglikon dihidroksi antrakuinon, trihidroksi antrakuinon, atau tetrahidroksi
antrakuinon. Sementara bagian gulanya tidak tertentu. Antrakinon terhidroksilasi tidak
sering terdapat dalam tumbuhan secara bebas tetapi sebagai glikosida physcion. Juga
mengandung asam oksalat, tanin yaitu gallotanin, katekin dan prosianidin.
Untuk mengidentifikasi senyawa antrakinon dalam ekstrak tanaman Rheum
officinale adalah dengan cara pengujian reaksi warna uji Borntrager dan uji
modifikasi Borntrager serta KLT.
Uji yang pertama dilakukan yaitu Uji Borntrager. Dilakukan dengan cara
Ekstrak sebanyak 0,3 gram diekstraksi dengan 10 ml aquadest, Ekstraksi dengan
aqudest dilakukan untuk menghilangkan senyawa-senyawa lain yang bersifat polar
karena keberadaan senyawa tersebut dapat mengganggu proses ekstraksi antrakuinon.
Setelah itu dilakukan ekstraksi dengan menggunakan toluena untuk mengekstraksi
senyawa antrakuinon saja Ekstraksi dilakukan sebanyak dua kali yang bertujuan
untuk menarik senyawa antrakuinon yang ada pada larutan yang diuji diperoleh dalam
jumlah yang cukup banyak sehingga diperoleh hasil yang cukup valid. Kemudian fase
toluena dikumpulkan dan dibagi menjadi dua bagian, disebut sebagai larutan VA
( blanko ) dan VB ( latutan uji ) yang kemudian ditambah amonia pekat 1 ml
tujuannya yaitu untuk memberikan warna pada larutan uji agar terlihat jelas, selain itu
disebabkan oleh konsentrasi pada ammonia pekat tinggi. Pada larutan uji
menunjukkan perubahan warna menjadi merah keunguan yang menandakan bahwa
larutan uji terdapat senyawa golongan antrakinon. Hal ini terjadi karena gugus phenol
yang ada pada antrakuinon jika bereaksi dengan ammonia akan membentuk komplek
phenate yang berwarna merah.
Uji Borntrager sering digunakan untuk pendeteksian turunan antrakuinon
bebas ( aglikon = 1,8 – dihidroksi – turunan antrakuinon ) yang dapat diekstraksi
dengan kloroform dan dipisahkan dengan larutan basa (amonia). Turunan antranol
dan antrone bersifat isomer. Antrone berwarna zat kuning pucat ( nonfluorescent,
tidak larut dalam alkali ). Antranol senyawa berwarna kuning kecoklatan dan
membentuk larutan yang sangat berfluoresensi dalam alkali. Antrakuinon dapat
ditemukan dalam berbagai bentuk pada tanaman. Tergantung pada spesies tanaman
bagian tanaman (obat), tahap perkembangan tanaman, metode pengeringan dan
penyimpanan (Horvath et al, 2014).

Uji untuk reaksi warna yang kedua yaitu Uji Modifikasi Borntrager. Pada uji
modifikasi borntrager pada larutan yang diuji ditambahkan dengan KOH yang
bertujuan untuk menghidrolisis glikosida antron dan antranol serta membentuk garam
kalium dengan aglikon. Dan juga pada larutan uji ditambahkan H 2O2 yang digunakan
untuk mempercepat oksidasi antron/antranol menjadi antrakuinon. Setelah dilakukan
penambahan dengan KOH dan H2O2. Dipanaskan selama 5 menit dan disaring
Pemanasan bertujuan untuk menaikkan suhu larutan karena antrakuinon larut dalam
pelarut organik yang panas. Setelah dilakukan pemanasan larutan uji ditambahkan
dengan asam asetat glasial sebanyak 1 tetes. Penambahan Asam asetat glasial
digunakan untuk menetralkan larutan uji yang ada. Setelah itu ditambahkan dengan
5ml toluena yang bertujuan untuk mengesktraksi senyawa antrakinon saja. Fase
toluena diambil dan dibagi menjadi dua sebagai larutan VIA ( larutan blanko ) dan
VIB sebagai larutan yang akan diuji dan pada larutan ini ditambahkan dengan 1 ml
amonia pekat yang menunjukkan perubahan warna menjadi merah muda yang
menandakan adanya senyawa golongan antrakuinon. Hal ini terjadi karena gugus
phenol yang ada pada antrakuinon jika bereaksi dengan ammonia akan membentuk
komplek phenate yang berwarna merah.
Cara Identifikasi senyawa antrakinon yang terkahir yaitu Kromatografi Lapis
Tipis. Diambil sedikit ekstrak Rheum officinale kemudian dilarutkan dalam ethanol
sebanyak 0,5 ml. Fungsi penambahan ethanol adalah untuk melarutkan ekstrak
sehingga ekstrak yang digunakan berupa cairan bukan padatan. Untuk identifikasi kali
ini eluen yang digunakan adalah toluena-etil asetat-asam asetat glasial dengan
perbandingan 75:24:1. Eluen yang sudah jadi dimasukkan ke dalam chamber sebagai
fase gerak. Plat KLT yang sudah dieluasi lalu disemprot dengan penampak noda
larutan KOH 10% dalam metanol untuk memperjelas noda yang tampak. Warna noda
setelah penyemprotan adalah merah keunguan. Selain merah keunguan noda yang
tampak yaitu kuning dan kuning kecoklatan dari pengamatan yang diperoleh tersebut
menunjukkan bahwa sampel yang diuji positif mengandung senyawa antrakinon,
Penampak noda yang tampak diamati dengan sinar UV 254nm dan 365 nm.
karena berdasarkan literatur, jika sinari UV 254 nm banyak senyawa organik yang
dapat berflouresensi. Pada lampu UV 254 nm noda yang tampak berwarna gelap
(ungu) karena yang berflouresensi adalah lempengnya yang mengandung indikator
sedangkan sampelnya tidak. Sedangkan pada lampu UV 365 nm warna noda yang
tampak adalah terang atau tampak jelas karena lempengnya tidak berflouresensi tetapi
sampelnya.
Saat disinari UV 365 nm dan 254 nm, warna noda tampak fluorescent kuning,
kuning coklat, merah ungu atau hijau ungu. Semua aglikon menunjukkan fluorescent
pada 254 nm dan umumnya kuning atau fluorescent orange-coklat pada UV 365 nm
(Wagner dan Bladt, 1996). Warna kuning yang tampak menunjukkan senyawa
antrakinon yang dalam isomernya yaitu senyawa antron sedangkan warna kuning
kecoklatan yang tampak menunjukkan adanya senyawa antranol yang juga
merupakan isomer dari senyawa antrakinon
Berdasarkan hasil dari uji KLT diperoleh nilai Rf pada masing – masing noda
yaitu pada sampel diperoleh nilai Rf dan warna noda sebagai berikut :
*Uji borntrager * Uji KLT
Rf Warna Noda Rf Warna Noda
5. 0,1 5. biru 1. 0,17 1.biru
7 6. ungu 2. 0,28 2.ungu
6. 0,4 7. kuning 3. 0,32 3.hijau
4 8. coklat - kuning 4. 0,45 4.coklat
7. 0,5 5. 0,56 5.coklat
7 6. 0,89 6.kuning
8. 0,9
2

Berdasarkan, literasi nilai Rf pada senyawa antrakinon yaitu berkisar 0,03-0,91. Dan
dinyatakan kemungkinan pada Rf yang sama terdapat senyawa yang sama pula
(Medicamento, 2017).

5.6 KESIMPULAN

1. Pada saat uji borntranger ekstrak tanaman Rheum officinale menimbulkan adanya
perubahan warna dari kuning menjadi merah. Menunjukkan positif mengandung
senyawa antrakinon
2. Pada saat uji modifikasi borntranger ekstrak tanaman Rheum officinale
menimbulkan adanya lapisan alkalis berwarna merah muda yang menunjukkan
positif mengandung senyawa antrakinon.
3. Pada uji KLT adanya senyawa antrakinon pada ekstrak Rheum officinale
dibuktikan dengan adanya warna kuning, kuning coklat dan merah ungu pada plat
setelah diberi penampak noda dan dapat diperoleh nilai Rf dari masing – masing
noda yang tampak.
DAFTAR PUSTAKA
Backer, A and Van Den Brink, B., 1965, Flora of Java (Spermatophytes Only),Volume I,
N.V.P. The Nederlands, Noordhoff-Groningen.
Depkes. 2010. Isolasi senyawa dari akar kelembak,
Repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20837/4/Chapter%20II.pdf. (diaskes 14
april 2018).
Nyiredy Sz. 2002. Planar Chromatographic Method Development Using The Prisma
Optimization System and FlowCharts. Jurnal ChromatografiScientific.
Sastroamidjojo, Seno. 2001.Obat Asli Indonesia. Dian rakyat.Jakarta.
Stanitsky, Conrad L. 2003. Chemistry in Context. New York: Mc Graw-Hill.
Stahl, E., 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Diterjemahkan oleh
Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, Bandung. Penerbit ITB.
Wagner, H., and Bladt, S., 2001, Plant Drug Analyses: A Thin Layer Chromatography
Atlas, 2ndEd., 149-191, Springer-Verlag, Berlin.
Lampiran – lampiran

PROSES PEMISAHAN LARUTAN UJI REAKSI WARNA (UJI BORNTRAGER) :


DENGAN CORONG PISAH MENGALAMI PERUBAHAN WARNA KUNING
MERAH (+) SENYAWA ANTRAKINON

REAKSI WARNA (UJI MODIFIKASI REAKSI WARNA (UJI MODIFIKASI


BORNTRAGER) BORNTRAGER) : MENGALAMI PERUBAHAN
WARNA KUNING CERAH MERAH (+)
PROSES PENOTOLAN SECARA VISUAL PENAMPAK NODA SEBELUM DIELUASI
DI SINAR UV 254 NM

PENAMPAK NODA SETELAH DI ELUASI PENAMPAK NODA SETELAH DI ELUASI


SECARA VISUAL DI SINAR UV 254 NM
PENAMPAK NODA SETELAH DI ELUASI PENAMPAK NODA SETELAH DITAMBAH
DI SINAR UV 365 NM PENAMPAK NODA SECARA VISUAL

PENAMPAK NODA SETELAH DITAMBAH PENAMPAK NODA SETELAH DITAMBAH


PENAMPAK NODA PENAMPAK NODA
PADA SINAR UV 254 NM PADA SINAR UV 365 NM

Anda mungkin juga menyukai