Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ALKALOIDA


(Ekstrak Piper nigrum L.)

Disusun oleh:
NAMA : Maya Azizatin

NIM : 201610410311207

KELAS : FARMASI A

KELOMPOK : 1

DOSEN PEMBIMBING
Drs.Herra Studiawan, M.Si
Siti Rofida, M.Farm., Apt.
Amaliyah Dina Anggraeni, M.Farm.,Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
TUGAS I
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ALKALOIDA
(Ekstrak Piper nigrum L.)

1.1. TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan alkaloida dalam
tanaman.
1.2. TINJAUAN PUSTAKA
a. Tinjauan Tanaman
Tanaman lada (Piper nigrum L.) ditemukan pertama kali didaerah Western
Ghast, India. Tanaman lada ditemukan tumbuh liar didaerah Pegunungan Asam
(India) dan Utara Burma. Tanaman ini kemudian mulai dibudidayakan dan menjadi
barang berharga ketika mulai dibudidayakan dan menjadi barang berharga ketika
mulai diintroduksi ke Eropa dan dikenal oleh Bangsa Yunani dan Romawi kuno.
Seorang Filsafat Yunani bernama Theophratus (372-278 B.C) yang dikenal sebagai
bapak Bapak Botani menyebutkan dua tipe lada yang digunakan di Yunani dan
Romawi yaitu black pepper (Lada Hitam), piper nigrum dan long pepper (Lada
Panjang). Lada kemudian menyebar dari Malabar (India) ke daerah-daerah Eropa
dan Asia termasuk Indonesia. Lada kemungkinan masuk ke Indonesia dibawa oleh
masyarakat Hindu ke daerah jawa antara 100 B.C dan 600 A.D (purseglove et al.,
1981)

b. Nama Umum
Indonesia : Lada, merica, mrico, pedes
Inggris : Black/ White Pepper
Filipina : Paminta
Cina : hu jiao

c. Klasifikasi Lada Hitam


Menurut Tjitrosoepomo (2007) klasifikasi tanaman lada adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom :Tracheobionta
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Piperales
Familia : Piperaceae
Genus : Piper
Species : Piper nigrum L
d. Kerabat Dekat
Kiseureuh, Sirih, Sirih Hutan, Kemekes, Kemukus, Mrico Lolot, Cabe Jawa,
Cabean, Daun Wati, Sirih Merah.
e. Kandungan Tumbuhan
Isi simplisia mengandung felandren, dipenten, kariopilen, enthoksilin,
limonene, alkaloida piperina dan kavisina.
f. Penggunaan Simplisia
Karminatif dan iritasi local
g. Deskripsi Lada Hitam
Lada hitam adalah buah Piper nigrum L. yang belum masak. Kadar minyak
atsiri tidak kurang dari 1% b/v.

Pemerian : Bau aromatik khas; rasa pedas.

Makroskopik : buah berbentuk hampir bulat, warna coklat kelabu sampai hitam
kecoklatan, garis tengah 2,5 mm sampai 6 mm; permukaan berkeriput kasar, dalam,
serupa jala; pada ujung buah terdapat sisa dari kepala putik yang tidak bertangkai;
pada irisan membujur tampak perikarp yang tipis, sempit dan berwarna gelap
menyelubungi inti biji yang putih dari biji tunggal; perikarp melekat erat pada biji.
Hampir seluruh inti biji terdiri dari perisperm; bagian tengah perisperm berongga,
bagian ujung perisperm berongga, bagian ujung perisperm menyelubungi
endosperm yang kecil; embrio sangat kecil, terbenam dalam endosperm. (Materia
Medika Indonesia jilid IV, 1980)

Mikroskopik : epikarp tersusun dari satu lapis sel epidermis yang sel-selnya
berbentuk persegi empat membulat, berisi hablur kecil berbentuk prisma dan zat
berwarna coklat tua sampai kehitam-hitaman; pada pandangan tangensial epikarp
tampak berbentuk polygonal dengan dinding samping lurus. Hypodermis terdiri
dari jaringan parenkim berdinding tipis dan kelompok-kelompok sel batu; sel batu
berbentuk isodiametrik sampai persegi panjang, dinding tebal berlapis-lapis,
berlignin, warna kuning kecoklatan, lumen cukup lebar dan berisi zat berwarna
coklat tua; saluran noktah jelas. Mesokarp merupakan bagian yang terlebar; bagian
luar terdiri dari beberapa lapis sel parenkim besar berbentuk polygonal berisi butir
pati dan butir hijau daun, di antara sel parenkim terdapat tersebar sel sekresi berisi
minyak berwarna kekuningan atau berisi dammar; lapisan selanjutnya terdiri dari
beberapa lapis sel parenkim berdinding tipis yang termampat, di antara sel
parenkim terdapat berkas pembuluh fibrofaskuler; di mesokarp bagian dalam
terdapat lapisan sel minyak, sel berbentuk polygonal, besar, berisi minyak tidak
berwarna. Endocarp terdiri dari satu lapis sel piala dengan dinding radial dan
dinding tangensial dalam tebal, berlignin, dinding dalam lebih berlignin dari pada
dinding luar. Spermoderm terdiri dari lapisan sel yang termampat dan lapisan
pigmen berisi zat berwarna coklat yang dengan larutan besi(III) klorida LP
berwarna biru. Lapisan hialin berwarna putih jernih, umumnya berlekatan dengan
spermoderm. Pada perisperm terdapat lapisan aleuron butir-butir aleuron; jaringan
perisperm selebihnya terdiri dari sel parenkim besar bentuk polyhedral, penuh
berisi butir-butir pati kecil yang berkelompok dan tampak sebagai massa kompak
polyhedral, butir pati tunggal bersudut-sudut dan bergaris tengah sampai lebih
kurang 7 µm. di antara parenkim perisperm terdapat tersebar sel sekresi berisi
minyak berwarna kekuningan atau dammar. (Materia Medika Indonesia jilid IV,
1980)
Serbuk : warna coklat muda. Fragmen pangenal adalah kelompok butir pati yang
berupa massa polyhedral, fragmen epikarp, fragmen hypodermis dengan parenkim
dan kelompok sel batu; fargmen endocarp dengan sel piala, kerap kali masih
berlekatan dengan spermodern; fragmen epikarp berikut hypodermis; fragmen
parenkim dengan sel sekresi. (Materia Medika Indonesia jilid IV, 1980)
h. Golongan Senyawa Alkaloida
Alkaloid pertama kali diperkenalkan oleh W. Meisner pada awal abad 19 untuk
senyawa bahan alam yang bereaksi basa. Alkaloid adalah senyawa nitrogen
organic, lazimya bagian cincin heterosiklik, bersifat basa, sering bersifat optis aktif
dan kebanyakan berbentuk kristal. Pada waktu yang lampau sebagian besar sumber
alkaloid adalah pada tanaman berbunga, angiosperma. Pada tahun-tahun berikutnya
penemuan sejumlah besar alkaloid terdapat pada hewan, serangga organisme laut,
mikroorganisme dan tanaman rendah. Karena alkaloid sebagai suatu kelompok
senyawa yang terdapat pada sistematika aturan tanaman. Kelompok tertentu
alkaloid dihubungkan dengan family atau genera tanaman tertentu. Kebanyakan
family tanaman yang mengandung alkaloid yang penting adalah Liliaxea,
Rubiaceae, Apocynaceae, Papilionaceae, Ranunculaceae, Solanaceae dan
Papaveraceae. Serta alkaloida tidak terdapat pada tanaman dengan suku Rosaceae
dan Labiatae. (Tim Penyusun Penuntun Praktikum Farmakognosi, 2009).
1. Klasifikasi
a. Alkaloid merupakan sekelompok senyawa, tidak diperoleh definisi tunggal
tentang alkaloid. Banyak usaha untuk mengklasifikasikan alkaloid. System
klasifikasi yang paling banyak diterima, menurut Hegnauer, alkaloid
dikelompokkan sebagai :
 True Alkaloid
Alkaloid sejati adalah senyawa yang mengandung nitrogen pada struktur
heterosiklik, struktur kompleks, distribusi terbatas yang menurut beberapa
ahli hanya ada pada tumbuhan. Alkaloid sejati ditemukan dalam bentuk
garamnya dan dibentuk dari asam amino sebagai bahan dasar biosintesis.
Contohnya : Atropine.
 Pseudoalkaloid
Pseudoalkaloid memiliki mengandung nitrogen pada struktur heterosiklik
tetapi tidak diturunkan dari asam amino. Contoh : isoprenoid, terpenoid
(coniin), dan alkaloid steroidal (paravallarine).
 Protoalkaloid
Protoalkaloid diturunkan dari asam amino tetapi tidak mengandung
nitrogen pada cincin heterosiklik. Contoh : mescaline, betanin, dan
serotonin. (Swastini, Dewa Ayu.2007)
 False Alkaloid
Senyawa bukan alkaloid tetapi memberikan reaksi positive terhadap
alkaloid.
b. Berdasarkan asal-usul biogenetik. Cara ini sangat berguna untuk
menjelaskan hubungan antara berbagai alkaloida yang diklasifikasikan
berdasarkan berbagai jenis cincin heterosiklik. Dari biosintesa alkaloida,
menunjukkan bahwa alkaloida berasal hanya dari beberapa asam amino
tertentu saja. Berdasarkan hal tersebut, maka alkaloida dapat dibedakan atas
tiga jenis utama, yaitu:
a. Alkaloida alisiklik yang berasal dari asam-asam amino ornitin dan
lisin.
b. Alkaloida aromatik jenis fenilalanin yang berasal dari fenilalanin,
tirosin dan 3,4-dihidrofenilalanin.
Alkaloida aromatik jenis indol yang berasal dari triptofan.
c. Berdasarkan atom nitrogennya, alkaloid dibedakan atas:
a. Alkaloid dengan atom nitrogen heterosiklik
Dimana atom nitrogen terletak pada cincin karbonnya. Yang termasuk
pada golongan ini adalah :
1. Alkaloid Piridin-Piperidin
Mempunyai satu cincin karbon mengandung 1 atom nitrogen. Yang
termasuk dalam kelas ini adalah : Conium maculatum dari famili
Apiaceae dan Nicotiana tabacum dari famili Solanaceae.
2. Alkaloid Tropan
Mengandung satu atom nitrogen dengan gugus metilnya (N-CH3).
Alkaloid ini dapat mempengaruhi sistem saraf pusat termasuk yang
ada pada otak maupun sun-sum tulang belakang. Yang termasuk
dalam kelas ini adalah Atropa belladona yang digunakan sebagai
tetes mata untuk melebarkan pupil mata, berasal dari famili
Solanaceae, Hyoscyamus niger, Dubuisia hopwoodii, Datura dan
Brugmansia spp, Mandragora officinarum, Alkaloid Kokain dari
Erythroxylum coca (Famili Erythroxylaceae)
3. Alkaloid Quinolin
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 1 atom nitrogen. Yang termasuk
disini adalah Cinchona ledgeriana dari famili Rubiaceae, alkaloid
quinin yang toxic terhadap Plasmodium vivax
4. Alkaloid Isoquinolin
Mempunyai 2 cincin karbon mengandung 1 atom nitrogen. Banyak
ditemukan pada famili Fabaceae termasuk Lupines (Lupinus spp),
Spartium junceum, Cytisus scoparius dan Sophora secondiflora.
5. Alkaloid Indol
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 1 cincin indol. Ditemukan pada
alkaloid ergine dan psilocybin, alkaloid reserpin dari Rauvolfia
serpentine, alkaloid vinblastin dan vinkristin dari Catharanthus
roseus famili Apocynaceae yang sangat efektif pada pengobatan
kemoterapy untuk penyakit Leukimia dan Hodgkin‟s.
6. Alkaloid Imidazol
Berupa cincin karbon mengandung 2 atom nitrogen. Alkaloid ini
ditemukan pada famili Rutaceae. Contohnya; Jaborandi paragua.
7. Alkaloid Lupinan
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 1 atom N, alkaloid ini ditemukan
pada Lunpinus luteus (fam : Leguminocaea).
8. Alkaloid Steroid
Mengandung 2 cincin karbon dengan 1 atom nitrogen dan 1 rangka
steroid yang mengandung 4 cincin karbon. Banyak ditemukan pada
famili Solanaceae, Zigadenus venenosus.
9. Alkaloid Amina
Golongan ini tidak mengandung N heterosiklik. Banyak yang
merupakan tutrunan sederhana dari feniletilamin dan senyawa-
senyawa turunan dari asam amino fenilalanin atau tirosin, alkaloid ini
ditemukan pada tumbuhan Ephedra sinica (fam Gnetaceae)
10. Alkaloid Purin
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 4 atom nitrogen. Banyak
ditemukan pada kopi (Coffea arabica) famili Rubiaceae, dan Teh
(Camellia sinensis) dari famili Theaceae, Ilex paraguaricasis dari famili
Aquifoliaceae, Paullunia cupana dari famili Sapindaceae, Cola nitida
dari famili Sterculiaceae dan Theobroma cacao.
b. Alkaloid tanpa atom nitrogen yang heterosilik
Dimana, atom nitrogen tidak terletak pada cincin karbon tetapi pada salah
satu atom karbon pada rantai samping.
1. Alkaloid Efedrin (alkaloid amine)
Mengandung 1 atau lebih cincin karbon dengan atom Nitrogen pada
salah satu atom karbon pada rantai samping. Termasuk Mescalin dari
Lophophora williamsii, Trichocereus pachanoi, Sophora secundiflora,
Agave americana, Agave atrovirens, Ephedra sinica, Cholchicum
autumnale.
2. Alkaloid Capsaicin
Dari Chile peppers, genus Capsicum. Yaitu ; Capsicum pubescens,
Capsicum baccatum, Capsicum annuum, Capsicum frutescens, Capsicum
chinense.
i. Cara Identifikasi Alkaloid
1. Reaksi Pengendapan
Larutan percobaan untuk pengendapan alkaloid dibagi dalam 4 golongan
sebagai berikut: (Materia Medika Indonesia jilid V, 1989)
a. Golongan I : larutan percobaan dengan alkaloid membentuk garam
yang tidaklarut: asam silikowolframat LP, asam fosfomolibdat LP dan asam
foswolframat LP.
b. Golongan II : larutan percobaan dengan alkaloid membentuk
senyawakompleks
c. Golongan III : larutan percobaan yang dengan alkaloid membentuk
senyawa adisi yang tidak larut: Mayer LP, Dragendorf LP dan Marme LP.
d. Golongan IV : larutan percobaan yang dengan alkaloid membentuk
ikatan asam organik dengan alkaloid Hager LP.

Cara percobaannya adalah dengan menimbang 500 mg serbuk simplisia,


tambahkan 1 ml HCl 2N dan 9 ml, panaskan diatas tangas air selama 2 menit,
dinginkan dan saring. Pindahkan 3 tetes filtrate pada kaca arloji, tambahkan 2
tetes Bouchardat LP. Jika pada kedua percobaan tidak terjadi endapan, maka
serbuk tersebut tidak mengandung alkaloid.
Jika dengan Mayer LP terbendtuk endapan menggumpal berwarna putih atau
kuning yang larut dalam methanol P dan dengan Bouchardat LP terbentuk
endapan berwarna coklat sampai hitam, maka ada kemungkinan terdapat
alkaloid.
Lanjutkan percobaan dengan mengocok sisa filtrate dengan 3 ml ammonia
pekat P dan 10 ml campuran 3 bagian volume eter P dan 1 bagian volume
kloroform P. ambil fase organic, tambahkan natrium sulfat anhidrat P, saring.
Uapkan filtrate di atas tangas air, larutkan sisa dalam sedikit HCl 2N. Lakukan
percobaan dengan keempat golongan larutan percobaan, serbuk mengandung
alkaloid jika sekurang-kurangnya terbentuk endapan dengan menggunakan dua
golongan larutan percobaan yang digunakan
2. Reaksi Warna

Cara percobaan adalah dengan melakukan penyarian dengan campuran eter-


kloroform seperti pada cara reaksi pengendapan. Pindahkan beberapa ml filtrate
pada cawan porselin, uapkan. Pada sisa tambahkan 1 sampai 3 ttes larutan
percobaan seperti yang tertera pada masing-masing monografi. Larutan
percobaan yang digunakan adalah asam sulfat P, asam nitrat P, Frohde LP dan
Erdman LP.
3. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Mikrodestilasikan 20 mg serbuk buah pada suhu 240o selama 90 detik
menggunakan tanur TAS, tempatkan hasil mikrodestilasi pada titik pertama dari
lempeng KLT silica gel GF 254 P. Timbang 500 mg serbuk buah, campur
dengan 5 ml methanol P dan panaskan di atas penangas air selama 2 menit,
dinginkan. Saring, cuci endapan dengan methanol P secukupnya sehingga
diperoleh 5 ml filtrate. Pada titik kedua dari lempeng KLT totolkan 15 µl filtrate
dan pada titik ketiga totolkan 2 µl larutan piperina P 0,1% b/v dalam etanol P.
Eluasi dengan campuran etil asetat P-benzen P (30+70) dengan jarak rambat 15
cm, keringkan lempeng di udara selama 10 menit. Amati dengan sinar biasa dan
dengan sinar UV 366 nm. Semprot lempeng dengan anisaldehida-asam sulfat
LP, panaskan pada suhu 110o selama 10 menit. Amati dengan sinar biasa dan
dengan sinar UV 366 nm. Pada kromatogram tampak bercak-bercak dengan
warna dan hRf sebagai berikut: (Materia Medika Indonesia jilid V, 1989)
Thin Layer Chromatography (TLC)
Kromatografi lapis tipis adalah salah satu contoh kromatografi planar. Fase
diamnya (Stationary Phase) berbentuk lapisan tipis yang melekat pada gelas/kaca,
plastik, aluminium. Sedangkan fase geraknya (Mobile Phase) berupa cairan atau
campuran cairan, biasanya pelarut organi dan kadangkadang juga air. Fase diam yang
berupa lapisan tipis ini dapat dibuat dengan membentangkan /meratakan fase diam
(adsorbent=penjerap=sorbent) diatas plat/lempeng kaca plastik ataupun aluminium.
Digunakan untuk pemisahan zat secara cepat dengan menggunakan zat penyerap
berupa serbuk halus yang dilapiskan serba rat pada lempeng kaca. Lempeng yang
dilapis dapat dianggap sebagai kolom kromatografi terbuka dan pemisahan
didasarkan pada penyerapan pembagian atau gabungannya tergantung dari zat
penyerap pembagian atau gabungannya tergantung dari jenis zat penyerap dan cara
pembuatan lapisan zat penyerap dan jenis zat pelarut. KLT dengan penyerap penukar
ion dapat digunakan untuk pemisahan senyawa polar.

Fase Diam

Sifat fase diam yang satu dengan fase diam yang lain berbeda karena
strukturnya, ukurannya, kemurniannya, zat tambahan sebagai pengikat dll. Fasa diam
yang digunakan TLC tidak sama dengan yang digunakan untuk kromatografi kolom,
terutama karena ukuran dan zat yang ditambahkan. Fase diam dijual dengan
spesifikasi tertentu, iaitu ukuran (diameter) dalam mesh atau j^m dan untuk
kegunaannya (mis: untuk TLC atau kromatografi kolom). Beberapa fase diam yang
banyak dijual dipasaran.

Silika gel
Silika gel merupakan fase diam yang sering digunakan pada TLC. Dalam
perdagangan dijual dengan variasi ukuran (diameter) 10-40μm. Makin kecil diameter
akan makin lambat kecepatan alir fase geraknya dengan demikian mempengaruhi
kualitas pemisahan. Luas permukaan silica gel bervariasi dari 300-1000 m2/g.
Bersifat higroskopis, pada kelembaban relatif 45-75% dapat mengikat air 7-20%.
Macam-macam silka gel yang dijual dipasaran, Silika gel dengan pengikat. Pada
umumnya digunakan pengikat gypsum, (CaSO4 5-15%). Jenis ini diberi nama Silika
gel G. Ada juga menggunakan pengikat pati (starch) dan dikenal Silika gel S,
penggunaan pati sebagai pengikat mengganggu penggunaan asam sulfat sebagai
pereaksi penentuan bercak.Silika gel dengan pengikat dan indicator flouresensi. Jenis
silica gel ini sama seperti silika gel diatas dengan tambahan zat berfluoresensi bila
diperiksa dibawah lampu UV A, panjang atau pendek. Sebagai indicator digunakan
timah kadmium sulfida atau mangan-timah silikat. Jenis ini disebut Silika gel GF
atau Silika gel GF254 (berflouresensi pada 254 ,‫ ג‬nm). Silika gel tanpa pengikat,
dikenal dengan nama Silika gel H atau Silika gel N. Silika gel tanpa pengikat tetapi
dengan indicator flouresensi. Silika gel untuk keperluan pemisahan preparative.

Fase Gerak

Yang digunakan sebagai fase gerak biasanya adalah pelarut organik. Dapat
digunakan satu macam pelarut organic saja ataupun campuran. Bilamana fase gerak
merupakan campuran pelarut organik dengan air maka mekanisme pemisahan adalah
partisi. Pemilihan pelarut organic ini sangat penting karena akan menentukan
keberhasilan pemisahan. Pendekatan polaritas adalah yang paling sesuai untuk
pemilihan pelarut. Senyawa polar akan lebih mudah terelusi oleh fase gerak yang
bersifat polar dari pada fase gerak yang non polar. Sebaliknya, senyawa non polar
lebih mudah terelusi oleh fase gerak non polar dari pada fase gerak yang polar.

Pembuatan Plat (Lempeng) Silica Gel

30 Gram phase diam berbentuk serbuk (dengan diameter tertentu dijual


dengan merk dagang tertentu misalnya Silica gel GF 254) dibuat bubur dengan air
atau pelarut lain sejumlah tertentu (lihat tabel 2) diratakan diatas 4-5 lempeng kaca
ukuran 20X20 cm, dalam waktu tidak lebih dari 4 menit. Perataan ini dapat
menggunakan alat perata Stahl-Desaga untuk plat kaca ukuran 20X20 cm, 20X10 cm
dengan ketebalan dapat diatur 0,25-2,0 mm. Bila ukuran plat lebih kecil dapat dibuat
dengan mencelupkan ke dalam bubur adsorbent. Setelah lapisan bubur ini mengering
diruangan kemudian dipanaskan di dalam oven pada 100-120°C selama 60 menit,
dengan tujuan semua air akan menguap. Proses pengeringan atau penghilangan air
disebut proses mengaktifkan plat kromatografi (fase diam), selanjutnya didalam rak
penyimpan plat-plat ini dimasukkan kedalam dexicator. Sehingga pada waktu
penyimpanan plat-plat tadi tidak menyerap lembab (air) dari udara. Dengan demikian
mekanisme pemisahan komponen (senyawa-senyawa) yang ditahan fase diam adalah
mekanisme absorption.

Penyiapan dan Penotolan Sampel

Sampel atau cuplikan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai (hampir pelarut
organik dapat digunakan dan biasanya dipilih yang mudah menguap), air digunakan
hanya bila tidak dapat dicari pelarut organik yang sesuai. Untuk keperluan analisis
kuantitatif sample harus ditimbang demikian juga pelarut yang digunakan. Kemudian
larutan sample disimpan dalam wadah yang tertutup rapat untuk menghindari
penguapan. Pada umumnya ditotolkan 1-20 μl larutan yang mengandung 50-100 μg
sample tiap bercak untuk kromatografi absorbsi dan 5-2Qμg sample untuk
kromatografi partisi. Penotolan dapat dilakukan dengan gelas kapiler yang dibuat
sendiri atau dengan pipet mikro. Untuk keperluan kuantitatif digunakan quantitative
microsyringe. Kepada plat TLC konvensional (20X20 cm, 5X20 cm, tebal 0,2 mm)
sample ditotolkan sebagai bercak bulat atau garis, 1,5-2,0 cm dari tepi bawah. Untuk
memudahkan penotolan dibuat garis lemah dengan pensil, disebut garis awal. Pada
garis awal ini biasanya ditotolkan bercak-bercak dengan garis tengah 3-6 mm,
bercak-bercak tadi diusahakan diameternya seragam. Penotolan bercak pada plat
TLC dapat dilakukan berulang-ulang dan haras berhati-hati dijaga plat tidak rusak.
Penotolan sample yang terlalu banyak (over loaded) menyebabkan bercak hasil
pengembanganberbentuk tidak bulat (asimetri) dan perubahan harga Rf. Bila totolan
sample telah kering maka plat siap untuk dielusi / dikembangkan.

No. hRf Dengan sinar biasa Dengan sinar UV 366 nm


Tanpa pereaksi Dengan pereaksi Tanpa pereaksi Dengan pereaksi
1. 4–6 - Merah muda ungu Biru
2. 9 – 13 - Biru hijau - Biru muda
3. 24 – 30 - Kuning hijau Kuning hijau Kuning hijau terang
4. 30 – 33 - Kuning hijau Biru Kuning hijau terang
5. 35 – 38 - Biru Biru Ungu muda
6. 40 – 44 - Ungu - Ungu kelabu
7. 47 – 51 - Biru ungu - Ungu kecoklatan
8. 55 – 59 - Merah lembayung - Merah lembayung
9. 62 – 66 - Ungu Ungu Ungu terang
10. 68 - 70 - Biru ungu - kelabu
Catatan: piperina sebagai pembanding tampak sebagai bercak berwarna kuning hijau
dengan harga hRf 27

1.3. ALAT & BAHAN


a. Alat b. Bahan
 Pipet  Ekstrak Piper nigrum L.
 Tissu dan kain lap  Etanol
 Sudip  HCl 2N
 Label  NaCl
 Penjepit kayu  Pereaksi Mayer
 Alumunium foil  Pereaksi Wagner
 Pinset  NH4OH
 Vial 10 ml  CHCl3
 KLT  Pereaksi Dragendorf
 Plat Kaca  Kiesel Gel GF 254
1.4. PROSEDUR KERJA

a. Preparasi Sampel
1. Ekstrak sebanyak 0,9 gram ditambah etanol ad larut, ditambah 5 ml HCl
2N, dipanaskan di atas penangas air selama 2-3 menit, sambil diaduk.
2. Setelah dingin ditambah 0,3 gram NaCl, diaduk rata kemudian disaring.
3. Filtrate ditambah 5 ml HCl 2N, filtrate dibagi tiga bagian dan disebut
sebagai larutan IA, IB dan IC.
b. Reaksi Pengendapan
1. Larutan IA ditambah pereaksi Mayer, larutan IB ditambah dengan
pereaksi Wagner, dan larutan IC dipakai sebagai blanko.
2. Adanya keruhan atau endapan menunjukkan adanya alkaloid.
c. Kromatograpi Lapis Tipis (KLT)
1. Larutan IC ditambah NH4OH pekat 28% sampai larutan menjadi basa,
kemudian diekstraksi dengan 5 ml kloroform (dalam tabung reaksi).
2. Filtrate (fase CHCl3) diuapkan sampai kering, kemudian dilarutkan
dalam methanol (1 ml) dan siap untuk pemeriksaan dengan KLT
Fase diam : Kiesel gel GF 254
Fase gerak : CHCl3 – Etil asetat (1:1)
Penampak noda : Pereaksi Dragendorf
3. Jika timbul warna jingga menunjukkan adanya alkaloid dalam ekstrak.
1.5. BAGAN ALIR
a. Preparasi Sampel

Ekstrak sebanyak 0,9 gram + etanol ad larut

Ditambah 5 ml HCl 2N dan dipanaskan diatas penangas air selama 2-


3 menit sambal di aduk

Setelah dingin ditambah 0,3 gram Nacl, diaduk rata kemudian


disaring

Ambil filtrat + 5 ml HCl 2N


Filtrate dibagi menjadi 3 bagian dan disebut sebagai larutan IA, IB,
dan IC

b. Reaksi Pengendapan

Larutan IA + pereaksi Mayer. Larutan IB + pereaksi Wagnerdan


larutan IC dipakai sebagai blanko

Adanya kekeruhan atau endapan menunjukkan adanya alkaloid

c. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Larutan IC + NH₄OH pekat 28% sampai larutan menjadi basa

Diekstraksi denga 5 ml kloroform (dalam tabung reaksi)

Filtrat (fase CHCl₃) diuapkan sampai 1/3 bagian

Kemudian dilakukan KLT

Jika timbul warna jingga menunjukkan adanya alkaloid dalam ekstrak


1.6. SKEMA KERJA
a. Preparasi Sampel

Dipanaskan Setelah dingin +


0,9 gram ekstrak
2-3 menit, sambil 0,3 gram NaCl,
+ etanol ad larut aduk rata, lalu
diaduk
+ 5 ml HCl 2N disaring

Filtrat + 5 ml HCl 2N. Disebut sebagai


Filtrat dibagi larutan IA, IB,
menjadi 4 bagian IC, dan ID

b. Reaksi Pengendapan

Larutan IA Larutan IB Larutan IC Larutan ID

+pereaksi Mayer +pereaksi Wagner blanko Digunakan


untuk KLT

Adanya kekeruhan atau endapan menunjukan adanya alkaloid.


c. Kromatografi Lapis Tipis

-Larutan 1C + NH4OH pekat


28% ad larutan menjadi basa.
-Diekstraksi dengan 5 ml
kloroform.

Filtrat (fase CHCl3)


diuapkan sampai kering

Dilarutkan dalam etanol


(1 ml) dan siap untuk
pemeriksaan dengan
KLT

Plat KLT

Jika timbul warna jingga menunjukkan adanya alkoloid dalam ekstrak


DAFTAR PUSTAKA
C.M. Lim, G.C.L. Eel , M.Rahmani and C.F.J. Bong2. (2009). Alkaloids from Piper nigrum
and Piper betle. Pertanika J. Sci. & Technol. Vol.17 (1) 2009, ISSN: 0128-7680
Depkes RI. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid III. 1989. Departemen Kesehatan RI:
Jakarta.
Purseglove JW, Brown EG, Green CL, Robins SRJ. 1981. Spice. Vol II. London: Longman.
Tjitrosoepomo, G. 2007. Taksonomi Tumbuhan (Spermatohyta). Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai