Anda di halaman 1dari 13

PRAKTIKUM FITOKIMIA

TUGAS 5
IDENTIFIKASI SENYAWA ANTRAKINON
(Ekstrak Rheum officinale L.)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitokimia

KELOMPOK : 1
KELAS : D
1. Muhamad Lutfi Irfan Syafii (202010410311042)
2. Diva Salesia (202010410311108)
3. Tyara Kusuma Wardhani Wahyudi (202010410311301)
4. Hana Septi Widiani (202010410311334)

DOSEN PEMBIMBING :
apt. SITI ROFIDA, S.Si, M.Farm
apt. AMALIYAH DINA ANGGRAENI, M.Farm
apt. DITA AYUNITA WINATA, S.Farm
DHEA AULIA PUTRI., S.Farm

PROGRAM STUDI ILMU FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2023
1.1 Tujuan
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan antrakinon dalam
tanaman (Ekstrak Rheum officinale L.)
1.2 Tinjauan Pustaka
A. Definisi Kelembak (Rheum officinale L.)
Kelembak (Rheum officinale Baill.) sering dikenal dengan nama
Rhubarb. Tanaman ini berasal dari daratan Tengah China kemudian menyebar
ke Eropa dan daerah sub tropik lainnya (Kuhl & DeBoer, 2008). Di Indonesia
tanaman ini hanya ditemukan tumbuh di daerah pegunungan pada tanah yang
gembur dan subur. Pusat penanaman kelembak yaitu di Dataran Tinggi Dieng.
Kelembak dapat diperbanyak dengan menggunakan biji, namun secara umum
menggunakan pemisahan tanaman (splitting) (Kementerian Kesehatan RI,
2012).
Tanaman ini mudah ditemukan disekitar kita. Nama latin tanaman
kelembak adalah Rheum Palmatum L. Nama dalam bahasa inggris tanaman
kelembak ini adalah Chinese rhubarb. Ciri-ciri tanaman kalembak ialah ujung
daun tidak rata dan bergigi, ukuran daun besar dengan bunga yang menjulai ke
atas berwarna merah. Kegunaan dan fungsi tanaman kelembak ini banyak
digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit yang ada ditubuh.
(Listyana et al., 2019)
Kelembak termasuk tanaman perdu atau terna yang tumbuh kadang
memanjat, jarang yang berupa pohon, tidak berduri, tanpa getah lateks. Daunnya
tersusun spiral, kadang berhadapan atau melingkar, umumnya ada seludang daun
atau upih. Bunganya hermafrodit, jarang berumah 1 atau 2, muncul di ketiak
daun atau ujung ranting; aktinomorf, ada kelopak tetapi tidak ada mahkota.
Tepala 4-6, Benangsari 4-9. Bakal buahnya menumpang, pipih atau berbentuk
segitiga, beruang 1, isi 1 bakal biji. Buahnya kering tidak terbelah dan bijinya
tidak bersayap. (Sutrisno, 2018)
Tanaman ini telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Kelembak
merupakan salah satu tanaman yang sering digunakan untuk pengobatan di
indonesia seperti sumatera, kalimantan, jawa, bali, nusa tenggara, sulawesi dan
sebagainya. Kelembak tumbuh dengan baik pada daerah beriklim kering hingga
sedang, biasanya menyukai tanah berpasir yang tidak begitu lembab. (Adriyanti,
2014)
B. Taksonomi Kelembak (Rheum officinale L.)
Klasifikasi tanaman Kelembak (Rheum officinale L.) adalah sebagai berikut :
(Nurhasanah & Iriani, 2021)
 Kingdom : Plantae
 Subkingdom : Tracheobionta
 Super Divisi : Spermatophyta
 Divisi : Magnoliophyta
 Kelas : Magnoliopsida
 Sub Kelas : Hamamelidae
 Ordo : Polygonales
 Famili : Polygonaceae
 Genus : Rheum
 Spesies : Rheum Palmatum L
 Nama Daerah : Kelembak (Melayu), Kaiemba (Sunda), Kalembak (Jawa
Tengah), Kelembak (Madura)

Gambar Tanaman Rheum officinale L.

