Anda di halaman 1dari 15

PRAKTIKUM FITOKIMIA

TUGAS 1
IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOIDA
(Ekstrak Piper nigrum)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitokimia

KELOMPOK : 1
KELAS : D
1. Muhamad Lutfi Irfan Syafii (202010410311042)
2. Diva Salesia (202010410311108)
3. Tyara Kusuma Wardhani Wahyudi (202010410311301)
4. Hana Septi Widiani (202010410311334)

DOSEN PEMBIMBING :
apt. SITI ROFIDA, S.Si, M.Farm
apt. AMALIYAH DINA ANGGRAENI, M.Farm
apt. DITA AYUNITA WINATA, S.Farm
DHEA AULIA PUTRI., S.Farm

PROGRAM STUDI ILMU FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2023
1.1 Tujuan

 Memberikan pengalaman praktek bagi mahasiswa untuk melakukan skrining me


tabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan.
 Mahasiswa mampu melakukan proses skrining fitokimia dilakukan secara kualit
atif dengan metode uji warna dan kromatografi lapis tipis (KLT).
 Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan alkaloida dalam ta
naman.
1.2 Tinjauan Pustaka
I. Lada Hitam (Piper nigrum L.)
A. Definisi Lada Hitam (Piper nigrum L.)
Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu tanaman rempah dimana
negara produsen terbesar di dunia adalah Indonesia, India, Malaysia dan Brasil.
Secara tradisional tanaman lada diperbanyak dari sulur panjat, sehingga dalam
budidaya memerlukan tiang panjat yang dapat berupa tegakan mati atau tegakan
hidup. Lada atau merica (Piper nigrum L.) merupakan tanaman rempah-rempah
yang banyak digunakan dan dimanfaatkan bijinya. Merica memiiki beberapa
variasi yaitu hitam, putih, dan hijau. Lada hitam dihasilkan dari buah yang masih
hijau atau buah yang masih muda. Buah ini disiram air panas, dibersihkan dan
disiapkan untuk pengeringan. Panas mempercepat pemecahan dinding sel lada
dan mempermudah dalam pembersihannya. Pengeringan selanjutnya dilakukan
dengan sinar matahari atau mesin dalam beberapa hari untuk menciutkan
bijinya. Pada saat itu lada berubah menjadi warna kehitaman yang sekarang
disebut lada hitam. (F. S. Ningrum et al., 2018)
Lada Hitam merupakan salah satu rempah yang paling tua dan populer di
dunia. Tanaman hijau ini tumbuh merambat sejak zaman dahulu di pesisir pantai
Malabar, India. Lada hitam didefinisikan sebagai buah yang belurn matang Piper
Nigrum, digunakan dalam bentuk kering sebagai bumbu masakan. Lada
hitammerupakan rempah yang paling tua dan paling banyak digunakan sebagai
bumbu, baunya sangat tajam. Di India tanaman ini banyak dihasilkan dan
terkonsentrasi didi bagian selatan dan bagiaan India yang beriklim tropis
Iainnya. Rempah ini berasal cari tanaman Piper Nigrum yang tumbuh merambat,
Untuk mendapatkan lada hitam, buah daari tanaman dipilih waktu masih belum
sepenuhnya matang, kemudian difermentasi lalu dikeringkan di bawah matahari
sampai kandungan airnya hilang dan warnanya berubah menjadi cokelat
kehitaman.
B. Taksonomi Lada Hitam (Piper nigrum L.)
Menurut Tjitrosoepomo (2007), klasifikasi tanaman Lada hitam (Piper nigrum
L.) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Piperales

Familia : Piperaceae

Genus : Piper

Species : Piper nigrum L.

Piper nigrum L atau lada merupakan raja rempah-rempah, karena memiliki


bau yang sangat menyengat. Lada hitam sendiri mengandung amida fenolat,
asam fenolat, dan flavonoid yang bersifat antioksidan kuat. Selain itu juga
mengandung piperin yang diketahui sebagai obat analgesik, antipiretik,
antiinflamasi, serta memperlancar proses pencernaan (Meghwal dan Goswaml,
2012). Piperin adalah senyawa alkaloid yang paling banyak terkandung dalam
lada hitam dan semua tanaman yang termasuk dalam family piperaceae (evan,
1997).
Lada hitam yang belum masak yang mengandung kadar minyak atsiri atau
tidak kurang dari ¼ b/v lada hitam ini memiliki bau aromatic khas dan rasa yang
pedas. Simplisia dari piperis nigri Fructus mengandung minyak atsiri berupa
dipanten, limonene, alkaloida piperisa, dll. Tanaman ini banyak digunakan
sebagai local iritan dan karminativ (Materia Medika Indonesia IV, 1980).

C. Morfologi Lada Hitam (Piper nigrum L.)


Tanaman merica hitam berupa tanaman yang memanjat, dengan akar
pelekat, batang 5-15 m. Daun berseling atau tersebar, bertangkai, dengan daun
penumpu yang mudah gugur dan meninggalkan berkas yang berupa suatu
lingkaran. Helaian daun bulat telur, memanjang dengan ujung meruncing, 5-15
cm x 8-20 cm, pada sisi buah pada kelenjar-kelenjar yang tenggelam. Bulir
terpisah- pisah, bergantungan terdapat pada ujung atau berhadapan dengan daun.
Daun pelindung memanjang, 4-5 mm panjang. Buah berupa buah buni, bangun
bulat (Tjitrosoepomo, 2005).

Lada termasuk tanaman dikotil, bijinya akan tumbuh membentuk akar


lembaga dan berkembang menjadi akar tunggang. Saat ini akar tunggang tidak
banyak ditemukan pada tanaman lada karena pembiakannya dilakukan melalui
setek, yang ada hanya akar lateral saja. Akar lada akan terbentuk pada buku-
buku ruas batang pokok dan cabang. Akar lateral dengan serabut yang tebalnya
sekitar 30 cm berada didalam lapisan tanah bagian atas (top soil). Akar ini dapat
masuk kedalam tanah 1-2 meter. Jumlah akar lateral rata- rata 10-20 buah
dengan panjang 3-4 meter (Rismunandar, 2003).

D. Manfaat Lada Hitam (Piper nigrum L.)


Manfaat lada hitam secara umum : Sebagai bumbu masakan, bahan baku
industri makanan, Sebagai bahan obat-obatan, Sebagai bahan minyak lada,
Sebagai tumbuhan afrodisiak, Sebagai campuran pembuatan minuman,
Membantu mencegah perkembangan kanker payudara (diekstrak dengan kunyit),
Mengurangi perut kembung, Lada dimanfaatkan untuk produksi kosmetik,
Menyembuhkan encok, Sebagai bahan balsam lada dalam bentuk krim,
Digunakan dalam pengobatan Ayurvedic untuk merangsang sistem pencernaan
dan digunakan untuk pengobatan mual, kurang nafsu makan. (Sulhatun et al.,
2013)
E. Kandungan Senyawa Kimia Lada Hitam (Piper nigrum L.)
Lada hitam mengandung antara lain alkaloid piperin (5,3-9,2%), kavisin
(sampai 1%) dan metil-pirolin; minyak atsiri (1,2-3,5%); lemak (6,5 7,5%);
pati(36-37%) dan serat kasar (±14%) (Kolhe et al., 2009).
Senyawa utama dalam lada yaitu piperin memiliki berbagai aktivitas
farmakologi antara lain, antioksidan, antiinflamantori, antidepresan, karminatif,
analgesik, antitiroid, antihipertensi, antitumor, anti-astma, antikolesterol,
antidiabetes, hepatoprotektif, antiartritik, anti-mikobakterial, dan meningkatkan
fertilitas (Singh dan Duggal, 2009).

II. Alkaloida
A. Definisi Senyawa Alkaloida

Alkaloida adalah senyawa organik yang terdapat di alam bersifat basa


atau alkali karena adanya atom (N) dalam molekul senyawa tersebut (Ikon,
1996). Alkaloida memiliki beberapa sifat umum, diantaranya :
1. Tidak larut atau sukar larut dalam air (alkaloida yang bentuk garam
mudah larut dalam air).
2. Alkalida bersifat basa larut dalam ester, CHCl3 atau pelarut organik
lainnya.
3. Kebanyakan alkaloida berbentuk Kristal padat, beberapa amorf.
4. Ikatan N dalam alkaloid biasanya dalam bentuk amin primer,
sekunder, tersier, kuartener, ammonium hdroksida dan semua ikatan
N ini bersifat basa. ( Ragers MF, Wink M 1998).
B. Fungsi Alkaloida dalam Tanaman
Sejumlah penjelasan logis yang baik, teori dan prinsip telah
dikedepankan dengan pertimbangan fungsi alkaloid atau alasan yang
memungkinkan mengenai keberadaan alkaloid di dalam tanaman. Akan sangat
penting untuk megetahui lebih dalam dan mungkin memikirkan dengan lebih
baik mengenai kemungkinan pengetahuan tertentu yang telah diperoleh selama
beberapa tahun jika dijelaskan berdasarkan fungsi alkaloid, yaitu :
1. Sebagai zat beracun yang letaknya strategis di tumbuhan sehingga
dapat melindungi tumbuhan tersebut terhadap hewan herbivora atau
serangga.
2. Sebagai by product yang mungkin pada berbagai reaksi detoksifikasi
yang merupakan senyawa pelindung metabolik.
3. Sebagai faktor pertumbuhan yang sangat teratur, dan
4. Sebagai zat cadangan pada tumbuhan yang menyuplai nitrogen atau
unsur penting lainnya terhadap pengaturan sumber yang tersedia pada
tumbuhan tersebut. (Materia Medika Indonesia IV, 1980)
C. Pembagian Golongan Alkaloida
1. Berdasarkan jenis cincin heterosiklik nitrogen:
a. Golongan Piridina : piperine, trigonelline, arecoline,
cytisine,lobeline,nikotina.
b. Golongan Pyrrolidine :hygrine, cuscohygrine, nikotina
c. Golongan Tropane :atropine, kokaina, scopolamine,
d. Golongan Kuinolina :kuinina, kuinidina, dihidrokuinina,
dihidrokuinidina, strychnine, brucine, veratrine, cevadine
e. Golongan Isokuinolina :alkaloid-alkaloid opium (papaverine,
narcotine, narceine), hydrastine, emetine.
f. Alkaloid Fenantrena :alkaloid-alkaloid opium (morfin, codeine,
thebaine)
g. Golongan Phenethylamine: mescaline, ephedrine, dopamin
h. Golongan Indola :
 Tryptamines: serotonin, psilocybin
 Ergolines (alkaloid-alkaloid dari ergot ): ergine, ergotamine,
lysergic Acid
 Beta-carboline: harmine, harmaline, tetrahydroharmine
 Alkaloid Vinca: vinblastine, vincristine
2. Berdasarkan jenis tumbuhan darimana alkaloida ditemukan
Cara ini digunakan untuk menyatakan jenis alkaloida yang
pertama-tama ditemukan pada suatu jenis tumbuhan. Berdasarkan cara
ini, alkaloida dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu:
a. Alkaloida tembakau,
b. Alkaloida amaryllidiaceae,
c. Alkaloida erythrine dan lainnya.
3. Berdasarkan asal-usul biogenetik.
Dari biosintesa alkaloida menunjukkan bahwa alkaloida berasal
dari beberapa asam amino yang dapat dibedakan menjadi :
a. Alkaloida alisiklik (berasal dari asam-asam amino ornitrin &
lisin)
b. Alkaloida aromatik jenis fenilalanin (berasal dari fenilalanin,
tirosin & 3,4- dihidrofenilalanin) Alkaloida aromatik jenis
indol (berasal dari triptopan)
4. Menurut Hegnauer, merupakan system klasifikasi yang paling banyak
diterima:
a. Alkaloida sesungguhnya
Alkaloida ini merupakan racun, senyawa tersebut menunjukkan
aktivitas fisiologis yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa,
umumnya mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklik,
diturunkan dari asam amino, biasanya terdapat dalam tanaman
sebagai garam asam organik. Ada pengecualian “aturan” tersebut
adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa dan
tidak memiliki cincin heterosiklik dan alkaloid quartener, yang
bersifat agak asam daripada bersifat basa.
b. Protoalkaloida
Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana
nitrogen dan asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik.
Protoalkaloida diperoleh berdasarkan biosintesis dari asam amino
yang bersifat basa. Pengertian ”amin biologis” sering digunakan
untuk kelompok ini. Contoh, adalah meskalin, ephedrin dan, N-
dimetiltriptamin.
c. Pseudoalkaloida
Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino.
Senyawa biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloid yang penting
dalam khas ini, yaitu alkaloid steroidal (contoh: konessin) dan purin
(kaffein).
D. Identifikasi Senyawa Alkaloida
Cara identifikasi : sebanyak 5 ml sampel dibasakan dengan laritan
amonium 10% (tes dengan kertas pH) kemudian dipartisi dengan kloroform (2 X
5ml). Fraksi kloroform digabungkan lalu diasamkan dengan HCl 1 M. Larutan
asam dipisahkan dan diuji dengan pereaksi dragendorf atau mayer. Endapan
kuning jingga atau putih menunjukan adanya alkaloid (Materia Medika
Indonesia IV, 1980).
Tujuan penambahan Ammonia berfungsi untuk membasakan dan
pengendapan alkaloid agar dapat diperoleh alkaloid dalam bentuk garam atapun
alkaloid dalam bentuk basa bebas. Kloroform digunakan dengan tujuan dapat
menarik senyawa alkaloid karena alkaloid mempunyai kelarutan yang baik
dalam kloroform, alkohol, tetapi tidak larut dalam air meskpun dapat larut dalam
air panas. Setelah itu diberikan pereaksi dragendorf dimana jika terbentuk
endapan kuning jingga berarti terdapat alkaloid atau pereaksi mayer bila terdapat
endapan putih menunjukan adanya alkaloid (Materia Medika Indonesia IV,
1980).
Ekstraksi senyawa alkaloida dilakukan dengan metode maserasi. Metode
ini dipilih karena pekerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah
diperoleh maseratnya serta proses perendaman yang cukup lama dapat
diharapkan dapat menarik lebih banyak zat aktif yang terkanddung didalam
simplisia. (Materia Medika Indonesia IV, 1980).
Reaksi pengendapan, dibagi dalam 4 golongan sebagai berikut :
1. Golongan I : Larutan percobaan dengan alkaloida membentuk garam
yang tidak larut, asam slikowol franat, asam fosfomolibdat LP, dan asam
fosfowolframat LP.
2. Golongan II : Larutan percobaan yang dengan alkaloida membentuk
senyawa kompleks bebas,kemudian memebentuk endapan; bouchardat LP
dan Wagner LP.
3. Golongan III : Larutan percobaan yang dengan alkaloida membentuk
senyawa yang tidak larut; mayer LP, dragendorff LP, dan marmer LP.
4. Golongan IV : Larutan percobaan yang dengan alkaloida membentuk
ikatan asam organic dengan alkaloida; Harger LP.

Prosedur :

Meliputi ekstraksi sekitar 20 gram bahan tanaman kering yang disebut


dengan 80% etanol setelah dingin, disaring. Residu dicuci dengan 80% etanol
dan kumpulan filtrat diuapkan residu yang tertinggal dilarutkan dalam air,
diasamkan dengan asam klorida 1% dan diendapkan dengan pereaksi mayer atau
dengan bila hasil positif maka konfirmasi test dilakukan dengan cara larutan
yang bersifat asam menghasilkan endapan dengan pereaksi tersebut, berarti
tanaman mengandung alkaloida. Basa berate juga harus diteliti untuk
menentukan alkaloid quartener.(Materia Medika Indonesia IV, 1980).
III. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi adalah proses pemisahan yang tergantung pada perbedaan
distribusi campuran komponen antara fase gerak dan fase diam. Fase diam
dapat berupa pembentukan kolom dimana fase gerak dibiarkan untuk
mengalir (kromatografi kolom) atau berupa pembentukan lapis tipis dimana
fase gerak dibiarkan untuk naik berdasarkan kapilaritas (kromatografi lapis
tipis). (Christian, 1994; Skoog, 1993).
Kromatografi lapis tipis termasuk kromatografi adsorpsi, dimana sebagai
fase diam digunakan zat padat yang disebut adsorben (penyerap) dan fase
gerak adalah zat cair yang disebut sebagai larutan pengembang (Gritter dkk.,
1991).
Kromatografi Lapis Tipis digunakan untuk memisahkan senyawa-
senyawa yang sifatnya hidrofob seperti lipida-lipida dan hidrokarbon.
Sebagai fase diam digunakan senyawa yang tak bereaksi seperti silika gel
atau alumina. Silika gel biasa diberi pengikat yang dimaksudkan untuk
memberikan kekuatan pada lapisan dan menambah adesi pada gelas
penyokong. Pengikat yang biasa digunakan adalah kalsium sulfat
(Sastrohamidjojo, 2002). Metode dalam KLT dapat dihitung nilai Retention
factor (Rf) dengan persamaan :

Tetapi pada gugus-gugus yang besar dari senyawa-senyawa yang


susunannya mirip, sering kali harga Rf berdekatan satu sama lainnya
(Sastrohamidjojo, 2002).
IV. Prosedur Kerja
A. Skema Kerja
1. Preparasi Sampel
a. Ekstrak sebanyak 0,9 gram ditambah etanol ad larut, ditambah 5
ml HCl 2N, dipanaskan di atas penangas air selama 2-3 menit,
sambil diaduk.
b. Setelah dingin ditambah 0,3gram NaCl, diaduk rata kemudian
disaring.
c. Filtrat ditambah 5 ml HCl 2N. Filtrat dibagi tiga bagian dan
disebut sebagai larutan IA, IB dan IC.
2. Reaksi Pengendapan
a. Larutan IA ditambah pereaksi Mayer, larutan IB ditambah
dengan pereaksi wagner larutan IC dipakai sebagai blanko.
b. Adanya kekeruhan atau endapan menunjukkan adanya alkaloid.
3. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Pengujian kualitatif senyawa alkaloid ekstrak Piper nigrum dengan
metode kromatografi lapis tipis sesuai dengan Farmakope Herbal
Indonesia edisi 2 tahun 2017
B. Bagan Alir
1. Preparasi Sampel

Ditimbang Ekstrak Piper Ditambahkan etanol ad Ditambahkan 5 ml HCL 2N


nigrum L. sebanyak 0,9 g larut

Dipanaskan diatas penangas air


Setelah dingin ditambah selama 2-3 menit sambal diaduk
0,3 g NaCL

Filtrat dibagi tiga bagian dan


Diaduk rata dan Filtrat ditambah 5 ml
kemudian disaring HCL 2N disebut larutan IA, IB, IC
2. Reaksi Pengendapan

Larutan IA ditambah Larutan IB ditambah Larutan IC dipakai


pereaksi Mayer pereaksi Magner sebagai blanko

Adanya kekeruhan atau endapan menunjukkan adanya alkaloid

3. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Larutan IC (+) NH₄OH pekat 28% sampai larutan menjadi


basa

Didalam tabung reaksi, diekstraksi dengan 5 ml kloroform

Filtrat CHCL₃ diuapkan sampai kering

Lalu dilarutkan dalam metanol (1 ml) dan siap untuk pemeriksaan dengan
KLT

Fase diam: Kiesel gel GF 254 Jika timbul warna jingga


menunjukkan adanya alkaloid dalam
Fase gerak: CHCL3-Etil asetat (1:1)
ekstrak
Penampak noda: Pereaksi dragendorf
C. Skema Kerja (gambar)
1. Preparasi Sampel

Ditimbang ekstrak Ekstrak lalu Diukur HCL 2N


sebanyak 0,9 ditambah etanol sebanyak 5 ml lalu
gram ad larut ditambahkan pada
beakerglass

Filtrat ditambah 5 ml
HCl 2N. Filtrat dibagi
Setelah dingin
tiga bagian dan disebut
ditambah 0.3 gram
sebagai larutan IA,IB, Lalu diletakkan pada cawan
NaCl, diaduk rata
IC porselin dan dipanaskan diatas
kemudian disaring
penangas air selama 2-3 menit,
sambil diaduk.

2. Reaksi Pengendepan

IA IB IC

Larutan IA ditambah pereaksi Mayer, larutan IB ditambah


dengan pereaksi Wagner, larutan IC dipakai sebagai blanko
*Adanya kekeruhan atau endapan menunjukkan adanya alkaloid
3. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Filtrat (Fase CHCL3) Kemudian


dilarutkan dalam
diuapkan sampai
methanol (1mL)
kering, dan siap untuk
pemeriksaan
IC dengan KLT.
Larutan IC ditambah NH4OH pekat 28%
sampai larutan menjadi basa, kemudian
diekstraksi dengan 5ml kloroform (dalam
tabung reaksi).

Fase diam: Kiesel gel


GF254

Jika timbul warna Fase gerak: CHCL3 – Etil


jingga menunjukkan asetat (1:1)
adanya alkaloid
Penampak noda :
dalam ekstrak
Pereaksi Dragendorf
DAFTAR PUSTAKA

Febriyanti, A. P., Iswarin, S. J., & Susanti, S. (2018). PENETAPAN KADAR PIPERIN
DALAM EKSTRAK BUAH LADA HITAM (Piper nigrum Linn.) MENGGUNAKAN
LIQUID CHROMATOGRAPHY TANDEM MASS SPECTROMETRY (LC–MS/MS).
Jurnal Ilmiah Farmasi Farmasyifa, 1(2), 69–79. https://doi.org/10.29313/jiff.v1i2.3160

Ningrum, F. S., Hanum, C., & Purba, E. (2018). Karakteristik Morfologi Lada Perdu
(Piper nigrum L.) Varietas Natar 1 dan Natar 2 Toleran Cekaman Naungan.
Agroekoteknologi, 6(4), 708–714.

Ningrum, R., Purwanti, E., & Sukarsono. (2016). Identifikasi Senyawa Alkaloid dari
Batang Karamunting ( Rhodomyrtus tomentosa ) Sebagai Bahan Ajar Biologi Retno
Ningrum et al ., Identifikasi Senyawa Alkaloid Indonesia merupakan Negara dengan
kekayaan alam yang melimpah . Hampir segala jenis tumbuhan da. Jurnal Pendidikan
Biologi Indonesia, 2(3), 231–236. https://media.neliti.com/media/publications/118168-
ID- none.pdf%0Ahttp://eprints.umm.ac.id/20887/

Sulhatun, Jalaluddin, & Tisara. (2013). Pemanfaatan Lada Hitam Sebagai Bahan Baku
Pembuatan Oleoresin dengan Metode Ekstraksi. Jurnal Teknologi Kimia Unimal, 2(2),
16–30.

Tjitrosoepomo, G. (2005). Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Cetakan ke-2.

Yogyakarta. Gadjah Mada University Press Farmakope Herbal Indonesia Edisi II Tahun
2017

Anda mungkin juga menyukai