Anda di halaman 1dari 11

TUGAS TEKNOLOGI NUTRASETIKAL

FLAVONOID PADA DAUN SALAM

Dosen pengampu : Dr. Ni Wayan Wisaniyasa, S.TP., M.P.

OLEH :
NIDYA ELVIRA
1411105038

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai
antioksidan dan mempunyai bioktivitas sebagai obat. Flavonoid merupakan
kandungan khas tumbuhan hijau. Flavonoid dalam tubuh manusia berfungsi
sebagai antioksidan sehingga sangat baik untuk pencegahan kanker. Senyawa
flavonoid adalah senyawa polifenol yang memiliki 15 atom karbon (C6-C3-C6),
terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai linier
yang terdiri dari tiga atom karbon (Gambar 1).

Gambar 1. Kerangka Dasar Senyawa Flavonoid

Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi. Kebanyakan


senyawa terkonjugasi pada umumnya berwarna cerah sehingga menunjukkan pita
serapan yang kuat pada dearah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar
tampak (Harborne 1996).
Flavonoid dalam tumbuhan terdapat sebagai bentuk O-glikosida dan C-
glikosida. Bentuk flavonoid O-glikosida, satu gugus hidroksil (-OH) flavonoid
(lebih) terikat pada satu gula (lebih) dengan ikatan hemiasetal yang tidak tahan
asam, biasanya pada posisi 3 atau 7. Bentuk C-glikosida memiliki gula yang
terikat pada atom karbon flavonoid dan dalam hal ini gula terikat langsung pada
inti benzena dengan ikatan karbon-karbon yang tahan asam, dan hanya ditemukan
pada atom C nomor 6 dan 8 dalam inti flavonoid. Glukosa merupakan gula yang
paling umum terlibat, selain itu juga terdapat galaktosa, ramnosa, xilosa, dan
arabinosa (Markham 1988). Sejumlah gugus hidroksil yang tak terganti atau suatu
gula menyebabkan flavonoid bersifat polar sehingga larut dalam pelarut polar
seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dimetilsulfoksida, dimetilformamida, dan
lain-lain. Pengaruh glikosilasi (gula terikat pada flavonoid) menyebabkan
flavonoid menjadi kurang reaktif sehingga lebih mudah larut dalam pelarut polar
seperti air dan dengan demikian campuran pelarut di atas dengan air merupakan
pelarut yang lebih baik untuk glikosida flavonoid (Harborne 1996; Markham
1988).
Perbedaan kelas antara golongan senyawa flavonoid adalah adanya
tambahan oksigen yang terikat pada cincin heterosiklik dan gugus hidroksil.
Aglikon flavonoid dikelompokkan ke dalam beberapa golongan, di antaranya
flavon, flavonol, flavonon, isoflavon, khalkon, auron, antosianidin. Flavonoid
dalam tumbuhan terdapat sebagai campuran.
Salah satu tumbuhan yang mengandung flavonoid yaitu daun salam yang
merupakan tumbuhan yang mudah tumbuh di daerah tropis. Tumbuhan ini selain
digunakan untuk bumbu masak ternyata juga dapat menjadi antioksidan, yang
dapat mengurangi pembentukan radikal bebas penyebab kanker.

I.2. Tujuan
1. Mengetahui metode ekstraksi dan identifikasi senyawa flavonoid pada daun
salam
2. Mengetahui golongan flavonoid dan manfaatnya yang terdapat pada daun
salam
II. PEMBAHASAN

