Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ISOLASI DAN ANALISIS TANAMAN OBAT


“FLAVONOID”

Dosen Pengampu : Titik Sunarni., M.Si., Apt


Kelompok : 4
Anggota :
1. Anak Agung Premasanti (21154541A)
2. Septian Abi Winanto (21154548A)
3. Nendika Tyas Wandani (21154566A)
4. Desi Erna Wati (21154573A)
5. Riska Yulitasari (21154577A)
6. Dewi Zulfa Rosida (21154589A)
7. Bernadethi Tejo Saputro (21154591A)

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Senyawa metabolit sekunder merupakan sumber bahan kimia yang tidak akan pernah
habis, sebagai sumber inovasi dalam penemuan dan pengembangan obat-obat baru ataupun
untuk menujang berbagai kepentingan industri. Hal ini terkait dengan keberadaannya di alam
yang tidak terbatas jumlahnya. Dari 250.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi seperti dikemukan
di atas 54 % diantaranya terdapat di hutan-hutan tropika dan Indonesia dengan hutan
tropikanya yang mengandung lebih dari 30.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi sangat
berpotensial untuk diteliti dan dikembangkan oleh para peneliti Indonesia.
Indonesia sebagai negara tropis memiliki beraneka ragam tumbuhan yang dapat
Senyawa yang paling mudah ditemukan adalah flavonoid karena senyawa ini adalah
kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan
zat warna merah, ungu, biru, dan sebagai zat berwarna kuning yang ditemukan dalam
tumbuh-tumbuhan. Perkembangan pengetahuan menunjukkan bahwa flavonoid termasuk
salah satu kelompok senyawa aromatik yang termasuk polifenol dan mengandung
antioksidan. Oleh karena jumlahnya yang melimpah di alam, manusia lebih banyak
memanfaatkan senyawa ini dibandingkan dengan senyawa lainnya sebagai antioksidan.
Penelitian bahan alam biasanya dimulai dari ekstraksi, isolasi dengan metode
kromatografi sehingga diperoleh senyawa murni, identifikasi unsur dari senyawa murni yang
diperoleh dengan metode spektroskopi, dilanjutkan dengan uji aktivitas biologi baik dari
senyawa murni ataupun ekstrak kasar. Setelah diketahui struktur molekulnya biasanya
dilanjutkan dengan modifikasi struktur untuk mendapatkan senyawa dengan aktivitas dan
kestabilan yang diinginkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
FLAVONOID
A. Pengertian Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok fenol yang terbesar yang
ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru
dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid
merupakan pigmen tumbuhan dengan warna kuning, kuning jeruk, dan merah dapat
ditemukan pada buah, sayuran, kacang, biji, batang, bunga, herba, rempah-rempah,
serta produk pangan dan obat dari tumbuhan seperti minyak zaitun, teh, cokelat,
anggur merah, dan obat herbal. Flavonoid juga dikenal sebagai vitamin P dan citrin,
dan merupakan pigmen yang diproduksi oleh sejumlah tanaman sebagai warna pada
bunga yang dihasilkan. Bagian tanaman yang bertugas untuk memproduksi flavonoid
adalah bagian akar yang dibantu oleh rhizobia, bakteri tanah yang bertugas untuk
menjaga dan memperbaiki kandungan nitrogen dalam tanah.
Senyawa ini berperan penting dalam menentukan warna, rasa, bau, serta
kualitas nutrisi makanan. Tumbuhan umumnya hanya menghasilkan senyawa
flavonoid tertentu. Keberadaan flavonoid pada tingkat spesies, genus atau familia
menunjukkan proses evolusi yang terjadi sepanjang sejarah hidupnya. Bagi tumbuhan,
senyawa flavonoid berperan dalam pertahanan diri terhadap hama, penyakit,
herbivori, kompetisi, interaksi dengan mikrobia, dormansi biji, pelindung terhadap
radiasi sinar UV, molekul sinyal pada berbagai jalur transduksi, serta molekul sinyal
pada polinasi dan fertilitas jantan.
Flavonoid adalah sekelompok besar senyawa polifenol tanaman yang tersebar
luas dalam berbagai bahan makanan dan dalam berbagai konsentrasi. Komponen tersebut pada
umumnya terdapat dalam keadaan terikat atau terkonjugasi dengan senyawa gula.
Lebih dari 4000 jenis flavonoid telah diidentifikasi dan beberapa di antaranya
berperan dalam pewarnaan bunga, buah,dan daun (de Groot & Rauen, 1998). Dalam
tumbuhan, aglikon flavonoid (yaitu flavonoid tanpa gula terikat) terdapat dalam
berbagai bentuk struktur.
Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenolik terbesar yang ditemukan di
alam dan berasal dari tumbuhan tingkat tinggi. Flavonoid mempunyai kerangka dasar
dengan 15 atom karbon, dimana dua cincin benzen (C6) terikat pada satu rantai propan
(C3) sehingga membentuk suatu susunan (C6-C3-C6) dengan struktur 1,3-diarilpropan.
Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis, bergantung pada tingkat
oksidasi rantai propan dari sistem 1,3-diarilpropan [Achmad, 1985]. Agar mudah,
cincin diberi tanda A, B, dan C,atom karbon dinomori menurut sistem penomoran
yang menggunakan angka biasa untuk cincin A dan C, serta angka “beraksen” untuk
cincin B.
Flavonoid adalah senyawa yang tersusun dari 15 atom karbon dan terdiri dari 2
cincin benzen yang dihubungkan oleh 3 atom karbon yang dapat membentuk cincin
ketiga. Flavonoid dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
1. Flavonoid yang memiliki cincin ketiga berupa gugus piran. Flavonoid ini disebut
flavan atau fenilbenzopiran. Turunan flavan banyak digunakan sebagai astringen
(turunan tanin).
2. Flavonoid yang memiiliki cincin ketiga berupa gugus piron. Flavonoid ini disebut
flavon atau fenilbenzopiron. Turunan flavon adalah jenis flavonoid yang paling
banyak memiliki aktivitas farmakologi.
3. Flavonoid yang memiiliki cincin ketiga berupa gugus pirilium. Flavonoid ini
disebut flavilium atau antosian. Turunan pirilium biasa digunakan sebagai
pewarna alami
Kerangka dasar karbon pada flavonoid merupakan kombinasi antara jalur
sikhimat dan jalur asetat-malonat yang merupakan dua jalur utama biosintesis cincin
aromatik. Cincin A dari struktur flavonoid berasal dari jalur poliketida (jalur asetat-
malonat), yaitu kondensasi tiga unit asetat atau malonat, sedangkan cincin B dan tiga
atom karbon dari rantai propan berasal dari jalur fenilpropanoid (jalur sikhimat)
[Achmad, 1985].

