Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA BAHAN ALAM II

OLEH

NAMA : UTAMI BUDHI FADILLA


BP : 1611011010
SHIFT : JUMAT PAGI
KELOMPOK : I (SATU)

LABORATORIUM KIMIA BAHAN ALAM


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
KIMIA BAHAN ALAM II
ISOLASI ALKALOID DARI BUAH LADA HITAM (MERICA)
(Piper nigrum L.)

OLEH
NAMA : UTAMI BUDHI FADILLA
NO.BP : 1611011010
SHIFT : JUMAT PAGI
KELOMPOK : I (SATU)
REKAN KERJA : 1. AMALIA REFINA (1611011002)
2. ISRA HASANAH (1611011058)
3. NOVIA PRATIWI (1611012010)
4. RINI HARYATI (1611013024)
5. HARIANI AYUNDA (1611013030)

LABORATORIUM KIMIA BAHAN ALAM


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
1. Mengetahui dan mempraktekkan cara mengisolasi senyawa golongan
alkaloid
2. Mengetahui cara mengidentifikasi senyawa alkaloid hasil isolasi
1.2 Manfaat
1. Mengetahui cara mengisolasi senyawa golongan alkaloid
2. Melakukan isolasi senyawa golongan alkaloid
3. Mengidentifikasi kemurniannya untuk selanjutnya diharapkan dapat
memperoleh senyawa baru dengan efek farmakologi yang diinginkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Botani
2.1.1 Klasifikasi

Gambar 2.1 Piper nigrum L.1


Klasifikasi Piper nigrum sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Class : Equisetopsida
Sub class : Magnoliidae
Super order : Magnolianae
Order : Piperales
Family : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper nigrum.1
2.1.2 Nama daerah
Di indonesia Piper nigrum disebut dengan lada hitam, dan merica putih1
2.1.3 Nama asing
Ampirian (kulathupuzha), Angamali (kodolippuram),Arakulammundy
(pulpally), Arivally (kodolippuram), Balankotta (kalpetta), Kalluvally
(periya),Kaniyakadan (kulathupuzha)1

2.1.4 Morfologi
Piper nigrum merupakan tanaman abadi yang berbunga memanjat pohon
anggur milik keluarga Piperaceae. Tanaman cabai mudah tumbuh di tempat teduh
untuk mendukung pepohonan, teralis atau kutub tinggi maksimal 13 kaki atau 4
meter dan akar bisa keluar simpul daun jika sentuhan anggur ke tanah. Tanaman
memiliki bentuk hati sepanjang daun. Panjang paku naik hingga 7-15 cm. buah
lada hitam berukuran kecil (diameter 3 hingga 4 mm) yang disebut drupe dan
buah kering yang kering dari Piper nigrum dikenal sebagai lada hitam, buah ini
matang penuh berwarna merah gelap dan sekitar 5 mm diameter. Buah
mengandung satu biji. Tanaman menghasilkan buah dari ke-4 atau tahun ke-5, dan
terus menghasilkan buah hingga tujuh tahun. Satu batang tunggal berisi 20-30
paku buah-buahan. Paku yang dikumpulkan dijemur sampai matahari pisahkan
merica dari paku. Yang baru dipanen mentah mentah buah-buahan hijau bisa
beku-kering untuk membuat cabai hijau. Yang segar dipanen Buah hijau yang
belum matang bisa dikeringkan dengan sinar matahari untuk membuat lada hitam.
Kulit merah dari buah matang dihapus dan biji berbatu dijemur sampai membuat
lada menjadi berwarna putih.1
2.1.5 Habitat dan Distribusi
Lada (Piper nigrum) merupakan salah satu komoditas subsektor
perkebunan yang telah memberikan kontribusi nyata sebagai sumber devisa,
penyedia lapangan kerja, dan sumber pendapatan petani. Luas areal perkebunan
lada pada tahun 2009 mencapai 191,54 ribu hektar yang tersebar di 29 provinsi
dengan produksi 84,51 ribu ton. Sekitar 52% areal perkebunan terdapat di
Lampung dan Bangka-Belitung, sisanya di provinsi lain terutama, Kalimantan
Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara yang merupakan sentra produksi
baru.2
Kontribusi Indonesia sebagai pengekspor lada mencapai 29% dari
kebutuhan dunia, terbesar kedua setelah Vietnam. Produksi lada nasional tahun
2014 mencapai 91.941 ton.3
Secara geografis, Barat Ghats dari Semenanjung India Selatan adalah
pusat utama budidaya lada hitam, dan domestikasi adalah diyakini telah terjadi di
daerah ini berabad-abad lalu. Sejak itu, budidaya lada hitam telah diperkenalkan
ke negara lain di Asia Selatan dan Tenggara Saat ini, tanaman ini terutama
dibudidayakan di daerah tropis di dunia, seperti India, Vietnam, Malaysia,
Indonesia, Cina, dan Brasil, dan, pada yang lebih kecil skala, di Sri Lanka dan di
Hindia Barat Menurut statistik dari Pangan dan Pertanian Organisasi, lada hitam
dibudidayakan pada 553144 ha lahan untuk memproduksi 433 238 t merica pada
tahun 2008. Cina adalah produsen terbesar kelima di dunia, dengan sebuah
perkiraan produksi tahunan 27.210 t, dan dengan provinsi Hainan menghasilkan
hampir 90% lada hitam.4
2.2 Kandungan Kimia Piper nigrum
Investigasi fitokimia P. nigrum terungkap bahwa itu mengandung
berbagai phytochemical. Piperine adalah yang pertama senyawa aktif farmakologi
yang diisolasi dari anggota yang berbeda keluarga Piperaceae. Banyak peneliti
mengisolasi berbagai jenis Senyawa yaitu Fenolat, flavonoid, alkaloid, amida dan
steroid, lignan, neolignan, terpenes, chalcones dll dan banyak senyawa lainnya.5
Beberapa senyawa tersebut adalah Brachyamide B, Dihydro-pipericide,
(2E,4E)-N-Eicosadienoyl-pereridine,N-transFeruloyltryamine,NFormylpiperidine,
Guineensine, pentadienoyl sebagai piperidine, (2E, 4E) - Nisobuty-
ldecadienamid, isobutyl-eicosadienamide, Tricholein, Trichostachine, isobutyl-
eicosatrienamide, Isobutyl-octadienamide, Piperamide, Piperamine, Piperettine,
Pipericide, Piperine, Piperolein B, Sarmentine, Sarmentosine, Retrofractamide,
aktivitas farmakologis yang berbeda dilaporkan karena kehadirannya dari
phytochemical ini. Piperine dilaporkan memiliki empat isomer yaitu; Piperine,
Isopiperine, Chavicine dan Isochavicine. Di antara semua terisolasi senyawa yang
diisolasi dari P. nigrum. Piperine, pipena, piperamide dan piperamine ditemukan
memiliki aktivitas farmakologis yang beragam.5

