Anda di halaman 1dari 14

JURNAL PRAKTIKUM FITOKIMIA

IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ALKALOIDA (Piper nigrum L.)

TUGAS 1

Oleh :

Sully Nur Aisyah

(201610410311109/ Farmasi C)

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2019
1.1 TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan alkaloida dalam
tanaman

1.2 TINJAUAN PUSTAKA


1.2.1 Piper nigrum L. (Lada Hitam)
Lada hitam biasanya digunakan sebagai bumbu dan obat tradisional.
Tanaman lada yang ada di Indonesia berasal dari daerah Malabar India, dan
dibawa oleh koloni hindu yang pindah ke Asia tenggara sejak 2000 tahun
silam. Kedudukan tanaman lada hitam (Piper nigrum L) dalam taksonomi
tumbuhan :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spematophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Sub kelas : Monochlamidae
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper nigrum L.

(Tjitrosoepomo,2004)

Lada merupakan tanaman tahunan yang memanjat dari keluarga


Piperaceae (Balittri, 2007). Tanaman lada memiliki akar tunggang dengan
akar utama dapat menembus tanah sampai kedalaman 1-2 m. Batang tanaman
lada berbuku-buku dan berbentuk sulur yang dapat dikelompokkan menjadi
empat macam sulur, yaitu sulur gantung, sulur panjat, sulur buah, dan sulur
tanah. Daun lada merupakan daun tunggal dengan duduk daun berseling dan
tumbuh pada setiap buku. Warna daun hijau muda pada waktu muda dan daun
tua berwarna hijau mengkilat pada permukaan atas. Pertulangan daun
melengkung dengan tepi daun 9 bergelombang atau rata. Bunga-bunga
terdapat pada cabang plagiotrophic (horizontal) yang tersusun dalam bulir
(spica) atau untai (amentum). Buah lada temasuk buah buni berbentuk bulat
berwarna hijau dan pada waktu masak berwarna merah. Biji lada berwarna
putih cokelat dengan permukaan licin. Tanaman lada merupakan tanaman
tahunan yang tingginya dapat mencapai 10 m dan diameter tajuk dapat
mencapai 1,5 m bila dibudidayakan dengan baik (Wahid, 1996). Sulur panjat
tumbuh lebih baik dalam lingkungan kurang cahaya (fototropisme negatif)
sedangkan sulur buah dalam keadaan cukup cahaya (fototropime positif).
Intensitas cahaya yang dibutuhkan berkisar antara 50% sampai 75%. Lada
dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan ketinggian 0-500 m dpl. Curah
hujan yang paling baik untuk tanaman lada adalah 2000 – 3000 mm/tahun
dengan hari hujan 110- 170 hari, dan musim kemarau 2-3 bulan/tahun.
Kelembaban udara yang sesuai adalah sekitar 70% sampai 90% dengan
kisaran suhu 25-35oC. Tanaman lada dapat tumbuh pada semua jenis tanah,
terutama tanah berpasir dan gembur dengan unsur hara yang cukup serta pH
tanah yang sesuai berkisar antara 5-6,5 (Balittri, 2007).

1.2.2 Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis

Lada hitam memiliki rasa pedas dan aroma yang khas. Rasa pedas tersebut
karena adanya zat piperine, piperanin, dan chavicine. Piperine (C17H19O3N)
adalah unsur utama yang terdapat pada lada hitam (Piper nigrum L). Piperine
bermanfaat dalam menyembuhkan beberapa penyakit seperti sakit
tenggorokan, sakit kepala, dan penyakit kulit. Konsentrasi piperine sekitar
6%-9% di dalam Piper nigrum L, 4% di dalam Piper longum dan 4.5% di
dalam Piper retrofractum (Anonim, 2002). Menurut Kar (2003), piperine
mempunyai titik didih 130°C dan memberikan rasa yang pedas. Sedangkan
aroma dari biji lada akibat adanya minyak atsiri, yang terdiri dari beberapa
jenis minyak terpene.

Menurut Williamson (2002), kandungan kimia lada hitam terdiri dari:

a. Minyak atsiri (Essential oil), lada hitam kering mengandung 1,2 – 2,6%
minyak atsiri yang terdiri dari sabinine (15-25%), caryophyllene, α-pinene, β-
pinene, β-ocimene,δ-guaiene, farnesol, δ- cadinol, guaiacol, 1-phellandrene,
1,8 cineole, pcymene, carvone, citronellol, αthujene, α-terpinene, bisabolene,
dllimonene, dihydrocarveol, camphene dan piperonal.
b. Alkoloid dan amida, Amida merupakan senyawa yang memberikan aroma
tajam terdiri dari piperine, piperylin, piperolein A dan B, cumaperine,
piperanine, piperamides, pipericide, guineensine dan sarmentine. Alkoloids
terdiri dari chavicine, piperidine dan piperretine, methyl caffeic acid,
piperidide dan β-methyl pyrroline.

Konstituen, alkaloid dan alkilamida, yang terpenting adalah piperine,


piperanine, piperettine, piperlongumine, pipernonaline, lignans dan konstituen
kecil seperti piperolein, telah diisolasi dari buah kedua spesies lada (Baxter,
2009).

c. Asam amino, Lada hitam kering kaya akan kandungan β-alanine, arginine,
serine, threonine, histidine, lysine, cystine, asparagines dan glutamic acid. d.
Vitamin dan mineral Lada hitam kering mempunyai kandungan ascorbic acid,
carotenes, thiamine, riboflavin, nicotinic acid, potassium, sodium, calsium,
phosporus, magnesium, besi, tembaga dan seng

Efek farmakologis lada di antaranya merangsang timbulnya kejang,


meluruhkan haid (emenagog), merangsang keluarnya hormon androgen dan
estrogen, mencegah pengeroposan tulang, merangsang semangat, merangsang
pusat saraf, menghambat prostaglandin, relaksasi otot, serta menghilangkan
kelelahan (Hariana, 2008).

Farmakokinetik piperin, diberikan pada tikus telah ditunjukkan untuk


menunda waktu transit gastrointestinal dengan cara yang tergantung dosis.
Tren non-signifikan terhadap penundaan gastrointestinal transit juga telah
terlihat dalam penelitian di 14 subyek puasa sehat yang diberi lada hitam
sebanyak 1.5g. Ini telah disarankan sebagai salah satu cara bahwa piperine
dapat meningkatkan penyerapan obat-obatan terlarang, namun signifikansi
klinisnya tidak jelas, karena lada biasanya dikonsumsi sebagai bagian dari
makan. Sudah diketahui beberapa waktu bahwa lada, dan piperine khususnya,
menghambat sitokrom P450, tetapi baru belakangan ini aktivitas melawan
isoenzim manusia tertentu telah diuji. Piperin telah ditemukan untuk
menghambat sitokrom P450 isoenzim CYP3A4, secara in vitro (Baxter, 2009).
1.2.3 Alkaloid

Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak


ditemukan di alam. Hampir seluruh senyawa alkaloida berasal dari tumbuh-
tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Semua alkaloida
mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan
sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklik
(Sovia Lenny, 2006).

Hampir semua alkaloida yang ditemukan dialam mempunyai keaktifan


biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi adapula yang sangat berguna
dalam pengobatan. Misalnya kuinin, morfin dan strikhnin, adalah alkaloida
yang terkenal dan mempunyai efek fisiologis dan psikologis. Alkaloida dapat
ditemukan dalam berbagai tumbuhan seperti biji, daun, ranting dan kulit
batang. Alkaloida umumnya ditemukan didalam kadar yang kecil dan harus
dipisahkan dari campuran senyawa yang rumit yang berasal dari jaringan
tumbuhan (Sovia Lenny, 2006).
Menurut Singh,2002 alkaloid diklasifikasikan menurut berbagai jenis:

1. Klasifikasi berdasarkan struktur kimia

a. Pyridine (Nikotin)
b. Quinoline (Kina)
c. Isoquinolin (Papaverine)
d. Phenanthrene (Codeine)
e. Pyrrolidine (Atropin)

2. Klasifikasi berdasarkan aktivitas farmakologis misal, analitik


(Strychnine), analgesik (Morfin), anti kanker (Vinblastine). Jarang alkaloid
diklasifikasikan menurut rute biosintesis.

1.2.4 Cara melakukan identifikasi golongan senyawa

Pemeriksaan kimia kualitatif alkaloid dengan pereaksi Mayer, reagen


Drangendroff, pereaksi Hager atau reagen Wagner memicu alkaloid.
Alkaloid diketahui memberi warna khas saat diobati dengan reagen ini.
a. Pereaksi Mayer [presipitasi kremasi]

b. Reagen Drangendroff [endapan coklat oranye]

c. Pereaksi hager [endapan kuning]

d. Wagners'reagent [endapan coklat kemerahan]

(Singh,2002)

1.2.5 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan teknik kromatografi yang


berdasar prinsip adsorbsi, bedanya dengan kromatografi kolom yaitu
konfigurasi KLT yang berbentuk planar (plate). Fasa diam berupa padatan
yang diaplikasikan berbentuk datar pada permukaan kaca atau aluminium
sebagai penyangganya sedangkan fasa gerak berupa zat cair seperti yang
digunakan dalam kromatografi kolom dan kromatografi kertas.

a) Teknik standar
Untuk melakukan KLT dapat digunakan plat yang sudah jadi dan dapat
dibeli lewat supplier bahan kimia atau dapat kita buat sendiri dengan
menyediakan bubur adsorben untuk diratakan di atas penyangga. Pembuatan
plat dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut :
1. Melarutkan padatan adsorben dengan akuades atau kloroform atau
metanol atau campurannya hingga diperoleh bubur yang homogen.
2. Membuat lapisan tipis dengan teknik pembentangan menggunakan
alat khusus yang dinamakan Stahl-Desaga, penyemprotan dengan
alat semprot, penuangan dan pencelupan untuk membuat plat
makro.

Teknik melakukan KLT dapat diringkaskan sebagai berikut :

1. Lapisan tipis adsorben dibuat pada permukaan plat kaca atau


aluminium berukuran 5 cm x 20 cm ; 20 cm x 20 cm. Untuk plat
aluminium, ukuran dapat diperkecil dengan memotongnya sesuai
keinginan kita.
2. Tebal lapisan bervariasi tergantung tujuan penggunaan, adapun
tebal lapisan yang standar untuk plat KLT yang diperdagangkan
umumnya ± 250 µm.
3. Larutan campuran senyawa diteteskan pada jarak tertentu dari dasar
plat (± 1,5 cm) dengan menggunakan pipet mikro atau siringe agar
volume totolan dapat diketahui untuk analisis yang bersifat
kuantitatif dan dapat menggunakan pipa kapiler yang diruncingkan
untuk analisis kualitatif.
4. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampai diuapkan dulu
dengan memberikan sejenak plat yang ditotol dengan sampel
sebelum dimasukkan ke dalam bejana pengembang (development
chamber) yang berisi fasa gerak (eluen).
5. Plat kromatografi dikembangkan dengan mencelupkannya ke
dlaam bejana tersebut. Fasa gerak yang dipergunakan dapat terdiri
atas satu macam atau lebih pelarut serta dapat menggunakan
pelarut yang sama ataupun berbeda dengan pelarut yang digunakan
untuk melarutkan sampel.
6. Komponen-komponen senyawa akan bergerak dengan kecepatan
berbeda sesuai interaksi adsorbsinya dengan fasa diam.
7. Kromatografi diakhiri ketika fasa gerak telah mencapai jarak
tertentu dari ujung plat yang lain. Senyawa-senyawa yang berbeda
satu sama lain akan memiliki perbandingan jarak tempuh senyawa
terhadap jarak tempuh fasa gerak yang berbeda pula. Nilai
perbandingan ini dinamakan Rf (retardation factor).
(Rubiyanto, 2017).
b) Fasa Diam
Pada dasarnya jenis padatan yang digunakan pada kromatografi
kolom dapat digunakan pada KLT. Beberapa jenis adsorben dan
penggunaanya antara lain :
- Silica gel : asam-asam amino, alkaloid, asam-asam lemak dan
lain-lain.
- Alumina : alkaloid, zat warna, fenol-fenol, dan lain-lain.
- Kielsghur (tanah diatomae) : gula, oligosakarida, trigliserida,
dan lain-lain.
- Selulosa : asam-asam amino, alkaloid, dan lain-lain.

Adapun dalam perdagangan banyak dijumpai plat KLT yang


terbuat dari silica gel dengan jenisnya antara lain :

- Silica gel G : mengandung 13 % CaSO4, sebagai bahan perekat


- Silica gel H : tanpa kandungan CaSO4
- Silica gel PF : mengandung bahan fluoresensi

Sebelum digunakan, plat KLT dioptimalkan kerja dengan langkah


aktivasi terlebih dahulu dengan cara :

1. Untuk pemisahan senyawa-senyawa netral, plat KLT diaktivasi


dengan memanaskannya dalam oven bersuhu 100 oC selama
beberapa menit untuk menghilangkan air/kelembaban.
2. Untuk pemisahan senyawa yang bersifat basa, sebelum proses
kromatografi pelarut ditambah dengan larutan ammonium
hidroksida atau dietil amina.
3. Untuk pemisahan senyawa bersifat asam, pelarut ditambah
dengan asam asetat.

(Rubiyanto, 2017).

c) Fase Gerak
Baik fasa diam dan fasa gerak hanya digunakan bersama-sama
dalam KLT ketika proses kromatografi berlangsung melalui
kesetimbangan yang melibatkan lapisan tipis adsorben, fasa pelarut
dan fasa uap pelarut. Dengan demikian, solvent tidak selalu ekuivalen
dengan fasa gerak karena sering komposisi keduanya berbeda
sepanjang jalur plat meskipun digunakan fasa gerak yang sama
dengan pelarut.
Sifat-sifat ideal pelarut yang digunakan dalam KLT antara lain :
1. Tersedia dalam bentuk yang sangat murni dengan harga yang
memadai.
2. Tidak bereaksi dengan komponen dalam sampel maupun
material fasa diam.
3. Memiliki viskositas dan tegangan permukaan yang sesuai.
4. Memiliki titik didih yang rendah untuk memudahkan
pengeringan setelah pengembangan.
5. Mempunyai kelarutan yang ideal pada berbagai campuran
solvent.
6. Tidak toksik dan mudah pembuangan limbahnya.

Ada berbagai kondisi KLT yang bertujuan untuk menaikkan


kemampuan teknik kromatografi, salah satunya adalah sistem fasa
normal (normal phase system). Sistem fasa normal yaitu penggunaan
fasa diam polar yang dikombinasikan dengan berbagai fasa gerak non
air (non aqueous mobile phases). Tipikal fasa diam yang sering
dikatakan bersifat polar antara lain, silica gel, alumina, dan berbagai
material fasa terikat polar lainnya seperti siano-silika, amino-silika,
dan diol-silika di mana proses adsorbsi memainkan peranan penting
dalam pemisahan (Rubiyanto, 2017).

Karakter yang diinginkan dalam pemilihan fasa gerak yang


kompetitif untuk KLT antara lain adalah parameter kelarutan
(solubility parameter), indeks polaritas (polarity index), dan
kekuatannya sebagai solvent (solvent strength). Parameter kelarutan
menunjukkan kemampuannya untuk berkombinasi dengan beragam
pelarut lain. Indeks polaritas menunjukkan besaran empiris yang
digunakan untuk mengukur ketertarikan antar molekul dalam solute
dengan molekul solvent pada parameter kelarutan solvent yang
bersangkutan dalam keadaan murninya. Sementara kekuratan pelarut
dinyatakan sebagai bilangan tanpa satuan yang berkisar antara -0,25
sampai +1,3 yang ditentukan melalui energi adsorbsi oleh molekul
solvent pada solvent yang bersangkutan (Rubiyanto, 2017).
1.3 PROSEDUR KERJA
a) Preparasi Sampel
1. Ekstrak sebanyak 0,9 gram ditambah etanol ad larut, ditambah 5 ml
HCl 2N, dipanaskan di atas penangas air selama 2-3 menit, sambil
diaduk.
2. Setelah dingin ditambah 0,3 gram NaCl, diaduk rata kemudian
disaring.
3. Filtrat ditambah 5 ml HCl 2N. Filtrat dibagi tiga bagian dan disebut
sebagai larutan IA, IB, dan IC.
b) Reaksi Pengendapan
1. Larutan IA ditambah pereaksi Mayer, larutan IB ditambah dengan
pereaksi Wagner dan larutan IC dipakai sebagai blanko.
2. Adanya kekeruhan atau endapan menunjukkan adanya alkaloid.
c) Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
1. Larutan IC ditambah NH4Oh pekat 28% sampai larutan menjadi basa,
kemudian diekstraksi dengan 5 ml kloroform (dalam tabung reaksi).
2. Filtrat (Fase CHCL3) diuapkan sampai kering, kemudian dilarutkan
dalam metanol (1 mL) dan siap untuk pemeriksaan dengan KLT.
Fase diam : Kiesel gel GF 254
Fase gerak : CHCl3 - Etil asetat (1:1)
Penampak noda : Pereaksi Dragendorf
3. Jika timbul warna jingga menunjukkan adanya alkaloid dalam ekstrak.
1.4 BAGAN ALIR

0,9 gram ekstrak +


etanol ad larut + 5 mL
HCl 2N

Dipanaskan di atas penangas air


selama 2-3 menit, sambil
diaduk

Ditunggu sampai dingin + 0,3


gram NaCl, aduk rata lalu disaring

+ 5 ml HCl
2N

Larutan IC
Larutan IA Larutan IB Larutan ID

blanko
+ pereaksi + NH4OH 28% sampai
+ pereakasi Mayer
Wagner basa

Ekstraksi dengan 5 mL
kloroform

Fase kloroform diuapkan

+ 1 mL metanol

Ditotolkan pada plat


KLT dan dieluasi
1.5 SKEMA KERJA

a. Preparasi Sampel

0,9 gram ekstrak Dipanaskan Setelah dingin + 0,3


+ etanol ad larut 2-3 menit, sambil gram NaCl, aduk
+ 5 ml HCl 2N diaduk rata, lalu disaring

Filtrat + 5 ml HCl Disebut sebagai


larutan IA, IB, IC,
b.2N.Reaksi
Filtrat Pengendapan
dibagi
dan ID
menjadi 4 bagian

Larutan ID

+pereaksi Wagner blanko Digunakan


untuk KLT

Larutan IA Larutan IB Larutan IC

+pereaksi Mayer

Adanya kekeruhan atau endapan menunjukan adanya alkaloid.


c. Kromatograsi Lapis Tipis (KLT)

-Larutan 1D + NH4OH pekat Filtrat (fase CHCl3)


28% ad larutan menjadi basa. diuapkan sampai kering
-Diekstraksi dengan 5 ml
kloroform.

Dilarutkan dalam etanol


(1 ml) dan siap untuk Plat KLT
pemeriksaan dengan
KLT

Jika timbul warna jingga menunjukkan adanya alkoloid dalam ekstrak


1.6 DAFTAR PUSTAKA

Balittri. 2007. Teknologi Unggulan Tanaman Lada.


http://balittri.litbang.deptan.go.id/ diakses 20 Februari 2019
Baxter, Karen , dkk. 2009. Stockley’s Herbal Medicines Interaction. London:
Pharmaceutical Press.

Hariana, H.Arief. 2008. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya seri 2. Jakarta:


Penebar Swadaya

Kar. 2003 Pharmacognosy and Pharmacobiotechnology. New Age


International Publishers. New Delhi.
Rubiyanto, Dwiarso. 2017. Prinsip Dasar, Praktikum dan Pendekatan
Pembelajaran Kromatografi. Yogyakarta: Deepublish
Singh, Dr. Amrit Pal. 2002. A Treatise On Phytochemistry. UK: Emedia
Science.
Sovia, Lenny. 2006. Senyawa Flavonoid, Fenil Propanoida dan Alkaloida.
http://library.usu.ac.id/download/fmipa/06003489.pdf diakses 20 Februari
2019

Tjitrosoepomo G. 2004. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press.
Wahid, P. 1996. Identifikasi Tanaman Lada. Monograf Tanaman Lada. Balittro

Anda mungkin juga menyukai