B. Struktur Flavonoid

Istilah flavonoida diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari


kata flavon, yaitu nama dari salah satu flavonoid yang terbesar jumlahnya dalam
tumbuhan. Senyawa-senyawa flavon ini mempunyai kerangka 2-fenilkroman, dimana
posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang terikat pada cincin B dari 1.3-
diarilpropana dihubungkan oleh jembatan oksigen sehingga membentuk cincin
heterosiklik yang baru (cincin C).
Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis tergantung pada tingkat
oksidasi dari rantai propana dari sistem 1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol dan
antosianidin adalah jenis yang banyak ditemukan dialam sering sekali disebut sebagai
flavonoida utama. Banyaknya senyawa flavonoida ini disebabkan oleh berbagai
tingkat alkoksilasi atau glikosilasi dari struktur tersebut. Senyawa-senyawa
isoflavonoid dan neoflavonoida hanya ditemukan dalam beberapa jenis tumbuhan,
terutama suku Leguminosae.

C. Karakteristik Flavonoid
Flavonoid (terutama glikosida) mudah mengalami degradasi enzimatik ketika
dikoleksi dalam bentuk segar. Oleh karena itu disarankan koleksi yang dikeringkan
atau dibekukan. Ekstraksi menggunakan solven yang sesuai dengan tipe flavonoid yg
dikehendaki. Polaritas menjadi pertimbangan utama. Flavonoid kurang polar (seperti
isoflavones, flavanones, flavones termetilasi, dan flavonol) terekstraksi dengan
chloroform, dichloromethane, diethyl ether, atau ethyl acetate, sedangkan flavonoid
glycosides dan aglikon yang lebih polar terekstraksi dengan alkohol atau campuran
alcohol air. Glikosida meningkatkan kelarutan ke air dan alkohol-air.

D. Klasifikasi Senyawa Flavonoid


1. Flavonoida atau 1,3-diarilpropana
Contoh : Antosianin, Flavonol, Flavono, Khalkon, Auron, Flavon.
2. Isoflavonoida atau 1,2-diarilpropana
Contoh : Isoflavon, Rotenoid dan Kumestan.
3. Neoflavonoida atau 1,1-diarilpropana
Contoh : Flavonoid O-Glikosida, Flavonoid C-Glikosida, Flavonoid Sulfat,
Biflavonoid.

E. Sifat Flavonoid
1. Sifat Fisika dan Kimia Senyawa Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa polifenol sehingga bersifat kimia senyawa fenol
yaitu agak asam dan dapat larut dalam basa, dan karena merupakan senyawa
polihidroksi (gugus hidroksil) maka juga bersifat polar sehingga dapat larut dalan
pelarut polar seperti metanol, etanol, aseton, air, butanol, dimetil sulfoksida,
dimetil formamida. Disamping itu dengan adanya gugus glikosida yang terikat
pada gugus flavonoid sehingga cenderung menyebabkan flavonoid mudah larut
dalam air. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru, dan
sebagai zat berwarna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.
Perkembangan pengetahuan menunjukkan bahwa flavonoid termasuk salah satu
kelompok senyawa aromatik yang termasuk polifenol dan mengandung
antioksidan.
Aglikon flavonoid adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia
senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Karena
mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih, atau suatu gula, flavonoid
merupakan senyawa polar dan seperti kata pepatah lama suatu golongan akan
melarutkan golongannya sendiri, maka umumnya flavonoid larut cukupan dalam
11 pelarut polar seperti etanol (EtOH), metanol (MeOH), butanol (BuOH),
aseton, dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF), air, dan lain-lain.
Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, dan flavon
serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut
seperti eter dan kloroform (Markham, 1988).
Flavonoid juga memiliki beberapa sifat seperti hepatoprotektif, antitrombotik,
antiinflamasi, dan antivirus (Stavric dan Matula, 1992). Sifat antiradikal
flavonoid terutama terhadap radikal hidroksil, anionsuperoksida, radikal peroksil,
dan alkoksil (Huguet, et al., 1990; Sichel,et al.,1991). Senyawa flavonoid ini
memiliki afinitas yang sangat kuat terhadap ion Fe (Fe diketahui dapat mengkatalisis
beberapa proses yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas). Aktivitas
antiperoksidatif flavonoid ditunjukkan melalui potensinya sebagai pengkelat Fe
(Afanas‟av,et al., 1989 ; Morel,et al.,1993)
Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Mereka dapat
diekstraksi dengan etanol 70 % dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak
inidikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena
ituwarnanya berubah bila ditambah basa atau amonia, jadi mereka mudah
dideteksipada kromatogram atau dalam larutan (Harborne, 1987 : 70).
Sifat-sifat kimia dari senyawa fenol adalah sama, akan tetapi dari segi biogenetic
senyawa senyawa ini dapat dibedakan atas dua jenis utama, yaitu:
a. Senyawa fenol yang berasal dari asam shikimat atau jalur shikimat.
b. Senyawa fenol yang berasal dari jalur asetat-malonat.

Ada juga senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kombinasi antara kedua jalur
biosintesa ini yaitu senyawa-senyawa flanonoida. Tidak ada benda yang begitu
menyolok seperti flavonoida yang memberikan kontribusi keindahan dan
kesemarakan pada bunga dan buah-buahan di alam. Flavin memberikan warna
kuning atau jingga, antodianin memberikan warna merah, ungu atau biru, yaitu
semua warna yang terdapat pada pelangi kecuali warna hijau. Secara biologis
flavonoida memainkan peranan penting dalam kaitan penyerbukan tanaman oleh
serangga. Sejumlah flavonoida mempunyai rasa pahit sehingga dapat bersifat
menolak sejenis ulat tertentu.

2. Sifat Kelarutan Flavonoid


Aglikon flavonoid adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimiasenyawa
fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa, tetapi bila dibiarkan dalam
larutan basa dan di samping itu terdapat oksigen, banyak yang akan terurai.
Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih,atau suatu gula,
flavonoid merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoidcukup larut dalam
pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dimetil-sulfoksida,
dimetilformamida, air, dan lain-lain (Markham, 1988 : 15).Adanya gula yang
terikat pada flavonoid (bentuk umum yang ditemukan) cenderung menyebabkan
flavonoid lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut di
atas dengan air merupakan pelarut yang baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon
yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, danflavon serta flavonol yang
termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan
kloroform (Markham, 1988 : 15). Kelarutan flavonoid antara lain :
 Flavonoid polimetil atau polimetoksi larut dalam heksan, petroleum eter
(PE), kloroform, eter, etil asetat, dan etanol. Contoh: sinersetin (nonpolar).
 Aglikon flavonoid polihidroksi tidak larut dalam heksan, PE dan kloroform;
larut dalam eter, etil asetat dan etanol; dan sedikit larut dalam air. Contoh:
kuersetin (semipolar).
 Glikosida flavonoid tidak larut dalam heksan, PE, kloroform, eter; sedikit
larut dalam etil asetat dan etanol; serta sangat larut dalam air. Contoh: rutin.
3. Kestabilan Flavonoid
Secara fisis, flavonoid bersifat stabil. Namun, secara kimiawi ada 2 jenis
flavonoid yang kurang stabil, yaitu:
a. Flavonoid O-glikosida; dimana glikon dan aglikon dihubungkan oleh ikatan
eter (R-O-R). Flavonoid jenis ini mudah terhidrolisis.
b. Flavonoid C-glikosida; dimana glikon dan aglikon dihubungkan oleh ikatan
C-C. Flavonoid jenis ini sukar terhidrolisis, tapi mudah berubah menjadi
isomernya. Misalnya viteksin, dimana gulanya mudah berpindah ke posisi 8.
Perlu diketahui, kebanyakan gula terikat pada posisi 5 dan 8, jarang terikat
pada cincin B atau C karena kedua cincin tersebut berasal dari jalur sintesis
tersendiri, yaitu jalur sinamat.

METODE EKSTRAKSI DAN ISOLASI


1. Metode Ekstraksi Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan
menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif
dan zat aktif akan larut (Anonim,1986). Simplisia yang akan diekstraksi ditempatkan
pada wadah atau bejana yang bermulut lebar bersama larutan penyari yang telah
ditetapkan, bejana ditutup rapat kemudian dikocok berulang–ulang sehingga
memungkinkan pelarut masuk ke seluruh permukaan simplisia (Ansel, 1989).
Rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi
yang dikatalisis oleh cahaya atau perubahan warna). Waktu maserasi pada umumnya
5 hari, setelah waktu tersebut keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada
bagian dalam sel dengan luar sel telah tercapai. Dengan pengocokan dijamin
keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi lebih cepat dalam cairan. Keadaan diam
selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif (Voight, 1994).

METODE PEMISAHAN
Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan dengan
menggunakan salah satu dari empat teknik kromatografi atau gabungan teknik tersebut.
Keempat teknik kromatografi itu antara lain adalah :
a. KKt (Kromatografi Kertas)
Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan dan
keatsirian senyawa yang akan dipisah. KKt dapat digunakan terutama bagi
kandungan tumbuhan yang mudah larut dalam air, yaitu Karbohidrat, Asam amino,
Basa asam nukleat, Asam organik, dan senyawa Fenolat.
b. KLT (Kromatografi Lapis Tipis)
KLT merupakan metode pilihan untuk pemisahan semua kandungan yang larut
dalam lipid yaitu lipid, steroid, karotenoid, quinon sederhana dan klorofil.
c. KGC (Kromatografi Gas Cair)
Pada metode ini penggunaan utamanya adalah pada pemisahan senyawa atsiri, yaitu
asam lemak, mono-dan sesquiterpena hidrokarbon dan senyawa belerang. Tetapi
keatsirian kandungan tumbuhan yang bertitik didih tinggi dapat diperbesar dengan
mengubahnya menjadi ester dan atau eter trimetilsilil sehingga hanya ada sedikit
saja golongan yang sama sekali tidak cocok untuk dipisahkan dengan cara KGC.
d. KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)
KCKT dapat memisahkan kandungan yang keatsiriannya kecil. KCKT adalah suatu
metode yang menggabungkan keefisienan kolom dan kecepatan analisis. Perlu
dikemukakan bahwa ada tumpang tindih pada penggunaan teknik diatas. Sering
gabungan KKt dan KLT, KLT dan KCKT, atau KLT dan KCG mungkin merupakan
pendekatan terbaik untuk memisahkan golongan senyawa tumbuhan tertentu.
Semua teknik tersebut dapat digunakan pada skala mikro maupun makro. Untuk
pekerjaan penyiapan, KLT dilakukan pada lapisan penjerap yang tebal, dan KKt pada
lembaran kertas saring yang tebal. Untuk isolasi pada skala yang lebih besar dari itu,
biasanya digunakan kromatografi kolom yang digabungkan dengan pengumpul fraksi
otomatis. Prosedur ini akan menghasilkan senyawa murni dalam senyawa gram.

METODE IDENTIFIKASI
Pada identifikasi suatu kandungan tumbuhan, setelah kandungan itu diisolasi dan
dimurnikan pertama-tama harus kita tentukan dahulu golongannya, kemudian barulah
ditentukan jenis senyawa dalam golongan tersebut. Golongan senyawa biasanya dapat
ditentukan dengan uji warna, penentuan kelarutan, bilangan Rf, dan ciri spektrum UV.
Uji biokimia dapat bermanfaat juga : Adanya glukosida dapat dipastikan dengan
hidrolisis dengan menggunakan β-glukosidase ; Adanya glukosida minyak amandel
dengan hidrolisis yang menggunakan mirosinase ; dan sebagainya. Untuk senyawa
pengatur tumbuh biologi merupakan bagian identifikasi yang penting.
Identifikasi lengkap dengan golongan senyawa bergantung pada pengukuran sifat
atau ciri lain, yang kemudian dibandingkan dengan data dalam pustaka. Sifat yang diukur
termasuk titik leleh (untuk senyawa padat), titik didih (untuk cairan), putaran optik
(untuk senyawa aktif optik), dan Rf atau RRt (pada kondisi beku). Tetapi, data mengenai
senyawa tumbuhan yang sama ialah ciri spektrumnya, termasuk pengukuran spektrum
UV, inframerah (IM), resonansi magnet inti (RMI), dan spektrum massa (SM).
Untuk pemastiaan akhir harus dilakukan pembandingan langsung dengan senyawa
autentik (bila ada). Bila senyawa autentik tidak ada , pembandingan saksama dengan data
pustaka sudah cukup untuk identifikasi. Bila menjumpai senyawa baru, semua data di
atas sudah cukup untuk menentukan cirinya. Tetepi untuk senyawa baru, pemastian
identitas sebaiknya dengan penguraian kimia atau dengan mensintesis senyawa tersebut.
a. Spektroskopi UV dan spektrum tampak
Pengukuran spektrum yang penting pada identifikasi kandungan tumbuhan,
yaitu : untuk memantau eluat dari kolom kromatografi sewaktu pemurnian dan untuk
mendeteksi senyawa tertentu, misalnya poliasetilena, pada waktu penjaringan
ekstrak kasar tumbuhan. Pelarut yang banyak digunakan untuk spektroskopis UV
adalah etanol 95% karena kebanyakan golongan senyawa larut dalam pelarut
tersebut. Pelarut lain yang sering digunakan ialah air, metanol, heksan, eter minyak
bumi, dan eter. Kegunaan pengukuran spektrum untuk tujuan identifikasi dapat di
tingkatkan dengan pengukuran berulang dalam larutan netral, pada jangka pH yang
berbeda-beda atau dengan menambahkan garam anorganik tertentu. Misalnya, bila
larutan senyawa fenol dalam alkohol ditambahi alkali, secara khas spektrum
bergeser ke arah panjang gelombang yang lebih besar dengan absorbansi yang
meningkat. Sebaliknaya, bila alkali di tambahkan dalam larutan netral asam
karboksilat, geseran terjadi keearah yang berlawanan, yaitu ke panjang gelombang
yang lebih kecil.
Pernyataan diatas menunjukkan bahwa spektrum serapan mempunyai nilai
khusus pada telaah pigmen tumbuhan, baik untuk bahan pewarna tumbuhan yang
larut dalam air maupun yang larut dalam lipid. Golongan lain yang menunjukkan ciri
serapan khas ialah senyawa tak jenuh ( terutama golongan poliasetilena ), senyawa
aromatik umumnya ( misalnya asam hidroksi sinamat ), dan keton.
b. Spektroskopi inframerah (IM)
Spektrum inframerah senyawa tumbuhan dapat diukur dengan spektrofotometri
inframerah yang merekap secara otomatis dalam bentuk larutan ( dlam kloroform,
karbon tetra klorida, 1-5%), bentuk gerusan dalam minyak nuyol, atau bentuk padat
yang di campur dengan kalium bromida. Pada spektrum IM telah digunakn secara
luas untuk mengidentifikasi komponen minyak atsiri yang sudah di kenal ketika
senyawa itu dipisahkan dengan KGC pada skala preparatif.
c. Spektroskopi Massa (SM)
Cara ini terletak pada kecilnya jumlah bahan yang di perlukan ( skala mg ),
kemampuannyan menentuakan bobot molekul dengan tepat, kemampuannya
menghasilkan pola fragmentasi rumit yang sering khas bagi senyawa yang
bersangkutan sehingga dapat diidentifikasi. Pada dasarnya SM adalah penguraian
sesepora senyawa organik dan perekaman pola fragmentasi menurut massanya. Uap
cuplikan berdifusi kedalam sistem spektrometer massa yang bertekanan rendah, lalu
diionkan dengan energi yang cukup untuk memutus ikatan kimia. Ion bermuatan
positif yang terbentuk di percepat dalam medan magnet yang menyebarkan ion
tersebut dan memungkinkan pengukuran keliimpahan nisbi ion yang mempunyai
nisabah massa terhadap muatan tertentu. Rekaman kelimpahan ion terhadap massa
merupaka grafik spektrum massa yang terdiri atas sederetan garis intensitasnya
berbeda-beda pada stuan massa yang berlainan. Dalam alat SM, senyawa yang
terlalu sukar diuapkan di ubah menjadi eter trimetilsilil, ester metil, atau turunan
yang serupa. SM seringkali di gabung dengan KGC sehingga dengan sekali kerja
kita memperoleh hasil identifikasi kualitatif dan kuantitatif dari sejumlah komponen
yang strukturnya rumit, yang mungkin terdapat bersama-sama dalam ekstrak
tumbuhan.

ANALISI HASIL
a. Analisi Kualitatif
Banyaknya analisis tumbuhan yang dicurahkan pada isolasi dan identifikasi
kandungan sekunder dalam jenis tumbuhan, dengan harapan ditemukan beberapa
kandungan yang strukturnya baru atau tidak biasa. Bila ditemukan senyawa yang
strukturnya jelas – jelas baru, haruslah diperiksa dengan teliti apakah senyawa
tersebut memang belum pernah dilaporkan.
Dalam hal ini harus memantau cara ekstraksi dan peemisahan pada setiap tahap,
yaitu untuk melacak senyawa aktif tersebut sewaktu dimurnikan. Kadang – kadang
keaktifan hilang selama proses fraksinasi akibat ketidak mantapan senyawa itu, dan
akhirnya mungkin saja diperoleh senyawa berupa kristal tetapi tanpa keaktifan
seperti yang ditunjukan oleh ekstrak asal.
Pembentukan senyawa jadian merupakan hal yang biasa dalam analisis
tumbuhan. Senyawa jadian mungkin masuk tanpa disengaja dan dari perlengkapan
laboratorium selama pemurnian. Untuk menghindari senyawa jadian, ekstrak
tumbuhan kasar harus diperiksa untuk mengetahui apakah senyawa yang dapat
diisolasi setelah pemurnian yang meluas itu betul – betul terdapat dalam ekstrak
asal.
b. Analisis kuantitatif
Penentuan kuantitatif komponen yang ada dalam ekstrak tumbuhan sama
pentingnya dengan penentuan kualitatif ekstrak tumbuhan tersebut. Pada pendekatan
yang paling sederhana data kuantitatif dapat diperoleh dengan menimbang
banyaknya bahan tumbuhan yang digunakan semula dan banyaknya hasil yang
diperoleh. Secara ideal, dalam pengukuran kuantitatif, kuantitasnya masing – masing
komponen dalam golongan senyawa tertentu perlu ditetapkan, dan ini sekarang
dapat dilakukan dengan mudah mudah secara KGC atau KCKT.
BAB III
REVIEW JURNAL & PEMBAHASAN

 Judul : Isolasi, Identifikasi dan Uji Toksisitas Senyawa Flavonoid Fraksi Kloroform dari
Daun Terap (Artocarpus Odoratissimus Blanco)
Terdapat banyak species Artocarpus yang tersebar di Pulau Kalimantan. Species
Artocarpus banyak menghasilkan senyawa golongan terpenoid, flavonoid dann
stilbenoid. Metabolit sekunder yang terdapat didalamnya mempunyai efek anti bakteri,
anti platelet, anti fungi, anti malaria,sitotoksik dan anti diabetes. Tumbuhan dengan famili
yang memiliki kemiripan senyawa yang dikandungnya atau secara umum mengandung
konstituen karakterisrtik lain yang secara struktur tetap. Peneliti tertarik untuk mengisolasi
senyawa flavonoid yang terdapat pada daun Terap (Arthocarpusordoratissimus Blanko).
Metode penelitian
1. Ekstraksi sampel
Serbuk kering dari daun terap dimaserasi dengan menggunakan pelarut etanol,
dan disimpan ditempat yang terlindung dari cahaya matahari dilakukan berkali-kali
hingga diperoleh filtrat jenis. Hasil disaring dan dipekatkan dengan rotary evaporator.
Selanjutnya dilakukan dengan fraksinasi dengan corong pisah. Pertama menggunkan
N-heksan kemudian menggunakan kloroform.
2. Uji fitokimia
Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahu jenis metabolit sekunder dari ekstrak
kasar metanol daun Terap serta fraksi kloroform dan hasil dari uji kromatogarafi.
Masing-masing dilarutkan sesuai dengan pelarutnya.
3. Uji alkaloid
Ekstrak kasar metanol daun terap dan fraksi kloroform ditambahkan 2 tetes
pereaksi dragondroff. Adanya alkaloid ditunjukan terbentuknya endapan jingga
sampai merah coklat.
4. Uji terpenoid dan steroid
Ekstrak kasar metanol daun terap dan fraksi kloroform ditambahkan 3 tetes
pereaksi libermanburchad. Adanya triterpenoid ditunjukan dengan warna merah atau
ungu dan uji steroid menunjukan warna hijau dan biru.
5. Uji fenolik
Ekstrak kasar metanol daun terap dan fraksi kloroform ditambahkan FeCl3
beberapa tetes. Apabila ekstrak positif menghasilkan warna hijau, merah, ungu, biru,
atau hitam.
6. Uji flavonoid
Ekstrak kasar metanol daun terap dan fraksi kloroform ditambahkan 2 ml
serbuk magnesium dan 3 tetes HCl. Uji positif ditunjukan dengan warna merah,
kuning, jingga.
7. Uji saponin
Ekstrak kasar metanol daun terap dan fraksi kloroform dikocok kuat, jika
timbul busa ditambah 1 tetes HCl pekat, jika positif mengandung busa dengan
ketinggian 1-3 cm bertahan selama 15 menit.
8. Pemisahan senyawa baru
Fraksi kloroform dilakukan uji kromatografi tipis awal dengan eluen N-heksan
dan etil asetat untuk mengetahui komposisi eluen yang digunakan pada kromatografi
kolom vacum.
a) Senyawa yang ada dalam fraksi kloroform dilakukan pemisahan dnegan
menggunakan KCV yang bertujuan untuk memisahkan senyawa metabolit
sekunder secara kasar dengan menggunakan silika gel 60 GF254 sebagai absorben
dan berbagai perbandingan pelarut N-heksan dan etil asetat. Sebagai kolom
digunakan kolom Burcher kaca masir yang didalamnya terdapat silika gel yang
dikemasan dalam keadaan kering. Sebelum dilakukan proses pemisahan dengan
kolom KCV sampai diimfragnasi terlebih dahulu menggunakan silika gel ukuran
50-100 mesh. Sebanyak 8,02 gram ekstrak kloroform diimfragnasi dengan silika
gel sebanyak 81,12 gram kemudian digerus hingga homogen dan kering. Alat
vacum dihidupkan sampel dielusi mulaid ari kepolaran rendah lalu ditingkat
perlahan kepolarannya.
b) Kromatografi klom flash
Pemisahan senyawa pada fraksi b dilakukan kromatografi kolom flash dengan
menggunakan silika gel 60 (70 – 230 mesh) sebagai fase diam.
9. Uji kemurnian
Dilakukan menggunakan berbagai campuran fase gerak, jika isolat tetap
menunjukan noda tunggal pada plat kromatogram dengan fase gerak yang berbeda
menunjukan isolat fase murni secara KLT.
10. Identifikasi senyawa metabolit sekunder
Senyawa metabolit sekunder dikarakterisasi dengan spektrum UV-VIS dan
spektrum FTIR.
11. Uji toksisitas brine shrimp letality test (BSLT)
1 mg isolat dilarutkan 100mikroliter air sambil diaduks sehingga konsentrasi
menjadi 1000 ppm. Penyemaian larva udang 100ml air laut setelah 24 jam telur udang
menetas, dan siap diuji cobakan.
12. Teknik analisis data
Nilai LC 50 menunjukkan zat toksik menyebabkan larva udang sampai 50%
mengalami kematian selama 24 jam dengan menggunakan program analisis probit
SAS.
 Pembahasan
Metode maserasi dipilih karena prosesnya mudah dan sederhana. Prinsip metode
berdasarkan distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang
tidak saling bercampur. Metanol digunakan sebagai pelarut awal karena dapat melisiskan
membran sel pada tanaman, hal ini karena struktur molekulnya kecil sehingga dapat
menembus jaringan tumbuhan untuk menarik senyawa aktif keluar. Masuknya metanol
kedalam sel menyebabkan konsentrasi yang tinggi pada bagian dalam sehingga terjadi
perbedaan konsentrasi dan menyebabkan difusi zat aktif keluar sel.
Maserat yang diperoleh dilakukan rotary evaporator untuk mempermudah
penguapan pelarut dengan memperkecil tekanan sehingga saat temperatur dibawah titik
didih maka pelarut dapat menguap. Rotary evaporator dipilih karena dapat menguapkan
pelarut tanpa merusak sel. Ekstrak kasar yang dipisahkan berdasarkan kepolaran dengan
fraksinasi n-heksan sampai fraksinasi kloroform. Kemudian fraksi tersebut dilakukan uji
fitokimia untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder. Fraksi metanol menunjukkan
adanya positif steroid (asam asetat glasial + asam asetat pekat) dan flavonoid (serbuk Mg
dan HCL) yang menunjukkan warna hijau.
Dilanjutkan tahap KVC dan kromatografi kolom flash, yang pertama dilakukan uji
KLT awal untuk mengetahui perbandingan eluen yang baik untuk pemisahan dengan
menggunakan pelarut etil asetat dan n-heksan (7:3). Pemisahan ini didasarkan pada sifat
polaritas senyawa. Senyawa yang memiliki polaritas hampir sama dengan fasa geraknya
akan terelusi lebih dahulu.
Hasil pemisahan kolom vakum yang di tampung sebanyak 25 botol, kemudian
dimonitor dengan KLT menggunakan eluen n-heksana : etil asetat (3:7).
Penampakan hasil uji KLT 25 botol di bawah lampu UV λ = 366
nm.
Hasil kromatogram diatas fraksi yang mempunyai nilai Rf yang sama dikelompokkan
menjadi satu fraksi, sehingga dihasilkan 3 fraksi gabungan yaitu fraksi A ( 1-18) ,B (19-21)
dan C(22-25). Masing-masing fraksi gabungan dipekatkan dengan rotary evaporator
kemudian di monitoring dengan KLT dengan dibawah eluen n-Heksana: etilasetat ( 3:7).

Berdasarkan hasil KLT fraksi gabungan yang diperoleh, fraksi B sebanyak 0.42 gr
dilanjutkan tahap kromatografi kolom flash karena pada fraksi ini menunjukkan noda yang
paling sedikit, noda yang dihasilkan pada plat KLT preparatif menghasilkan 2 noda pada saat
disinari lampu UV pada panjang gelombang 366 nm dengan warna noda warna merah
menunjukkan adanya flavonoid.
Kemudian dilakukan tahap kromatografi kolom flash dengan metode elusi gradient.
Hasil kromatografi kolom flash di peroleh 123 vial. Vial dimonitoring dengan KLT dengan
eluen n- heksana dan etil asetat ( 3:7) dan diamati dengan lampu UV λ = 366 nm. Pemisahan
ini menghasilkan 5 fraksi yaitu B1,B2,B3,B4 dan B5.
Fraksi B1 menghasilkan kristal warna kehijauan setelah pelarutnya teruapkan, namun
kristal ini belum murni karena belum menunjukkan noda tunggal pada saat KLT. Oleh karena
itu dilakukan rekristalisasi menggunakan pelarut etilasetat dan metanol kemudian di diamkan
dalam freezer untuk membiarkan zat tersebut mengkristal kembali atau terjadi endapan. Hasil
rekristalisasi berupaserbuk warna putih kekuningan, berdasarkan penelitian Artocarpus
champeden yang berhasil diisolasi yaitu senyawa flavan-ol memiliki karakteristik yang sama
berupa padatan berwarna putih kekuningan.
Untuk lebih memperkuat dugaan bahwa isolat yang diperoleh relatif murni maka
dilakukan KLT dengan berbagai perbandingan pelarut (eluen), komposisi eluen yang
digunakan untuk uji kemurnian menggunakan KLT yaitu etil asetat : n-heksana (1:8),
nheksana:etil asetat (1:4), Kloroform (100 %), n-heksana : etilasetat (1:5), n-heksana:
kloroform (1:3), kloroform: etilasetat (1:3), n-Heksana : etil asetat (6:4), dari semua
perbandingan komposisi eluen yang digunakanmenunjukkan satu noda tunggal.
Selanjutnya di uji fitokimia terhadap senyawa hasil isolat dengan serbuk Mg dan HCl
memperlihatkan warna kuning kehijauan. Hal ini mengindikasikan bahwa senyawa hasil
isolasi tersebut adalah senyawa golongan flavonoid.

Hasil uji fitokimia


Isolat
Isolat kemudian dikarakterisasi menggunakan serapan spectrum UV-tampak dan
spektroskopi infra merah (IR) dengan tujuan untuk mengetahui panjang gelombang
maksimum serta gugus fungsi yang terdapat dalam isolat.
Hasil spektrum UV menunjukkan dua serapan maksimum pada panjang gelombang
254,37 nm dan 281,26 nm yang merupakan serapan khas untuk kromofor flavan atau flavan-
3-ol. Sedangkan hasil karakterisasi analisa spektrum FTIR senyawa hasil isolasi memberikan
informasi adanya puncak serapan gugus hidroksil pada bilangan gelombang 3427 cm-1.
Jadi berdasarkan hasil karasteristik di atas, dapat diduga bahwa senyawa flavonoid
yang diisolasi merupakan flavonoid golongan flavan-3-ol karena adanya gugus alkil, gugus
hidroksil, gugus aromatik yang diperkuat dengan adanya ikatan rangkap dan ulur C-O-C yang
terikat pada gugus bensena. Seperti pada gambar dibawah.

Tingkat toksisitas dari isolat yang diperoleh dapat diketahui dengan dilakukan uji
toksisitas menggunakan Artemia salina (L), dalam pengamatan ini dilakukan berdasarkan
nilai Lethal Concentration 50 % (LC50) yaitu suatu nilai yang menunjukkan konsentrasi zat
toksik yang dapat mengakibatkan kematian organisme sampai 50%. Berdasarkan hasil
analisis diketahui LC50 dari isolat B1 yaitu 80,25 ppm, pada fraksi kloroform 147.78 ppm,
dan ekstrak metanol 110.51 ppm . Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi zat toksik yang
dapat mengakibatkan kematian organisme sampai 50% dan mengindikasikan bahwa isolat
B1, fraksi metanol dan kloroform bersifat toksik dan bisa dikatakan mempunyai potensi
senyawa bioaktif.
BAB IV
KESIMPULAN

Karakterisasi senyawa Flavonoid yang terdapadalam fraksi kloroform daun tumbuhan


Terap (A.odoratissimus) dengan spektrofotometer UV dan spektrofotometer IR yang diisolasi
merupakan flavonoid golongan flavan-3-ol. Hasil uji toksisitas pada larva udang (brine
shrimp lethality test) dari Ekstrak Metanol, Fraksi Kloroform, dan Isolat diperoleh nilai LC50
masing-masing sampel yaitu 110.5176 ppm, 147.7895 ppm, dan 80.2568 ppm. Maka dapat
disimpulkan bahwa pada ekstrak metanol, Fraksi Kloroform dan Isolat bersifat toksik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Achmad, S. A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam.Jakarta: Karunika.


2. Aliefman, H dan A. Wahab Jufri. 2011. Aktifitas Anti Malaria dan Analisis Metabolit
Sekunder Kayu dan Kulit Batang Artocarpus odoratissimus
blanco.FakultasKeguruandanIlmuPendidikanJurusan FMIPA: Universitas Mataram
3. Asih. A. 2009. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Isoflavon Dari Kacang Kedelai (Glycine
max). Bukit Jimbaran:Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana.
4. Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan.
Bandung: Penerbit ITB.
5. Jayasinghe L., Balasooriya BAIS, Padmini W C Hara N, and Fujimoto Y. 2004.Geranyl
Chalcone Derivatives with Antifugal and Radical Scavenging.Phytochem 65: 1287-1290.
[8] Cao, S., Butler, M. S., and Buss, A. D. 2003. Flavonoids from Artocarpus lanceifolius.
Natural Product Research 17(2):79-81.
6. John, Coates. 2000.Interpretation of Infrared Spectra, A Practical Approach, in
Encyclopedia of Analytical Chemistry, eds. J. Workman, A.W. Sprinsteen. New York :
Academic Press
7. Khan M R, Omoloso Ad, Kihara M. 2003. Antibacterial activity of Artocarpus
heterophyllus. Fitoterapia 74: 501-505
8. Ko H H, Lu Y H, Yang S Z, Won S J, and Lin C N. 2005. Cytotoxic Prenyl flavonoids from
Artocarpus elasticus. JNat Prod 68: 1692-1695.
9. Leny, S. 2006. “Isolasi dan Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Utama Puding Merah
Dengan Metode Uji Brine Shirmp”.Karya Ilmiah Jurusan Kimia FMIPA, Universitas
Sumatra Utara.
10. Verheij EWM, Coronel RE (eds). Plant Resources of South Asia No. 2 Edible Fruits and
Nuts. Bogor:Prosea Foundation.

Anda mungkin juga menyukai