Piperin
Pada penentuan kadar piperin dalam fraksi alkaloid buah lada hitam
menggunakan metode KLT-densitometri terlihat bahwa kadar piperin tertinggi
pada fraksi alkaloid dari ekstrak etanol buah lada hitam yang diekstraksi
menggunakan pelarut etanol 60% yaitu sebesar 52,81%. Semakin besar
konsentrasi etanol maka semakin kecil kadar piperin dalam ekstrak buah lada
hitam. Kadar piperin tertinggi diperoleh dari fraksi alkaloid dari ekstrak etanol
buah lada putih yang diekstraksi menggunakan pelarut etanol 96% yaitu sebesar
38,72%. Semakin besar konsentrasi etanol maka semakin besar kadar piperin
dalam ekstrak buah lada putih.6
Hal ini membuktikan bahwa perbedaan konsentrasi pelarut
pengekstraksi berpengaruh pada kadar piperin yang ikut tersari selama proses
ekstraksi. Angka persentase kadar piperin dalam sampel cukup besar karena
penentuan kadar piperin dilakukan pada fraksi alkaloid dari ekstrak etanolnya,
dengan kata lain kadar piperin tersebut menunjukkan jumlah kandungan piperin
dari jumlah alkaloid keseluruhan dalam ekstrak buah lada. Buah lada hitam
mengandung piperin yang lebih banyak dibanding dengan buah lada putih. Hal ini
diduga karena asal simplisia keduanya sehingga mempengaruhi kadar piperin.6
2.2 Kegunaan Tradisional
1. Aktifitas Anti Kanker
Aktivitas antikanker piperin melawan banyak sel kanker telah dilaporkan
sebelumnya. Karena itu, mekanisme antikanker aktivitas piperin melawan
androgen baik independen dan tergantung sel kanker prostat diselidiki. Proliferasi
LNCaP, Sel kanker prostat 22RV1, PC-3, dan DU-145 ditemukan sebagai dosis
dependen dihambat oleh piperin. Perawatan Piperine juga ditemukan untuk
menginduksi apoptosis, dengan aktivasi caspase-3 dan oleh belahan dada protein
PARP-1 dalam sel kanker prostat yang berbeda seperti PC-3, DU-145 & LNCaP
sel kanker prostat. Pengobatan dengan piperin juga ditemukan mengganggu
ekspresi reseptor androgen pada kanker prostat LNCaP sel dan menyebabkan
penurunan yang signifikan pada tingkat Prostat Spesifik Antigen dalam sel
LNCaP. Ekspresi terfosforilasi STAT-3 dan Faktor transkripsi faktor-κB
berkurang di LNCaP, PC-3 dan DU-145 sel kanker prostat setelah perawatan
dengan piperine. Ini hasil menunjukkan bahwa ada penurunan yang signifikan
dalam androgen bergantung dan independen pertumbuhan tumor.5
2. Aktifitas Inflamasi
Aktivitas anti-peradangan lada hitam Piperine dievaluasi untuk anti-
inflamasi, analgesik, dan aktivitas anti-rematik. Kegiatan anti-inflamasi in vitro
dievaluasi pada interleukin 1β dirangsang fibroblast seperti synoviocytes
diperoleh dari rheumatoid arthritis, sementara anti-rematik termasuk aktivitas
analgesik dievaluasi pada carrageen akut yang diinduksi telapak kaki nyeri dan
arthritis pada tikus.5
Piperine digunakan untuk mengurangi sintesis prostaglandin E2 dalam
dosis bergantung dosis pada konsentrasi 10-100 μg / mL. Ini secara signifikan
menghambat sintesis prostaglandin E2 bahkan pada 10 μg / mL. Ekspresi
interleukin 6 dan matriks metallo-proteinase 13 juga dihambat. Migrasi protein
activator ke inti di interleukin 1β diperlakukan synoviocytes dihambat oleh
piperin sementara migrasi faktor nuklir κB tidak terpengaruh oleh piperine.5
3. Aktifitas Anti Depresan
Efek piperine yang seperti antidepresan dan kemungkinannya
mekanisme dievaluasi dalam model kortikosteron yang diinduksi depresi pada
tikus. Perilaku seperti depresi pada tikus dikembangkan setelah 3 minggu suntikan
kortikosteron. Depresi itu terungkap oleh penurunan yang signifikan dalam
pemanfaatan sukrosa dan augmentasi di waktu imobilitas dalam tes berenang
paksa dan uji suspensi ekor. Lebih lanjut, protein faktor neurotropik yang
diturunkan dari otak dan tingkat mRNA di dalam hippocampus juga menurun
secara signifikan pada pengobatan kortikosteron tikus. Corticosterone
menginduksi perubahan perilaku dan biokimia secara signifikan berkurang setelah
pengobatan untuk hewan dengan Piperine. Hasil ini menunjukkan bahwa piperin
menghasilkan antidepresan seperti efek pada model depresi yang diinduksi oleh
kortikosteron pada tikus.5
4. Aktifitas Analgesik
Aktivitas analgesik secara in vivo piperin pada tikus dievaluasi
menggunakan induksi asam asetat pada ekor tikus hal ini digunakan untuk
mengevaluasi aktivitas analgesik piperin. Disana ada penghambatan yang
signifikan (P <0,01) dalam menggeliat induksi asam asetat pada tikus setelah
pemberian piperin intra-peritoneal (i.p.) pada a dosis 30, 50 dan 70 mg / kg
dibandingkan dengan di domethacin pada a dosis 20 mg / kg (i.p.). Injeksi intra-
peritoneal piperin pada dosis 30 dan 50 mg / kg dan injeksi morfin intra peritoneal
di dosis 5 mg / kg secara signifikan (P <0,01) meningkat dalam waktu reaksi tikus
di uji film ekor. Kegiatan analgesik dari kedua piperine dan morfin dalam uji film
ekor dibalik pada pra-perawatan hewan dengan nalokson dengan dosis 5 mg / kg
(i.p.). Hasil ini mengungkapkan aktivitas analgesik piperin yang mungkin
dimediasi melalui jalur opioid.5
5. Aktifitas Anti Oksidan
Aktivitas antioksidan lada hitam Radikal bebas menyebabkan banyak
penyakit. Serangan radikal bebas yang berbeda menyerang membran yang
menyebabkan oksidasi lipid, hilangnya aktivitas enzim yang berbeda dan dapat
menyebabkan kanker. Antioksidan sepenuhnya menghentikan atau menunda
proses oksidasi. Sistem perlindungan antioksidan termasuk enzim seperti
Askorbat, Katalase, Peroksidase dan Superoksida dismutase yang mengais-ngais
radikal dan spesies oksigen non radikal yang terkait. Tumbuhan adalah sumber
antioksidan penting. Beberapa penelitian in vitro mengungkapkan hal itu Piperine
menghambat radikal bebas dan spesies oksigen reaktif diketahui memiliki efek
protektif terhadap kerusakan oksidatif. Peniup seruling nigrum atau piperine juga
ditemukan menurunkan lipid peroksidasi in vivo. Piper nigrum dilaporkan
memiliki aktivitas antioksidan yang mungkin disebabkan untuk kehadiran
flavonoid dan konten fenolik. Piper nigrum adalah ditemukan untuk mencegah
stres oksidatif dengan menghambat peroksidasi lipid, lipoksigenase manusia dan
menangkap hidroksil dan superoksida bebas radikal, menurunkan karsinogenesis
paru pada hewan percobaan.5
2.4 Bioaktifitas
2.4.1 Ekstrak
Piperin memiliki aktivitas sebagai analgesik dan antipiretik pada tikus,
dan menunjukkan hasil yang sebanding dengan indometasin sebagai obat standar.
Kualitas ekstrak buah lada dipengaruhi oleh kandungan dan kadar senyawa kimia
di dalamnya. Senyawa piperin merupakan senyawa identitas yang paling banyak
terkandung dalam buah lada serta memiliki beragam khasiat pengobatan, maka
perlu dipisahkan secara selektif melalui penyarian atau ekstraksi.6
Ekstrak etanol buah lada hitam memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri gram positif S. aureus dengan daya hambat > 10 mm.7
2.4.2 Metabolit Sekunder
Aktivitas antibakteri dari buah lada hitam terhadap S. aureus disebabkan
oleh adanya kandungan piperin, Flavonoid dan tanin merupakan senyawa telah
dikenal memiliki aktivitas antibakteritelah membuktikan bahwa senyawa tanin
dan flavonoid juga terbukti dapat menghambat pertumbuhan bakteri P. Acnes.7
2.5 Metode Ekstraksi yang Dipakai
Metode ekstraksi dengan alat sokhlet merupakan salah satu metode yang
cocok untuk mengekstraksi alkaloid Penggunaan pelarut yang ideal untuk
mengekstraksi adalah pelarut yang menunjukkan selektivitas maksimal,
mempunyai kapasitas terbaik, dan kompatibel dengan sifat bahan yang diekstraksi
Penggunaan cairan pelarut pengekstraksi berupa campuran etanol-air mengandung
air yang cukup untuk membantu proses difusi pelarut ke dalam sel. Proses difusi
biasanya akan ditingkatkan apabila sel tanaman mengalami perlakuan dengan air,
atau pelarut yang mengandung air, yang akan menyebabkan terjadinya
pengembangan (swelling) sel sehingga terjadi peningkatan permeabilitas atau
pecahnya dinding sel.6
Pada ektraksi piperin,Serbuk simplisia sebanyak kurang lebih 50,0 g
ditimbang seksama, kemudian diekstraksi dengan alat sokhlet menggunakan
pelarut etanol dengan berbagai variasi konsentrasi 60%, 70%, dan 96%. Ekstraksi
dilakukan sampai tetesan siklus tidak berwarna lagi. Ekstrak cair yang diperoleh
kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50°C.6
2.6 Cara Pemurnian
Proses identifikasi keberadaan senyawa alkaloid yang terkandung dalam
ekstrak dilakukan dengan uji kualitatif menggunakan metode KLT. Pada
pengujian ini, keberadaan senyawa alkaloid tidak hanya diujikan untuk sampel
fraksi alkaloid dari ekstrak etanolnya, sampel memberikan noda pada nilai Rf
yang mirip dengan standar piperin, yaitu sekitar 0,6 dengan deteksi menggunakan
sinar UV 254 nm, sedangkan pada fraksi eter dan fraksi asam tidak tampak noda.
Hal ini berarti bahwa proses ekstraksi asam-basa yang dilakukan untuk menarik
alkaloid, termasuk piperin, dalam ekstrak etanol sudah maksimal.6
Deteksi dilanjutkan dengan menggunakan pereaksi Dragendorff untuk
memastikan bahwa bercak tersebut adalah senyawa alkaloid. Keberadaan senyawa
alkaloid ditegaskan jika hasil penyemprotan terbentuk noda berwarna jingga pada
plat. Hasil menunjukkan, standar piperin dan sampel ekstrak alkaloid dari ekstrak
etanol memberikan bercak berwarna jingga setelah penotolan, sedangkan pada
fraksi eter dan fraksi asam sudah tidak menimbulkan bercak, yang menandakan
proses ekstraksi alkaloid telah dilakukan dengan maksimal.6
BAB III
PROSEDUR KERJA
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1.1 Alat
Rotary evaporator, vial, corong, pipet tetes, botol 500 mL, timbangan
analitik, botol 100 mL, spatel
3.1.2 Bahan
Buah lada hitam (Piper nigrum) 25 gram, metanol, kalium hidroksida, etil
asetat, kertas saring, plat KLT, n-heksan, etanol 250 mL
3.2 Cara Kerja
a. Dimaserasi 25 gram lada hitam menggunakan 250 mL metanol selama 3
hari, kemudian disaring
b. Diuapkan maserat dengan alat rotary evaporator hingga kental
c. Ekstrak kental ditambahkan 10 mL larutan kalium hidroksida
d. Dibiarkan selama 4 hari kemudian direkristalisasi menggunakan n-heksan
dan etil asetat
e. Dihitung randemen
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
a. Uji organoleptis
Bentuk : kristal
Warna : putih kekuningan
Bau : menyengat
Rasa :-
b. Jumlah Kristal yang didapat
Berat isolat + vial = 9.782 gr
Berat vial kosong = 9.768 gr
Berat isolat = 0.014 gr
jumlah Kristal yang terbentuk
c. Perhitungan rendemen = x 100%
jumlah sampel awal
0.014 𝑔𝑟
= x 100%
10 gr

= 0,14%
d. Kelarutan
Piperin lebih larut dalam alkohol (metanol). Senyawa ini larut dalam
etanol dan etil asetat. Tidak larut dalam n-heksan

Gambar isolat (kristal piperin)


4.2 Pembahasan
Pada pratikum kali ini dilakukan isolasi alkaloid dari buah lada hitam
kering (Piper nigrum L.) yang bertujuan untuk mengetahui cara isolasi dan
identifikasi senyawa alkaloid, yaitu piperin dari buah lada hitam dengan metode
ekstrasi maserasi. Maserasi istilah aslinya adalah macerare (bahasa Latin, artinya
merendam) : adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan
nabati yaitu direndam menggunakan pelarut bukan air (pelarut nonpolar) atau
setengah air, misalnya etanol encer, selama periode waktu tertentu sesuai dengan
aturan dalam buku resmi kefarmasian (Farmakope Indonesia, 1995)
Dalam evaporator akan terjadi pemisahan ekstrak dari pelarutnya (etanol)
dengan prinsip pemanasan yang dipercepat oleh putaran labu bundar, pelarut
dapat menguap 5-10oC di bawah titik didih pelarutnya disebabkan adanya
perubahan tekanan. Dengan bantuan pompa vakum, uap larutan pelarut etanol
akan menguap naik ke kondersor dan mengalami kondensasi menjadi molekul-
molekul cairan pelarut etanol murni yang ditampung dalam labu bundar sebagai
penampung pelarut. Sehingga diperoleh ekstrak larutan hijau pekat dengan krital
jarum.
Selanjutnya, ekstrak yang pekat tadi ditambahkan dengan larutan KOH
dalam etanol dan diperoleh larutan berwarna cokelat kehijau-hijauan. Penambahan
larutan KOH dalam etanol bertujuan untuk memperoleh piperin dari ekstrak pekat
tersebut, dimana di dalam ekstrak tersebut terdapat komponen lain ketika
ditambahkan KOH-etanol yang menyebabkan piperin yang ada dalam ekstrak
tersebut bereaksi menjadi garam asam piperat dan dengan penambahan KOH-
etanol dapat mengeliminasi senyawa lainnya, karena dalam ekstak tersebut masih
ada zat pengotor. Masih terdapatnya zat pengotor ini disebabkan senyawa piperin,
merupakan senyawa alkaloid golongan amida yang dapat mengalami reaksi
hidrolisis baik dalam suasana asam maupun basa. Jadi penambahan larutan KOH-
etanol ini bertujuan untuk mengisolasi senyawa piperin dalam bentuk garamnya,
karena berdasarkan literature dinyatakan bahwa senyawa golongan alkaloid sering
kali diisolasi dalam bentuk garamnya yaitu garam asam piperat.
Lalu filtrate yang ada disaring. Proses penyaringan bertujuan agar filtrate
dapat terpisah dari zat-zat pengotornya. Kemudian filtrate didiamkan dalam
larutan es selama satu malam agar terjadi pembentukan Kristal piperin yang
sempurna. Hasil yang terbentuk tersebut disaring dengan corong Buchner
sehingga dapat dihasilkan Kristal yang sudah terpisah dari filtratnya.
Kristal yang diperoleh direkristalisasi menggunakan etanol, rekristalisasi
ini didasarkan pada prinsip perbedaan dalam kelarutan pada suatu pelarut tertentu
dan suhu tertentu. Pada suhu kamar, senyawa piperin dalam bentuk kristalnya
yang memang bersifat polar akan dapat melarut dalam etanol yang juga bersifat
polar. Ketika ditambahkan etanol sebagai pelarut, maka piperin yang ada akan
melarut dalam filtratnya, sedangkan zat pengotor seperti piperin yang bersifat
nonpolar atau kurang polar tidak larut dalam etanol akan tertinggal di dalam
residunya pada praktikum kali ini didapatkan total jumlah isolat berupa kristal
bertotalkan 0,014 gram berat bersih sedangkan berat kotor dengan kristal didalam
vial bertotalkan 9,782 gram
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Dari percobaan praktikum kali ini didapatkan pemeriksaan organoleptis
dari sampel lada hitam yaitu Uji organoleptis yaitu berupa bentuk Kristal
yang berwarna putih kekuningan serta memiliki bau yang menyengat
2. Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh berat Kristal 0,014 gram
3. Jumlah rendemen yang diperoleh adalah 0,14% dari berat awal sampel
seberat 10 gram
4. Piperin mudah larut dalam metanol dan sukar larut dalam n-heksan hal ini
disebabkan karena sifat kepolaran senyawa

5.2 Saran
1. Pada saat praktikum, kita harus tahu pelarut apa yang akan kita gunakan
untuk mencmpurkannya, hal ini untuk mengurangi tingkat kesalahan dan
kecelakaan kerja.
2. Setiap melakukan pengerjaan kita harus tahu kegunaan alat-alat yang kita
gunakan dan tujuannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmad N, Abbasi BH, Ali M, Khan MA, Fazal H, Farooq S. Biological role
of Piper nigrum L. (Black pepper): A review. Asian Pasific Journal of
Tropical Biomedicine. 2012; S1945-S1953.
2. Risfaheri. Diversifikasi Produk Lada (Piper Nigrum) Untuk Peningkatan Nilai
Tambah. Buletin Teknologi Pascapanen Penelitian. 2012; Vol(8)1.
3. Meilawati NLW, Bermawie N, Manohara D, Purwito A. Respon Tanaman
Lada (Piper nigrum L.) Varietas Ciinten Terhadap Iradiasi Sinar Gamma.
Jurnal Littri. 2016; 22(2): 81-80.
4. Chao-yun HAO, Rui FAN, Le-he TAN, Hua-song WU, Jian-feng YANG,
Wei-quan Z, Huan YU, Ribeiro MC. Modeling the Potential Geographic
Distribution of Black Pepper (Piper nigrum) in Asia Using GIS Tools. Journal
of Integrative Agriculture. 2012; 11(4): 593-599.
5. Damanhouri ZA, Ahmad A. A Review on Therapeutic Potential of Piper
nigrum L. (Black Pepper): The King of Spices. Medicinal & Aromatic Plants.
2014; Vol.3(3).
6. Hikmawanti NPE, Hariyanti, Aulia C, Viransa VP. Kandungan Piperin Dalam
Ekstrak Buah Lada Hitam dan Buah Lada Putih (Piper nigrum L.) yang
Diekstraksi Dengan Variasi Konsentrasi Etanol Menggunakan Metode Klt-
Densitometri. 2016; Vol.13.No.2: 173-185.
7. Sari, D. R. A. P., Yustiantara, P. S., Paramita, N. L. P.V., Wirasuta, I M.A.G.
Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Lada Hitam (Piper nigrum L.)
Terhadap Bakteri Propionibacterium acnes. 2008.
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
KIMIA BAHAN ALAM II
ISOLASI FLAVONOID DARI DAUN SINGKONG
(Manihot esculenta Crantz)

OLEH
NAMA : UTAMI BUDHI FADILLA
NO.BP : 1611011010
SHIFT : JUMAT PAGI
KELOMPOK : I (SATU)
REKAN KERJA : 1. AMALIA REFINA (1611011002)
2. ISRA HASANAH (1611011058)
3. NOVIA PRATIWI (1611012010)
4. RINI HARYATI (1611013024)
5. HARIANI AYUNDA (1611013030)

LABORATORIUM KIMIA BAHAN ALAM


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
1. Mengetahui dan mempraktekkan cara mengisolasi flavonoid
2. Mengetahui cara mengidentifikasi senyawa flavonoid
1.2 Manfaat
1. Dapat mengetahui cara mengisolasi senyawa golongan flavonoid
2. Melakukan isolasi senyawa golongan flavonoid
3. Mengidentifikasi kemurnian golongan flavonoid.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Botani
2.1.1 Klasifikasi

Gambar 2.1 Manihot esculenta crantz


Kingdom : plantae (tumbuh – tumbuhan)
Divisi : spermatophyte (tumbuhan berbiji)
Subdivisi : angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : dicotyledonae (biji berkeping dua)
Ordo : euphorbiales
Family : euphorbiaceae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot utilissima.1
2.1.2 Nama Daerah
Manihot esculenta dikenal oleh warga sumatera barat dengan sebutan ubi
kayu dimana jenis yang digunakan di Sumatera Barat adalah ubi kayu lokal1
2.1.3 Nama Asing
Manihot esculenta di Spanyol bernama castilla ,nama lain Gleichenia
linearis.1
2.1.4 Morfologi
Batang tanaman ubi kayu berkayu, beruas – ruas, dan panjang, yang
ketinggiannya dapat mencapai 3 meter atau lebih. Warna batang bervariasi,
tergantung kulit luar, tetapi batang yang masih muda umumnya berwana hijau dan
setelah tua menjadi keputih – putihan, kelabu, hijau kelabu, atau coklat kelabu.
Empulur batang berwarna putih, lunak, dan strukturnya empuk seperti gabus.
Daun ubi kayu mempunyai susunan berurat menjari dengan canggap 5-9 helai.
Daun ubi kayu biasanya mengandung racun asam sianida atau asam biru, terutama
daun yang masih muda (pucuk).1 Tanaman ubi kayu dapat beradaptasi luas di
daerah beriklim panas (tropis). Daerah penyebaran tanaman ubi kayu di dunia
berada pada kisaran 300 lintang utara, 300 lintang selatan di dataran rendah
sampai di dataran tinggi 2.500 meter di atas permukaan laut. Yang bercurah hujan
antara 500 mm – 2.500 mm/tahun7. Di Indonesia tanaman ubi kayu tumbuh dan
berproduksi di dataran rendah sampai dataran tinggi, yakni antara 10 m – 1.500 di
atas permukaan laut (dpl). Daerah yang paling ideal untuk mendapatkan produksi
yang optimal adalah daerah dataran rendah yang berketinggian antara 10m – 700
dpl. Makin tinggi daerah penanaman dari permukaan laut, akan semakin lambat
pertumbuhan tanaman ubi kayu sehingga umur panennya makin lama (panjang)1
2.1.5 Habitat dan Distribusi
Hasil penelusuran para pakar botani dan pertanian menunjukkan bahwa
tanaman ubi kayu berasal dari kawasan benua Amerika beriklim tropis. Nikolai
Ivanovik Vavilov, seorang ahli botani soviet, memastikan sentrum (tempat asal)
plasma nutfah tanaman ubi kayu adalah Brasil (Amerika Serikat). Penyebaran
pertama kali ubi kayu terjadi antara lain, ke Afrika, Madagaskar, India, Tiongkok,
dan beberapa Negara yang terkenal daerah pertaniannya. Dalam perkembangan
selanjutnya, ubi kayu menyebar ke berbagai negara di dunia yang terletak pada
posisi 300 lintang utara dan 30 lintang selatan.Dari data yang di peroleh dari
badan statistik (BPS) Sumatera Utara, menyebutkan luas panen dan produksi ubi
kayu terus meningkat, akan tetapi pada tahun 2010 mengalami penurunan yang di
akibat kan oleh faktor alih fungsi lahan pertanian. Sentral produksi ubi kayu di
Sumatera Utara yaitu Kabupaten Simalungun, Kabupaten Karo, Langkat, Kota
Binjai, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai. Disebutkan,
enam kabupaten/kota di Sumatera Utara itu dikenal sebagai produsen ubi kayu
yang memiliki kualitas cukup baik.1
Daerah sentrum produksi ubi kayu yang masuk 5 besar terluas areal
panennya tahun 1991 adalah propinsi Jawa timur (295.244 ha), Jawa tengah
(272.912 ha), Jawa barat (160.215 ha), Lampung (144.478 ha), dan NTT (73.929
ha).2
2.1 Kandungan Kimia
Senyawa organik flavonoid, triterpenoid, tanin serta saponin. Flavonoid dan
saponin sejak lama diketahui memiliki aktivitas antimikroba dan antivirus.
Demikian juga triterpenoid yang sering ditemukan pada banyak tanaman obat dan
diketahui memiliki aktivitas antivirus dan antibakteri, serta dapat mengobati
kerusakan pada kulit.11 Flavonoid yang diisolasi dari daun singkong sebesar 100-
200 μg/ml dapat mengurangi degranulasi sel mast yang diinduksi senyawa 48,80
albumin pada sebuah penelitian in vitro. Flavonoid diyakini dapat menghambat
prostaglandin.3
Rutin merupakan turunan senyawa bioaktif flavonoid yang terkadung dalam
ubi kayu,rutin adalah suatu glikosida yang tersebar luas pada tumbuhan.senyawa
turunan flavonoid yang merupakan pigmen warna kekuningan dan warna kuning
gading pada bunga bunga termasuk golongan senyawa flavonol, rutin merupakan
suatu glikosida hasil dari kondensasi aglikon quercetin dengan gula rutinosa.5

(Rutin)
Daun singkong mengandung senyawa sianidayang terdapat dalam getah
berwarna putih, yang dalam keadaan alami berikatan dengan glukosida.ada 2
macam glukosida yaitu linamarin (93%) dan lotaustralin (7%). Jika jaringan sel
tanaman dirusak maka enzim linamarase akan memutuskan ikatan senyawa
tersebut clan membebaskan asam sianida.2
2.2 Kegunaan Secara Tradisional
Selama ini, masyarakat hanya mengenal daun singkong sebagai sayuran
dan bahan makanan. Masyarakat kurang mengetahui bahwa daun singkong
memiliki banyak manfaat di dunia kesehatan karena memiliki kandungan vitamin
C yang cukup tinggi (sekitar 27,5%), senyawa organik flavonoid, triterpenoid,
tanin serta saponin. Konsumsi vitamin C sangat bermanfaat dalam proses
penyembuhan luka karena dapat mempengaruhi tingkat keparahan respon
inflamasi dan kualitas penyembuhan.6,9 Penelitian lain juga telah membuktikan
bahwa vitamin C dapat menurunkan jumlah neutrofil pada proses penyembuhan
luka tikus Wistar jantan.3
Penggunaan daun singkong sebagai sayuran baru terbatas pada daun
Muclanya saja, sedangkan daun yang lebih tua sebenarnya dapat dimanfaat-kan
sebagai pakan hijauan.2
2.3 Bioaktifitas
2.4.1 Ekstrak
Ekstrak etanol daun singkong mengandung senyawa flavonoid yang
memiliki khasiat sebagai analgetik (pereda nyeri atau sakit). Mekanisme kerjanya
adalah menghambat kerja enzim siklooksigenase, dengan demikian akan
mengurangi produksi prostaglandin oleh asam arakidonat sehingga mengurangi
rasa nyeri, selain itu flavonoid juga menghambat degranulasi neutrofil sehingga
akan menghambat pengeluaran sitokin, radikal bebas, serta enzim yang berperan
dalam peradangan.4
2.4.2 Metabolit Sekunder
Flavonoid diketahui berfungsi sebagai antimutagenik dan
antikarsinogenik, selain itu memiliki sifat sebagai antioksidan, anti peradangan
anti alergi, dan dapat menghambat oksidasi LDL (Low Density Lipoprotein).6
2.5 Metode Ekstraksi
Simplisia daun singkong di lakukan penyarian dengan metode maserasi.
Metode ini dilakukan dengan cara daun singkong yang telah di rajang lalu
dikeringkan, setelah kering, blender daun singkong hingga halus, masukkan dalam
botol berwarna gelap untuk proses maserasi dan ditambahkan etanol 70% hingga
menutupi simplisia, lakukan perendaman selama lima hari, dan sambil dikocok
dengan lama proses pengocokan satu hari yaitu lebih kurang 2 jam (tidak harus
serentak pada pengocokannya), lalu disimpan pada temperatur kamar serta
terlindung dari cahaya atau sinar matahari, setelah 5 hari ganti pelarut etanol
dengan pelarut etanol baru dan selanjutnya perlakukan sama dengan yang
pertama, lakukan sebanyak tiga kali penyaringan.4
Penggantian pelarut dilakukan untuk mempercepat proses ekstraksi,
karena pelarut pertama kemungkinan sudah jenuh oleh senyawa sehingga tidak
dapat melarutkan kembali senyawa yang diharapkan. Kemudian hasil ekstraksi
dari proses maserasi daun ubi singkong dipekatkan dengan menggunakan rotary
evaporator.4
2.6 Cara Pemurnian
Senyawa aktif antioksidan diperoleh dengan metoda kromatografi kolom
lambat. Sebanyak 6 gram fraksi n-heksana dimasukkan kedalam kolom
kromatografi (45 gram silika, 200-300 mesh), lalu dielusi dengan fasa gerak n-
heksana : etil asetat dan dilanjutkan dengan etil asetat : metanol secara gradien 0-
100 % dengan kenaikkan kepolaran 10%. Cek masing-masing fraksi dengan
kromatografi lapis tipis (TLC), fraksi yang sama digabung, fraksi yang
memberikan harapan (akan didapat senyawa aktif) dipisahkan kembali dengan
kolom kromatografi lambat Pemurnian lebih lanjut dilakukan dengan metoda
preparatif TLC dengan pengembang n-heksana : etil asetat (9:1). Lalu
direkristalisasi dengan menggunakan diklorometana –methanol.7
BAB III
PROSEDUR KERJA
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Rotary evaporator, vial, corong, pipet tetes, botol 500 mL, timbangan
analitik, botol 100 mL, spatel
3.1.2 Bahan
Daun singkong, metanol,etil asetat, kertas saring, plat KLT, n-heksan
3.2 Cara Kerja
1. Daun singkong segar 10 kg dikutil dan dirajang
2. Direbus selama 1jam
3. Kempa,tampung air hasil kempa, diamkan selama 3 hari
4. Saring ambil endapan
5. Endapan dimaserasi dengan metanol 500ml jika perlu dipanaskan dan
saring lagi selagi panas
6. Uapkan filtrat endapan daun singkong dengan rotary evaporator
7. Lakukan rekristalisasi
8. Ambil endapan yang terbentuk
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
a. Organoleptis
Bentuk : tidak didapatkan kristal maupun amorf pada percobaan
Warna : larutan kuning kehijauan
Bau : bau khas daun singkong
Rasa :-
b. Berat isolat = - gram
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑖𝑠𝑜𝑙𝑎𝑡
c. Perhitungan rendemen = 𝑥100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙

= -%
d. Kelarutan
Rutin lebih larut dalam alkohol (metanol). Senyawa ini larut dalam etanol
dan etil asetat. Tidak larut dalam n-heksan
4.2 Pembahasan
Pada pratikum kali ini, dilakukan isolasi senyawa flavonoid, yaitu rutin.
Sampel yang digunakan dalam praktikum isolasi rutin kali ini adalah Manihot
esculenta crantz atau yang lebih dikenal dengansingkong. Bagian dari tanaman
yang digunakan adalah batang dan daun yang masih segar. Bagian tanaman ini
direbus selama 1 jam.
Isolasi rutin ini, dilakukan dengan cara pengempaan. Pengempaan
langsung dilakukan pada saat sampel masih panas karena rutin akan mudah larut
dalam air panas. Proses ini tidak menggunakan pelarut.Pengempaan berfungsi
mendesak keluarnya zat aktif dari tumbuhan Manihot esculenta crantz setelah
dilakukannya perebusan.
Hasil yang diperoleh adalah 1 bagian air kempaan dan 2 bagian air
rebusan. Air yang keluar saat pengempaan dan perebusan ditampung lalu
dibiarkan mengendap selama 3 hari hingga terbentuk endapan. Dalam proses
pengendapan wadah tempat hasil yang didapat ditutup rapat dengan plastik, hal ini
bertujuan untuk mencegah masuknya kontaminan dan tumbuhnya jamur pada air
rebusan dan air kempaan. Larutan yang telah diendapkan diambil dan disaring
menggunakan kain marekan, tujuannya untuk memisahkan endapan dari air
rendamannya. Endapan yang didapatkan dari hasil perebusan lebih sedikit dari
hasil pengempaan, karena dalam proses pengempaan terjadi pendesakan keluarnya
zat aktif dari tumbuhan Manihot esculenta crantz.
Sampel diuapkan dengan rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak
kental daun singkong. Metode ini dipilih karena memiliki keunggulan yaitu dapat
memisahkan bahan sampel dalam jumlah yang cukup besar dalam waktu yang
singkat.
Alat ini menggunakan prinsip vakum destilasi, sehingga tekanan akan
menurun dan pelarut akan menguap dibawah titik didihnya. Alat rotary
evaporator ini mampu menguapkan pelarut dibawah titik didihnya sehingga zat
yang terkandung di dalam pelarut tidak rusak oleh suhu tinggi. Penguapan
dihentikan setelah warna pelarut yang digunakan kembali ke bentuk awal. Hal ini
menunjukkan bahwa senyawa-senyawa yang dapat diekstrak oleh pelarut etanol
hampir teresktrak semua.
Kemudian dilakukan proses rekristalisasi dengan cara pendesakan
menggunakan n-heksan. Hal ini meggunakan prisip perbedaan kepolaran dari
senyawa senyawa di dalam fraksi. Sampel yang larut dalam etil asetat (fraksi etil
asetat) akan berikatan dengan etil asetat tersebut, kemudian dilakukan pendesekan
dengan menggunakan pelarut n-heksan, n-heksan yang akhirnya berikatan dengan
etil asetat sehingga senyawa-senyawa yang kepolarannya berbeda dari n-heksan
akan terdesak kebawah karena penambahan n-heksan yang berlebih. Oleh sebab
itu pendesakan hanya bisa terjadi jika pelarut yg mendesak zat adalah berbeda
kepolarannya dengan zat yang didesak namun pelarut yang mendesak zat ini harus
bercampur dengan pelarut yang dapat melarutkan zat tadi sehingga pelarut yang
mendesak zat dengan pelarut yang dapat melarutkan zat tadi bisa saling berikatan
Pada praktikum kali ini tidak didapatkan isolat berupa kristal pada sampel
daun singkong hal ini dikarenakan mungkin saja pengambilan sampel yang tidak
merata sehingga senyawa rutin pun tidak terbagi secara merata antar kelompok
yang tinggal hanyalah sisa ampas yang terlarut.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Dari percobaan yang telah dilakukan pemeriksaan organoleptis tidak
didapatkan bentuk kristal dari daun singkong, yang dapat diamati hanya
bentuk larutan dari daun singkong setelah dirotary berwarna kuning
kehijauan
2. Dari percobaan dapat diketahui bahwa rutin dapat larut dalam metanol
karena sifat kepolaran dan tidak dapat larut dengan n-heksan untuk
rekristalisasi karna sifat kepolaran juga
5.1 Saran
1. Praktikan lebih berhati-hati dan lebih bersih dalam bekerja, agar
didapatkan hasil yang sempurna.
2. Disarankan untuk dilakukan identifikasi lebih lanjut terhadap senyawa
triterpenoid yang telah berhasil diisolasi, dengan menggunakan
peralatan yang lebih canggih.
3. Praktikan lebih memahami dan wawasan tentang isolasi senyawa
flavonoid sebelum dan setelah melakukan percobaan.
4. Bekerja sama dalam kelompok
DAFTAR PUSTAKA

1. Thamrin M, Mardhiyah A, Marpaung SE. Analisis Usahatani Ubi Kayu


(Manihot utilissima). Agrium. 2013; Vol.18.No.1.
2. Askar S. Daun Singkong dan Pemanfaatannya Terutama Sebagai Pakan
Tambahan. Wartazoa. 1996; Vol.5.No.1.
3. Meilawati Z. Efek ekstrak daun singkong (Manihot utilissima) terhadap
ekspresi COX-2 pada monosit yang dipapar LPS E.coli. Dental Jurnal. 2013;
Vol.46.No.4.
4. Rikomah SE, Elmitra, Yunita DG. Efek Ekstrak Etanol Daun Singkong
(Manihot Utilissima Pohl) Sebagai Obat Alternatif Anti Rematik Terhadap
Rasa Sakit Pada Mencit. Jurnal Ilmiah Manuntung. 2017; 3(2): 132-138.
5. Yusuf S, Untari B. Kuersetin-3-O-Glikosida (Rutin) Dari Daun Ubi Karet
(Manihot glaziovii.M.A). Jurnal Penelitian Sains. 2005; No.18: 1-8.
6. Achsan HR, Mulyati AH, Widiastuti D. Identifikasi Senyawa Bioaktif Dalam
Singkong Karet (Manihot glaziovii) Dan Uji Sitotoksik Terhadap Sel Murin
Leukimia P388.
7. Abbas J, Dewi P, Hanafi M. Teknologi Pemurnian Senyawa Dengan Metode
Kromatografi. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi. 2010.
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
KIMIA BAHAN ALAM II
ISOLASI TRITERPENOID DARI PEGAGAN
(Centella asiatica L.)

OLEH
NAMA : UTAMI BUDHI FADILLA
NO.BP : 1611011010
SHIFT : JUMAT PAGI
KELOMPOK : I (SATU)
REKAN KERJA : 1. AMALIA REFINA (1611011002)
2. ISRA HASANAH (1611011058)
3. NOVIA PRATIWI (1611012010)
4. RINI HARYATI (1611013024)
5. HARIANI AYUNDA (1611013030)

LABORATORIUM KIMIA BAHAN ALAM


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
1. Mengetahui cara mengidentifikasi triterpenoid
2. Mengetahui dan mempraktekkan cara mengisolasi triterpenoid
3. Mengetahui manfaat dan kandungan kimia dari Centella asiatica L.
1.2 Manfaat
1. Mengetahui cara mengisolasi senyawa golongan triterpenoid
2. Melakukan isolasi senyawa golongan triterpenoid
3. Mengidentifikasi kemurniannya untuk selanjutnya diharapkan dapat
memperoleh senyawa baru dengan efek farmakologi yang diinginkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

(Centella asiatica L. Urban)


2.1 Tinjauan Botani
2.1.1 Klasifikasi
Pegagan (Centella asiatica L. Urban) termasuk salah satu tumbuhan yang
paling banyak dipakai sebagai bahan ramuan obat tradisional. Pegagan dengan
nama latin Centella asiatica (L.) Urban termasuk ke dalam famili Apia-ceae 1
Sesuai dengan klasifikasi botani, pegagan termasuk dalam :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotiledone
Bangsa : Umbilales
Suku : Umbilliferaceae
Marga : Centella
Jenis : Centella asiatika L. Urban.1,3
2.1.2 Nama Daerah
Centella asiatika dikenal dengan sebutan pegagan,daun kaki kuda di
indonesia8
2.1.3 Nama Asing
Broken copper coin, xue cao, button grass8
2.1.4 Morfologi
Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban.) dengan sinonim Hydrocotyle
asiatica L. Pes, berasal dari daerah tropis di Asia.2
Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) merupakan tanaman liar yang
banyak tumbuh di perkebunan, ladang, tepi jalan, pematangan sawah ataupun di
ladang agak basah. Pegagan tumbuh merayap menutupi tanah, tidak memiliki
batang, tinggi tanaman antara 10 – 50 cm. Pegagan memiliki daun satu helaian
yang tersusun dalam roset akar dan terdiri dari 2 – 10 helai daun. Daun berwarna
hijau dan berbentuk seperti kipas, buah berbentuk pinggang atau ginjal. Pegagan
juga memiliki daun yang permukaan dan punggungnya licin, tepinya agak
melengkung ke atas, bergerigi, dan kadang – kadang berambut, tulangnya
berpusat di pangkal dan tersebar ke ujung serta daunnya memiliki deiameter 1- 7
cm.4
Pegagan memiliki tangkai daun berbentuk seperti pelepah, agak panjang dan
berukuran 5 – 15 cm. Pada tangkai daun pegagan dipangkalnya terdapat daun sisik
yang sangat pendek, licin, tidak berbulu, berpadu dengan tangkai daun. Pegagan
memiliki bunga putih atau merah mudah yang tersusun dalam karangan yang
berbentuk payung. Buah pegagan berbentuk lonjong atau pipih, berbu harum dan
rasanya pahit, panjang buah 2 – 2,5 cm. Buah pegagan berdinding agak tebal,
kulitnya keras, berlekuk dua, burusuk jelas, dan berwarna kuning.4
Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) merupakan tumbuhan berbiji
tertutup dan berkeping dua. Merupakan tanaman herba yang berpotensi dalam hal
farmakologi. Pegagan memiliki akar rimpang yang pendek serta mempunyai
geragih, akar keluar dari buku dan berupa akar tunggang berwarna putih. Stolon
tumbuh dari sistem perakaran, memiliki ukuran yang panjang dan tumbuh
menjalar. Pada setiap buku dari stolon akan tumbuh tunas yang akan menjadi cikal
bakal tumbuhan pegagan baru.4
Pegagan memiliki nama berbeda-beda, bergantung pada daerahnya. Di
Jakarta dan Aceh namanya pegagan, di Jawa Barat disebut antanan, masyarakat
Sumatera menyebutnya kaki kuda, dan masyarakat Madura menamainya tikusan
dan masyarakat Bali menyebutnya taiduh. Masih banyak lagi nama lokal pegagan,
seperti kori-kori (Halmahera), gagan-gagan atau panigowang (Jawa), pegago
(Minangkabau), dogauke atau sandanan atau gogauke (Papua), kalotidi manora
(Maluku), dan bebile (Lombok). Sebutan pegagan di beberapa negara antara lain
adalah takip-kohot (Filipina), brahma butu (India), Indian hydrocotyle (India),
India penny wort (Inggris), dan gotu kola (Sri Lanka). Di Tiongkok dikenal
dengan nama ji xue cao, yang dipercaya masyarakat setempat dapat
memperpanjang umur. Sementara di Perancis dikenal dengan nama bevilaque,
hydrocote d’Asie, atau cotyiole asiatique.2
2.1.5 Habitat dan Distribusi
Pegagan merupakan tumbuhan tropis dengan daerah penyebaran cukup luas,
dari dataran rendah sampai dataran tinggi, hingga 2.500 m di atas permukaan laut.
Pegagan dapat ditemukan di daerah perkebunan, ladang, tepi jalan, pematang
sawah, ataupun di ladang yang agak basah. Dilaporkan bahwa dengan 125.000
tanaman/ha, potensi produksi biomas kering dapat mencapai 1,27 - 2,05 t/ha.
Produksi pegagan mencapai 6,94 t/ha, biomassa kering 1,85 t/ha, dan
mengandung asiatikosida 845 mg/ha. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
pegagan mempunyai peluang untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan
ekspor.2
Pegagan atau Centella asiatica (L) Urban merupakan tumbuhan kosmopolit
atau memiliki daerah penyebaran yang sangat luas, terutama daerah tropis dan
subtropis, seperti Indonesia, Malaysia, Srilanka, Madagaskar dan Afrika.
Tumbuhan ini tumbuh subur pada ketinggian 100–2500 m di atas permukaan laut,
di daerah terbuka dan di tempat yang lembab atau terlindung, seperti pematang
sawah, tegalan, dan di bawah pohon.5
Tanaman ini tumbuh dengan baik di tempat yang lembab dan teduh.
Varietas yang umum termasuk di antaranya Pegagan kampung (Centella asiatica),
Pegagan cina (Centella sp.), dan Pegagan embun (Hydrocotyle sp.) Pegagan dapat
dikelompokan ke dalam tanaman yang dapat tumbuh di kebun rumah.6
2.2 Kandungan Kimia
Senyawa triterpenoid yang terkandung dalam tanaman pegagan diantaranya
yaitu asiatikosida, madekassosida, asam asiatat, dan asam madekasat. Senyawa
golongan triterpenoid adalah metabolit sekunder suatu tanaman yang disintesis
melalui jalur isoprenoid, menghasilkan struktur triterpenoid yang bersifat
hidrofobik (aglikon) dan gugus gula yang bersifat hidrofilik.7
Beberapa komponen bioaktif dalam tanaman pegagan adalah asiatikosida,
tankunisida, isotankunisida, madekasosida, brahmosida, brahminosida, asam
brahmik, asam madasiatik, meso-inositol, sentelosida, karotenoid, hidrokotilin,
vellarin, tanin serta garam mineral seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium,
dan besi, fosfor, minyak atsiri (1%), pektin (17.25%), asam amino dan vitamin B,
zat pahit vellarine, dan zat samak. Tanaman pegagan juga mengandung
asiatikosida berupa glikosida dan banyak digunakan dalam ramuan obat
tradisional atau jamu. Asiatikosida, asam asiatik, madekasida, dan madekasosida
termasuk golongan triterpenoid, sementara sitosterol dan stigmasterol termasuk
golongan steroid serta vallerin brahmosida golongan saponin. Asiatikosida
merupakan glikosida triterpen, derivat alfaamarin dengan molekul gula yang
terdiri atas dua glukosa dan satu rhamnosa. Aglikon triterpen pada pegagan
disebut asiatikosida yang mempunyai gugus alkohol primer, glikol, dan satu
karboksilat teresterifikasi dengan gugus gula.2

Asiatikosida

Asam madekasat
Pegagan mengandung berbagai bahan aktif, yaitu: 1) triterpenoid saponin, 2)
triterpenoid genin, 3) minyak atsiri, 4) flavonoid, 5) fitosterol, dan bahan aktif
lainnya. Kandungan bahan aktif yang terpenting adalah triterpenoid dan saponin,
yang meliputi: 1) asiatikosida, 2) sentelosida, 3) madekosida, dan 4) asam asiatik
serta komponen lain seperti minyak volatil, flavonoid, tanin, fitosterol, asam
amino, dan karbohidrat.2
a. Terpenoid : asam asiasat dan madekasat, asiaticosida dan
madekasida.6
b. Flavonoid : kaempferol dan kuersetin.8
c. Fenolik : asam klorogenik.8
d. Alkaloid : piridin, tropen, kinolin, isokinolin, indol, imidazol,
purin, amin, dan steroid.2
e. Saponin : brahmosida, brahminosida dan madecassoside.2
f. Steroid : tetrasiklik triterpenoid, kampesterol, sitosterol, dan
stigmaserol.2
2.3 Kegunaan Secara Tradisional
Di negara berkembang seperti Indonesia ini penggunaan tumbuh –
tumbuhan untuk pengobatan masih sangat sering dilakukan. Salah satunya
tanaman pegagan yang dianggap sebagai rumput liar ternyata digunakan oleh
masyarakat dan bermanfaat untuk menurunkan demam, mengobati diare, campak,
wasir, darah tinggi, dan penambah daya ingat.9
Manfaat dan khasiat utama pegagan ialah meningkatkan sistem imun
dalam tumbuh dan sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan berbagai
penyakit, antara lain:
• Sebagai antilepra dan antilupa
• Menurunkan tekanan darah dan menghambat terjadinya keloid
• Menurunkan gejala depresi, mencegah varises, dan memperlancar air seni
• Mengatasi gangguan pencernaan dan membersihkan darah.
• Mengatasi wasir dan konstipasi
• Menyembuhkan flu dan sinusitis
• Mengatasi TBS kilit, gigitan ular, dan bisul
• Meningkatkan daya ingat, kecerdasan, dan konsentrasi
• Membangkitkan fungsi sistem saraf pada otak
• Membantu penyembuhan penyakit TBC
• Menghambat produksi jaringan bekas luka yang berlebihan
• Memberikan efek menenangkan, sebagai anticemas dan antistres
• Memperbaiki sel kulit mati, merangsang pertumbuhan kuku, rambut, dan
jaringan ikat
• Menghilangkan rasa nyeri pada persendian
• Melancarkan peredaran darah
• Mengobati wasir.2
Daun pegagan dapat digunakan sebagai penambah nafsu makan, peluruh
air seni, pembersih darah, obat disentri, lepra, sipilis, sakit perut, radang usus,
batuk, sariawan, dan sebagai kompres luka. Getahnya dapat digunakan untuk
mengobati borok, nyeri perut, dan cacingan. Di samping itu, semua bagian
tumbuhan dapat digunakan sebagai obat batuk, masuk angin, mimisan, radang
pada paru-paru, dan disentri.2
2.4 Bioaktivitas
2.4.1 Ekstrak
Ekstrak pegagan telah tersedia secara komersil sebagai TECA (titrated
extract of C. Asiatica), dan TTFCA (total triterpenoid fraction of C. Asiatica),
serta TTF (total triterpenoid fraction). TECA dan TTFCA merupakan campuran
asam asiatat (30%), asam madekasat (30%) dan asiatikosida (40%), sedangkan
TTF mengandung asam asiatat dan madekasat (60%) dalam campuran dengan
asiatikosida (40%). Diantara senyawa tersebut, asiatikosida merupakan komponen
utama dalam ekstrak pagagan (Centella asiatica). Asiatikosida merupakan
senyawa glikosida yang dapat terhidrolisis menjadi asam asiatat.7
Pegagan mengandung zat kimia diantaranya adalah asiaticoside (termasuk
bagian dari saponin), yang memiliki manfaat untuk penyembuhan luka dan juga
antilepra. Pegagan juga memiliki manfaat untuk pengobatan ulkus lambung,
memiliki efekneuroprotektif, kardioprotektif, radioprotektif dan hepatoprotektif,
sebagai antioksidan, antiinflamasi, antiansietas, memperbaiki kerusakan vena dan
arteri, serta sebagai antistres.10
Kandungan triterpenoid/saponin pada pegagan dapat
meningkatkan aktivasi makrofag. Meningkatnya aktivasi makrofag akan
meningkatkan kemampuan fagositosis dan sekresi interleukin, sehingga memacu
sel B untuk menghasilkan antibodi terhadap antigen yang masuk ke dalam
tubuh.10
Pegagan juga mempunyai efek antibakteri. Kandungan pegagan yang
berfungsi sebagai antibakteri, antara lain saponin. Menurut penelitian bahwa
derivat saponin, asiaticoside bersifat lipofilik dan dapat membentuk senyawa
kompleks dengan membran sel melalui ikatan hidrogen, lalu menghancurkan
permeabilitas dinding sel bakteri. Ekstrak daun pegagan bisa menghambat
pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter aerogenes dan Salmonella
typhi. Selain itu, ekstrak tumbuhan pegagan memiliki efek antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Bacillus subtilis, dan Propionibacterium
vulgaris. Selain sebagai antibakteri, pegagan juga bisa dimanfaatkan sebagai anti
jamur terhadap Aspergillus niger, Aspergillus flavus, dan Candida albicans.10
2.4.2 Metabolit Sekunder
• Alkaloid : Sebagai obat, zat racun, detoksifikasi hasil metabolisme, pengatur
pertumbuhan dan penyedia unsur nitrogen yang diperlukan tumbuhan.2
• Saponin : Toksisitas pada hewan berdarah dingin, menimbulkan iritasi yang
menyebabkan muntah dan diare, sebagai bakterisida, fungisida,
amubasidadan pengendali serangga, untuk bahan anastesi obat penenang dan
pereda kegelisahan, dapat memacu produksi kolagen yang berperan dalam
regenerasi sel-sel kulit, termasuk sel telur (ovum) pada wanita dan sel sperma
pada pria.2
• Flavonoid : Penyaring cahaya ultraviolet, melindungi sel dari radiasi
ultraviolet B (280 320 nm) dan melindungi kerusakan jaringan daun
Flavonoid.2
• Steroid : Energi mikroorganisme dan aktivitas hormon pada hewan, dan
sebagai vitamin atau antistiffness factor.2
• Triterpenoid : Antilepra atau antikusta, merangsang pembentukan lemak dan
protein penting untuk kesehatan kulit, mengubah alanin dan prolin menjadi
kolagen untuk perawatan kulit, mempercepat penyembuhan luka pasca
operasi, jerawat, dan flek hitam pada kulit.2
2.5 Metode Ektraksi yang Dipakai
Isolasi asam asiatat dan asiatikosida telah dilaporkan pada beberapa
penelitian sebelumnya yaitu dengan menggunakan metode ekstraksi superkritis
dengan pelarut air pada 40 MPa dan 250°C, ekstraksi cair dengan pelarut metanol
atau etanol pada suhu titik didihnya, dan ekstraksi dengan pelarut air subkritis.
Hasil isolasi dengan metode tersebut sebagai berikut, bahwa ektraksi superkritis
dinyatakan mempunyai randemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode
ekstraksi cair cair pada suhu titik didihnya, sedang kan hasil ekstraksi dengan
pelarut air subkritis lebih rendah dari hasil ekstraksi dengan metanol atau etanol
pada suhu titik didihnya. Isolasi asam asiatat juga dilakukan dengan ekstraksi cair
cair untuk penetapan asiatikosida dan senyawa sekerabat dari ekstrak etanol kultur
suspensi pegagan, namun karakterisasinya hanya menggunakan teknik
densitometri.7
Simplisia pegagan diekstraksi secara maserasi dengan pelarut metanol
(1:10,b/v) selama 24 jam sambil sesekali diaduk. Ekstraksi dilakukan sebanyak 3
kali ulangan. Maserat disaring lalu filtrat dipekatkan dengan penguap putar pada
suhu 40 °C. Ekstrak pekat yang diperoleh ditimbang dan ditentukan
rendemennya.11
Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada tekstur, kandungan air dan
jenis senyawa kimia yang di isolasi dari suatu tumbuhan, sehingga senyawa kimia
yang diekstraksi dapat tertarik sempurna tanpa mengalami perubahan sifat dan
strukturnya. Ekstraksi tumbuhan dilakukan dengan menggunakan pelarut yang
sesuai. Untuk memilih pelarut yang akan dipakai dalam ekstraksi harus diketahui
sifat kandungan kimia metabolit sekunder yang akan diisolasi. Senyawa polar
lebih mudah larut dalam pelarut polar dan senyawa non polar mudah larut dalam
pelarut non polar. Ekstraksi juga dapat dilakukan dengan seperangkat alat
sokletasi untuk ekstraksi triterpenoid pegagan, rotary evaporator untuk menarik
pelarut metanol dan mengentalkan ekstrak. Optimasi ekstraksi dilakukan dengan
cara sokletasi, yaitu sampel pegagan yang telah dikering anginkan dari masing-
masing daerah dihaluskan dengan blender, lalu ditimbang 30g, dibungkus dengan
kertas saring berbentuk selongsong yang diberi ikatan pada ujung dan pangkalnya,
kemudian dimasukkan kedalam alat sokletasi. Ekstraksi pertama dilakukan
dengan n-heksan hingga jernih, kemudian proses sokletasi dihentikan. Ekstrak n-
heksana dikeluarkan, kemudian tiriskan atau dikeringkan. Selanjutnya sampel
disokletasi dengan metanol, ekstraksi hingga ekstrak metanol yang turun tidak
berwarna atau jernih. Ekstrak metanol dikeluarkan, kemudian diuapkan in vacuo
hingga diperoleh ekstrak kental. Tahap selanjutnya adalah menambahkan 200 ml
air suling panas yang telah dididihkan kedalam ekstrak kental metanol, aduk,
dinginkan. Lakukan penyaringan vacum dengan memakai kertas saring. Endapan
yang diperoleh dilarutkan dengan metanol, ditambahkan karbon aktif sesuai
dengan rancangan sekitar 8 g sambil diaduk perlahan, biarkan sampai jernih,
kemudian disaring. Uapkan filtrat sampai kering hingga didapatkan serbuk
triterpenoid kering.5
2.6 Cara Pemurnian
Pemurnian dilakukan dengan cara rekristalisasi dan rekristalisasi dengan
pelarut yang cocok hingga diperoleh kristal murni dengan hasil uji KLT yang
menunjukkan satu noda dan pada pengujian 3 sistem eluen. Kristal yang murni
selanjutnya diuji lagi bioaktivitas antibakterinya dengan metode Microscopic-
Observation Drug-Susceptibility Assay (MODS) dan diidentifikasi dengan
spektrofotometer Uv-Vis dan FTIR.9
BAB III
PROSEDUR KERJA
3.1 Alat dan Bahan
a. Alat
Wadah untuk maserasi, kolom kromatografi, corong, botol 100 mL, vial,
pipet tetes, seperangkat alat rotary evaporator, chamber, penotol.
b. Bahan
Daun pegagan kering (100 g), metanol, etil asetat, plat KLT, kapas, norit,
penampak noda untuk triterpenoid.
3.2 Cara Kerja
a. Grinder sebanyak 100 g daun pegagan kering. Dibagi menjadi 3 botol 500
mL
b. Maserasi dengan 500 mL metanol selama 1x3 hari, saring.
c. Masukkan 150 g norit ke dalam kolom, cuci norit dengan metanol
sebanyak 250 mL, kemudian lewatkan maserat ke dalam kolom, tampung.
d. Uapkan eluat dengan rotary evaporator hingga kental. Lalu dinginkan di
dalam kulkas selama 2 hari. Endapan yang terbentuk di saring, keringkan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
a. Pemeriksaan Organoleptis
Bentuk : serbuk amorf
Warna : putih kekuningan
Bau : berbau khas
Rasa :-
b. Jumlah kristal yang didapat
Berat isolat + vial = 10.542 gr
Berat vial kosong = 9.767 gr
Berat isolat = 0.775 gr

jumlah Kristal yang terbentuk


c. Perhitungan rendemen = x 100%
jumlah sampel awal
0.775 gr
= x 100%
100 gr

= 0.775%

Gambar hasil isolat kristal asiatikosida


4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan isolasi terhadap senyawa triterpenoid
dari daun pegagan (Centella asiatica). Isolasi dilakukan dengan cara maserasi
dengan pelarut metanol, karena senyawa triterpen yang ada pada tanaman pegagan
larut dalam metanol. Keuntugan dari ekstraksi maserasi yaitu alat yang digunakan
dan diproses pengerjaannya sederhana, hanya merendamkan simplisia dalam
metanol dan ditunggu selama 3 hari. Namun, kerugiannya yaitu proses
ekstraksinya tidak sempurna karena zat yang mampu terekstraksi hanya 50% saja,
menggunakan banyak pelarut, dan proses ekstraksinya lama.
Daun pegagan yang digunakan yaitu daun pegagan yang telah kering.
Tujuannya agar dapat mempermudah terjadinya inaktivasi enzim yang ada dan
untuk mencegah tumbuhnya jamur pada sampel sehingga bisa digunakan dalam
waktu yang lama. Kemudian daun dihaluskan agar mempermudah mengekstrak
senyawa triterpenoid pada saat maserasi, karena semakin kecil ukuran partikel
sampel semakin luas permukaan untuk bisa mengekstrak suatu zat dalam pegagan
tersebut. Sampel dimaserasi dengan metanol.
Setelah dimaserasi, sampel disaring dan ditambahkan norit. Tujuan
ditambahkan norit adalah untuk menarik klorofil dan pengotor – pengotor yang
mungkin masih terdapat pada filtrat, dan untuk menarik senyawa yang mempunya
gugus polar dan gugus aromatis seperti alkaloid, flavonoid, dan fenol. Dibiarkan
selama 5 jam sampai filtrat bening, kemudian disaring dan diuapkan dengan
rotary evaporator sampai kental atau kering dan didiamkan. Dalam evaporator
terjadi pemisahan ekstrak dengan pelarutnya yaitu metanol dengan prinsip
pemanasan yang dipercepat oleh putaran labu bundar, pelarut dapat menguap
disebabkan adanya perubahan tekanan. Keuntungan menggunakan alat rotary ini
yaitu proses pengerjaannya cepat, namun kekurangannya adalah alat yang
digunakan mahal dan saat pengerjaannya harus hati-hati.
Setelah didiamkan, dipisahkan larutan dengan endapannya. Kemudian
endapan direkristalisasi menggunakan etil asetat. Prinsip rekristalisasinya adalah
dengan pengambilan pelarut yaitu metanol yang mungkin masih terdapat pada
ekstrak dengan cara diuapkan sehingga didapatkan ekstrak kental dan kering, lalu
diamkan sampai terbentuk amorf.
Pada praktikum kali ini didapatkan bentuk amorf pada isolat dengan total
berat yaitu sebesar 0,775 dengan persen nilai rendemen yang didapatkan dari
perbandingan jumlah amorf dengan berat sampel awal sebesar 100gram yaitu
bernilai 0,775%
Kendala yang dialami saat praktikum yaitu awalnya pada sampel sudah
didapatkan amorf tetapi masih dalam keadaan basah/berair dan masih sedikit. Lalu
direkristalisasi lagi dengan etil asetat dan ditunggu sampai kering agar amorf yang
didapatkan lebih banyak. Setelah penambahan etil asetat, amorf meleleh dan
warnanya menjadi kuning. Ini artinya amorfnya masih belum didapatkan. Karena
warnanya masih kuning, dilakukan rekritalisasi lagi dengan etil asetat dan
didiamkan kembali agar amorf terbentuk kembali dengan warna yang dikehendaki
yaitu putih.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1 Dari percobaan praktikum kali ini didapatkan pemeriksaan organoleptis
dari sampel pegagan yaitu berupa serbuk amorf yang berwarna putih
kekuningan serta memiliki bau khas pegagan
2 Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh berat serbuk amorf sebesar
0.775 gram
3 Jumlah rendemen yang diperoleh adalah 0.775% dari 100 gram pegagan
kering yang digunakan
5.2 Saran
1. Melakukan praktikum sesuai dengan prosedur kerja, teliti, hati - hati dan
melengkapi alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Bekerja sama dalam kelompok
3. Membaca literatur sehingga mengerti maksud dan tujuan dari proses
pengerjaan yang dilakukan
DAFTAR PUSTAKA

1. Dzulfiqor Y, Akbar B, Susilo. Uji Ekstrak Etanol Daun Pegagan


(Centellaasiatica L. Urban) Terhadap Fertilitas Tikus Putih (Rattus
norvegicusL.) Betina pada Tahap Praimplatansi. Jurnal Biologi.
2015;Vol.8.No.2.
2. Sutardi. Kandungan Bahan Aktif Tanaman Pegagan dan Khasiatnya Untuk
Meningkatkan Sistem Imun Tubuh. Jurnal Litbang Pertanian.
2016;Vol.35.No.3: 121-130.
3. Reniza AW. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Asiatikosida dari Pegagan
(Centella asiatica L. Urban) Sebagai Senyawa Antibakteri[Skripsi]. Bogor:
Institut Pertanian Bogor; 2003.
4. Kristanti AR. Potensi Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban)
Dosis Tinggi Sebagai Antifertilitas Pada Mencit (Mus musculus)
Betina[Skripsi]. Malang: Universitas Islam Negeri; 2010.
5. Mora E, Fernando A. Optimasi Ekstraksi Triterpenoid Total Pegagan
(Centella asiatica (Linn.) Urban) yang Tumbuh di Riau. Jurnal Penelitian
Farmasi Indonesia. 2012;1(1): 11-16.
6. Maulidiani, H. et al. Discrimination of Three Pegaga (Centella) Varieties and
Determination of Growth-Lighting Effects on Metabolites Content Based on
the Chemometry of 1H Nuclear Magnetic Resonance Spectroscopy. Journal of
Agricultural and Food Chemistry. 2012;60(1): 410–17.
7. Kartasasmita RE, Ibrahim S, Musfiroh I, Nursyamsiah T, Sutrisna E, Muhtadi
A. Isolasi dan Karakterisasi Asam Asiatat dari Ekstrak Etanol Herba Pegagan
(Centella Asiatica. (L.) Urban). Jurnal Farmasi Indonesia. 2015;Vol.7.No.4.
8. Gray, Nora E. et al. Centella Asiatica Attenuates A??-Induced
Neurodegenerative Spine Loss and Dendritic Simplification. Neuroscience
Letters. 2017; 02.072.646: 24–29.
9. Salmiwanti, Ilyas A, Saleh A. Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder Fraksi n-
heksana Dari Daun Pegagan (Centellaasiatica L.) dan Uji Antibakteri
Terhadap Mycobacterium tuberculosis. Al Kimia; Vol.4.No.2.
10. Ramadhan NS, Rasyid R, Elmatris Sy. Daya Hambat Ekstrak Daun Pegagan
(Centella asiatica) yang Diambil di Batusangkar terhadap Pertumbuhan
Kuman Vibrio cholerae secara In Vitro. Jurnal Kesehatan Andalas. 2015;4(1).
11. Handayani HN. Pengoptimuman Metode Isolasi Asiatikosida Dari Pegagan
(Centella asiatica)[Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor; 2016.
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
KIMIA BAHAN ALAM II
ISOLASI SENYAWA FENOLIK DARI KAYU ANGIN
(Usnea sp.)

OLEH
NAMA : UTAMI BUDHI FADILLA
NO.BP : 1611011010
SHIFT : JUMAT PAGI
KELOMPOK : I (SATU)
REKAN KERJA : 1. AMALIA REFINA (1611011002)
2. ISRA HASANAH (1611011058)
3. NOVIA PRATIWI (1611012010)
4. RINI HARYATI (1611013024)
5. HARIANI AYUNDA (1611013030)

LABORATORIUM KIMIA BAHAN ALAM


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
1. Mengetahui cara mengidentifikasi fenolik
2. Mengetahui dan mempraktekkan cara mengisolasi fenolik
3. Mengetahui manfaat dan kandungan kimia dari Usnea sp
1.2 Manfaat
1. Mengetahui cara mengisolasi senyawa golongan fenolik
2. Melakukan isolasi senyawa golongan fenolik
3. Mengidentifikasi kemurniannya untuk selanjutnya diharapkan dapat
memperoleh senyawa baru dengan efek farmakologi yang diinginkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Gambar Usnea spp


2.1 Tinjauan Botani
2.1.1 Klasifikasi
Klasifikasi Usnea spp adalah :
Divisio : Thalophyta
Sub divisio : Lichenes
Kelas : Ascholichenes
Sub kelas : Hymenoasoolichenes
Ordo : Lecanorineae
Famili : Usneaceae
Spesies : Usnea spp.3
2.1.2 Nama daerah
Linchen atau dikenal sebagai lumut kerak1
2.1.3 Nama asing
Linchen1
2.1.4 Morfologi
Lichen merupakan tumbuhan suku rendah yang unik, karena dibentuk oleh
dua organisme yang berbeda melalui kehidupan bersama yang saling
menguntungkan (simbiosis mutualistik), yaitu antara ganggang dan jamur.
Simbiosis mutualistik ini berpotensi menghasilkan sumber senyawaan). Usnea sp.
atau kayu angin adalah lichen yang menempel pada kulit pohon dalam posisi
tegak atau berjurai. Tumbuh di ketinggian lebih dari 1000 m di atas permukaan
laut, Lichen tergolong vegetasi perintis, karena dapat hidup mulai dari daerah
pegunungan sampai ke daerah kutub dimana tumbuhan lain tidak dapat hidup1
Usnea sp., merupakan lichen frutikosa yang panjang berjurai atau
berbentuk seperti janggut. Panjang talusnya dapat mencapai lebih dari 1 m,
umumnya berbentuk benang bulat memanjang atau pipih dengan cabang
bervariasi, ada yang cabangnya sedikit sekali, ada yang banyak, ada yang lembut
dan ada yang agak keras. Lichen tersebut mempunyai warna hijau keabu-abuan
atau hijau kekuningan atau hijau lumut.1
Tubuh lichen dinamakan talus yang secara vegetatif mempunyai kemiripan
dengan alga dan jamur. Talus terdapat dalam berbagai warna, abu-abu atau abu-
abu kehijauan, kuning, oranye, coklat atau merah. Secara lengkap morfologi talus
terdiri atas empat bagian tubuh yang dapat diamati secara jelas yaitu:
• Korteks atas, berupa jalinan yang padat disebut pseudoparenkim dari hifa
jamurnya. Sel ini saling mengisi dengan material yang berupa gelatin.4
• Daerah alga, lapisan biru atau biru hijau yang terletak di bawah korteks
atas. Terdiri dari jalinan hifa yang longgar. Diantara hifa-hifa itu terdapat
sel-sel hijau, yaitu gleokapsa, nostok, rivularia dan klorela. Lapisan talus
tempat fotosintesa disebut lapisan gonidial dan berfungsi sebagai organ
reproduksi.4
• Medulla, terdiri dari jalinan lapisan hifa yang longgar. Hifa jamur pada
bagian ini tersebar ke segala arah dengan dinding yang tebal. Hifa pada
bagian yang lebih dalam tersebar di sepanjang sumbu yang tebal pada
bagian atas dan tipis pada bagian ujung, lapisan tadi membentuk suatu
untaian hubungan antara dua pembuluh.4
• Korteks bawah, terdiri dari struktur hifa yang sangat padat dan
membentang secara vertikal terhadap permukaan talus atau sejajar dengan
kulit bagian luar. Korteks bawah ini sering berupa sebuah akar (rhizines).
Ada beberapa jenis lichen tidak mempunyai korteks bawah dan digantikan
oleh lembaran tipis yang terdiri dari hipotalus yang berfungsi sebagai
proteksi.4
Usnea spp termasuk tanaman termasuk epifit tahunan, hidup
menempel pada pohon yang keras. Thalus seperti benang, tegak atau
bergantungan, tanpa rhizoid-rhizoid dan melekat pada substrat dengan suatu
cakram yang berasal dari lapisan teras (empulur).3
Thalus bercabang-cabang yang bentuknya seperti serabut, kulit seperti
tanduk, rapuh terdiri atas hipa-hipa berdinding tebal, bersepta dan tegak lurus
pada poros bujur. Lapis teras (empulur) terdiri atas dua bagian :
• Bagian luar seperti jaring laba-laba, lepas terdiri dari hifa-hifa yang
berdinding tipis.3
• Bagian dalam seperti tanduk, merupakan suatu bagian yang mudah
dipisahkan dari lapis teras yang luar.3
Lapis gonodia (sel-sel ganggang) melingkar membentuk silinder
dan terdiri atas sel-sel proctococcus. Badan buah berupa apotesium yang
berbentuk bulat, biasanya besar dengan tepi berambut.3
2.1.5 Habitat dan Distribusi
Usnea sp. sudah dikenal sejak 200 tahun yang lalu. Usnea sp. atau kayu
angin adalah lichen yang menempel pada kulit pohon dalam posisi tegak atau
berjurai. Tumbuh di ketinggian lebih dari 1000 m di atas permukaan laut.1
Laju pertumbuhan Usnea sp. sangat lambat, rata-rata antara 1-10 mm
pertahun dan dapat diperbanyak dengan spora. Usnea sp. hidup subur pada udara
yang bersih, terkena sinar matahari langsung dan sangat peka terhadap
pencemaran udara. Lichen ini tidak bisa bertahan hidup pada udara yang kotor.
Usnea sp. hidup sebagai epifit pada cabang-cabang pohon dari berbagai jenis
spesies tumbuhan berbunga, yang memiliki kulit pohon dengan permukaan yang
kasar, seperti Cinnamomum camphora, Celtis philiphinensis, Pinus sylvestis,
Querqus sp, Ceiba petantra, Casuarina sp, Colindara brevies, dan lain lain.1
Usnea sp. terdapat di daerah pegunungan di Indonesia, Malaysia, India,
China, Jepang, Eropa, Amerika, Afrika, Amerika Tengah, Australia, dan Selandia
Baru, Inggris. Di Inggris ditemukan di daerah Wales dan Skotlandia, sedangkan di
Afrika banyak ditemukan di Afrika Timur pada ketinggian 1000-4000 m dari
permukaan laut. Di Indonesia, Usnea sp. dapat ditemukan hampir semua
pegunungan dengan ketinggian mulai 1000 m dari permukaan laut. Di Jawa
Usnea sp. ditemukan di pegunungan antara lain di Cibodas, Jawa Barat, dan
pegunungan Jawa Timur. Di Sumatera ditemukan dikaki gunung Kerinci. Di
seluruh dunia diperkirakan ada 500 spesies.1
Di Indonesia Usnea spp mudah didapat dan banyak dijual di toko jamu
tradisional dengan nama daerah yang bermacam-macam, misalnya janggut rabion
(Batak), Cirik Angin (Minangkabau), Tahi angin (Melayu), Kayu Angin (Jawa
Tengah), Tea Angin (Makassar), Anin Tain (Seram), Dumamaata (Halmahera),
Gori Maiho (Ternate), Taen Urep (Nusa Tenggara).3
2.2 Kandungan Kimia
Adapun beberapa senyawa yang terkandung dalam Usnea sp. yang telah
diteliti adalah sebagai berikut :
A. Kelompok Benzofuran
Asam usnat
(+) - Asam usnat, merupakan komponen utama yang ditemukan hampir
pada semua tanaman Usnea sp. dengan rumus molekul C18H16O7, berbentuk
kristal jarum/prisma berwarna kuning, mempunyai titik leleh 203 - 204oC, rotasi
optik spesifik [α]D20 = 495o.1

Struktur asam usnat


(+) - asam usnat dan (-) - asam usnat merupakan sepasang enansiomer
yang disebut juga sebagai isomer optik. Isomer optik mempunyai sifat kimia-
fisika sama dan hanya berbeda pada aktivitas biologinya dan kemampuan
memutar bidang cahaya terpolarisasi atau berbeda arah rotasi optiknya, masing-
masing hanya dapat memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kiri atau kanan saja
dengan sudut putaran optik yang sama.1
2.3 Kegunaan secara Tradisional
Lichen sebagai tumbuhan lumut yang keberadaannya di alam terdapat
sekitar 29.000 spesies, sekitar 17.000 spesies telah dimanfaatkan sebagai pewarna,
kontrol polusi, parfum, makanan dan sebagai bahan obat. Di India beberapa spesis
lichen telah dimanfaatkan sebagai obat ashma, bronchitis, sakit perut, alergi,
kelainan hati dan darah. Hingga saat ini, penggunaan lichen masih banyak
dimanfaatkan di beberapa negara untuk pengobatan radang sendi, kemoterapi dan
luka luar. Hal ini dikarenakan adanya senyawa kimia aktif dalam lichen yang
mempunyai aktivitas sebagai antibakteri, antijamur, antivirus, antitumor dan
antikanker.5
Hutan hujan tropis daerah pegunungan Lompobattang Malino terdapat
keanekaragaman spesies tumbuhan, ditemukan banyak spesies lichen yang
dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai sumber makanan dan obat-
obatan. Salah satu contohnya adalah Usnea blepharea Motyka digunakan sebagai
obat kusta, obat batuk dan obat untuk menghilangkan daging kecil yang tumbuh
di kulit.5
2.4 Bioaktivitas
2.4.1 Ekstrak
Ekstrak metanol dari Usnea rubrotincta memiliki aktivitas antioksidan dan
antibakteri terhadap S. aureus dan B. subtilis. Ekstrak aseton dari Usnea
rubrotincta memiliki aktivitas antioksidan dan antibakteri terhadap S. aureus dan
B. subtilis karena mengandung senyawa asam usnat dan antranorin.5
2.4.2 Metabolit Sekunder
• Depsida, asam usnat, atranorin : Antibiotik mikroorganisma gram positif,4
• (-) asam usnat, asam protolichesterinat, atranorin, asam nefrosteranat, asam
poliporat dan turunannya, asam fisudalat, turunan lichenin : Antitumor dan
antimutagen.4
• Asetilasi dari β-glukan Umbilicaria esculenta : HIV (in vitro).4
• Asam lekanorat (histidin dekarboksilase), (-) asam usnat (urease), asam 4-
Ometilkriptoklorofaeat (prostaglandin sintetase), ekstrak dari Hypogymnia
physodes dan Letharia vulpina (L) Hue (tyrosinase) : Penghambat aktivitas
enzim.4
Asam usnat mempunyai aktivitas anti bakteri terhadap bakteri Gram
Positif seperti Staphylococcus aureus, tetapi tidak aktif terhadap bakteri Gram
Negatif seperti Salmonella sp. Dan Escherichia coli. Pada konsentrasi rendah
asam usnat bersifat bakteriostatik dan pada konsentrasi tinggi sebagai bakterisid
Mekanisme kerja asam usnat sebagai anti bakteri adalah menghambat sintesis
protein dan menghambat siklus fosforilasi oksidatif. Asam usnat dapat
menghambat pertumbuhan jamur pada konsentrasi yang sangat tinggi (1,2). Oleh
perusahaan farmasi asam usnat digunakan sebagai obat luar dalam bentuk krim,
contohnya krim Scabicid yang mengandung asam usnat 1% digunakan sebagai
anti skabies dikombinasi dengan gameksan 1%.2
2.5 Metode Ekstraksi yang Dipakai
Metode pengekstrakan yang digunakan dikenal dengan metode Marshaks.
Komponen aktif dari lumut kerak dapat diekstrak dengan beberpa pelarut seperti
eter, kloroform, ethyl alkohol. Pengekstrakan dilakukan dengan menggiling
sejumlah bahan (lichen) basah dalam gelas mortir, kemudian diberi pelarut
secukupnya. Suspensi ini kemudian disentrifugasi dan cairan bening yang terpisah
dipipet kemudian dimasukkan ke dlam labu kecil yang dihubungkan dengan
peralatan destilasi hampa udara untuk menghilangkan pelarutnya pada suhu
rendah. Residu yang terbentuk dilarutkan dalam buffer fosfat dengan pH 7,4.
Untuk langkah isolasi dilakukan dengan melarutkan endapan hijau yang terbentuk
dari hasil ekstrak ke dalam aceton mendidih dan kemudian disaring untuk
selanjutnya dipadatkan, pada proses pendingnan kristal kuning terpisah.3
2.6 Cara Pemurnian
Ekstrak metanol dilakukan pemeriksaan bercak noda dengan kromatografi
lapis tipis (KLT) untuk memperoleh pelarut yang sesuai untuk dipakai dalam
kromatografi kolom. Ekstrak metanol kemudian dipisahkan melalui kolom
kromatografi (KK) silika gel-60 menggunakan eluen n-heksana : etil asetat
dengan perbandingan yang berubah secara gradien. Dari proses tersebut diperoleh
fraksi-fraksi, dan masing-masing fraksi dianalisis menggunakan KLT untuk
melihat kemurnian senyawa yang diperoleh. Senyawa murni yang diperoleh diuji
sifat fisikanya, yang meliputi: titik leleh dengan alat pengukur titik leleh,
kelarutan, putaran optik dengan polarimeter, bentuk dan warna.1
BAB III
PROSEDUR KERJA
3.1 Alat dan Bahan
a. Alat
Wadah untuk maserasi, corong, botol 500 mL, botol 100 mL, vial, pipet
tetes, seperangkat alat rotary evaporator, chamber, penotol
b. Bahan
Kayu angin (30 g), metanol, etil asetat, n-heksan, plat KLT, kapas,
penampak noda untuk fenolik (FeCl3 1 %)

3.2 Cara Kerja


• Grinder sebanyak 30 g kayu angin
• Sokletasi dengan etil asetat
• Uapkan eluat dengan rotary evaporator sampai kering
• Lakukan kristalisasi dengan menggunakan pelarut etil asetat dan n-heksan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
a. Pemeriksaan organoleptis
Bentuk : serbuk amorf
Warna : kekuningan
Bau : bau khas kayu angin
b. Jumlah isolat yang didapat
Berat isolat + vial = 9.494 gr
Berat vial kosong = 9.387 gr
Berat isolat = 0.107 gr

jumlah Kristal yang terbentuk


c. Perhitungan rendemen = x100%
jumlah sampel awal

0.107 gr
= x 100%
50 gr

= 0.214%

Gambar hasil isolat kristal asam usnat


4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan isolasi terhadap senyawa fenolik dari
kayu angin (Usnea sp). Isolasi dilakukan dengan cara sokletasi dengan pelarut etil
asetat, karena senyawa asam usnat yang ada pada kayu angin ini larut dalam etil
asetat. Keuntungan dari ekstraksi sokletasi yaitu sampel diekstraksi dengan
sempurna karena dilakukan berulang-ulang, jumlah pelarut yang digunakan
sedikit. Namun, kerugiannya yaitu tidak baik dipakai untuk mengekstraksi
simplisia yang mudah rusak atau senyawa-senyawa yang tidak tahan panas,
karena akan terjadi penguraian, dan harus menggunakan pelarut yang mempunyai
titik didih yang rendah, sehingga mudah menguap.
Sampel yang digunakan yaitu lumut kerak yang sudah dirajang, fungsi
perajangan untuk mempermudah mengekstrak senyawa fenolik pada saat
sokletasi, karena semakin kecil ukuran partikel sampel semakin luas permuakaan
untuk bisa terekstrak suatu zat dalam kayu angin tersebut. Sampel tersebut
disokletasi dengan etil asetat.
Setelah itu, diuapkan rotary evaporator, keuntungannya yaitu proses
pengerjaannya cepat. Namun, kekurangannya adalah membutuhkan alat yang
mahal dan saat pengerjaannya harus hati-hati. Dari hasil penguapan ini
didapatkan ekstrak kental yang bewarna kuning. Lalu direkristalisasi dengan
pelarut etil asetat sambil dipanaskan, didiamkan dalam lemari es untuk menunggu
pembentukan kristal.
Setelah kristal didapatkan dilakukan penimbangan berat sampel
didapatkan jumlah kristal sebanyak 0.107 gram dengan persen randemen yang
didapat yaitu 0.214% dari berat sampel awal sebesar 50 gram kayu angin
Kendala yang dialami saat praktikum yaitu kristal yang masih belum
terbentuk sehingga harus terus dilakukan rekristalisasi berulang-ulang dengan
menggunakan etil asetat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Pada percobaandilakukan pemeriksaan secara organoleptis pada sampel
kayu angin, dengan bentuk berupa serbuk amorf berwarna kekuningan
dengan bau khas kayu angin
2. Dari hasil praktikum , diperoleh jumlah isolat sebanyak 0.107 gram.
3. Persentase randemen yang diperoleh adalah sebanyak 0.214% dari berat
awal sampel sebanyak 50 gram kayu angin
5.2 Saran
1. Melakukan praktikum sesuai dengan prosedur kerja, teliti, hati-hati dan
melengkapi alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Bekerja sama dalam kelompok
3. Membaca literatur sehingga mengerti maksud dan tujuan dari proses
pengerjaan yang dilakukan
DAFTAR PUSTAKA

1. Maulidiyah, Azis T, Sabarwati SH, Nurdin M. Isolasi dan Identifikasi


Senyawa (-)-Asam Usnat dari Lichen Usnea sp. serta Aktivitas Sitotoksiknya
terhadap Sel Murine Leukemia P388. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia.
2015; Vol. 13, No. 1: hlm. 40-44.
2. Endarti, Sukandar EY, Soediro I. Kajian Aktivitas Asam Usnat Terhadap
Bakteri Penyebab Bau Badan. Jurnal Bahan Alam Indonesia. 2004;Vol. 3,
No. 1: ISSN 1412-2855.
3. Siswo M. Pemanfaatan Ekstrak Kayu Angin Usnea spp Sebagai Antibakteri
Terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif[Skripsi]. Semarang:
Universitas Diponegoro; 1996.
4. Kusumaningrum IK. Isolasi dan Identifikasi Kandungan Senyawa Kimia
pada Parmotrema Tinctorum (Despr Ex. Nyl.) Hale dan Hypotrachyna
Osseoalba (Vain.) Y.S. Park & Hale Serta Uji Bioaktivitasnya Sebagai
Senyawa Sitotoksik dan Antioksidan[Disertasi]. Depok: Universitas
Indonesia; 2011.
5. Marlina T, Dini I, Maryono. Isolasi Senyawa Alkaloid dari Fraksi Ekstrak
Kloroform Usnea sp. Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar.
6. Maulidiyah. Isolasi dan Penentuan Struktur Serta Uji Bioaktivitas Senyawa
Kimia dari Ekstrak Aseton Lichen Usnea blepharea Motyka dan Usnea
flexuosa Tayl[Disertasi]. Depok: Universitas Indonesia; 2011.

Anda mungkin juga menyukai