Anda di halaman 1dari 15

Laporan Praktikum

FITOKIMIA
TUGAS III
“ Identifikasi Senyawa Golongan Flavonoida
(Ekstrak Psidium guajava ) “

Nama : Agus Pratiwi


Nim/ Kelas : 201610410311192/ D
Kelompok : 10

DOSEN PEMBIMBING :
Drs. Herra Studiawan, M.Si.,Apt
Siti Rofida, M.Farm.,Apt.
Amaliyah Dina Anggraeni, M.Farm., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
TUGAS 3. Identifikasi Senyawa Golongan Flavonoida (Ekstrak Psidium guajava )

3.1 TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan
flavonoida dalam tanaman

3.2 TINJAUAN PUSTAKA


3.2.1 Flavonoid Secara Umum
Senyawa-senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang
mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan menjadi
satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon. Senyawa-senyawa flavonoid
adalah senyawa 1,3 diaril propana, senyawa isoflavonoid adalah senyawa 1,2 diaril
propana, sedangkan senyawa-senyawa neoflavonoid adalah 1,1 diaril propana. Istilah
flavonoid diberikan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal dari kelompok
senyawa yang paling umum, yaitu senyawa flavon; suatu jemabatan oksigen terdapat
diantara cincin A dalam kedudukan orto, dan atom karbon benzil yang terletak disebelah
cincin B. Senyawa heterosoklik ini, pada tingkat oksidasi yang berbeda terdapat dalam
kebanyakan tumbuhan. Flavon adalah bentuk yang mempunyai cincin C dengan tingkat
oksidasi paling rendah dan dianggap sebagai struktur induk dalam nomenklatur kelompok
senyawa-senyawa ini. (Manitto, 1981)
Senyawa flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan
termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji.Kebanyakan flavonoid
ini berada di dalam tumbuh-tumbuhan, kecuali alga. Namun ada juga flavonoid yng
terdapat pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang dan sekresi lebah.Dalam
sayap kupu - kupu dengan anggapan bahwa flavonoid berasal dari tumbuh-tumbuhan yang
menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis di dalam tubuh mereka.
Penyebaran jenis flavonoid pada golongan tumbuhan yang tersebar yaitu angiospermae,
klorofita, fungi, briofita. (Markham, 1988)
3.2.2 Struktur Dasar Senyawa Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua
inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur dasar flavonoid dapat
digambarkan sebagai berikut :
Cincin A adalah karakteristik phloroglusinol atau bentuk resorsinol tersubstitusi.

Namun sering terhidroksilasi lebih lanjut :

Cincin B adalah karakteristik 4-, 3,4-, 3,4,5- terhidroksilasi

R=R’=H, R’=OH R=H, R’=R”=OH R=R’=R”=OH


(juga R=R’=R”=H) (Sostrohamidjojo,1996)
3.2.3 Klasifikasi Senyawa Flavonoid
Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga
menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar
tampak, umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut dengan glikosida
(Harborne, 1996). Pada flavonoida O-glikosida, satu gugus hidroksil flavonoid (atau lebih)
terikat pada satu gula (lebih) dengan ikatan yang tahan asam. Glukosa merupakan gula
yang paling umum terlibat dan gula lain yang sering juga terdapat adalah galaktosa,
ramnosa, silosa, arabinosa, dan rutinosa. Waktu yang diperlukan untuk memutuskan suatu
gula dari suatu flavonoid O-glukosida dengan hidrolisis asam ditentukan oleh sifat gula
tersebut.
Pada flavonoid C-glikosida, gula terikat pada atom karbon flavonoid dan
dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan karbon-
karbon yang tahan asam. Gula yang terikat pada atom C hanya ditemukan pada atom C
nomor 6 dan 8 dalam inti flavonoid, misalnya pada orientin. (Markham, 1988).
Menurut Robinson (1995), flavonoid dapat dikelompokkan berdasarkan
keragaman pada rantai C3 yaitu :
3.2.3.1 Flavonol
Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3 - glikosida,
dan aglikon flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat
sebagai antioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas
kebanyakan merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam
suasana basa dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa
pada pengerjaannya masih dapat dilakukan.

3.2.3.2 Flavon
Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat
gugusan 3-hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta
reaksi warnanya. Flavon terdapat juga sebagai glikosidanya lebih sedikit daripada jenis
glikosida pada flavonol. Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin dan luteolin.
Luteolin merupakan zat warna yang pertama kali dipakai di Eropa. Jenis yang paling
umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula melalui ikatan
karbon-karbon. Contohnya luteolin 8-C-glikosida. Flavon dianggap sebagai induk dalam
nomenklatur kelompok senyawa flavonoid.

3.2.3.3 Isoflavon
Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan
sebagai fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai
pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak
khas dengan pereaksi warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein)
memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi
kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia
berubah menjadi coklat.
3.2.3.4 Flavanon
Flavanon terdistribusi luas di alam.Flavanon terdapat di dalam kayu, daun
dan bunga. Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus
dan buah jeruk; dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat
dalam buah anggur dan jeruk.

3.2.3.5 Flavanonol
Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit
sekali jika dibandingkan dengan flavonoid lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan
karena konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.

3.2.3.6 Katekin
Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan
berkayu. Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria
gambir dan daun teh kering yang mengandung kira- kira 30% senyawa ini. Katekin
berkhasiat sebagai antioksidan.
3.2.3.7 Leukoantosianidin
Leukoantosianidin merupakan senyawa tan warna, terutama terdapat pada
tumbuhan berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin,
apiferol.

3.2.3.8 Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar
luas dalam tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab
hampir semua warna merah jambu, merah marak, ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan
buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu
struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini
dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau
glikosilasi.

3.2.3.9 Khalkon
Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan
sinar UV bila dikromatografi kertas. Aglikon flavon dapat dibedakan dari glikosidanya,
karena hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi
kertas dalam pengembang air. (Harborne, 1996)

3.2.3.10 Auron
Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan
briofita. Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah rose dan tampak pada
kromatografi kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat
berubah menjadi merah jingga bila diberi uap amonia. (Robinson, 1995)
Menurut Harborne (1996), dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoid dimana
semua flavonoid, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk flavon dan
semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama yakni:
3.2.4 Flavonoid Pada Tanaman Psidium Guajava
Tanaman jambu biji (Psidium guajava) dalam sistematika dunia
tumbuhan diklasifikasikan menjadi seperti di bawah ini:
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Familia : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava, L.
( Cronquist, 1981).
Menurut Taiz dan Zeiger (2002) metabolit sekunder yang dihasilkan
tumbuhan merupakan bagian dari sistem pertahanan diri. Senyawa tersebut berperan
sebagai pelindung dari serangan infeksi mikroba patogen dan mencegah pemakanan oleh
herbivora. Metabolit sekunder dibedakan menjadi tiga kelompok besar yaitu terpen,
fenolik, dan senyawa mengandung nitrogen terutama alkaloid.
Tanin pada tanaman jambu biji dapat ditemukan pada bagian buah, daun
dan kulit batang, sedangkan pada bunganya tidak banyak mengandung tanin. Daun
tanaman jambu biji selain mengandung tanin, juga mengandung zat lain seperti asam
ursolat, asam folat, asam guajaverin, minyak atsiri dan vitamin (Thomas, 1989). Daun-
daun jambu biji memiliki kandungan zat-zat penyamak (psiditanin) sekitar 9%, minyak
atsiri berwarna kehijauan yang mengandung eganol sekitar 0,4%, damar 3%, minyak
lemak 6%, dan garam-garam mineral (Kartasapoetra, 2004).
Bagian tanaman yang sering digunakan sebagai obat adalah daunnya,
karena daunnya diketahui mengandung senyawa tanin 9-12%, minyak atsiri, minyak
lemak dan asam malat (Depkes, 1989). Daun jambu biji mempunyai khasiat sebagai
antidiare, astringen, sariawan dan menghentikan pendarahan. Sebagai obat anti diare
telah dipasarkan dalam bentuk jamu modern atau pil, bahkan industri farmasi
seperti “Kimia Farma” telah memformulasikan menjadi obat fitofarmaka yang sudah
banyak beredar dipasaran dengan nama “Fitodiar”, produk lainnya dari pabrik “Soho”
yaitu Diapet. Selain daunnya, buah jambu batu terutama dari jenis berwarna merah
sering digunakan untuk mengobati penyakit demam berdarah. Sedangkan senyawa
kimia yang terkandung didalam buah jambu adalah benzaldehid, D-ribosa, Larabinosa,
D-ramnosa, D-glukosa, D-galaktosa, D-fruktosa dan sukrosa Quersetin adalah senyawa
golongan flavonoid jenis flavonol dan flavon, senyawa ini banyak terdapat pada tanaman
famili myrtaceae dan solanacea. Telah dikenal sejumlah glikosida flavonol yaitu
turunan dari quersetin, diantaranya adalah quersetin -3-L-rhamonoside atau quersitrin
yang digunakan untuk pewarna tekstil, quersetin–3-rutinoside yang biasa disebut rutin
dan quersetin-3-glukoside atau isoquersitrin yang berkhasiat diantaranya untuk mengobati
kerapuhan pembuluh kapiler pada manusia. Senyawa rutin terdapat dalam tanaman
tembakau dari famili Solanaceae dan Eucalyptus macrorynh dari familia Myrtaceae
(Harborne, 1987).

3.2.5 Cara Identifikasi Flavonoida


Larutan percobaan :
Sari 0,5 gram serbuk yang diperiksa atau sisa kering 10 ml sediaan
berbentuk cairan dengan 10 ml metanol P, menggunakan alat pendingin balik selama 10
menit. Saring panas melalui kertas saring kecil berlipat, encerkan filtrat dengan 10 ml air.
Setelah dingin tambahkan 5 ml eter minyak tanah P, kocok hati-hati, diamkan, amati
lapisan metanol, uapkan pada suhu 40odibawah tekanan. Sisa dilarutkan dalam 5 ml etil
asetat P, saring.
Cara percobaan :
1. Uapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, sisa dilarutkan dalam 1-2 ml
etanol (95%) P, tambahkan 0,5 gram serbuk seng P dan 2 ml asam klorida
2N diamkan selama 1 menit. Tambahkan 10 ml asam klorida pekat P, jika
dalam waktu 2-5 menit terjadi warna merah intensif, menunjukkan adanya
flavonoida (glikosida-3-flavonol).
2. Uapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, sisa dilarutkan dalam 1 ml
etanol (95%)P, tambahkan 0,1 gram serbuk magnesium P dan 10 ml asam
klorida pekat P, jika terjadi warna kuning jingga menunjukkan adanya
flavon, kalkon, dan auron.
3. Uapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, basakan sisa dengan aseton
P, tambahkan sedikit serbuk halus asam borat P dan serbuk halus asam
oksalat P, panaskan hati-hati diatas penangas air da hindari pemanasan yang
berlebihan. Campur sisa yang diperoleh dengan 10 ml eter P. Amati dengan
sinar UV 365 nm, larutan berfluoresensi kuning intensif menunjukkan
adanya flavonoida.
3.2.6 Kromatografi
Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan fisik dengan unsur – unsur
yang akan dipisahkan terdistribusikan antara dua fasa, satu dari fasa-fasa ini membentuk
lapisan stasioner denagn luas permukaan yang besar dan yang lainnya merupakan cairan
yang merembes lewat. Fasa stasioner mungkin suatu zat padat atau suatu cairan dan fasa
yang bergerak mungkin suatu cairan atau suatu gas (Underwood, 1981). Cara-cara
kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat – sifat dari fasa diam, yang dapat
berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa diam berupa zat padat disebut kromatografi
serapan, jika berupa zat cair disebut kromatografi partisi. Karena fasa gerak dapat berupa
zat cair atau gas maka ada empat macam sistem kromatografi yaitu:
1. Fasa gerak cair–fasa diam padat (kromatografi serapan):
a. kromatografi lapis tipis
b. kromatografi penukar ion
2. Fasa gerak gas–fasa diam padat, yakni kromatografi gas padat
3. Fasa gerak cair–fasa diam cair (kromatografi partisi), yakni kromatografi
kertas.
4. Fasa gerak gas–fasa diam zat cair, yakni :
a. kromatografi gas–cair
b. kromatografi kolom kapiler
Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa
senyawa – senyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fasa gerak dan fasa diam dalam
perbandingan yang sangat berbeda – beda dari satu senyawa terhadap senyawa yang lain
(Sastrohamidjojo, 1991).
3.2.6.1 Kromatografi lapis tipis
Kromatografi Lapis Tipis pada plat berlapis yang berukuran lebih besar,
biasanya 5x20 cm, 10x20 cm, atau 20x20 cm. Biasanya memerlukan waktu pengembangan
30 menit sampai satu jam. Pada hakikatnya KLT melibatkan dua fase yaitu fase diam atau
sifat lapisan, dan fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fase diam dapat berupa
serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap atau penyangga untuk lapisan
zat cair. Fase gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau campuran pelarut
(Sudjadi, 1986).
Pemisahan senyawa dengan Kromatografi Lapis Tipis seperti senyawa
organik alam dan senyawa organik sintetik dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan
alat yang harganya tidak terlalu mahal. Jumlah cuplikan beberapa mikrogram atau
sebanyak 5 g dapat ditangani. Kelebihan KLT yang lain ialah pemakaian jumlah pelarut
dan jumlah cuplikan yang sedikit. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan salah satu
metode pemisahan yang cukup sederhana yaitu dengan menggunakan plat kaca yang
dilapisi silika gel dengan menggunakan pelarut tertentu (Gritter,1991). Nilai utama
Kromatografi Lapis Tipis pada penelitian senyawa flavonoid ialah sebagai cara analisis
cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit.
Menurut Markham, Kromatografi Lapis Tipis terutama berguna untuk
tujuan berikut. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom
1. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom
2. Identifikasi flavonoid secara ko-kromatografi.
3. Isolasi flavonoid murni skala kecil
4. Penyerap dan pengembang yang digunakan umumnya sama dengan
penyerap dan pengembang pada kromatografi kolom dan kromatografi
kertas (Markham, 1988).
Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram besarnya dinyatakan
dengan angka Rf atau hRf.

Angka Rf berjangka antara nol koma nol dan hanya ditentukan dua
desimal. hRf adalah angka Rf dikalikan factor 100 (h), menghasilkan nilai berjangka nol
sampai 100, tetapi karena angka Rf mempunyai fungsi sejumlah faktor, angka ini dianggap
sebagai petunjuk saja, harga hRf lah yang dicantumkan untuk menunjukan letak suatu
senyawa pada kromatogram (Stahl, 1985).
3.3 PROSEDUR KERJA
3.3.1 Preparasi Sampel
1. 0,3 g ekstrak di kocok dengan 3ml n-heksan berkali-kali dalam tabung reaksi
sampai ekstrak n-heksan tidak berwarna
2. Residu dilarutkan dalam 20 ml etanol dan dibagi menjadi 4 bagian, masing-
masing disebut sebagai IIIA,IIIB,IIIC dan IIID
3.3.2 Reaksi Warna
3.3.2.1 Uji Bate-Smith dan Metcalf
1. Larutan IIIA sebagai belangko, larutan IIIB ditambahkan 0,5 ml HCl pekat dan
diamati perubahan warna yang terjadi, kemudian dipanaskan diatas penangas
air dan diamati lagi perubahan warna yang terjadi
2. Bila perlahan-lahan menjadi warna merah terang atau ungu menunjukkan
adanya senyawa leukoatosianin (bandingkan dengan blangko)
3.3.2.2 Uji Wilstater
1. Larutan IIIA sebagai blangko, IIIC ditambahkan 0,5 ml HCl pekat dan 4
potong magnesium
2. Diamati perubahan warna yang terjadi diencerkan dengan 2 ml air suling
kemudian ditambahkan 1 ml butanol
3. Diamati warna yang terjadi disetiap lapisan. Perubahan warna jingga
menunjukkan adanya flavon, merah pucat menunjukkan adanya flavonol,
merah tua menunjukkan adanya flavanon
3.3.3 Kromatografi Lapis Tipis
1. Larutan IIID ditotolkan pada fase diam
2. Uji kromatografi lapis tipis ini menggunakan :
3. Adanya flavonoid ditunjukkan dengan timbulnya noda warna kuning intensif
Fase diam : lapis tipis selulosa (diganti Kiesel Gel 254)
Fase gerak : Kloroform:aseton:asam formiat (6:6:1)
Penampak noda : - pereaksi sitrat borat atau uap amonia atau asam
sulfat 10%
4. Noda kuning yang ditimbulkan oleh uap ammonia akan hilang secara perlahan
ketika amonianya menguap meninggalkan noda
5. Sedangkan noda kuning yang ditimbulkan oleh pereaksi sitrat-borat sifatnya
permanen
3.4 SKEMA KERJA
3.4.1 Preparasi Sampel

Ekstrak 0,3 g masukkan Tambahkan 3ml n-heksan Sampai ekstrak n-


dalam tabung reaksi kocok berkali-kali heksan tidak berwarna

III A

III B Residu dilarutkan dalam 20 ml


etanol dan di bagi menjadi 4
bagian IIIA,IIIB,IIIC dan IIID

III C

III D

3.4.2 Reaksi Warna


3.4.2.1 Uji Bate-Smith dan Metcalf

Amati perubahan
warna
IIIA sebagai IIIB ditambahkan
blangko 0,5 ml HCl pekat

Bila terjadi warna merah terang


atau ungu menunjukkan adanya
senyawa leukoantosianin
3.4.2.2 Uji Wilstater

Amati perubahan
warna diencerkan
2 ml air suling
dan ditambahkan
IIIA sebagai IIIC ditambahkan 0,5
1 ml etanol
blangko ml HCl pekat dan4
potong Mg

Warna Warna Warna


jingga Merah merah tua
(flavon) pucat (flavanon)
(flavon)

3.4.3 Kromatografi Lapis Tipis

Di eluasi dengan
kloroform:aseton:asam
fomiat (6:6:1)
Larutan IIID
ditotokan pada Liat noda di sinar
fase diam UV 254 dan 356

Semprot dengan
penampak noda
Adanya timbul Liat noda di sinar
noda kuning UV 254 dan 356
menujukkan
adanya flavonoid
DAFTAR PUSTAKA

A.N.S., Thomas, 1989,Tanaman Obat Tradisional, . Kelompok Gramedia, Jakarta.


Cronquist, A. (1981). An Integrated System of Classification of Flowering Plants. New
York : Columbia University Press.
Depkes RI. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat Dan Makanan.
Gritter, R. J. 1991.Pengantar Kromatografi Terbitan ke - 2. Terjemahan Kosasih
Padmawinata. ITB. Bandung.
Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan, Terjemahan K. Padmawinata. Edisi II. Bandung: ITB Press
Kartasapoetra, G. 2004. Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. Penerbit Rineka Cipta,
Jakarta.
Manitto, P. (1981). Biosintesis Produk Alami. Terjemahan Koesmardiyah. Cetakan
Pertama. Penerbit IKIP. Semarang.
Markham, K.R. (1988). Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Terjemahan K.Padmawinata.
ITB Press.Bandung . 23-24, 42-43.
Robinson, T. (1995).Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi.Edisi keenam. Terjemahan K.
Padmawinata. ITB. Bandung.
Sastrohamidjojo, H. 1991.Kromatografi Edisi ke-1. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi, diterjemahkan
oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, Penerbit ITB, Bandung.
Sudarmadji, S. 1989.Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.Yogyakarta : Liberti.
Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. Kanisius. Yogyakarta.
Underwood, A. L. 1981. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi ke-4.Erlangga. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai