TUGAS 3
IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOIDA
(Ekstrak Elephantopus scaber)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitokimia
KELOMPOK : 8
KELAS : D
Disusun oleh:
DEVY APRILIA (201710410311168)
DOSEN PEMBIMBING :
SITI ROFIDA, S.Si, M.Farm., Apt.
Drs. HERRA STUDIAWAN, M.Si., Apt.
AMALIYAH DINA ANGGRAENI, M.Farm., Apt.
1.1 Tujuan
Mahasiswa mampu mengidentifikasi senyawa golongan flavonoida pada ekstrak
Elephantopus scaber.
Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol mempunyai 15 atom karbon yang tersusun
dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh 3 atom
karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Flavonoid ini sering ditemukan
dalam semua tumbuhan hijau maka ditemukan pada setiap ekstrak tumbuhan (Markham,
1988). Tumbuhan yang mengandung flavonoid banyak dipakai untuk pengobatan tradisional.
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar di
dunia dengan lebih dari 30 ribu spesies tanaman yang berkhasiat sebagai pengobatan melalui
penelitian ilmiah. Hanya sekitar 180 spesies tersebut telah dimanfaatkan dalam tanaman obat
tradisional oleh industry obat tradisional Indonesia (Herlina, 2005). Hal ini disebabkan hanya
berdasarkan pengalaman empiris di wariskan secara turun temurun tanpa disertai data
penunjang yang memenuhi persyaratan. Salah satu tanaman yang berkhasiat untuk
pengobatan adalah Elphantopus scaber.
Bukti empiris penggunaan obat sebagai obat tradisional oleh nenek moyang selama
berates- ratus tahun terbukti ralatif aman jika digunakan secara benar, obat tradisional jarang
sekali menimbulkan efek samping. Hal-hal yang penting untuk diperhatikan adalah bahan
baku , cara pengolahan, pengemasan, penyimpanan, dan pencampuran dengan bahan kimia.
X
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Tanaman
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Asterales
Suku : Asteraceae
Marga : Elephantopus
berasal dari Amerika tropis, tetapi kini banyak didapati di negara-negara tropis lainnnya seperti
Indocina, Malaysia, Thailand dan Indonesia. Dimana tumbuhannya sering diketahui liar dan
belum banyak dibudidayakan.
Morfologi
Tanaman elephantopus scaber ini merupakan tanaman rimpang yang menjalar, tinggi 10
X
cm sampai 80 cm. Batang bercabang, kaku, berambut dan rapat. Daun berkumpul di bawah
membentuk roset, bentuk daun jorong, memiliki panjang3- 38 cm dan lebarnya 1-6 cm, serta
dengan permukaan daunnya yang agak berambut. Bunga berupa tonggol, bergabung banyak,
berbentuk bulat telur dan sangat tajam. Panjang mahkota bunganya bisa mencapai 7 mm sampai
9 mm, berbentuk tabung, disertai warna yang bervariasi yaitu putih, ungu, merah dan ungu pucat.
Buah dari tanaman ini sendiri merupakan buah longkah dengan panjang 4 mm (Sulastri, 2008).
Kandungan kimia
Daun tanaman ini banyak mengandung berbagai kandungan kimia yang sudah diketahui
yang antara lain : epfrielinol, lupeol, stiqmasterol, triscontan-l-ol, luprol acetat,
deoxyelephantopin, terpenold, flavonoid dan isodeozyelephantopin. Dalam suatu studi
mengungkapkan : asam heksadekanoat, 43,3%; tetrahdronaphthalelol dimetil isopropyl, 14,1%,
b-sesquiphellandrene, 8,3%, asam octadecadienoic, 5,5% dan fitol, 5,2%. Daun tapak liman juga
mengandung metabolit sekunder terpenoid dan flavonoid yang berperan sebagai antibacterial.
Beberapa hasil penelitian menyatakan senyawa terpenoid mempunyai aktivitas sebagai
antibakteri yaitu monoterpenoid linalool, diterpenoid (-) hardwicklicacid, phytol, triterpenoid
saponin dan triterpenoid glikosida (Daniel, 2006).
Kelas yang berlainan digolongan ini dapat dibedakan berdasarkan cincin hetero siklik-
oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar menurut pola yang berlainan. Flavonoid
terdapat sebagai glikosida . Golongan paling besar flavonoid mempunyai ciri mempunyai cincin
X
piran yang menghubungkan rantai tiga karbon dengan salah satu dari cincin benzena. Sistem
penomoran flavonoid ini dapat dilihat pada gambar:
X X
Flavonoid adalah senyawa metabolit tumbuhan yang sangat melimpah di alam ini. Fungsi
senyawa flavonoid sangat penting bagi tanaman pada pertumbuhan dan perkembangannya,
meningkatkan pertumbuhan tabung serbuk sari, serta resorpsi nutrisi dan mineral dari proses
penuaan daun. Flavonoid juga memiliki kemampuan untuk pertahanan tanaman dari herbivora
dan penyebab penyakit, serta senyawa ini juga dapat membentuk dasar untuk melakukan
interaksi alelopati antar tanaman (Andersen dan Markham, 2006). Senyawa flavonoid memiliki
aktivitas antioksidan yang cukup tinggi (Zuhra dkk., 2008).
Flavonoid memiliki kandungan khas yaitu tumbuhan hijau dengan pengecualiaan alga.
Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk akar, daun, kayu, kulit,
tepung sari, nectar, bunga, buah, dan biji. Penyebaran jenis flavonoid pada golongan tumbuhan
yang terbesar, yaitu angiospermae. Pentingnya dari penyebaran flavonoid dalam tumbuhan ialah
adanya kecenderungan kuat bahwa tumbuhan yang secara taksonomi berkaitan dengan
menghasilkan flavonoid yang jenisnya serupa (Markham, 1988). Tanaman yang mengandung
senyawa flavonoid dapat digunakan sebagai anti kanker, antioksidan, anti inflamasi, antialergi
dan antihipertensi (Fauziah,2010).
Sifat berbagai golongan flavonoid dapat dilihat pada table 1 :
2.3 Karakteristik dan identifikasi senyawa flavonoid
Karakteristik flavonoid didasarkan atas reaksi warna dan kelarutannya. Jika tidak ada
pigmen yang mengganggu, flavonoid dapat dideteksi dengan uap amonia dan memberikan
X X
warna spesifik untuk masing-masing golongan.Tabel II untuk melihat reaksi warna flavonoid dan
pada table III penafsiran bercak dari segi struktur flavonoid.
a. Uji Warna :
Pereaksi Wilstater
Salah satu tabung reaksi yang telah berisikan asam klorida pekat ditambahkan 3-4 butir
logam magnesium (Mg). Amati perubahan warna yang terjadi dalam 10 menit. Apabila terbentuk
X
warna, diencerkan dengan air secukupnya dan tambahankan 1 ml oktil alkohol. Kocok kuat-kuat
dan biarkan dan amati perubahan warna pada masing-masing lapisan pelarut. Apabila terjadi
X
pembentukan atau perubahan warna menunjukkan reaksi positif terhadap flavonoida dan
X
sianidin.
Preaksi Bate-Smith dan Metcalf
Tabung reaksi yang lainnya, setelah penambahan asam klorida pekat amati perubahan
warnanya. Kemudian panaskan diatas penangas air selama 15 menit dan amati perubahan warna
X X
dalam waktu 1 jam. Apabila terjadi perubahan warna merah intensif atau violet menunjukkan
adanya leukoantosianin. X
Kromatografi lapis tipis (KLT) yaitu metode pemisahan fisikokimia yang didasarkan pada
perbedaan distribusi molekul-molekul komponen diantara dua fase (fase gerak/eluen dan fase
X
diam/adsorben) yang berbeda tingkat keplarannya. Kromatografi lapis tipis adalah bentuk
kromatografi planar yang digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya
hidrofob seperti lipida-lipida dan hidrokarbon (Sastromahidjojo,1991). Prinsip dari pemisahan
X
kromatografi lapis tipis yaitu perbedaan sifat fisik dan kimia dari senyawa yaitu kecenderungan
dari molekul untuk melarut dalam cairan, kecenderungan molekul untuk menguap dan
kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan (Hendayana,2006).
X X
Gelsilika (atau alumina) adalah fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis
X
seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendar flour dalam sinar ultraviolet.
Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina-aluminium oksida. Atomaluminium
pada permukaan juga memiliki gugus -OH. Fase Gerak Dalam kromatografi, eluent adalah fase
gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan untuk melewati fase diam
X
Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen.
Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau campuran pelarut
tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis adsorben sebuah
X
lapis tipis silika. Penggolongan ini dikenal sebagai dereteluotropik pelarut. Suatu pelarut yang
bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang relatif tak polar dari ikatannya dengan
alumina (gel silika).
X
Kromatografi lapis tipis sebagai pemisahan senyawa secara cepat dengan menggunakkan zat
X
penyerap berupa serbuk halus yang dipaliskan secara merata pada lempeng kaca. Lempeng yang
dilapis, dapat dianggap sebagai “kolom kromatografi terbuka” dan pemisahan dapat didasarkan
pada penyerapan, pembagiam atau gabungannya, tergantung dari jenis zat penyerap dan cara
pembuatan lapisan zat penyerap dan jenis pelarut. Kromatografi lapis tipis dengan penyerap
penukar ion dapat digunakan untuk pemisahan senyawa polar. Harga Rf yang didapat pada
X
kromatografi lapis tipis ini tidak tetap, jika dibandingkan dengan kromatografi kertas. Dirjen
POM,1979, hal. 782). X
c. Nilai Rf
Nilai Rf dianggap dianggap sebagai perbandingan jarak yang ditempuh oleh senyawa pada
permukaan fase diam lalu dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut sebagai fase gerak.
Semakin besar nilai Rf maka semakin besar juga jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat
X
kromatografi lapis tipis. Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi
X
kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan beriteraksi
dengan absorben polar dari plat kromatografi lapis tipis (Handayani, 2008).
Ada beberapa factor yang menentukan harga Rf yaitu (Underwood, 1999): X
- Pelarut disebabkan pentingnya koefisien, maka perubahan yang sangat kecil dalam
X
Harga Rf berjangka antara 0,00 - 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua decimal.
(Sastrohamidjojo,1991).
BAB III
PROSEDUR KERJA
PROSEDUR KERJA
a. Preparasi Sampel
1. 0,3 gram ekstrak dikocok dengan 3 ml n-heksana berkali-kali dalam tabung reaksi
sampai fase n-heksana tidak berwarna.
2. Residu dilarutkan dalam 20 mL etanol dan dibagi menjadi 4 bagian, masing-masing
disebut sebagai larutan IIIA, IIIB, IIIC, dan IIID.
b. Reaksi Warna
Uji Wilstater
1. Larutan IIIA dijadikan sebagai blanko, larutan IIIC ditambah 0,5 ml HCL pekat
dan ditambah 4 potong magnesium.
2. Diamati perubahan warna yang terjadi, lalu diencerkan dengan 2 mL air suling
melewati dinding tabung, kemudian ditambah 1 ml butanol secara perlahan-lahan
melewati dinding tabung.
3. Diamati warna yang terjadi disetiap lapisan. Perubahan warna jingga
menunjukkan adanya flavon, merah pucat menunjukkan adanya flavonol, dan
merah tua menunjukkan adanya flavanon.
c. Kromatograpi Lapis Tipis (KLT)
Lakukan Kromatograji lapis tipis seperti yang tertera pada Kromatografi <61 > dengan
parameter sebagai berikut :
2. Reaksi Warna
a. Uji Bate-Smith dan Metcalf
Larutan IIIA sebagai blanko, larutan IIIB + 0,5 ml HCL pekat dan
diamati perubahan warna yang terjadi.
.
Bandingkan dengan blanko, bila menjadi warna merah terang atau
ungu = senyawa leukoantosianin.
a. Uji Wilstater
JIngga = Flavon
Merah pucat = Flavonol
Merah tua = Flavonon
3. Kromatografi Lapis Tipis