C. Morfologi Kelembak (Rheum officinale L.)


Kelembak (Rheum officinale Baill). Mempunyai Habitus: Semak,
tahunan, tinggi 25-80 cm. Batang: Pendek, terdapat di dalam tanah, beralur
melintang, masif, coklat. Daun: Tunggal, bulat telur, pangkal bentuk jantung dan
berbulu, ujung runcing, tepi rata, bertangkai l 0-40 cm, pangkal tangkai daun
memeluk batang, panjang 0-35 cm, lebar 8-30 cm, hijau. Bunga: Majemuk,
berkelamin dua atau satu,bergabung menjadi malai yang bercabang, mahkota
enam helai tersusun dalarn lingkaran, benang sari sembilan, bakal buah bentuk
segi tiga; tangkai putik melengkung, kepala putik tebal, putih kehijauan. Buah:
Padi, bersayap tiga, bulat telur, merah: Akar: Tunggang, lunak, bulat, coklat
muda. Akar dan daun kelembak mengandung flavonoida, di samping itu akamya
juga mengandung glikosida dan saponin, sedangkan daunnya juga mengandung
polifenol.
Pada penampang melintang akar tampak jaringan gabus, berdinding tipis,
bentuk segi empat memanjang letaknya teratur. Sel parenkim korteks berdinding
tipis, berisi butir pati, bentuk bundar atau setengah bundar mempunyai hilus,
tunggal atau berkelompok, juga terdapat kristal kalsium oksalat bentuk roset
besar dan tersebar. Floem terdiri dari sel parenkim floem dan lebih kecil dari sel
parenkim korteks, jari-jari empelur terdiri dari 1 sampai 2 lapis sel. Endodermis
terdiri dari satu atau beberapa lapis sel berdinding tipis, pada parenkim floem
juga terdapat butir pati dan kristal kalsium oksalat bentuk roset besar. Xilem
terdiri dari sel parenkim xilem berdinding tipis, berisi butir pati dan kristal
kalsium oksalat besar, trakea besar bernoktah, jari-jari empelur terdiri dari 1
sampai 2 baris
D. Manfaat Kelembak (Rheum officinale L.)
Kelembak berkhasiat memperbaiki fibrosis tubulointerstitial pada ginjal
tikus 5/6Nx, dengan mengurangi IS yang berlebihan dan mengurangi stres
oksidatif ginjal dan cedera inflamasi (Lu, et al., 2015). Selain itu kelembak
mempertahankan penghalang mukosa usus melalui mengatur flora usus dan
menghambat respon inflamasi usus pada tikus dengan SAP (Yao, et al., 2015),
memainkan peran protektif pada tikus dengan BPD yang diinduksi oleh
hiperoksia melalui penghambatan respon inflamasi dan stres oksidatif (Cui, et
al., 2017; Ling Yin, et al., 2018). Pemberian ekstrak akar kelembak (Rheum
officinale Baill) dapat meningkatkan jumlah sel fibroblas pada penyembuhan
luka gingiva tikus Wistar. Jumlah sel fibroblas mengalami peningkatan mulai
dari hari ke-3 Listyana,dkk., sampai hari ke-7 (Yasha & Prihartiningsih, 2012).
E. Kandungan dan Tinjauan Senyawa pada Kelembak (Rheum officinale L.)
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Anonim, 1995). Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat
berkhasiat yang terdapat pada simplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai
kadar tinggi dan hal ini memudahkan zat berkhasiat dapat diatur dosisnya
(Anief, 1987).
Hidroksi antrakuinon: emodin, aloe-emodin, glikosida krisofanol yang
terdiri dari di-O, C-glukosida. Asam krisofanat, krisofanin, rien-emodin,
reokristin, alizarin, glukogalin, tetrazin, katekin, saponin, tannin,
kuinon.Senyawa aktif rhei radix adalah glikosida antrakinon, sennosida A-F dan
rheinosida AD. Senyawa antrakinon: rhein, rheumemodin, aloeemodin,
krisofanol, dan fision, glikosida diantron: senosida A-F; galotanin:
galoilglukosa, lindleyin dan isolindleyin, flavonoid dan glikosida naftol.
Ekstrak dari Rheum officinale L. mengandung asam krisofanat,
krisofanin, rien- emodin, aloe-emodin, reokristin, katekin, saponin, tannin,
kuinon. Akar dan daun Rheum officinale mengandung flavonoida, di samping
itu akarnya juga mengandung glikosida dan saponin, sedangkan daunnya juga
mengandung polifenol (Sastroamidjojo, 2001).
F. Tinjauan Tentang Golongan Senyawa Antrakinon
I. Definisi Senyawa Antrakinon
Antrakinon merupakan golongan dari senyawa glikosida
termasuk turunan kuinon (Sirait, 2007). Antrakuinon merupakan
senyawa kristal bertitik leleh tinggi, dan larut dalam pelarut organik dan
basa. Antrakuinon mudah terhidrolisis. Senyawa antrakuinon dan
turunannya seringkali berwarna kuning sampai merah sindur (oranye).
Untuk identifikasi senyawa antrakuinon digunakan reaksi Borntraeger.
Semua antrakuinon memberikan warna reaksi yang khas dengan reaksi
Borntraeger. Jika larutan ditambah dengan ammonia maka larutan
tersebut akan berubah warna menjadi merah untuk antrakuinon dan
kuning untuk antron dan diantron. Antron adalah bentuk antrakuinon
yang kurang teroksigenasi dari antrakuinon, sedangkan diantron
terbentuk dari dua unit antron (Setyawaty et al., 2014)
Golongan ini aglikonnya adalah sekerabat dengan antrasena yang
memiliki gugus karbonil pada kedua atom C yang berseberangan (atom
C9 dan C10) atau hanya C9 (antron) dan Cg ada gugus hidroksil
(antranol). Adapun strukturnya adalah sebagai berikut:

Gambar Senyawa Antrakinon


II. Sifat Fisika Kimia Antrakinon
Senyawa antrakinon dan turunannya seringkali bewarna kuning
sampai merah sindur (orange), larut dalam air panas atau alkohol encer.
Untuk identifikasi digunakan reaksi Borntraeger. Antrakinon yang
mengandung gugus karboksilat (rein) dapat diekstraksi dengan
penambahan basa, misalnya dengan natrium bikarbonat. Hasil reduksi
antrakinon adalah antron dan antranol, terdapat bebas di alam atau
sebagai glikosida. Antron bewarna kuning pucat, tidak menunjukkan
fluoresensi dan tidak larut dalam alkali, sedangkan isomernya, yaitu
antranol bewarna kuning kecoklatan dan dengan alkali membentuk
larutan berpendar (berf1uoresensi) kuat. Oksantron merupakan zantara
(intermediate) antara antrakinon dan antranof. Reaksi Borntraeger
modifikasi Fairbairn, yaitu dengan menambahkan hidrogen peroksida
akan menujuk- kan reaksi positif. Senyawa ml terdapat dalam Frangulae
cortex. Diantron adalah senyawa dimer tunggal atau campuran dan
molekul antron, hasil oksidasi antron (misalnya larutan dalam aseton
yang diaerasi dengan udara). Diantron merupakan aglikon penting dalam
Cassia, Rheum, dan Rhamnus; dalam golongan ini misalnya senidin,
aglikon senosida. Reidin A, B, dan C yang terdapat dalam sena dan
kelembak merupakan heterodiantron.
G. Cara Identifikasi Senyawa Antrakinon
Semua antrakinon memberikan warna reaksi yang khas dengan reaksi
Borntraeger jika Amonia ditambahkan: larutan berubah menjadi merah untuk
antrakinon dan kuning untuk antron dan diantron. Antron adalah bentuk kurang
teroksigenasi dari antrakinon, sedangkan diantron terbentuk dari 2 unit antron.
Antrakinon yang mengandung gugus karboksilat (rein) dapat diekstraksi dengan
penambahan basa, misalnya dengan natrium bikarbonat. Hasil reduksi
antrakinon adalah antron dan antranol, terdapat bebas di alam atau sebagai
glikosida. Antron bewarna kuning pucat, tidak menunjukkan fluoresensi dan
tidak larut dalam alkali, sedangkan isomernya, yaitu antranol bewarna kuning
kecoklatan dan dengan alkali membentuk larutan berpendar (berfluoresensi)
kuat. Oksantron merupakan zat antara (intermediate) antara antrakinon dan
antranol. Reaksi Borntraeger modifikasi Fairbairn, yaitu dengan menambahkan
hidrogen peroksida akan menujukkan reaksi positif.
H. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari
suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen – komponen
sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Kromatografi lapis tipis (KLT)
digunakan untuk pemisahan zat secara cepat dengan menggunakan zat penyerap
berupa serbuk halus yang dilapiskan serba rata padalempeng kaca. Lempeng
yang dilapisi dapat dianggap sebagai kolom kromatografi terbuka dan
pemisahan didasarkan pada penyerapan pembagian atau gabungannya
tergantung dari jenis zat penyerap dan cara pembuatan lapisan zat penyerap dan
jenis pelarut (Materia Medika Indonesia Jilid III, 1979).
KLT dengan penyerap penukar ion dapat digunakan untuk pemisahan
senyawa polar. Zat yang memiliki kepolaran yang sama dengan fasa diam akan
cenderung tertahan dan nilai Rfnya paling kecil pada identifikasi
noda/penampakan noda, jika noda sudah berwarna dapat langsung diperiksa dan
ditentukan harga Rfnya. Harga Rf yang diperoleh pada KLT tidak tetap jika
dibandingkan dengan yang diperoleh pada kromatografi kertas. Oleh karena itu
pada lempeng sama disamping kromatogram dari zat yang diperiksa perlu
dibuatkromatogram dari zat pembanding kimia lebih baik dengan kadar yang
berbeda- beda. Perkiraan identifikasi diperoleh pengamatan 2 bercak dengan
harga Rf dan ukuran yang kurang lebih sama. Ukuran dan intensitas bercak
dapat digunakan untuk memperkirakan kadar. Penetapan kadar yang lebih teliti
dapat digunakan dengan cara densito metri atau dengan mengambil bercak
dengan hati-hati dari lempeng, kemudian disari dengan pelarut yang cocok, dan
ditetapkan dengan spektrofotometri. Pada kromatografi lapis tipis dua dimensi,
lempeng yang telah dieluasi diputar 90o dan dieluasi lagi, umumnya
menggunakan bejana lain yang berisi pelarut lain (Materia Medika Indonesia
Jilid III, 1979). Metode dalam KLT dapat dihitung nilai Retention factor (Rf)
dengan persamaan :

Tetapi pada gugus-gugus yang besar dari senyawa-senyawa yang


susunannya mirip, sering kali harga Rf berdekatan satu sama lainnya Faktor
yang mempengaruhi harga Rf :
1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan
2. Sifat dan penyerap, derajat aktivitasnya
3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap
4. Pelarut fase gerak
5. Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang
digunakan
6. Teknik percobaan
7. Jumlah campuran yang digunakan
8. Suhu
9. Kesetimbangan

1.3 Prosedur Kerja


A. Alat dan Bahan
NO. ALAT BAHAN
B. 1. Pipet Ekstrak Rheum officinale L.
2. Tisu Amonia pekat
3. Kain Lap KOH 0,5 N
4. Tabung Reaksi Aquadest
5. Label H2O2 encer
6. Penjepit Kayu Asam asetat glasial
7. Alumunium Foil Etil asetat
8. Pinset Metanol
9. KLT Kiesel Gel GF 254

Deskripsi Prosedur Kerja


a. Reaksi Warna
1) Uji Borntrager
Ekstrak sebanyak 0,3 gram diekstraksi dengan 10 ml aquadest,
saring, lalu filtrat diekstraksi dengan 5 ml toluena dalam corong
pisah.
Ekstraksi dilakukan sebanyak dua kali. Kemudian fase toluena
dikumpulkan dan dibagi menjadi dua bagian, disebut sebagai
larutan VA dan VB.
Larutan VA sebagai blanko, larutan VB ditambah amonia pekat 1
mL dan dikocok.
Timbulnya warna merah menunjukkan adanya senyawa
antrakinon.
2) Uji modifikasi Borntrager
Ekstrak sebanyak 0,3 gram ditambah dengan 5 ml KOH 0,5N dan
1 ml H2O2 encer.
Dipanaskan selama 5 menit dan disaring, filtrat ditambah asam
asetat glasial, kemudian diekstraksi dengan 5 ml toluena.
Fase toluena diambil dan dibagi menjadi dua sebagai larutan VIA
dan VIB.
LarutanVIA sebagai blanko, larutan VIB ditambah amonia pekat
1 mL. Timbulnya warna merah atau merah muda pada lapisan
alkalis menunjukkan adanya antrakinon.
b. Kromatografi Lapis Tipis
Sampel ditotolkan pada fase diam. Uji kromatografi lapis tipis ini
menggunakan:
Fase diam : Kiesel Gel 254
Fase gerak : Toluena -etil asetat-asam asetat glasial (75:24:1)
Penampak noda : Larutan KOH 10% dalam metanol.
Timbulnya noda berwarna kuning, kuning coklat, merah ungu atau
hijau ungu menunjukkan adanya senyawa antrakinon.
C. Bagan Alir
a. Reaksi Warna
1) Uji Borntrager

Ekstrak sebanyak 0,3 gram diekstraksi dengan 10 ml


aquadest, saring, lalu filtrat diekstraksi dengan 5 ml toluena
dalam corong pisah.

Ekstraksi dilakukan sebanyak dua kali. Kemudian fase


toluena dikumpulkan dan dibagi menjadi dua bagian, disebut
sebagai larutan VA dan VB.

Larutan VA sebagai blanko, larutan VB ditambah amonia


pekat 1 mL dan dikocok.

Larutan VA sebagai blanko, larutan VB ditambah amonia


pekat 1 mL dan dikocok.

2) Uji Modifikasi Borntrager

Ekstrak sebanyak 0,3 gram ditambah dengan 5 ml KOH 0,5N


dan 1 ml H2O2 encer.

Dipanaskan selama 5 menit dan disaring, filtrat ditambah


asam asetat glasial, kemudian diekstraksi dengan 5 ml
toluena.

Fase toluena diambil dan dibagi menjadi dua sebagai larutan


VIA dan VIB.

LarutanVIA sebagai blanko, larutan VIB ditambah amonia


pekat 1 mL. Timbulnya warna merah atau merah muda pada
lapisan alkalis menunjukkan adanya antrakinon.
b. Kromatografi Lapis Tipis

Sampel ditotolkan pada fase diam. Uji kromatografi lapis tipis


ini menggunakan :
a. Fase diam : Kiesel Gel 254
b. Fase gerak : toluena -etil asetat-asam asetat glasial
(75:24:1)
Timbulnya noda berwarna kuning, kuning coklat, merah ungu
c. Penampak noda : Larutan KOH 10%
atau hijau ungu menunjukkan adanya dalamantrakinon
senyawa metanol.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1980. Materia Medika Indonesia Jilid IV.
Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan.

Kromatografi hal 7-11. Jember: PT. Taman Kampus Presindo.


modulbiologi.com/klasifikasi- dan-ciri-ciri-morfologi-kelembak
Sastroamidjojo, Seno. 2001. Obat Asli Indonesia. Dian Rakyat. Jakarta. Tim
Farmasi Indonesia. Materia Medica. Jilid III dan IV.

Lantriyadi, A.H.A., SINTESIS SENYAWA ANTRAKUINON DARI EUGENOL


DAN FT ALAT ANHIDRIDA. Jurnal Kimia Khatulistiwa, 6(2).

Listyana, N.H., Subositi, D. and Widyantoro, W., 2019. KERAGAAN


PERTUMBUHAN KELEMBAK DARI BERBAGAI DAERAH DI JAWA
TENGAH. Agritech: Jurnal Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Purwokerto, 21(1), pp.55-65.

Lully Hanni Endarini, M.Farm, Apt . Desember 2016. Buku Farmakognosi dan
Fitokimia.Jakarta. Kemenkes kesehatan republic Indonesia.

Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah
Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol SOERYA
DEWI MARLIANA! , VENTY SURYANTI, SUYONO. Biofarmasi 3 (1):
26-31, Pebruari 2005, ISSN: 1693-2242 2005

Zulkarnain, Z., Nisa, U., Wijayanti, E. and Fitriani, U., 2019. Efek Dua Sediaan
Ramuan Jamu pada Pasien Obesitas: Studi Klinis dengan Desain Paralel,
Random dan Tidak Tersamar. Jurnal Kefarmasian Indonesia, pp.82-88.

Anda mungkin juga menyukai