Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

FITOKIMIA

TUGAS 1

Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloida

(Ekstrak Piper nigrum L.)

Nama : Apriyantinor Utami

NIM : 201510410311060

Kelas : Farmasi C

Kelompok : 7 (Tujuh)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
A. Tujuan Praktikum
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan alkaloida
dalam tanaman.

B. Tinjauan Pustaka
a. Tinjauan Tanaman
Lada atau yang disebut juga merica (Piper nigrum L.) berasal dari famili
Piperaceae (Vasavirama dan Upender, 2014). Pada umumnya lada hitam (black
pepper) dimanfaatkan sebagai bumbu dapur, sama halnya dengan lada putih (white
pepper). Lada putih diperoleh dari buah lada hitam yang buah-buahnya dipetik selagi
masih hijau atau hampir masak, direndam untuk memudahkan pengupasan lapisan
luar perikarp, lalu dijemur sampai kering (Kartasapoetra, 2004).
Lada hitam memiliki ciri mikroskopis, epicarp tersusun dari satu lapis sel
epidermis yang sel-selnya berbentuk pesergi empat membulat, berisi hablur kecil
berbentuk prisma dan zat berwarna coklat tua sampai kehitaman. (Meteria Medica
Jilid V 105-106). Daun tanaman lada merupakan daun tunggal, berseling dan tersebar
(Tjitrosoepomo, 2004).
Buah lada hitam mengandung alkaloid dan minyak atsiri dengan komponen
felandren, dipenten, kariopilen, entoksilen, dan limonen (Depkes RI, 1980). Lada
hitam juga mengandung antara lain alkaloid piperin (5,3-9,2%), kavisin (sampai 1%)
dan metil-pirolin; minyak atsiri (1,2-3,5%); lemak (6,5-7,5%); pati (36-37%) dan
serat kasar (±14%) (Loo, 1987). Buah lada putih mengandung alkaloid seperti
piperin, kavisin, dan metilpirolin, serta minyak atsiri, lemak dan pati. Kandungan
utama dalam lada adalah alkaloid piperin. Piperin memiliki rumus molekul
C17H19NO3 atau (E,E)-1-[5-(1,3-benzodioksol-5-il)-1-okso-2,4-pentadienil]
piperidin, diperoleh dalam bentuk prisma monosiklik dari alkohol dengan titik lebur
130°C, 1 g piperin larut dalam 15 mL etanol, 36 mL eter dan hampir tidak larut dalam
air (Kar, 2014). Piperin berbentuk kristal berwarna putih kekuningan dan merupakan
alkaloid dari golongan piperidin yang memiliki sifat hampir tidak larut dalam air (40
mg/L pada suhu 18°C), namun mudah larut dalam alkohol (1 g/15 mL) dan eter (1
g/1,7 mL) (Vasavirama dan Upender, 2014).
Piperin memiliki khasiat sebagai antiinflamasi, antimalaria, menurunkan
berat badan, menurunkan demam, menetralkan racun bisa ular, antiepilepsi,
membantu meningkatkan penyerapan vitamin tertentu (Kolhe et al., 2009).
Piperin memiliki aktivitas sebagai analgesik dan antipiretik pada tikus, dan
menunjukkan hasil yang sebanding dengan indometasin sebagai obat standar (Sabina
et al., 2013).
Kualitas ekstrak buah lada dipengaruhi oleh kandungan dan kadar senyawa
kimia di dalamnya. Proses ekstraksi buah lada hitam dalam skala industri digunakan
pelarut etanol 60% (Agoes, 2009).
Senyawa piperin merupakan senyawa identitas yang paling banyak
terkandung dalam buah lada serta memiliki beragam khasiat pengobatan, maka perlu
dipisahkan secara selektif melalui penyarian atau ekstraksi. Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya, metode ekstraksi yang paling baik digunakan
untuk mengisolasi piperin dari buah cabe jawa adalah ekstraksi dengan alat sokhlet
jika dibandingkan dengan metode maserasi yang dianalisis menggunakan metode
KLT-densitometri. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar piperin pada
ekstrak cabe jawa yang diekstraksi dengan alat sokhlet dengan pelarut etanol 95%
lebih tinggi yaitu 15,75% dibandingkan dengan kadar piperin pada ekstrak cabe jawa
menggunakan metode maserasi yaitu sebesar 8,83% (Istiqomah, 2013).
Penelitian ini didesain untuk mengetahui kadar piperin dalam ekstrak buah
lada hitam dan lada putih yang diekstraksi dengan alat sokhlet menggunakan variasi
konsentrasi etanol sehingga diharapkan dapat diperoleh informasi mengenai
konsentrasi etanol yang dapat menghasilkan kadar piperin tertinggi pada ekstrak
buah lada dan bermanfaat untuk pengembangan obat tradisional.
b. Klasifikasi Lada Hitam
Klasifikasi dari tanaman lada:
Divisi : Magndrophyta
Kelas : Magnolipisida
Anak Kelas : Magnolidae
Bangsa : Piperales
Suku : Piperaceae
Marga : Piper
Spesies : Piper ningrum L.

c. Golongan Senyawa Alkaloida


Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder terbanyak yang memiliki atom
nitrogen, yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan dan hewan. Sebagian besar
senyawa alkaloid bersumber dari tumbuh-tumbuhan, terutama angiosperm. Lebih
dari 20% spesies angiosperm mengandung alkaloid (Wink, 2008).

Klasifikasi alkaloida dapat dilakukan berdasarkan beberapa cara:


1. Berdasar jenis cincin heterosiklik nitrogen
a. Golongan Piridina: piperine, trigonelline, arecoline, cytisine, lobeline,
nikotina.
b. Golongan Pyrrolidine: hygrine, cuscohygrine, nikotin.
c. Golongan Tropane: atropine, kokaina, scopolamine,
d. Golongan Kuinolina: kuinina, kuinidina, dihidrokuinina, dihidrokuinidina,
strychnine, brucine, veratrine, cevadine
e. Golongan Isokuinolina: alkaloid-alkaloid opium (papaverine, narcotine,
narceine), sanguinarine, hydrastine, berberine, emetine, berbamine,
oxyacanthine
f. Alkaloid Fenantrena: alkaloid-alkaloid opium (morfin, codeine, thebaine)
g. Golongan Phenethylamine: mescaline, ephedrine, dopamine
h. Golongan Indola:
- Tryptamines: serotonin, psilocybin
- Ergolines (alkaloid-alkaloid dari ergot ): ergine, ergotamine, lysergic acid
- Beta-carboline: harmine, harmaline, tetrahydroharmine
- Alkaloid Vinca: vinblastine, vincristine
2. Berdasarkan jenis tumbuhan darimana alkaloida ditemukan
Cara ini digunakan untuk menyatakan jenis alkaloida yang pertama-tama
ditemukan pada suatu jenis tumbuhan. Berdasarkan cara ini, alkaloida dapat
dibedakan atas beberapa jenis yaitu:
a) Alkaloida tembakau,
b) Alkaloida amaryllidiaceae,
c) Alkaloida erythrine dan lainnya.

3. Berdasar asal-usul biogenetik.


Cara ini sangat berguna untuk menjelaskan hubungan antara berbagai alkaloida
yang diklasifikasikan berdasar berbagai jenis cincin heterosiklik. Dari biosintesa
alkaloida, menunjukkan bahwa alkaloida berasal dari hanya beberapa asam amino
tertentu saja. Dapat dibedakan:
a. Alkaloida alisiklik (berasal dari asam-asam amino ornitrin & lisin)
b. Alkaloida aromatik jenis fenilalanin (berasal dari fenilalanin, tirosin & 3,4-
dihidrofenilalanin)
c. Alkaloida aromatik jenis indol (berasal dari triptopan)

4. Menurut Hegnauer, merupakan system klasifikasi yang paling banyak diterima:


a. Alkaloida sesungguhnya
Alkaloida ini merupakan racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas
fisiologis yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa, umumnya
mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklik, diturunkan dari asam amino,
biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam asam organik. Ada
pengecualian “aturan” tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang
bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklik dan alkaloid
quartener, yang bersifat agak asam daripada bersifat basa.
b. Protoalkaloida
Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen dan
asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloida
diperoleh berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa.
Pengertian ”amin biologis” sering digunakan untuk kelompok ini. Contoh,
adalah meskalin, ephedrin dan, N-dimetiltriptamin.
c. Pseudoalkaloida
Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa
biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloid yang penting dalam khas ini,
yaitu alkaloid steroidal (contoh: konessin) dan purin (kaffein).

Piperin (1–piperilpiperidin ) C17H19O3N merupakan alkaloid dengan inti


piperidin. Piperin berbentuk kristal berwarna kuning dengan titik leleh 127-
129,50C, merupakan basa yang tidak optis aktif, dapat larut dalam alkohol,
benzena, eter, dan sedikit larut dalam air (Anwar,dkk.1994).
Piperin terdapat dalam beberapa spesies piper dan dapat dipisahkan baik dari
lada hitam maupun lada putih. Selain itu piperin juga dapat ditemukan pada
cabe jawa. Kandungan piperin biasanya berkisar antara 5-92%
(Anwar,dkk.1994).

Struktur piperin adalah sebagai berikut :

N
CO CH O CH2
HC CH
HC O

Manfaat alkaloid bagi tumbuhan adalah sebagai berikut:


a) Pada beberapa kasus, alkaloid dapat melindungi tumbuhan dari serangan
parasit atau pemangsa tumbuhan. Meskipun dalam beberapa peristiwa
bukti yang mendukung fungsi ini tidak dikemukakan, ini barangkali
merupakan konsep yang direka-reka dan bersifat “manusia sentries”.
b) Alkaloid dapat berlaku sebagai pengatur tumbuh karena segi struktur,
beberapa alkaloid menyerupai pengatur tumbuh. Beberapa alkaloid
merangsang perkecambahan, yang lainnya menghambat.
c) Semula disarankan oleh Liebig bahwa alkaloid, karena sebagian bersifat
basa, dapat mengganti basa mineral dalam mempertahankan
kesetimbangan ion dalam tumbuhan. Sejalan dengan saran ini,
pengamatan menunjukkan bahwa pelolohan nikotina ke dalam biakan akar
tembakau meningkatkan ambilan nitrat. Alkaloid dapat pula berfungsi
dengan cara pertukaran dengan kation tanah.

d. Cara Melakukan Identifikasi Golongan Senyawa


1. Reaksi pengendapan
Larutan percobaan untuk pengendapan alkaloida dibagi dalam 4 golongan
sebagai berikut:
Golongan I :larutan percobaan dengan alkaloida membentuk garam
yang tidak larut: asam silikowolframat LP, asam
fosfomolibdat LP dan asam fosfowolframat LP.
Golongan II :larutan percobaan yang dengan alkaloida membentuk
senyawa kompleks bebas, kemudian membentuk endapan:
Bouchardat LP dan wagner LP
Golongan III :larutan percobaan yang dengan alkaloida membentuk
senyawa adisi yang tidak larut: Mayer LP, Dragendorff LP,
dan Marme LP.
Golongan IV : larutan percobaan yang dengan alakaloida membentuk ikatan
asam organic dengan alkaloida: Hager LP.

Cara percobaan

Timbang 500 mg serbuk simplisia, tambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml


air, panaskan di atas tangas air selama 2 menit, dinginkan dan saring. Pindahkan
masing-masing 2 tetes filtrate pada dua kaca arloji. Tambahkan 2 tetes Mayer LP
pada kaca arloji pertama dan 2 tetes Bouchardat LP pada kaca arloji kedua. Jika pada
kedua percobaan tidak terjadi endapan, maka serbuk tidak mengandung alkaloida.

Jika dengan Mayer LP terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau


kuning yang larut dalam methanol P dan dengan Bouchardat LP terbentuk endapan
berwarna coklat sampai hitam, maka ada kemungkinan terdapat alkaloida.

Lanjutkan percobaan dengan mengocok sisa filtrate dengan 3 ml ammonia pekat


P dan 10 ml campuran 3 bagian volume eter P dan 1 bagian volume kloroform P.
ambil fase organic, tambahkan natrium sulfat anhidrat P, saring. Uapkan filtrate di
atas tangas air. Larutkan sisa dalam sedikit asam klorida 2 N. lakukan percobaan
dengan keempat golongan larutan percobaan. Serbuk mengandung alkaloida jika
sekurang-kurangnya terbentuk endapan dengan menggunakan 2 golongan larutan
percobaan yang digunakan.

2. Reaksi warna
Cara percobaan
Lakukan penyarian dengan campuran eter-kloroform seperti pada cara reaksi
pengendapan. Pindahkan beberapa ml filtrate pada cawan porselin, uapkan. Pada sisa
tambahkan 1 sampai 3 tetes larutan percobaan seperti yang tertera pada masing-
masing monografi. Identifikasi :
- Pada 2 mg serbuk buah tambahkan 5 tetes asam sulfat P; terjadi warna coklat tua
- Pada 2 mg serbuk buah tambahkan 5 tetes asam sulfat 10 N; terjadi warna kuning.
- Pada 2 mg serbuk buah tambahkan 5 tetes asam klorida pekat P; terjadi warna coklat
tua.
- Pada 2 mg serbuk buah tambahkan 5 tetesasam klorida encer P; terjadi warna
kuning.
- Mikrodestilasikan 20 mg serbuk buah pada suhu 240˚ selama 90 detik
menggunakan tanur TAS, tempatkan hasil mikrodestilasi pada titik pertama dari
lempeng KLT silica gel GF2 5 4P. Timbang 500 mg serbuk buah, campur dengan 5
ml methanol P dan panaskan di atas tangas air selama 2 menit, dinginkan. Saring,
cuci endapan dengan methanol P secukupnya sehingga diperoleh 5 ml filtrate. Pada
titik kedua dari lempeng KLT tutulkan 15 μl filtrate dan pada titik ketiga tutulkan
2 μl larutan piperina P 0.1% b/v dalam etanol P. eluasi dengan campuran etil asetat
P-benzen P (30 + 70) dengan. Jarak rambat 15 cm, keringkan lempeng di udara
selama 10 menit. Amati dengan sinar biasa dan dengan sinar ultraviolet 366 nm.
Semprot lempeng dengan anisaldehid-asam sulfat LP, panaskan pada suhu 110˚
selama 10 menit. Amati dengan sinar biasa dan dengan sinar ultraviolet 366 nm.
Pada kromatogram tampak bercak-bercak dengan warna dan hRf sebagai

Dengan sinar biasa Dengan sinar UV 366 nm


No hRf
Tanpa pereaksi Dengan pereaksi Tanpa pereaksi Dengan pereaksi

1 4–6 - Merah muda Ungu Biru


2 9 – 13 - Biru hijau - Biru muda
3 24 – 30 - Kuning hijau Kuning hijau Kuning hijau terang
4 30 – 33 - Kuning hijau Biru Kuning hijau terang
5 35 – 38 - Biru Biru Ungu muda
6 40 – 44 - Ungu - Ungu kelabu
7 47 – 51 - Biru ungu - Ungu kecoklatan
8 55 – 59 - Merah lembayung - Merah lembayung
9 62 – 66 - Ungu Ungu Ungu terang
10 68 – 70 - Biru ungu - kelabu

Catatan : piperina sebagai pembanding tampak sebagai bercak berwarna kuning hijau
dengan harga hRf 27 (Materia Medika VI, 1995).

e. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan komponen
menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. KLT
merupakan salah satu jenis kromatografi analitik. KLT sering digunakan untuk
identifikasi awal, karena banyak keuntungan menggunakan KLT, di antaranya adalah
sederhana dan murah. KLT termasuk dalam kategori kromatografi planar, selain
kromatografi kertas. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan
bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat digunakan
untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida
– lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT
juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi
yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi,
dan isolasi senyawa murni skala kecil (Fessenden,2003).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah suatu teknik yang sederhana yang banyak
digunakan, metode ini menggunakan empeng kaca atau lembaran plastik yang
ditutupi penyerap atau lapisan tipis dan kering. Untuk menotolkan karutan cuplikan
pada kempeng kaca, pada dasarnya menggunakan mikro pipet atau pipa kapiler.
Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengelusi di dalam
wadah yang tertutup (Soebagio,2002).
Kromatografi lapis tipis merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi
senyawa murni dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan kromatografi juga
merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik menyerap
maupun merupakan cuplikan KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-
senyawa yang sifatnya hidrofilik seperti lipid-lipid dan hidrokarbon yang sukar
dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat digunakan untuk mencari
kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi dengan sifat kelarutan
senyawa yang dianalisis. Bahan lapis tipis seperti silika gel adalah senyawa yang
tidak bereaksi dengan pereaksi-pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat.
(Fessenden, 2003).
Pertimbangan untuk pemilihan pelarut pengembang umumnya sama dengan
pemilihan eluen untuk kromatografi kolom. Dalam kromatografi adsorpsi, pengelusi
eluen naik sejalan dengan pelarut (misalnya dari heksana ke aseton, ke alkohol, ke
air). Eluen pengembang dapat berupa pelarut tunggal dan campuran pelarut dengan
susunan tertentu. Pelarut-pelarut pengembang harus mempunyai kemurnian yang
tiggi. Terdapatnya sejumlah air atau zat pengotor lainnya dapat menghasilkan
kromatogram yang tidak diharapkan.
KLT merupakan contoh dari kromatografi adsorpsi. Fase diam berupa padatan
dan fase geraknya dapat berupa cairan dan gas. Zat terlarut yang diadsorpsi oleh
permukaan partikel padat..(Soebagio,2002).
Prinsip KLT adalah adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi adalah penyerapan pada
pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau kemampuan suatu zat yang ada
dalam larutan untuk berpisah kedalam pelarut yang digunakan. Kecepatan gerak
senyawa-senyawa ke atas pada lempengan tergantung pada (Soebagil,2002):
Bagaimana kelarutan senyawa dalam pelarut, hal ini bergantung pada bagaimana
besar atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut. Bagaimana senyawa
melekat pada fase diam, misalnya gel silika. Hal ini tergantung pada bagaimana besar
atraksi antara senyawa dengan gel silika. Kromatografi lapis tipis menggunakan plat
tipis yang dilapisi dengan adsorben seperti silika gel, aluminium oksida (alumina)
maupun selulosa. Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam Fasa gerak yang
digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan eluen didasarkan pada
polaritas senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa cairan yang berbeda
polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih dengan cara
trial and error. Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang
diperoleh (Gandjar,2007).
Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan sebagai faktor
resensi. Pada fase diam, jika dilihat mekanisme pemisahan, fase diam
dikelompokkan (Gritter,1991).
Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal
tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam
sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang
rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar.
Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan
nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu
tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya
(Gandjar,2007).

C. Alat dan Bahan

Alat Bahan

 Pipet  Ekstrak Piper nigrum L


 Tisu dan kain lap  Etanol
 Sudip  HCL 2N
 Label  NaCl
 Penjepit kayu  Pereaksi Mayer
 Aluminium foil  Pereaksi wagner
 Pinset  NH4OH
 Vial 10 ml  CHCL3
 KLT  Pereaksi Dragendrof
 Plat kaca  Kiesel gel GF 254
D. Prosedur Kerja
a. Preparasi Sampel
1. Ekstrak sebanyak 0,9 gram ditambah etanol ad larut, ditambah 5 ml HCl
2N, dipanaskan di atas penangas air selama 2-3 menit, sambal diaduk.
2. Setelah dingin ditambah 0,3 gram NaCl, diaduk rata kemudian disaring.
3. Filtrat ditambah 5 ml HCl 2N. Filtrat dibagi tiga bagian dan disebut
sebagai larutan IA, IB dan IC.
b. Reaksi Pengendapan
1. Larutan IA ditambah pereaksi Mayer, larutan IB ditambah dengan
pereaksi Wagner dan larutan IC dipakai sebagai blanko.
2. Adanya kekeruhan dan endapan menunjukkan adanya alkaloid.
c. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
1. Larutan IC ditambah NH4OH pekat 28% sampai larutan menjadi basa,
kemudian diekstraksi dengan 5 ml kloroform (dalam tabung reaksi).
2. Filtrat (Fase CHCL3) diuapkan sampai kering, kemudian dilarutkan
dalam metanol (1 mL) dan siap untuk pemeriksaan dengan KLT.
Fase diam : Kiesel gel GF 254
Fase gerak : CHCL3 – Etil asetat (1:1)
Penampakan noda: Pereaksi Dragendorf
3. Jika timbul warna jingga menunjukkan adanya alkaloid dalam ekstrak.
E. Bagan Alir
a. Preparasi Sampel

Ekstrak 0,9 gram ditambah etanol ad larut, ditambah 5ml HCL 2N. Panaslan di atas
penangas air selama 2 – 3 menit sambil diaduk.

Setelah dingin tambahkan 0,3 gram NaCl, aduk rata kemudian disaring

Filtrat ditambah 5 ml HCl 2N. Filtrat dibagi 3 ( tiga ) bagian dan disebut larutan
IA, IB, dan IC

b. Reaksi Pengendapan

Larutan IA ditambahkan pereaksi Mayer, Larutan IB ditambahkan


pereaksi Wagner dan Larutan IC dipakai sebagai blanko

Adanya kekeruhan atau endapan menunjukkan adanya Alkaloid

c. Kromatografi Lapis Tipis ( KLT )

Larutan IC ditambahkan NH4OH pekat 2% ad larutan menjadi basa, kemudian


diekstraksi dengan 5ml kloroform (dalam tabung reaksi)

Filtrat (fase CHCl3) diuapkan sampai kering, kemudian dilarutkan dalam methanol
(1 ml) dan siap untuk pemeriksaan dengan KLT

Fase diam : Kiesel gel GF 254


Fase gerak : CHCl3-Etil asetat (1:)
Penampak noda : Pereaksi Dragendorf

Jika timbul warna jingga menunjukkan adanya Alkaloid dalam ekstrak


F. Skema Kerja
a. Preparasi Sampel

0 + 0,3 g NaCl ( setelah


0,9 gram ekstrak +
etanol ad larut + 5 ml dingin ), diaduk rata
HCl 2N kemudian disaring
Panaskan 2-3 menit
sambil diaduk

Dibagi menjadi 3

IA IB IC

Filtrat + 5 ml HCl 2N

b. Reaksi Pengendapan

 IA ditambah pereaksi Mayer


 IB ditambah pereaksi Wagner
 IC sebagai blanko

IA IB IC

Jika adanya kekeruhan / endapan


=
ALKALOIDA
c. Kromatografi Lapis Tipis ( KLT )

+ NH4OH pekat 28% ad Direaksi dengan 5ml


berbentuk larutan basa kloroform

1C

Filtrat (fase CHCl3)


diuapkan ad kering

Larutkan dalam metanol (1 ml)

Fase diam : Kiesel gel GF 254


Fase gerak : CHCl3 – Etil asetat (1:1) Siap pemeriksaan KLT
Penampakan noda : Pereaksi dragendorf

Jika timbul warna jingga


=
ALKALOIDA
Daftar Pustaka

Lisnawati, 2004. Isolasi dan Karakterisasi Piperin dan Lada Hitam. Skripsi
sarjana. Banjarmasin : FKIP UNLAM.
Materia Medika Edisi VI. 1995. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Sastrohamidjojo, Hardjono. 1996. Sintesis Bahan Alam. Gadjah Mada University


Press: Yogyakarta.

Tjitrosoepomo, G. 2007. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gadjah Mada


University Press. Yogyakarta. Hal. 119.

Wahid, P. 1996. Identifikasi Tanaman Lada. Monograf Tanaman Lada. Balittro :


hal.27-32.

Williamson, M. Elizabeth. 2009. Farmakognosi dan Fitoterapi. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran (EGC).

Anda mungkin juga menyukai