II.1. Metode Ekstraksi dan Identifikasi Senyawa Flavonid pada Daun Salam
II.1.1. Ekstraksi Flavonoid Total
Serbuk daun salam dimasukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian
ditambahkan pelarut ke dalamnya dan diekstraksi dalam waktu tertentu, nisbah
jumlah pelarut dengan bahan yang digunakan adalah 1:10. Residu kemudian
ditambah lagi pelarut yang sama dan diekstraksi dengan kondisi operasi yang
sama hingga tiga kali. Selanjutnya maserat disatukan dan dikeringkan dengan
penguap putar dan pengering beku. Ekstrak yang diperoleh kemudian ditimbang
dan ditentukan rendemennya. Ekstraksi dilakukan dengan meragamkan metode
ekstraksi (maserasi dan sonikasi), polaritas pelarut (air : metanol), serta waktu
ekstraksi.
II.1.2. Uji Golongan Flavonoid (Harborne 1996)
Sebanyak 0.5 g ekstrak dilarutkan dengan 10 mL metanol:HCl 1 N (1:1) dan
dipanaskan dalam labu Erlenmeyer pada suhu 95 ⁰C selama 1 jam. Setelah itu,
didinginkan dan disaring, lalu filtratnya diekstraksi dengan etil asetat. Fase
asamnya dipanaskan kembali lalu diekstrak dengan amil alkohol. Ekstrak amil
alkohol digunakan untuk penentuan antosianidin dan ekstrak etil asetat digunakan
untuk penentuan adanya flavonoid yang lain.
II.1.3. Penentuan Antosianidin
Sebanyak 1 mL ekstrak amil alkohol ditambahkan 3 tetes CH3COONa lalu
diamati, kemudian ditambahkan dengan 3 tetes FeCl3 dan diamati kembali.
Antosianidin dengan CH3COONa memberikan warna merah hingga ungu, dan
bila ditambahkan dengan FeCl3 menjadi warna biru. Antosianidin dengan
CH3COONa memberikan biru muda, dan bila ditambahkan dengan FeCl3 warna
tetap biru. Sebanyak 1 mL ekstrak amil alkohol ditambahkan 3 tetes Na2CO3 lalu
diamati. Antosianidin memberikan warna ungu, biru, atau hijau.
II.1.4. Penentuan Flavonoid Lain
Sebanyak 1 mL ekstrak etil asetat ditambahkan 3 tetes CH3COOPb lalu
diamati. Senyawa flavon memberikan warna jingga hingga krem, kalkon
memberikan warna jingga tua dan auron memberikan warna merah. Sebanyak 1
mL ekstrak etil asetat ditambahkan 3 tetes NaOH 0,1 N lalu diamati. Senyawa
flavonol dan flavon memberikan warna kuning, sedangkan kalkon dan auron
memberikan warna merah hingga ungu. Sebanyak 1 mL ekstrak etil asetat
ditambahkan 3 tetes H2SO4 pekat lalu diamati. Senyawa flavonol dan flavon
memberikan warna kuning, flavonol memberikan warna jingga hingga krem, dan
kalkon memberikan warna krem hingga merah tua.

II.2. Kadar Flavonoid Total Daun Salam


Nilai kadar flavonoid total dengan teknik maserasi dan sonikasi masing-
masing berturut-turut sebesar 0,0153 mg QE/mg ekstrak dan 0,0139 mg QE/mg
ekstrak. Nilai kadar flavonoid dengan teknik maserasi diperoleh menggunakan
pelarut metanol 96% dengan waktu ekstraksi selama 24 jam, sedangkan untuk
teknik sonikasi diperoleh menggunakan pelarut metanol 96% dalam waktu
ekstraksi 5 menit.

II.3. Golongan Flavonoid pada Daun Salam


Berdasarkan hasil pengujian fitokimia golongan flavonoid, ekstrak teraktif
mengandung senyawa antosianidin, flavonol, flavon, dan kalkon. Hasil pengujian
golongan flavonoid dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Hasil Uji Golongan Flavonoid pada ekstrak daun salam dengan pelarut
metanol dan waktu ekstraksi 15 menit
II.3.1. Antosianidin

Gambar 2. Struktur Kimia Antosianidin


Antosianidin ialah aglikon antosianin. yang terbentuk bila antosianin
dihidrolisis dengan asam. Antosianidin terdapat enam jenis secara umum, yaitu :
sianidin, pelargonidin, peonidin, petunidin, malvidin dan delfinidin. Antosianidin
adalah senyawa flavonoid secara struktur termasuk kelompok flavon. Glikosida
antosianidin dikenal sebagai antosianin. Nama ini berasal dari bahasa Yunani
antho-, bunga dan kyanos-, biru. Senyawa ini tergolong pigmen dan pembentuk
warna pada tanaman yang ditentukan oleh pH dari lingkungannya. Senyawa
paling umum adalah antosianidin, sianidin yang terjadi dalam sekitar 80 persen
dari pigmen daun tumbuhan, 69 persen dari buah-buahan dan 50 persen dari
bunga.

II.3.2. Flavonol

Gambar 3. Struktur Kimia Flavonol


Flavonol terdiri atas quersetin, kaemferol, dan miresitin. Quersetin
umumnya merupakan komponen terbanyak dalam tanaman. Dalam sayuran,
quersitin glikosida merupakan komponen yang paling menonjol walaupun
terdapat pula glikosida dari kaemferol, luteolin, dan apigenin (Hertog et al., 1992)
Dari sekian banyak flavonoid yang memiliki sifat sebagai antioksidan,
quersitin merupakan salah satu flavonol yang paling aktif dan memiliki
kemampuan antioksidan yang kuat (Fuhrman dan Aviram 2002). Sifat antioksidan
dari quersitin dapat mengurangi risiko tumor, kanker, penyakit jantung, dan stroke
pada manusia. Quersitin mampu menghambat oksidasi LDL dengan cara
mengkelat ion tembaga, yang dapat menginduksi oksidasi LDL yang dapat
menginduksi oksidadi dari LDL (Aviram dan Fuhrman 2003). Selain itu, quersitin
juga memiliki pengaruh yang positif dalam membantu untuk mencegah prostatitis,
katarak, dan gangguan pernafasan, seperti bronkitis dan asma. Quersetin juga
telah terbukti memiliki aktivitas sebagai anti peradangan, karena langsung
menghambat penyebab utama dari proses peradangan tersebut.
Senyawa lain dari golongan flavonol yang memiliki peran penting bagi
kesehatan manusia adalah kaemferol. Konsumsi kaemferol menunjukkan adanya
hubungan dengan penurunan risiko terhadap kanker dan gangguan jantung. Selain
itu, kaemferol seperti halnya quersetin juga mampu menghambat oksidasi LDL
dengan cara mengkelat ion tembaga. Namun demikian, aktivitas dari kaemferol
ini tidak seefektif seperti pada luteolin dan quersetin (Aviram dan Fuhrman 2003).
Mirisetin merupakan senyawa yang paling sedikit dijumpai di tanaman
dibandingkan senyawa lain dari golongan flavonol. Namun demikian, senyawa ini
tidak kalah bergunanya bagi kesehatan karena mirisetin juga memiliki khasiat
sebagai antioksidan. Menurut Knekt et al (2002) hasil studi in vitro menunjukkan
bahwa dengan konsentrasi mirisetin yang tinggi dapat memodifikasi penyerapan
kolesterol LDL oleh sel darah putih menjadi lebih cepat.

II.3.3. Flavon

Gambar 4. Struktur Kimia Flavon


Senyawa flavonoid dari golongan flavon, yaitu luteolin dan apigenin, telah
diketahui juga memberikan efek yang baik bagi kesehatan manusia. Senyawa
luteolin memiliki peran yang penting dalam tubuh sebagai antioksidan, penangkap
radikal bebas, zat pencegah terhadap peradangan, promotor dalam metabolisme
karbohidrat, dan sebagai pengatur sistem imun. Berdasarkan karakteristiknya
tersebut, luteolin juga dipercaya dapat memainkan peran yang penting dalam
pencegahan terhadap kanker. Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa
luteoling sebagai zat biokimia dapat secara drastis menurunkan gejala infeksi dan
peradangan. Selain itu, luteolin juga mampu menghambat oksidasi LDL dengan
cara mengkelat ion tembaga, yang dapat menginduksi oksidasi dari LDL (Aviram
dan Fuhrman 2003).

II.3.4. Kalkon

Gambar 5. Struktur Kimia Kalkon

Kalkon (1,3-difenil-2propen-1-on) merupakan senyawa yang mengandung


dua cincin aril yang terhubung dengan keton α,β tak jenuh. Kalkon adalah
intermediet penting dalam sintesis organik (Ameta et al., 2011). Kalkon adalah
aglikon flavonoid yang pertama kali terbentuk dalam biosintesis semua varian
flavonoid melalui jalur prazat dari alur ‘siklamat’ dan alur ‘asetat malonat’
(Markham, 1998). Kalkon umumnya terdapat dalam tanaman yang termasuk
keluarga Heliantheaetribe, Coreopsidinae, dan Compositae.
Senyawa kalkon merupakan senyawa potensial yang memiliki aktivitas
antikanker maupun antioksidan. Kalkon merupakan salah satu metabolit sekunder
golongan flavonoid yang dapat ditemukan pada tumbuh-tumbuhan dan dikenal
mempunyai berbagai macam aktivitas seperti antimikroba, antikanker, anti kolera,
dan anti tumor.
II.4. Manfaat Flavonoid Daun Salam
1. Sebagai antioksidan (mengurangi risiko tumor, kanker, penyakit jantung,
dan stroke)
2. Menghambat oksidasi dari LDL
3. Mencegah prostatitis
4. Mencegah katarak
5. Mencegah gangguan pernafasan, seperti bronkitis dan asma
6. Sebagai zat pencegah terhadap peradangan
7. Promotor dalam metabolisme karbohidrat
8. Sebagai pengatur sistem imun
9. Antimikroba
10. Anti kolera
III. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari makalah di atas adalah :

1. Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol yang memiliki 15 atom karbon


(C6-C3-C6), terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan menjadi satu
oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon.
2. Metode ekstraksi dan identifikasi senyawa flavonoid pada daun salam meliputi
ekstraksi flavonoid total, uji golongan flavonoid, penentuan antosianidin, dan
penentuan flavonoid lain.
3. Golongan flavonoid yang terkandung dalam daun salam antara lain
antosianidin, flavonol, flavon, dan kalkon.
4. Manfaat flavonoid daun salam antara lain sebagai antioksidan (mengurangi
risiko tumor, kanker, penyakit jantung, dan stroke), menghambat oksidasi dari
LDL. mencegah prostatitis, katarak, gangguan pernafasan, seperti bronkitis dan
asma, sebagai zat pencegah terhadap peradangan, promotor dalam metabolisme
karbohidrat, sebagai pengatur sistem imun, antimikroba, dan anti kolera
DAFTAR PUSTAKA

Ameta K.L, Rathore N.S, Kumar B. 2011. Synthesis Of Some Novel Chalcones
And Their Facile One-Pot Conversion To 2-Aminobenzene-1,3-
Dicarbonitriles Using Malononitrile. Analele Universităţii din Bucuresti
20(1): 15.
Aviram M, Fuhrman B. 2003. Effects of flavonoids on the oxidation of low‐
density lipoprotein and atherosclerosis. In: Rice‐Evans CA, Packer L (eds).
Flavonoids in Health and Disease. 2nd Edition. Revised and Expanded.
Marcel Dekker, Inc, New York.
Harborne JB. 1996. Metode Fitokimia: penuntun cara modern menganalisis
tumbuhan. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah. Bandung : ITB Press.
Terjemahan dari: Phytochemical Methods.
Hertog MGL, Hollman PCH, Venema DP. 1992. Optimatization of a quantitative
HPLC determination of potentially anticarcinogenic flavonoids in
vegetable and fruits. J. Agric. Food. Chem., 40:1591‐1598.
Lee HS. 2000. HPLC analysis of phenolic compound. In: Nollet LMI (ed). Food
Analysis by HPLC. 2nd edition. Revised and Expanded. Marcel Dekker,
Inc, New York.
Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Padmawinata K,
penerjemah. Bandung: ITB Press. Terjemahan dari: Techniques of
Flavonoid Identification.
Pratt DE. 1992. Natural Antioxidants From Plant Material. Di dalam: M.T. Huang
CT Ho dan Lee CY, editor. Phenolic Compounds in Food and Their
Effects on Health. Washington: American Society.
Oktavia, J.D. 2011. Pengoptimuman Ekstraksi Flavonoid Daun Salam (Syzygium
polyanthum) dan Analisis Sidik Jari dengan Kromatografi Lapis Tipis.
[Skripsi]. Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai