Oleh : Kelompok 4
Dian Karasvita L 201410410311173
Mahya R Agustina 201410410311176
Rika Rahim 201410410311179
Saulatun Nisa 201410410311181
Ratih Kusumastuti 201410410311182
Rika Yunita 201410410311183
Selvi Rahma D 201410410311185
Kelompok 2
LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ALKALOIDA
(Ekstrak Piper nigrum L.)
I. Tujuan
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan alkaloida
dalam tanaman.
II. Tinjauan Pustaka
A. Tanaman Lada Hitam Piper nigrum L.)
Tanaman lada (Piper nigrum L) merupakan rempah-rempah yang
terpenting dan tertua di dunia. Tanaman ini termasuk famili Piperaceae,
yang terdiri dari lebih kurang 12 genus. Lada atau yang sering disebut
merica memiliki nama ilmiah Piper nigrum L. adalah salah satu rempah
yang berbentuk biji-bijian kecil. Tumbuhan lada adalah tumbuhan
merambat dan memiliki daun tunggal berbentuk bulat telur berwarna hijau
pucat dan buram dengan ujung runcing yang tersebar dengan batang yang
berbuku-buku. Bunga lada tersusun dalam bentuk bunga majemuk dan
berkelamin tunggal tanpa memiliki hiasan bunga. Sedangkan buah lada
berbentuk bulat dengan biji yang keras namun memiliki kulit buah yang
lunak.
1. Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Magnoliidae
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae (suku sirih-sirihan)
Genus : Piper
Spesies : Piper nigrum L.
2. Nama Daerah
Merica hitam (Piper nigrum L.) mempunyai nama Sumatera:
lada (Aceh), leudeu pedih (Gayo), lada (Batak), lada (Nias), raro
(Mentawai), lada kecik (Bengkulu), lade ketek (Minangkabau), lada
(Lampung). Jawa: Lada, pedes (Sunda), merica (Jawa). Nusa
Tenggara: maicam, mica (Bali), saha (Bima), saang (Flores).
Kalimantan: sahang laut (Dayak), sahang (Sampit). Sulawesi: kaluya
jawa, marisa jawa, malita lodawa (Gorontalo). Maluku: marisano
(Sepa), rica jawa, rica polulu (Ternate), mica jawa, rica tamelo
(Tidore).
3. Morfologi Tanaman
Batang
c. Protoalkaloid
Protoalkaloid diturunkan dari asam amino tetapi tidak
mengandung nitrogen pada cincin heterosiklik. Contoh :
mescaline, betanin, dan serotonin. (Swastini, Dewa Ayu.2007).
d. False alkaloid
Senyawa bukan alkaloid tetapi memberikan rekasi positive
terhadap alkaloid.
2. Penamaan Alkaloid
a. Berdasarkan sumber/asalnya (genus dan spesies)
contoh: papaverin,efedrin, atropin, cocain
b. Berdasarkan aktivitas farmakologi
contoh : emetine untuk muntah
c. Berdasarkan penemunya
contoh : pelleterine (P.J.Pelletier)
d. Nama simplisia digunakan
Contoh : ergotamina - ergot
3. Sifat-sifat fisika
Kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan Kristal
dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi.
Sedikit alkaloid berbentuk amorf (emetin), dan beberapa seperti
nikotin dan konini berupa cairan.
Kebanyakan alkaloid tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa
yang kompleks, spesies aromatic berwarna. Pada umumnya basa
bebas alkaloid hanya larut dalam pelarut organic, meskipun beberapa
pseudoalkaloid dan protoalkaloid larut dalam air. Garam alkaloid dan
alkaloid quartener sangat larut dalam air.
4. Sifat-sifat kimia
Kebanyakan alakaloid bersifat basa. Sifat tersebut tergantung
pada adanya pasangan electron pada nitrogen. Jika gugus fungsional
yang berdekatan dengan nitrogen bersifat melepaskan electron,
sebagai contoh gugus alkil maka ketersediaan electron pada nitrogen
naik dan senyawa lebih bersifat basa.
Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa tersebut sangat
mudah mengalami dekomposisi, terutama oleh panas dan sinar dengan
adanya oksigen. Dalam Hasil dari reaksi ini sering berupa N-oksida.
Dekomposisi alkaloid selama atau setelah isolasi dapat menimbulkan
berbagai persoalan jika penyimpanan berlangsung dalam waktu yang
lama. Pembentukan garam dengan senyawa organic atau anorganik
sering mencegah dekomposisi. Itulah sebabnya dalam perdagangan
alkaloid lazim berada dalam bentuk garamnya.
b. Reaksi warna
Cara percobaan
Lakukan penyarian dengan campuran eter-kloroform seperti pada
cara Reaksi pengendapan. Pindahkan beberapa ml filtrate pada
cawan porselin, uapkan. Pada sisa tambahkan 1 sampai 3 tetes
larutan percobaan seperti yang tertera pada masing-masing
monografi.
Identifikasi :
(1) Pada 2 mg serbuk buah tambahkan 5 tetes asam sulfat P;
terjadi warna coklat tua .
(2) Pada 2 mg serbuk buah tambahkan 5 tetes asam sulfat 10
N; terjadi warna kuning.
(3) Pada 2 mg serbuk buah tambahkan 5 tetes asam klorida
pekat P; terjadi warna coklat tua.
(4) Pada 2 mg serbuk buah tambahkan 5 tetesasam klorida
encer P; terjadi warna kuning.
(5) Mikrodestilasikan 20 mg serbuk buah pada suhu 240
selama 90 detik menggunakan tanur TAS, tempatkan hasil
mikrodestilasi pada titik pertama dari lempeng KLT silica
gel GF2 5 4P. Timbang 500 mg serbuk buah, campur dengan
5 ml methanol P dan panaskan di atas tangas air selama 2
menit, dinginkan. Saring, cuci endapan dengan methanol P
secukupnya sehingga diperoleh 5 ml filtrate. Pada titik
kedua dari lempeng KLT tutulkan 15 l filtrate dan pada
titik ketiga tutulkan 2 l larutan piperina P 0.1% b/v dalam
etanol P. eluasi dengan campuran etil asetat P-benzen P (30
+ 70) dengan. Jarak rambat 15 cm, keringkan lempeng di
udara selama 10 menit. Amati dengan sinar biasa dan
dengan sinar ultraviolet 366 nm. Semprot lempeng dengan
anisaldehid-asam sulfat LP, panaskan pada suhu 110
selama 10 menit. Amati dengan sinar biasa dan dengan
sinar ultraviolet 366 nm. Pada kromatogram tampak
bercak-bercak dengan warna dan hRf sebagai berikut:
B. Reaksi Pengendapan
Pengendapan dengan pereaksi Mayer
B dragendrof.
Hasil :
Diperoleh 3 noda dengan nilai Rf
A
Noda A : 0,26
Noda B : 0,56
Noda C : 0,75
VII. Pembahasan
Pada praktikum fitokimia untuk mengidentifikasi senyawa
alkaloid dari tanaman Piper nigrum atau yang lebih dikenal dengan
lada hitam digunakan ekstrak Piper nigrum dari proses ekstraksi.
Digunakan ekstrak yang diperoleh dari proses ekstraksi untuk
memperoleh ekstrak atau crood ekstrak yang kaya akan alkaloid.
Senyawa golongan alkaloid adalah senyawa nitrogen organik,
lazimnya bagian cincin heterosiklik, bersifat basa, sering bersifat optis
aktif dan kebanyakan berbentuk kristal.
Dalam mengidentifikasi senyawa golongan alkaloid dilakukan
dengan dua percobaan yaitu dengan reaksi pengendapan dan dengan
identifikasi menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Pada reaksi
pengendapan, sampel yang diperoleh dari proses preparasi sampel
dibagi menjadi empat yaitu sampel IA, IB, IC, dan ID. Sampel IA
ditambahkan dengan dua tetes pereaksi mayer yang termasuk dalam
reaksi pengendapan golongan III, dimana jika larutan sampel yang
mengandung alkaloid akan membentuk senyawa adisi tidak larut. Dari
hasil percobaan diperoleh larutan yang keruh, sehingga dapat diketahui
bahwa sampel IA positif mengandung senyawa golongan alkaloid.
Reaksi pengendapan yang kedua adalah dengan pereaksi
wagner yang mana termasuk dalam reaksi pengendapan golongan II.
Larutan sampel yang mengandung alkaloid dengan penambahan
pereaksi wagner akan membentuk senyawa kompleks bebas, kemudian
membentuk endapan. Hasil percobaan dari sampel IB yang
ditambahakan dengan enam tetes pereaksi wagner diperoleh larutan
yang keruh. Sehingga dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa ekstrak Piper nigrum positif mengandung senyawa golongan
alkaloid. Larutan sampelIC digunakan sebagai pembanding atau
blanko pada reaksi pengendapan. Berdasarkan hasil dari kedua hasil uji
pengendapan tersebut dapat disimpulkan bahwa larutan sampel IA dan
IB positif mengandung alkaloid.
Identifikasi senyawa alkaloid yang kedua yaitu dengan
metode KLT. Larutan sampel ID yang diawal telah diubah menjadi
bentuk garamnya, pada percobaan ini diubah kembali menjadi bentuk
base dengan penambahan NH4OH pekat 28%. Pengubahan kembali
dari bentuk garam menjadi bentuk base, dikarenakan bentuk base lebih
larut pada pelarut non polar. Pada praktikum ini digunakan fase gerak
(eluen) CHCl3 Etil asetat (1 : 1) dan fase diamnya adalah kiesel gel
GF 254. Bentuk base tersebut kemudian diekstraksi dengan 5 ml
kloroform dan dikocok konstan agar alkaloid dalam sampel banyak
yang tertarik kedalam kloroform. Setelah dirasa cukup maka campuran
tersebut dipisahkan dan diltratnya diuapkan hingga tersisa 1/3 dari
bagian awal, bagian itulah yang kemudian ditotolkan pada plat KLT
(fase diam). Setelah proses eluasi dan disemprot dengan penampak
noda dragendrof, maka dapat dilihat pada plat KLT tersebut muncul
tiga noda dengan warna jingga dan panjang/ tinggi dari titik awalnya
(nilai Rfnya) berbeda. Adanya noda berwarna jingga pada plat KLT
menunjukkan adanya alkaloid dalam ekstrak Piper nigrum yang diuji.
Ketiga noda yang muncul memiliki nilai Rf yang berbeda yaitu pada
noda dengan tinggi 2,1 cm memiliki nilai RF 026, sedangkan noda
dengan tinggi 5,6 cm memiliki nilai Rf 0,6, dan noda dengan tinggi 6
cm memiliki nilai Rf 0,75. Berdasarkan Harbone (1987), nilai Rf untuk
hasil identifikasi senyawa alkaoid adalah antara 0,07 0,62. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa dengan nilai Rf yang diperoleh tersebut,
ekstrak Piper nigrum positif mengandung senyawa alkaloid.
VIII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil identifikasi senyawa alkaloid dengan
menggunakan reaksi pengendapan dan metode kromatografi lapis tipis
(KLT), memberikan hasil positif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
dalam ekstrak Piper nigrum mengandung senyawa golongan alkaloid.
DAFTAR PUSTAKA
C.M.Liam, G.C.L.Eel, M.Rahmani and C.F.J. Bong2 (2009).Alkaloids from Piper
nigrum and Piper betle. Pertanika J. Sci. & Technol. Vol. 17 (1) 2009, ISSN:
0128-7680.
Depkes RI. (1979). Materia Medika Indonesia. Jilid III. 1979. Departemen
Kesehatan RI: Jakarta.
P.N.Shingate, P.P. Dongre and D.M. Kannur. 2013. New Method Development
For Extraction And Isolation Of Piperine From Black Pepper. International
Journal of Pharmaceutical Sciences and Research Vol. 4, Issue 8, E-ISSN:
0975-8232;Np-ISSN: 2320-5148
Sasstrohamidjojo, Hardjono. 1996. Sintesis Bahan Alam. Gadjah Mada University
Press: Yogyakarta
http://www.plantamor.com (diakses tanggal 15 Februari 2017)
https://id.wikipedia.org/wiki/Lada (diakses tanggal 15 Februari 2017)
PRAKTIKUM FITOKIMIA
I. TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan
glikosida saponin, tripterpenoid dan steriod dalam tanaman.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TANAMAN Lerak Sapindus rarak DC
1. Klasifikasi tanaman
Menurut taksonominya, Sapindus rarak dikalsifikasikan dalam :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dycotyledonae
Bangsa : Sapindales
Suku : Sapindaceae
Marga : Sapindus
Spesies : Sapindus rarak
Sinonim : Sapindus delavayi
(China, India)
Sapindus detergens (syn. var. Soapnut, Ritha)
Sapindus emarginatus Vahl (Southern Asia)
Sapindus laurifolius Vahl Ritha (India)
Sapindus tomentosus (China)
2. Morfologi tanaman
Lerak biasa tumbuh liar di hutan dengan tinggi 15 - 42 m dengan
diameter batang 1 m dan tumbuh rindang, bentuk Tanaman ini
mempunyai bunga majemuk tidak terbatas (inflorescentia centripetala)
dimana bunga mekar dari bawah ke atas sehingga berbentuk tandan
dengan tangkai bunga tumbuh dari ujung batang. Buah lerak
merupakan buah tunggal berbentuk bulat dengan diameter 2 cm,biji
dilindungi oleh kulit biji dengan warna kulit biji berwarna hijau, bila
telah masak berwarna cokelat bila dikeringkan berwarna hitam. Biji
bersama kulitnya bila direndam akan mengeluarkan busa arena kulit
biji banyak mengandung saponin (28%), sehingga dapat digunakan
dalam pembuatan sabun, obat cuci rambut dan berbagai alat
kosmetika. Lerak termasuk dalam kelas Dicotyledone,berakar
tunggang dengan perakaran yang kompak. Oleh karena itu tanaman ini
dapat digunakan sebagai pengendali erosi dan penahan angin, sebagai
tanaman pekarangan yang agak jauh dari rumah. Tanaman mulai
berbuah pada umur 5 - 15 tahun, musim berbuah pada awal musim
hujan dan menghasilkan biji sebanyak 1.000 - 1.500 biji. Tanaman
lerak mempunyai bentuk daun majemuk, menyirip ganjil anak daun
bentuk lanset (lanceolatus), bentuk ujung daun runcing, pangkal daun
tumpul, tepi rata, dengan panjang 5 - 18 cm, lebar 2,5 - 3,0 cm,
bertangkai pendek dan berwarna hijau. Lerak menghasilkan bunga dan
buah yang tumbuh langsung dari kuncup dorman pada batang utama
atau cabang utama. Bunga lerak berbentuk tandan (racemes), bunga
majemuk, mahkota bentuk periuk (hypanthodium), warna kuning
keputihan, mahkota empat dan kelopak lima.
3. Habitat
Lingkungan tumbuh Tanaman lerak paling sesuai pada
iklim tropik dengan kelembaban tinggi, berdrainase baik, subur
dan mengandung banyak humus. Lerak tumbuh pada ketinggian di
bawah 1.500 m di atas permukaan laut, dengan pertumbuhan
paling baik pada daerah berbukit dataran rendah dengan
ketinggian 0 - 450 m di atas permukaan laut, curah hujan rata-rata
1.250 mm/tahun.
4. Penyebaran
Penyebaran Tanaman lerak tersebar dan terdapat di seluruh
Indonesia terutama di hutan-hutan di daerah Sumatera, Jawa Barat,
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Akan tetapi tanaman ini belum
dibudidayakan secara luas dan masih terbatas sebagai tanaman
sampingan saja.
5. Kandungan tanaman
Biji lerak mengandung bahan aktif alkaloid, triterpen,
ateroid, dan saponin. Saponin pada lerak suatu alkaloid beracun
dan bermanfaat, saponin inilah yang menghasilkan busa dan
berfungsi sebagai bahan pencuci, dan dapat pula dimanfaatkan
sebagai pembersih berbagai peralatan dapur, lantai, bahkan
memandikan dan membersihkan binatang peliharaan. Kandungan
racun biji lerak juga berpotensi sebagai insektisida. Kulit buah
lerak dapat digunakan sebagai wajah untuk mengurangi jerawat
dan kudis. Buah lerak relatif mudah didapatkan biasanya dijual di
pasar-pasar tradisional.
a. Uji Buih
Timbang ekstrak sebanyak 0,5 gram Lalu dibagi tiga bagian masing-
dilarutkan dengan etanol ad larut masing 5ml, disebut sebagai
2. Uji Lieberman- IIA,IIB,IIC
Burchard
IIA IIB
Blanko Lar. Uji A.asetat H2SO4 Pekat
anhidrat
3. Uji Salkowski
IIA IIC
c. Kromatografi Lapis
Tipis (KLT)
1. Identifikasi sapogenin steroid / triterpenoid
Tes buih positif mengandung saponin bila terjadi buih yang stabil selama
lebih dari 30 menit dengan tinggi 3 cm di atas permukaan cairan.
2. Reaksi Warna
Preparasi sampel:
0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam 15 ml etanol,
Dibagi menjadi tiga bagian masing-masing 5 ml, disebut sebagai larutan llA,
llB dan llC.
3. Uji Liebermann-Burchard
Larutan llA (blanko), larutan llB sebanyak 5 ml + 3 tetes asam asetat
anhidrat dan 1 tetes H2SO4 pekat, amati perubahan warna yang terjadi.
4. Uji Salkowski
Larutan llA digunakan sebagai blanko, larutan llC sebanyak 5 ml ditambah
1-2 ml H2SO4 pekat melalui dinding tabung reaksi.
Adanya steroid tak jenuh ditandai dengan timbulnya cincin warna merah.
5. Kromatografi Lapis Tipis
1. Identifikasi sapogeni steroid/ triterpenoid
Ekstrak sebanyak 0,5 gram ditambah 5 ml HCl 2N, didihkan dan tutup
dengan corong berisi kapas basah selama 50 menit untuk menghidrolisis
saponin.
HASIL
1. Uji Buih
2. Reaksi Warna
a. Uji Liebermann-Burchard
b. Uji Salkowski
VII. KESIMPULAN
Ekstrak yang kami identifikasi positif mengandung saponin, saponi
triterpenoid, steroid dan steroid/ triterpenoid setelah dilakukan beberapa
pengujian. Rf yang didapatkan pada saat uji klt sapogenin/ triterpenoid
adalah Rf = 6,8 cm/ 8 = 0,79.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid III. 1989. Departemen
Kesehatan RI: Jakarta.
Depkes RI. (1979). Materia Medika Indonesia. Jilid III. 1979. Departemen
Kesehatan RI: Jakarta.
Kristianti,Ayu Puspita.2007.ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GLIKOSIDA
SAPONIN PADA HERBA KROKOT (Portulaca olearacea L.).
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Nasution,Rosa Aprila.2008. ISOLASI SENYAWA
TRITERPENOID/STEROID DARI DAUN TUMBUHAN
KARAMUNTING (Rhodomyrtus tomentosa Wight.). Universitas
Sumatera Utara.
https://anekaplanta.wordpress.com/2008/07/30/sapindus-rarak-dc-lerak/
https://id.wikipedia.org/wiki/Lerak
http://lerakindonesia.com/info/7/lerak-sapindus-rarak--tanaman-
industri-pengganti-sabun
epository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20837/4/Chapter%20II.pdf
Depkes RI. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid III. 1989. Departemen
Kesehatan RI: Jakarta.
Depkes RI. (1979). Materia Medika Indonesia. Jilid III. 1979. Departemen
Kesehatan RI: Jakarta.
https://anekaplanta.wordpress.com/2008/07/30/sapindus-rarak-dc-lerak/
https://id.wikipedia.org/wiki/Lerak
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20837/4/Chapter%20II.pdf
http://lerakindonesia.com/info/7/lerak-sapindus-rarak--tanaman-
industri-pengganti-sabun
PRAKTIKUM FITOKIMIA
I. TUJUAN
2. Flavon
Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak
terdapat gugusan 3 -hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya,
gerakan kromatografi, serta reaksi warnanya.Flavon terdapat juga
sebagai glikosidanya lebih sedikit daripada jenis glikosida pada
flavonol. Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin dan
luteolin. Luteolin merupakan zat warna yang pertama kali dipakai di
Eropa. Jenis yang paling umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga
flavon yang terikat pada gula melalui ikatan karbon-karbon.Contohnya
luteolin 8-C-glikosida. Flavon dianggap sebagai induk dalam
nomenklatur kelompok senyawa flavonoid.
3. Isoflavon
Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat
sedikit dan sebagai fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk
dalam tumbuhan sebagai pertahanan terhadap serangan penyakit.
Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi
warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein) memberikan
warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi
kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung yang pudar
dengan ammonia berubah menjadi coklat.
4. Flavanon
Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam
kayu, daun dan bunga. Flavanon glikosida merupakan konstituen utama
dari tanaman genus prenus dan buah jeruk; dua glikosida yang paling
lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat dalam buah anggur dan
jeruk.
5. Flavanonol
Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat
sedikit sekali jika dibandingkan dengan flavonoid lain. Sebagian besar
senyawa ini diabaikan karena konsentrasinya rendah dan tidak
berwarna.
6. Katekin
Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada
tumbuhan berkayu.Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar
dari ekstrak kental Uncaria gambir dan daun teh kering yang
mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat sebagai
antioksidan.
7. Leukoantosianidin
Leukoantosianidin merupakan senyawa tan warna, terutama
terdapat pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai
glikosida, contohnya melaksidin,apiferol.
8. Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling
tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut
dalam air ini adalah penyebab hampir semua warna merah jambu,
merah marak , ungu, dan biru dalam daun, bunga,dan buah pada
tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan
suatu struktur aromatic tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk
dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus
hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi.
9. Khalkon
Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat
dengan sinar UV bila dikromatografi kertas. Aglikon flavon dapat
dibedakan dari glikosidanya, karena hanya pigmen dalam bentuk
glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas dalam
pengembang air. (Harborne, 1996)
10. Auron
Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga
tertentu dan briofita. Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah
ros dan tampak pada kromatografi kertas berupa bercak kuning, dengan
sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah menjadi merah jingga bila
diberi uap amonia. (Robinson, 1995)
Golongan Warna
Flavonoid
Larutan Asam sulfat Magnesium/ Natrium
natrium pekat asam klorida amalgam
Hidroksida asam
Khalkon Jingga sampai Jingga sampai Tak berwarna Kuning
merah merah pucat
Merah
sebagai:
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Rf (Sastrohamidjojo, 1985):
a. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan
b. Sifat penjerap
c. Tebal dan kerataan dari lapisan penjerap
d. Pelarut dan derajat kemurniannya
e. Derajat kejenuhan uap pengembang dalam bejana
f. Teknik percobaan
g. Jumlah cuplikan yang digunakan
h. Suhu
i. Kesetimbangan
VI. TINJAUAN ELUEN
Fase gerak merupakan medium angkut yang terdiri atas satu atau
beberapa pelarut. Fase gerak bergerak dalam fase diam karena adanya gaya
kapiler. Pelarut yang digunakan sebagai fase gerak hanyalah pelarut
bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan sistem pelarut
multikomponen ini harus berupa suatu campuran yang
sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum 3
komponen. Angka banding campuran dinyatakan dalam
bagian volume total 100 (Nyiredy 2002). Pelarut pengembang
dikelompokkan ke beberapa golongan oleh Snyders berdasarkan kekuatan
pelarutnya. Menurut Stahl (1985) eluen atau fase gerak yang digunakan
dalam KLT dikelompokkan ke dalam 2 kelompok, yaitu untuk pemisahan
senyawa hidrofil dan lipofil. Eluen untuk pemisahan senyawa hidrofil
meliputi air, metanol, asam asetat, etanol, isopropanol, aseton, n-propanol,
tert-butanol, fenol, dan n-butano l sedangkan untuk pemisahan senyawa
lipofil meliputi etil asetat, eter, kloroform, benzena, toluena, sikloheksana,
dan petroleum eter.
1. Aseton
Sifat-sifat fisik
Rumus molekul : CH3COCH3 B
erat molekul (kg/kmol) : 58,080
Densitas (kg/m3 , 25C) : 785,601
Viskositas (cP, 20C) : 0,32
Titik beku : -94,6 0C
Titik leleh (C) : -94,6
Titik didih (C) : 56,29
Temperatur kritis (C) : 235,05
Tekanan kritis (kPa) : 4.701
Volume kritis (m3 /kmol) : 0,209
Tegangan permukaan (N/m, 25C) : 0,0230
Kapasitas panas (kJ/kmol.K, 25C) : 126,281
Panas penguapan (kJ/mol) : 29,1
Entalpi penguapan (kJ/mol) : 30,836
Energi Gibbs (kkal/mol) : -36,47
Entalpi pembentukan (kkal/mol) : -59,33 (cair)
Kelarutan (dalam air) : larut dalam berbagai rasio
Aseton merupakan keton yang paling sederhana, digunakan sebagai
pelarut polar dalam kebanyakan reaksi organik. Aseton dikenal juga sebagai
dimetil keton, 2-propanon, atau propan-2-on. Aseton adalah senyawa
berbentuk cairan yang tidak berwarna dan mudah terbakar, digunakan untuk
membuat plastik, serat, obat-obatan, dan senyawa-senyawa kimia lainnya.
Selain dimanufaktur secara industri, aseton juga dapat ditemukan secara
alami, termasuk pada tubuh manusia dalam kandungan kecil.
Aseton memiliki gugus karbonil yang mempunyai ikatan rangkap dua
karbon-oksigen terdiri atas satu ikatan dan satu ikatan . Umumnya atom
hidrogen yang terikat pada atom karbon sangat stabil dan sangat sukar
diputuskan. Namun lain halnya dengan atom hidrogen yang berada pada
karbon (C) di samping gugus karbonil yang disebut atom hidrogen alfa ().
Sebagai akibat penarikan elektron oleh gugus karbonil, kerapatan elektron
pada atom karbon semakin berkurang, maka ikatan karbon dan hidrogen
semakin melemah, sehingga hidrogen menjadi bersifat asam dan dapat
mengakibatkan terjadinya substitusi . Substitusi melibatkan penggantian
atom H pada atom karbon dengan elektrofilik (Wade, L.G. 2006:1041-
1063). Atom hidrogen pada aseton dapat dilihat pada Gambar 1.
Aseton mempunyai atom hidrogen alfa bersifat asam, oleh karena itu
dapat terionisasi menghasilkan ion enolat. Ion enolat dapat berada dalam dua
bentuk yaitu bentuk keto dan bentuk enol yang disebut bentuk tautomerisasi.
Tautomer adalah isomer-isomer pada senyawa karbonil yang hanya
dibedakan oleh kedudukan ikatan rangkap dan yang disebabkan perpindahan
letak atom hidrogen alfa ke atom oksigen.
2. Kloroform
a. Sifat Fisis
Rumus molekul : CHCl3
Berat molekul : 119,39 g/gmol
Wujud : cairan bening
Titik didih : 61,2oC
Titik leleh : -63,5oC
Densitas : 1,48 gr/cm3
Suhu kritis : 264oC
Specific gravity : 1,489
Viskositas : 0,57 cp (20oC)
Kapasitas panas : 0,234 kal/g.oC , pada 20oC
Tekanan kritis : 53,8 atm
Suhu kritis : 263oC
Kelarutan dalam 100 mL air : 0,8 g (20oC)
(Ketta & Cunningham,1992)
b. Sifat Kimia
Kloroform jika bereaksi dengan udara atau cahaya secara perlahan-
lahan akan teroksidasi menjadi senyawa beracun phosgene
(karbonil klorida).
Reaksi :
Diambil residu,
dilarutkan dalam 20 ml
etanol
Dipanaskan dipenangas
air, amati perubahan
warna yang terjadi
2. Uji Wilstater
+ 2ml air
suling
c. KLT (Kromatografi Lapis Tipis)
Larutan IIID
ditotolkan
pada plat
KLT
Dieluasi dalam chamber
A B A B
X. PEMBAHASAN
XI. KESIMPULAN
Nety Nurazizah, Isolasi dan Identifikasi Jamur Endofit Dari Daun Jambu Biji
(PsidiumGuajava L.) sebagai Anti bakteri Dari Bakteri E.Coli dan
Staphylococus Aureus, UIN Malang, Malang, 2008.
Renata Ayuni, Khasiat Selangit Daun-Daun Ajaib Tumpas Beragam Penyakit,
Alaska,Yogyakarta, 2012. hlm. 130.
Septia Anggraini, Optimasi Formula Fast Disintegrating Tablet Ekstrak Daun
JambuBiji (Psidium Guajava L.) Dengan Bahan Penghancur Sodium
Starch Glycolate Dan BahanPengisi Manitol, Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Surakarta, 2010.
Shirur Dakappa ShruthI, dhikari Roshan, Sanjay Sharma Timilsina, and Sajjekhan
Sunita. 2011. A REVIEW ON THE MEDICINAL PLANT PSIDIUM
GUAJAVA LINN. (MYRTACEAE). Journal of Drug Delivery &
Therapeutics; 2013, 3(2), 162-168 ISSN: 2250-1177 Available online at
http://jddtonline.info
Simanjutak,Danny Junior.2010. ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI
BUAH TUMBUHAN HARIMONTING ( Rhodomyrtus tomentosa W. Ait
). Universitas Sumatera Utara.
Subandono.2006. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FLAVONOID DARI DAUN
CEREMAI (Phyllanthus acidus [L.] Skeels.).Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Yulinar Rochmasari, Studi Isolasi Dan Penentuan Struktur Molekul Senyawa
KimiaDalam Fraksi Netral Daun Jambu Biji Australia (Psidium Guajava
L.), Universitas Indonesia, Depok, 2011, hlm. 3
PRAKTIKUM FITOKIMIA
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN POLIFENOL DAN TANIN
( Ekstrak Psidium guajava)
I. TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan flavonoida
dalam tanaman.
II. TINJAUAN TANAMAN
a. Taksonomi Tanaman
Tanaman Jambu Biji termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava Linn
( Parimin, 2005).
b. Morfologi dan karakteristik Jambu Biji
Tanaman jambu biji merah (Psidium guajava L.) bukan merupakan
tanaman asli Indonesia. Tanaman ini pertama kali ditemukan di Amerika
Tengah oleh Nikolai Ivanovich Vavilov saat melakukan ekspedisi ke
beberapa negara di Asia, Afrika, Eropa, Amerika Selatan, dan Uni Soviet
antara tahun 1887-1942. Seiring dengan berjalannya waktu, jambu biji
menyebar di beberapa negara seperti Thailand, Taiwan, Indonesia, Jepang,
Malaysia dan Australia. Thailand dan Taiwan, jambu biji merah menjadi
tanaman yang dikomersialkan (Parimin, 2005) .
Tanaman jambu biji (P. Guajava L.) ditemukan pada ketinggian 1m
sampai 1.200 m dari permukaan laut. Jambu biji berbunga sepanjangtahun.
Perdu atau pohon kecil, tinggi 2 m sampai 10 m, percabanganbanyak.
Batangnya berkayu, keras, kulit batang licin, berwarna coklat kehijauan.
Jambu biji (P. Guajava L.) tersebar meluas sampai ke Asia
Tenggaratermasuk Indonesia, sampai Asia Selatan, India dan Sri Lanka.
Jumlah danjenis tanaman ini cukup banyak, diperkirakan kini ada sekitar
150 spesies didunia. Tanaman ini (P. Guajava L.) mudah dijumpai di
seluruh daerahtropis dan subtropis. Seringkali ditanam di pekarangan
rumah. Tanaman inisangat adaptif dan dapat tumbuh tanpa pemeliharaan.
Di Jawa seringditanam sebagai tanaman buah, sangat sering hidup alamiah
di tepi hutandan padang rumput.
c. Nama Daerah
Setiap daerah di Indonesia memiliki kekhasan dalam penyebutan
nama jambu biji, diantaranya, Sumatra: glima breueh (Aceh), glimeu beru
(Gayo), galiman (Batak Karo), masiambu (Nias), biawas, jambu biji,
jambu batu, jambu klutuk (Melayu). Jawa: jambu klutuk (sunda ), jambu
klutuk, petokal, petokal, jambu krikil, jambu krutuk (jawa), jhambu
bhender (Madura). Nusa Tenggara: sotong (Bali), guawa (Flores),
goihawas (Sika).Sulawesi: Gayawas (Manado), boyawat (Mongondow),
koyamas (Tansau),dambu (Gorontalo), jambu paratugala (Makassar),
jambu paratukala(Bugis), jambu (Baree), Kujabas(Roti), biabuto (Buol).
Maluku: kayawase (Seram Barat), kujawase (Seram Selatan), laine hatu,
lutuhatu (Ambon),gayawa (Ternate, Halmahera).
d. Morfologi Daun Jambu Biji
Daun jambu biji tergolong daun tidak lengkap karena hanya
terdiridari tangkai (Petiolus) dan helaian (Lamina) saja yang disebut daun
bertangkai. Dilihat dari letak bagian terlebarnya pada daunnya
bagianterlebar daun jambu biji (P. Guajava L.) berada ditengah-tengah
danmemiliki bagian jorong karena perbandingan panjang : lebarnya adalah
1,5 -2 : 1 (13 - 15 : 5,6 - 6 Cm). Daun jambu biji (P. Guajava L.)
memilikitulang daun yang menyirip yang mana daun ini memiliki 1 ibu
tulang yangberjalan dari pangkal ke ujung dan merupakan terusan tangkai
daun dari ibutulang ke samping,keluar tulang-tulang cabang, sehingga
susunannya mengingatkan kita pada susunan sirip ikan. Jambu biji
memiliki ujung daun yang tumpul, pada umumnya warna daun bagian atas
tampak lebih hijau jika dibandingkan sisi bawah daun. Tangkai daun
berbentuk selindris dan tidak menebal pada bagian tangkainya.
e. Kandungan Daun Jambu Biji
Sudah sejak lama daun jambu biji merah digunakan untuk
pengobatan secara tradisional dan sudah banyak produk herbal dari
sediaan jambu biji. Daun jambu biji merah mengandung metabolit
sekunder, terdiri dari tanin, polifenolat, flovanoid, menoterpenoid,
siskulterpen, alkaloid, kuinon dan saponin, minyak atsiri (Kurniawati,
2006).
Senyawa seperti phenolic, terpenoid, flavonoid, dan alkaloid
memilki aktivitas juvenil hormone sehingga memiliki pengaruh pada
perkembangan serangga (Elimamet dkk., 2009) .Saponin termasuk ke
dalam senyawa terpenoid. Aktivitas saponin ini di dalam tubuh serangga
adalah mengikat sterol bebas dalam saluran pencernaan makanan dimana
sterol itu sendiri adalah zat yang berfungsi sebagai prekursor hormon
ekdison, sehingga dengan menurunnya jumlah sterol bebas dalam tubuh
serangga akan mengakibatkan terganggunya proses pergantian kulit
(moulting) pada serangga. Saponin memiliki efek lain menurunkan
tegangan permukaan selaput mukosa traktus digestivus larva sehinga
dinding traktus digetivus larva menjadi korosif (Aminah dkk., 2001).
Daun jambu biji memiliki kandungan flavonoid yang sangat tinggi,
terutama quercetin. Senyawa tersebut bermanfaat sebagai antibakteri,
kandungan pada daun Jambu biji lainnya seperti saponin, minyak atsiri,
tanin, anti mutagenic, flavonoid, dan alkaloid. Flavonoid adalah senyawa
yang terdiri dari dari 15 atom karbon yang umumnya tersebar di dunia
tumbuhan. Quercetin adalah zat sejenis flavonoid yang ditemukan dalam
buah-buahan, sayuran, daun dan biji- bijian. Hal ini juga dapat digunakan
sebagai bahan dalam suplemen,minuman atau makanan. Saponin adalah
jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan. Saponin
memiliki karakteristik berupa buih. Sehingga ketika direaksikan dengan air
dan dikocok maka akan terbentuk buih yang dapat bertahan lama. Minyak
atsiri adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental
pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma
yang khas. Minyak atsiri merupakan bahan dasar dari wangi-wangian atau
minyak gosok (untuk pengobatan) alami. Tanin merupakan substansi yang
tersebar luas dalam tanaman dan digunakan sebagai energi dalam proses
metabolisme dalam bentuk oksidasi, Tanin juga sebagai sumber asam pada
buah. Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang
kebanyakan heterosiklik dan terdapat didunia tumbuhan (tetapi ini tidak
mengecualikan senyawa yang berasal dari hewan).
f. Manfaat Daun Jambu Biji
Daun jambu biji ternyata memiliki khasiat tersendiri bagi tubuh kita,
baik untuk kesehatan ataupun untuk obat penyakit tertentu. Dalam
penelitian yang telah dilakukan ternyata daun jambu biji memiliki
kandungan yang banyak bermanfaat bagi tubuh kita. Diantaranya, anti
inflamasi, anti mutagenik, anti mikroba dan analgesik. Pada umumnya
daun jambu biji (P. Guajava L.) digunakan untuk pengobatan seperti diare
akut dan kronis, perut kembung pada bayi dan anak, kadar kolesterol darah
meninggi, sering buang air kecil, luka, sariawan, larutan kumur atau sakit
gigi dan demam berdarah.
Berdasarkan hasil penelitian, telah berhasil diisolasikan suatu zat
flavonoid dari daun jambu biji yang dapat memperlambat penggandaan
(replika) Human Immunodeficiency Virus (HIV) penyebab penyakit
AIDS. Zat ini bekerja dengan cara menghambat pengeluaran enzim
reserved transriptase yang dapat mengubah RNA virus menjadi DNA di
dalam tubuh manusia.
III. TINJAUAN GOLONGAN SENYAWA
a. Polifenol
Tumbuhan yang hidup disekitar kita memiliki kandungan kimia
yang unik. Kimia bahan alam yang merupakan hasil metabolisme
sekunder. Bahan kimia yang dimaksud biasanya di gunakan manusia
untuk memenuhi kebutuhannya dalam bidang farmasi. Salah satu
kelompok senyawa yang banyak memberikan manfaat bagi manusia
adalah polifenol. Senyawa yang termasuk kedalam polifenol ini adalah
semua senyawa yang memiliki struktur dasar berupa fenol. Fenol
sendiri merupakan struktur yang terbentuk dari benzena tersubtitusi
dengan gugugs OH. Gugus OH yang terkandung merupakan
aktivator yang kuat dalam reaksi subtitusi aromatik elektrofilik
(Fessenden, 1982).
Gambar 2. Struktur dasar polifenol (Fessenden,
1982).
Polifenol jika diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Asam Garlic
Senyawa ini memiliki struktur benzen yang terdistribusi
dengan 3 gugus OH dan satu gugus Karboksilat. Contohnya seperti
jenis hydrolyzable tannins yang merupakan jenis tanin yang dapat larut
didalam air membentuk asam garlic dan asam protocatechuic dan gula.
Contoh jenis ini adalah gallotanin.
Jika pada penambahan gelatin dan NACl tidak timbul endapan putih,
tetapi setelah ditambahkan dengan larutan FeCl3 terjadi perubahan warna
yang enjadi hijau biru hingga hitam, menunjukkan adanya senyawa
polifenol.
FeCl3 positif, uji gelatin positif tanin (+)
FeCl3 positif, uji gelatin negatif polifenol (+)
FeCl3 negatif tanin (-), polifenol
(-)
D. Kromatografi Lapis Tipis
Sebagian larutan IVC digunakan untuk pemeriksaan dengan KLT
Fase diam : Kiesel Gel 254
Fase gerak : Kloroform-etil asetat-asam formiat
(0,5:9:0,5)
Penampakan noda: Pereaksi FeCl3
B. Uji gelatin
Sebagian larutan
IVC ditotolkan
pada plat KLT
Nety Nurazizah, Isolasi dan Identifikasi Jamur Endofit Dari Daun Jambu Biji
(PsidiumGuajava L.) sebagai Anti bakteri Dari Bakteri E.Coli dan
Staphylococus Aureus, UIN Malang, Malang, 2008.
Renata Ayuni, Khasiat Selangit Daun-Daun Ajaib Tumpas Beragam Penyakit,
Alaska,Yogyakarta, 2012. hlm. 130.
Septia Anggraini, Optimasi Formula Fast Disintegrating Tablet Ekstrak Daun
JambuBiji (Psidium Guajava L.) Dengan Bahan Penghancur Sodium
Starch Glycolate Dan BahanPengisi Manitol, Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Surakarta, 2010.
Shirur Dakappa ShruthI, dhikari Roshan, Sanjay Sharma Timilsina, and Sajjekhan
Sunita. 2011. A REVIEW ON THE MEDICINAL PLANT PSIDIUM
GUAJAVA LINN. (MYRTACEAE). Journal of Drug Delivery &
Therapeutics; 2013, 3(2), 162-168 ISSN:
2250-1177 Available online at http://jddtonline.info
PRAKTIKUM FITOKIMIA
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ANTRAKINON
(Ekstrak Rheum officinale)
diekstraksi dengan
saring, lalu
10 ml aquadest
didapatkan filtrat
Diekstraksi dalam
corong pisah. 5 ml
filtrat
(ekstraksi dilakukan 2 toluena
kali)
VA VB VA
dibagi menjadi VA sebagai
Fase toluene blanko
dua bagian
1 ml VB
Timbulnya warna merah ammonia
menunjukkan adanya pekat dan
senyawa antrakinon kocok
2. Uji Modifikasi Borntrager
Ekstrak sebanyak
0,3 gram
Asetat
filtrat Dipanaskan selama
glasial saring 5 menit
VIA VIB
diekstraksi
dengan 5 dibagi menjadi
Fase toluene dua bagian
ml toluena
Sebagian larutan
IVC ditotolkan
pada plat KLT Dieluasi dalam chamber
Sampel ekstrak
Rheum officinale
Setelah sampel
dieluasi
Penyinaran pada UV
254
Uji modifikasi
Borntrager (+)
mengandung antrakinon
Penyinaran pada UV
365
Sebelum sampel
dieluasi
X. PEMBAHASAN
Praktikum fitokim yang dilakukan yakni mengidentifikasi senyawa golongan
antrakinon. Golongan glikosida antrakinon ini aglikonnya adalah sekerabat dengan
antrasena yang memiliki gugus karbonil pada kedua atom C yang berseberangan
(atom C9 dan C10) atau hanya C9 (antron) dan C9 ada gugus hidroksil (antranol).
Glikosida antrasena juga dikenal sebagai anthracenosides yang
merupakan pencahar di alam. Pada hidrolisis, menghasilkan glikon seperti
dianthrone, antrakuinon atau anthrone. Gulanya adalah arabinosa, rhamnose
atau glukosa. Anthraquinones adalah konstituen aktif dan bertanggung jawab
untuk aktivitas biologis dari obat-obatan mengandung glikosida antrasena.
Selain digunakan dalam mengobati sembelit, digunakan pula untuk
pengobatan penyakit kulit seperti psoriasis dan kurap. Aloe-emodin
berkhasiat menghambat proliferasi sel dan menginduksi apoptosis dalam dua
baris sel kanker hati manusia, Hep G2 dan Hep 3B. Rhein, anthraquinione
terdapat dalam rhubarb, berkhasiat menghambat pertumbuhan sel G2 Hep
dengan menginduksi apoptosis dan memblokir perkembangan siklus sel pada
fase G1 (Saroya, 2011).
Identifikasi senyawa golongan antrakinon ini menggunakan ekstrak
Rheum officinale dengan cara pengujian reaksi warna uji borntrager dan uji
modifikasi borntrager. Selain itu juga di uji kromatografi lapis tipis (KLT).
Uji Borntrager, pada uji ini ekstrak sebanyak 0,3 gram dilarutkan
dengan 10 ml aquadest lalu diaring. Ditambahkan pelarut aquadest untuk
menghilangkan senyawa-senyawa lain yang bersifat polar, karena keberadaan
senyawa-senyawa tersebut dapat mengganggu proses ekstraksi antrakinon.
Filtrat hasil penyaringan diekstraksi kembali dengan 5 ml toluena dalam
tabung reaksi. Menggunakan toluene untuk mengekstraksi senywa
antrakinon. Ekstraksi dilakukan sebanyak dua kali untuk mendapatkan fase
toluena yang maksimal. Fase toluena dibagi menjadi dua bagian. Larutan VA
sebagai blanko dan larutan VB ditambah amonia pekat 1 ml melalui dinding
tabung kemudian dikocok. Timbulnya warna merah menunjukkan adanya
senyawa antrakinon. Pada kelompok kami, hasil Uji Borntrager yakni Larutan
VB menunjukkan hasil yang positif, namun warna yang dihasilkan yakni
merah muda. Dimungkinkan karena ekstrak yang digunakan sedikit sehingga
menunjukkan adanya senyawa antrakinon yang terkandung sedikit.
Uji Modifikasi Borntrager, pada uji ini ekstrak sebanyak 0,3 gram,
kemudian ditambah dengan 5 ml KOH 0,5 N dan 1 ml H2O2 encer.
Penambahan KOH bertujuan untuk menghidrolisis glikosida antron dan
antranol serta embentuk garam kalium dengan aglikon sedangkan
penambahan H2O2 untuk mempercepat oksidasi antron / antranol menjadi
antrakinon. Setelah itu di panaskan selama 5 menit untuk menaikkan suhu
larutan karena antrakinon larut dalam pelarut organic yang panas. Lalu
disaring menggunakan kertas saring. Filtrat hasil penyaringan ditambah
dengan asam asetat glasial, untuk menetralkan larutan. Kemudian diekstraksi
dengan 5 ml toluena. Fase toluena diambil dan dibagi menjadi dua dan
disebut sebagai larutan VIA dan VIB. Larutan VIA sebagai blanko, larutan
VIB ditambah amonia pekat 1 ml melalu dinding tabung. Timbulnya warna
merah atau merah muda pada lapisan alkalis menunjukkan adanya antrakinon.
Pada kelompok kami, dalam Uji Modifikasi Borntrager ini, larutan VIB
dibandingkan dengan blanko (larutan VIA). Larutan VIB menunjukkan hasil
yang positif, yaitu timbulnya warna merah muda pada larutan setelah
dibandingkan dengan blanko larutan VIA, sehingga menunjukkan adanya
senyawa antrakinon yang terkandung.
KLT, pada uji ini ekstrak Rheum officinale dilarutkan dalam etanol
sebanyak 0,5 ml. Fungsi penambahan etanol adalah untuk melarutkan ekstrak
sehingga ekstrak yang digunakan berupa cairan bukan padatan sehingga saat
ditotolkan pada plat KLT akan lebih mudah apabila dalam bentuk cairnya.
Untuk identifikasi kali ini, eluen yang digunakan adalah toluena-etil asetat-
asam asetat glasial dengan perbandingan 75:24:1. Eluen yang sudah jadi
dimasukkan ke dalam chamber sebagai fase gerak dan kertas saring
dimasukkan hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah chamber pada kondisi
jenuh oleh eluen atau tidak dengan cara melihat naiknya cairan pada kertas
saring hingga terbasahi seluruhnya. Setelah itu larutan KLT langsung
ditotolkan pada lempeng KLT nya sejumlah 1 pipa kapiler (1 totol). Setelah
kertas ditotol dengan ekstrak, kertas saring diangkat lalu dimasukkan
lempeng KLT. Setelah lempeng KLT terbasahi sampai batas atasnya
kemudian diangkat dan dikeringkan sebentar kemudian diamati pada sinar
UV 365 nm dan 254 nm. Lalu disemprot dengan penampak noda yang terbuat
dari larutan KOH 10% yang dilarutkan dalam metanol untuk memperjelas
noda yang tampak. Dari hasil akan tampak noda fluorescent berwarna kuning,
kuning coklat, merah ungu atau hijau ungu pada lempeng KLT yang
menunjukkan adanya senyawa antrakinon. Pada hasil KLT kelompok kami,
menunjukkan hasil yang positif, hal itu dibuktikan dengan adanya noda
berwarna kuning, kuning coklat, merah ungu dan ungu pada lempeng KLT
kami, ini membuktikan bahwa ekstrak Rheum officinale L kelompok kami
positif mengandung senyawa antrakinon. Namun didapatkan noda yang
berekor, adapun kesalahan yang dimungkingkan terjadi yakni, komponen
eluen salah, fase gerak kurang jernih, dan faktor bahan. Dari hasil KLT
kelompok kami, didapatkan 2 noda yang masing-masing noda akan
digunakan untuk menghitung nilai Rf. Nilai Rf yang kami peroleh adalah
sebagai berikut :
1,8
= 0,23
8
6,1
= 0,76
8
KESIMPULAN
Uji Borntrager : Hasil Uji Borntrager yakni larutan VB menunjukkan
hasil yang positif, namun warna yang dihasilkan
yakni merah muda. Dimungkinkan karena ekstrak
yang digunakan sedikit sehingga menunjukkan
adanya senyawa antrakinon yang terkandung sedikit.
Uji Modifikasi Borntrager: Hasil Uji Modifikasi Borntrager yakni larutan VIB
dibandingkan dengan blanko (larutan VIA). Larutan
VIB menunjukkan hasil yang positif, yaitu
timbulnya warna merah muda pada larutan setelah
dibandingkan dengan blanko larutan VIA, sehingga
menunjukkan adanya senyawa antrakinon yang
terkandung.
KLT : Hasil KLT kelompok kami, menunjukkan hasil yang
positif, hal itu dibuktikan dengan adanya noda
berwarna kuning, kuning coklat, merah ungu dan
ungu pada lempeng KLT kami, ini membuktikan
bahwa ekstrak Rheum officinale L kelompok kami
positif mengandung senyawa antrakinon. Namun
didapatkan noda yang berekor, adapun kesalahan
yang dimungkingkan terjadi yakni, komponen eluen
salah, fase gerak kurang jernih, dan faktor bahan.
Dari hasil KLT kelompok kami, didapatkan 2 noda
yang masing-masing noda akan digunakan untuk
menghitung nilai Rf. Nilai Rf yang kami peroleh
adalah sebagai berikut :
1,8
= 0,23
8
6,1
= 0,76
8
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid III. 1989. Departemen
Kesehatan RI: Jakarta.
Depkes RI. (1979). Materia Medika Indonesia. Jilid III. 1979. Departemen
Kesehatan RI: Jakarta.
Depkes. 2010. Isolasi senyawa dari Akar Kelembak.
epository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20837/4/Chapter%20II.pdf
Kelembak.
http://kambing.ui.ac.id/bebas/v12/artikel/ttg_tanaman_obat/depkes/buku1/
1-251.pdf
Sastroamidjojo, Seno. 2001.Obat Asli Indonesia. Dian rakyat.Jakarta
Subandono.2006. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GLIKOSIDA
ANTRAKINON. Universitas Muhammadiyah Surakarta
Shirur Dakappa ShruthI, dhikari Roshan, Sanjay Sharma Timilsina, and Sajjekhan
Sunita. 2011. A REVIEW ON THE MEDICINAL PLANT RHEUM
OFFICINALE. (MYRTACEAE). Journal of Drug Delivery &
Therapeutics; 2013, 3(2), 162-168 ISSN: 2250-1177 Available online at
http://jddtonline.info
Simanjutak,Danny Junior.2010. ISOLASI SENYAWA ANTRAKINON dari buah
kelembak. Universitas Sumatera Utara
Yulinar Rochmasari, Studi Isolasi Dan Penentuan Struktur Molekul Senyawa
KimiaDalam Fraksi Netral Daun kelembak Universitas Indonesia, Depok,
2011, hlm. 3 Alaska,Yogyakarta, 2012. hlm. 130.
PRAKTIKUM FITOKIMIA
Biosintesis Kolesterol
Biosintesis kolesterol dapat dibagi menjadi 5 tahap, yaitu:
1. Sintesis mevalonat dari asetil-KOA.
2. Unit isoprenoid dibentuk dari mevalonat melalui pelepasan CO
3. Enam unit isoprenoid mengadakan kondensasi untuk membentuk
senyawa antara skualen.
4. Skualen mengalami siklisasi untuk menghasilkan senyawa steroid
induk, yaitu lanosterol.
5. Kolesterol dibentuk dari lanosterol setelah melewati beberapa tahap
lebih lanjut, termasuk pelepasan tiga gugus metil (Murray, 2003).
Kolesterol diabsorpsi di usus dan ditransport dalam bentuk kilomikron
menuju hati. Dari hati, kolesterol dibawa oleh VLDL untuk membentuk LDL
melalui perantara IDL (Intermediate Density Lipoprotein). LDL akan
membawa kolesterol ke seluruh jaringan perifer sesuai dengan kebutuhan. Sisa
kolesterol di perifer akan berikatan dengan HDL dan dibawa kembali ke hati
agar tidak terjadi penumpukan di jaringan. Kolesterol yang ada di hati akan
diekskresikan menjadi asam empedu yang sebagian dikeluarkan melalui feses,
sebagian asam empedu diabsorbsi oleh usus melalui vena porta hepatik yang
disebut dengan siklus enterohepatic
Adanya kolesterol dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa
reaksi warna. Salah satu diantaranya adalah reaksi Salkowski. Apabila
kolesterol dilarutkan dalam kloroform dan larutan ini dituangkan di atas larutan
asam sulfat pekat dengan hati-hati maka bagian asam berwarna kekuningan
dengan flouresensi hijau bila dikenai cahaya. Bagian kloroform akan berwarna
biru dan yang berubah menjadi merah dan ungu. Larutan kolesterol dalam
kloroform bila ditambahan anhidrida asam asetat dan asam sulfat pekat, maka
larutan tersebut mula-mula akan berwarna merah, kemudian biru dan hijau. Ini
disebut reaksi Lieberman Burchard. Warna hijau yang terjadi ini ternyata
sebanding dengan konsentrasi kolesterol. Karenanya reaksi Lieberman
Burchard dapat digunakan untuk menentukan kolesterol secara kuantitatif.
III. PEMISAHAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)
Fase gerak merupakan medium angkut yang terdiri atas satu atau
beberapa pelarut. Fase gerak bergerak dalam fase diam karena adanya gaya
kapiler. Pelarut yang digunakan sebagai fase gerak hanyalah pelarut
bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan sistem pelarut multikomponen
ini harus berupa suatu campuran yang sesederhana mungkin yang terdiri atas
maksimum 3 komponen. Angka banding campuran dinyatakan dalam bagian
volume total 100 (Nyiredy 2002). Pelarut pengembang dikelompokkan ke
beberapa golongan oleh Snyders berdasarkan kekuatan pelarutnya. Menurut
Stahl (1985) eluen atau fase gerak yang digunakan dalam KLT
dikelompokkan ke dalam 2 kelompok, yaitu untuk pemisahan senyawa
hidrofil dan lipofil. Eluen untuk pemisahan senyawa hidrofil meliputi air,
metanol, asam asetat, etanol, isopropanol, aseton, n-propanol, tert-butanol,
fenol, dan n-butano l sedangkan untuk pemisahan senyawa lipofil meliputi
etil asetat, eter, kloroform, benzena, toluena, sikloheksana, dan petroleum
eter.
1. N-Heksana
b. Sifat Kimia
Kloroform jika bereaksi dengan udara atau cahaya secara perlahan-
lahan akan teroksidasi menjadi senyawa beracun phosgene
(karbonil klorida).
Reaksi :
5. Indeks Polaritas
Totolkan pada 4 plat KLT (Kiesel Gel 254)
Siapkan 4 macam eluen :
n-Heksan-etil asetat (1:1)
n-Heksan-etil asetat (4:1)
kloroform-metanol (4:1)
kloroform-etil asetat (4:1)
Eluasi 4 plat KLT tersebut dengan eluen yang dibuat
Semprot dengan penampa noda anisaldehid asam sulfat
Panaskan 1000C sampai timbul noda berwarna merah ungu/ ungu
Hitung harga Rf pada masing-masing plat KLT
Diskusikan, mengapa harga Rf pada masing-masing plat berbeda.
VI. SKEMA KERJA
A
Dilarutkan
dengan
B
kloroform
Kolesterol C
Di totolkan pada
masing-masing plat
KLT
IX. KESIMPULAN
Abdul Rohman dan Ibnu Gholib Gandjar, 2007, Metode Kromatografi Untuk
Analisis Makanan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Almatsier, S., 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi: Lipida. Jakarta: Gramedia Pustaka
Umum, 63.
Botham, K.M., Mayes, P.A., 2009. Harpers Illustrated Biochemistry: Cholesterol
Synthesis, Transpor & Excretion. USA: McGraw Hill, 239-248
Dominiczak MH, Beastall G, Wallace AM, 2009. Biosynthesis of cholesterol and
steroids.. Dalam (Baynes JW, Dominiczak MH, eds) Medical
Biochemistry. Philadelphia: Elsevier, 200-213.
Depkes RI. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid III. 1989. Departemen
Kesehatan RI: Jakarta.
Depkes RI. (1979). Materia Medika Indonesia. Jilid III. 1979. Departemen
Kesehatan RI: Jakarta.
epository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20837/4/Chapter%20II.pdf
Sastroamidjojo, Seno. 2001.Obat Asli Indonesia. Dian rakyat.Jakarta
Sherwood, L., 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Ed 2: Fisiologi Jantung.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,256-293.
LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA
FRAKSINASI DENGAN KROMATOGRAFI KOLOM
Dosen :
Drs. Herra Studiawan, M.Si., Apt.
Siti Rofida, M.Farm., Apt.
Oleh :
TINJAUAN ELUEN
Fase gerak merupakan medium angkut yang terdiri atas satu atau beberapa
pelarut. Fase gerak bergerak dalam fase diam karena adanya gaya kapiler. Pelarut
yang digunakan sebagai fase gerak hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik dan
bila diperlukan sistem pelarut multikomponen ini harus berupa suatu campuran
yang sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum 3 komponen. Angka
banding campuran dinyatakan dalam bagian volume total 100 (Nyiredy 2002).
Pelarut pengembang dikelompokkan ke beberapa golongan oleh Snyders
berdasarkan kekuatan pelarutnya. Menurut Stahl (1985) eluen atau fase gerak
yang digunakan dalam KLT dikelompokkan ke dalam 2 kelompok, yaitu untuk
pemisahan senyawa hidrofil dan lipofil. Eluen untuk pemisahan senyawa hidrofil
meliputi air, metanol, asam asetat, etanol, isopropanol, aseton, n-propanol, tert-
butanol, fenol, dan n-butano l sedangkan untuk pemisahan senyawa lipofil
meliputi etil asetat, eter, kloroform, benzena, toluena, sikloheksana, dan
petroleum eter.
3) N-Heksana
Siapkan
eluen 300ml
eluen
Siapkan 50
Masukkan silika gel ke
gram silica gel
dalam erlenmeyer, tambah
sedikit eluen, kocok 15 menit
Tuang campuran
diatas kedalam kolom
eluen
hingga setinggi 10cm
dari atas
Timbang
ekstrak 1% Ditambah sedikit
dari silika etanol/metanol
gel ad larut
Dan tambah silica gel
sama banyak, diaduk ad
homogen dan kering
b. Rf Fraksi 1 : 1.0,325
2. 0,4875
3. 0,6125
4. 0,6375
5. 0,8875
c. Rf Fraksi 2 : 1. 0,25
2. 0,3375
3. 0,375
4. 0,3875
5. 0,425
6. 0,4625
7. 0,6125
8. 0,825
9. 0,9
d. Rf fraksi 3 : 1. 0,25
2.0,3375
3. 0,3625
4. 0, 4625
5. 0,5375
6. 0, 5875
7. 0,65
8. 0,6875
9. 0,8375
10. 0,9
e. Rf fraksi 4 : 1. 0,25
2.0,3625
3. 0,4125
4. 0,475
5. 0,525
6. 0, 6375
7. 0,675
8. 0,7
9. 0,8625
10. 0,9125
d. Rf fraksi 5 : 1. 0,1375
2.0,25
3. 0,3375
4. 0,375
5. 0,4125
6. 0,65
7. 0,8625
d. Rf fraksi 6 : 1. 0,075
2.0,1125
3. 0,1625
4. 0,25
5. 0,3
6. 0,4375
7. 0,65
8. 0,8625
d. Rf fraksi 7 : 1. 0,0625
2.0,1125
3. 0,2375
4. 0,2875
5. 0,3375
6. 0,4625
7. 0,65
8. 0,8625
HASIL PENGAMATAN
Penotolan pada plat KLT Penotolan pada plat KLT Setelah eluasi pada plat
oleh vial nomer oleh vial nomer KLT oleh vial nomer
1,10,20,30,40,50,60,70 yang 1,10,20,30,40,50,60,70ya 1,10,20,30,40,50,60,70
diamati pada sinar UV 254 ng diamati pada sinar UV ,80 yg diamati pada
nm 365 nm sinar UV 254 nm
Setelah eluasi pada plat KLT Penotolan pada plat KLT oleh Penotolan pada plat
oleh vial nomer vial nomer 5,15,25,35,45,65 KLT oleh vial nomer
1,10,20,30,40,50,60,70,80 yang diamati pada sinar UV 254 5,15,25,35,45,65 yang
yang diamati pada sinar UV nm diamati pada sinar UV
365 nm 365
Setelah eluasi pada plat Setelah eluasi pada plat KLT Penotolan pada plat KLT oleh
KLT oleh vial nomer oleh vial nomer vial nomer 3,13, 23, 33, 43, 67
5,15,25,35,45,65 yang 5,15,25,35,45,65 yang diamati yang diamati pada sinar UV 254
diamati pada sinar UV 254 pada sinar UV 365 nm nm
nm
Penotolan pada plat KLT Setelah eluasi pada plat KLT Setelah eluasi pada plat KLT
oleh vial nomer 3,13, 23, 33, oleh vial nomer 3,13, 23, 33, 43, oleh vial nomer3,13, 23, 33, 43,
43, 67 yang diamati pada 67 yang diamati pada sinar UV 67 yang diamati pada sinar UV
sinar UV 365 nm 254 nm 365 nm
Penotolan pada plat KLT Penotolan pada plat KLT oleh Setelah eluasi pada plat KLT
oleh vial nomer vial nomer oleh vial nomer
2,11,12,21,22,31,32,41,42 2,11,12,21,22,31,32,41,42,66 2,11,12,21,22,31,32,41,42,66
,66 yang diamati pada yang diamati pada sinar UV yang diamati pada sinar UV 365
sinar UV 254 365 nm nm
Penotolan 7 fraksi pada Setelah eluasi 7 fraksi pada Setelah eluasi 7 fraksi pada
plat KLT yang diamati plat KLT yang diamati plat KLT yang diamati
pada sinar UV 365 nm pada sinar UV 254 nm pada sinar UV 365 nm
VII. PEMBAHASAN
Dalam praktikum kali ini, polaritas suatu eluen dapat mempengaruhi harga
Rf suatu noda pada lempeng KLT. Pada percobaan ini digunakan lempeng KLT
silica gel dan eluen n-heksan dan etil asetat dengan perbandingan 4:1 yang
bersifat non polar. Digunakan pelarut atau eluen tersebut dikarenakan fase diam
yang digunakan adalah silika gel yang sifatnya sangat polar, sehingga lebih
mudah mengeluasi zat warna yang sifatnya non polar terlebih dahulu karena
ikatan dengan silika gel lebih lemah. Polaritas suatu pelarut yang digunakan pada
kromatografi kolom juga berpengaruh dalam proses fraksinasi pada kolom, karena
hal tersebut berpengaruh pada tingkat kepolaran fraksi yang dihasilkan.
Pada senyawa-senyawa yang telah difraksinasi pada kromatografi kolom
tersebut memiliki tingkat kepolaran yang berbeda berdasarkan pelarut yang
digunakan. Hal tersebut juga dipengaruhi dengan jumlah senyawa non polar yang
terdapat pada senyawa sehingga menentukan fraksi yang terbentuk terkait pelarut
yang digunakan untuk menarik senyawa. komponen senyawa yang sama.
Fraksi tersebut dieluasi dengan eluen maka noda bergerak dengan berbagai
nilai Rf yang artinya noda menunjukkan tingkat polaritas yang berbeda dan
afinitasnya yang berbeda pula terhadap lempeng KLT. Perbedaan fraksi
dipengaruhi jumlah komponen yang terkandung dalam berbagai vial, karena
senyawa-senyawa tersebut ditarik oleh pelarut dalam jangka waktu yang berbeda
berdasarkan tingkat kecepatan eluasi suatu senyawa terhadap pelarut.
Penggunaan eluen n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 4 :1. N-
heksana memiliki konstanta dielektrik 2,0 sedangkan etil asetat memiliki
konstanta dielektrik 6,0 dan memiliki hasil tetapan dielektrik 2,8. Sesuai dengan
teori, semakin meningkatnya konstanta dielektrik pelarut,semakin tinggi pula
kepolarannya. Hasil tetapan dielektrik eluen adalah 2,8 yang artinya eluen tersebut
adalah non polar. Karena silika gel polar, senyawa polar atau yang lebih polar
akan terikat kuat pada silika gel. Sedangkan senyawa non polar yang ikatannya
lebih lemah akan terbawa eluen terlebih dahulu keluar ke dalam kolom, dan
senyawa yang lebih polar akan keluar terakhir dari dalam kolom. Berdasarkan
teorinya pun dijelaskan, komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan
tertinggal, sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan
bergerak lebih cepat.
KESIMPULAN
Depkes RI. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V. Cetakan Pertama. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.