Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
a. Mengetahui dan mempraktekkan cara mengisolasi senyawa golongan alkaloid
b. Mengetahui cara mengidentifikasi senyawa alkaloid hasil isolasi

1.2 Manfaat
a. Bagi masyarakat praktikum ini bermanfaat dalam memberikan informasi
tentang potensi dan kegunaan senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak
buah lada hitam (Piper nigrum L.)
b. Bagi ilmu pengetahuan, diharapkan dapat mengembangkan pembudidayaan
bahan tradisional buah lada hitam
c. Bagi praktikan, praktikum ini bermanfaat sebagai sarana untuk menerapkan
teori yang telah diperoleh dibangku kuliah dalam aplikasi praktikum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Botani

Gambar 1. Tumbuhan Piper nigrum L.4

2.1.1 Klasifikasi
Kedudukan tumbuhan merica hitam (Piper nigrum L.) dalam taksonomi
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledoneae
Ordo : Piperales
Familia : Piperaceae
Genus : Piper
Species : Piper nigrum L.3
Sinonim : Piper aromaticum La m k., Piper globrispicum DC.1
Nama Daerah: Sumatra: Lada (Aceh), leudeu pedih (Gayo), lada (Batak),
lada (Nias), raro (Mentawai), lada keik (Bengkulu), lade ketek (Minangkabau),
lada (Lampung). Jawa: Lada, pedes (Sunda), merica (Jawa), sak ang kambang
(Madura). Nusatenggara: Maicam, mica (Bali), saha (Bima). Kalimantan:
Sahang laut (Dayak), sahang (Sampit). Sulawesi: Kaluya jawa, marisa jawa,
malita lodawa (Gorontalo). Maluku: Oes dai musan (Wetar), lada (Buru), rica
jawa, rica polulu (Ternate), mica jawa, rica tamelo (Tidore).4
Nama Asing : Inggris: Pepper, black pepper; Perancis: Poivre; Malaysia: lada;
Papua Nugini: Daka; Filipina: Paminta, paminta-liso, pamienta; Myanmar:
Ngayok-kaung; Kamboja: Mrech; Laos: Ph'ik no:yz, ph'ik th'ai; Thailand:
Phrik-thai, phrik-noi.4

2.1.2 Morfologi
Habitus berupa terna berkayu, memanjat dengan akar pelekat, tinggi atau
panjang dapat mencapai 15 m, kulit batang berwarna hijau tua, berakar pada
buku-bukunya. Bentuk daun bermacam-macam, dari bulat telur sampai
memanjang, bagian pangkal membulat atau tumpul, sedangkan ujung runcing,
permukaan atas berwarna hijau gelap, kuat, menjangat, panjang 8-20 cm, lebar
5-15 cm, terdapat bintik-bintik kelenjar yang rapat, panjang tangkai 7,5-8 cm.
Perbungaan berupa bulir yang menggantung, panjang sampai 25 cm, panjang
tangkai bunga 1-3,5 cm, berdaun pelindung yang bentuknya elip memanjang,
panjang 4-5 mm, lebar 1 mm. Benang sari 2 helai, tangkai sari tebal. Kepala
putik 2-5 buah, umumnya 3 sampai 4. Buah buni, bulat atau agak elips, buah
muda berwarna hijau tua kemudian menjadi merah dan akhirnya hitam, licin,
panjang lebih kurang 4 mm.4
Buah berbentuk hampir bulat, warna cokelat kelabu sampai hitam
kecokelatan, garis tengah 2,5-6 mm; permukaan berkeriput kasar, dalam, serupa
jala; pada ujung buah terdapat sisa kepala putik yang tidak bertangkai; pada
irisan membujur tampak perikarp yang tipis, sempit dan berwarna gelap
menyelubungi inti biji yang putih dari biji tunggal; perikarp melekat erat pada
biji. Hampir seluruh inti biji terdiri atas perisperm berongga, bagian ujung
perisperm menyelubungi endosperm yang kecil; embrio sangat kecil, terbenam
dalam endosperm.5

2.1.3 Habitat dan Distribusi


Tanaman lada tumbuh liar di India Selatan dan ditanam secara luas di
daerah tropis dari Asia dan Karibia, tumbuh optimum pada suhu 23-30°C, dan
memerlukan sistem pengairan yang baik serta tanah berpasir yang subur, pada
ketinggian tidak lebih dari 500 m dpi. Lada menghendaki iklim yang panas dan
curah hujan yang tinggi tanpa ada musim kemarau yang panjang. 4
2.2 Kandungan Kimia
Buah lada hitam berbau aromatik karena mengandung minyak atsiri 1-
3,5% yang sebagian besar merupakan senyawa monoterpenoid. Senyawa utama
dalam buah lada hitam adalah piperin, yaitu suatu senyawa amida yang terbentuk
dari piperidin dan asam piperat. Senyawa amida lain yang dengan inti piperidin
(piperanin, piperetin), pirolidin (piperilin) dan isobutilamin juga terdapat dalam
buah. Jumlah atom karbon penyusun asam karboksilat dari senyawa amida ini
sangat bervariasi yaitu antara 5-10 atom karbon. 4 Senyawa lain yaitu d-limonen,
1-limonen, 1-a-limonen, a-pinen, 1-p-pinen, p-kariofilen, kariofilen oksida. 4

Gambar 2. Struktur Piperin

Gambar 3. Struktur Piperilyne

Gambar 4. Struktur Piperolein

2.3 Kegunaan Secara Tradisional


Buah merica hitam berkhasiat sebagai bahan penyegar, menghangatkan
badan, merangsang semangat, obat perut kembung, merangsang keluarnya
keringat, dan obat sesak nafas obat kaki bengkak pada ibu hamil, kolera, nyeri
haid, rematik, salesma, air mani yang encer, dan impoten.5

2.4 Bioaktifitas
2.4.1 Ekstrak
Lada hitam dilaporkan dapat membantu mengatasi masalah pencernaan.
Lada mampu meningkatkan cairan pencernaan karena kandungan asam klorida
yang terkandung di dalamnya dengan cara memecah protein dalam lambung.
Selain itu, lada dikenal memiliki kandungan antioksidan yang melimpah.
Manfaat lainnya, lada dipercaya dapat menekan pertumbuhan bakteri terutama
pada saluran usus. Hasil percobaan pada tikus dilaporkan bahwa lada hitam
dan piperin dapat merangsang enzim pencernaan, memodifikasi sekresi perut,
mengubah makanan gastrointestinal transit, dan menghambat diare. Efek akut
dari lada hitam di dalam perut manusia tampaknya serupa dengan aspirin,
meskipun pengaruh jangka panjang dari lada hitam di dalam perut belum
diketahui. Lada dilaporkan memiliki berbagai khasiat obat di antaranya dapat
mengatasi penyakit seperti asma, saluran pernafasan, memperlancar aliran
darah disekitar kepala, dan sebagai afrodiksia.1
Ekstrak etanol buah lada hitam memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri gram positif S. aureus dengan daya hambat > 10mm. Uji aktivitas
antibakteri, ekstrak etanol buah lada hitam menggunakan metode difusi
cakram. Suspensi bakteri P. acnes yang telah sama dengan standar 0,5 Mc.
Farland (108 CFU/mL) disebar ke permukaan media Mueller Hinton Agar.
Kertas cakram yang digunakan terbuat dari kertas Whatman no 1 dengan
diameter 6mm. Kertas cakram steril kemudian ditetesi larutan ekstrak uji
dengan rentang konsentrasi 1-10.000 ppm. 5 sampel ekstrak, kontrol negatif
(etanol 96%), dan kontrol positif (Doksisiklin 30μg/disk) masing-masing
ditempel di atas permukaan media dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37o C.6

2.4.2 Metabolit Sekunder


Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa mengkonsumsi lada hitam
dapat membantu mengontrol lemak dalam darah. Kandungan piperin dalam
lada hitam dapat memblokir pembentukan selsel lemak baru. Piperin berguna
untuk mengganggu aktivitas gen yang mengontrol pembentukan sel lemak
baru. Piperin memicu reaksi metabolisme berantai yang membantu menjaga
lemak, dan dapat dimanfaatkan untuk pengobatan obesitas.1
Buah Lada mengandung sejumlah mineral seperti kalium, kalsium, seng,
mangan, besi, dan magnesium. Kalium merupakan komponen penting dari sel
dan cairan tubuh yang membantu mengontrol detak jantung dan tekanan darah.
Mangan digunakan oleh tubuh sebagai faktor rekan untuk enzim antioksidan,
superoksida dismutase. Besi sangat penting untuk respirasi sel dan produksi
sel darah. Buah lada juga merupakan sumber vitamin B-komplek seperti
piridoksin, riboflavin, tiamin dan niasin. Di dalam buah lada terdapat beberapa
sumber vitamin yang berkhasiat sebagai antioksidan seperti vitamin C dan
vitamin A, dan polifenol flavonoid antioksidan, seperti: karoten, criptoxantin,
zeaxantin, dan likopen. Senyawa tersebut membantu tubuh menghilangkan
radikal bebas berbahaya dan melindungi dari kanker dan penyakit. Minyak dan
oleoresin lada menunjukkan aktivitas antioksidan yang kuat dibandingkan
dengan hidroksianisole butilate (BHA) dan butilate hidroksitoluen (BHT).
Piperin sebagai komponen utama alkaloid yang terkandung di dalam lada,
selain berperan sebagai antioksidan juga memiliki antivitas anti hipertensi.2

2.5 Metoda Ekstraksi yang Dipakai


Metode ekstraksi yang dipilih untuk mengekstraksi adalah metode yang
cocok dengan sifat bahan yang digunakan. Metode ekstraksi dengan alat maserasi
merupakan salah satu metode yang cocok untuk mengekstraksi alkaloid.
Penggunaan pelarut yang ideal untuk mengekstraksi adalah pelarut yang
menunjukkan selektivitas maksimal, mempunyai kapasitas terbaik, dan
kompatibel dengan sifat bahan yang diekstraksi. Penggunaan cairan pelarut
pengekstraksi berupa campuran etanol-air mengandung air yang cukup untuk
membantu proses difusi pelarut ke dalam sel. Proses difusi biasanya akan
ditingkatkan apabila sel tanaman mengalami perlakuan dengan air, atau pelarut
yang mengandung air, yang akan menyebabkan terjadinya pengembangan
(swelling) sel sehingga terjadi peningkatan permeabilitas atau pecahnya dinding
sel.2
Metode ekstraksi yang digunakan pada praktikum kali ini adalah ekstraksi
secara maserasi atau perendaman buah lada hitam yang telah dihaluskan dengan
pelarut metanol dan didapatkan ekstrak kental. Kemudian ekstrak kental
ditambahkan 10 mL KOH 10%.

2.6 Cara Pemurnian


Rekristalisasi merupakan teknik klasik dalam pemurnian senyawa organic.
Jika suatu campuran senyawa organk terlalu banyak, tidaklah mudah untuk
dimurnikan dengan teknik rekristalisasi. Untuk mengetahui dapat tidaknya suatu
senyawa organic dapat dimurnikan dengan teknik rekristalisasi, dapat diuji
dengan cara menguapkan pelarutnya. Jika terbentuk zat padat, berarti dapat
direkristalisasi, tetapi apabila residunya berupa cairan maka pemurnian dengan
teknik rekristalisasi tidak dapat dilakukan. Kromatografi Lapis Tipis ( KLT )
preparatif hanya dapat digunakan untuk memurniikan senyawa organik dalam
jumlah kecil. KLT memberikan pemisahan yang lebiih baiik debandingkan
dengan kromatografi kolom dan keuntungan yang lain adalah prosesnya relatif
cepat. Absorban yang sangat umu digunakan dalam KLT adalah silika gel dan
lumina dan ditambah sejumlah kalsium sulfat sebagai perekat gel terhadap plat
kaca dengan ukuran 20 x 20 cm. dewasa ini plat KLT terbuat dari plat aluminium
yang dapat digunting denganberbagaii ukuran sesuai kebuutuhan analisa.7
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan antara lain : Rotary evaporator, vial, corong, pipet tetes,
botol 500 mL, timbangan analitik, botol 100 mL, spatel

3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan antara lain : Buah lada hitam (Piper nigrum) 25 gram,
metanol, kalium hidroksida, etil asetat, kertas saring, plat KLT, n-heksan,
etanol 250 mL

3.2 Cara Kerja


1. 10 gram buah lada hitam dihaluskan
2. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi
3. Maserat diuapkan dengan alat Rotary evaporator hingga kental
4. Ekstrak kental ditambahkan 10 ml larutan kalium hidroksida 10% saring dan
diamkan 24 jam
5. Kristal yang terbentuk diambil kemudian lakukan rekristalisasi dengan pelarut
etil asetat dan n-heksan
6. Senyawa hasil isolasi dipisahkan menggunakan metode KLT dengan fase diam
silica gel 60 F254, fase gerak n - heksan dan etil asetat (2:3). Lihat noda
dibawah sinar UV dan gunakan penampak noda dragendorf
7. Hitung Randemen
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1. Pemeriksaan Organoleptis
Warna : Putih
Bau : Berbau khas
Bentuk : Kristal

4.1.2. Kelarutan
Larut dalam etil asetat dan alcohol

4.1.3. Jumlah Kristal yang Didapat = 0,05 gram


Berat vial + kristal = 9,82 gram
Berat vial kosong = 9,77 gram -
Berat kristal = 0,05 gram

4.1.4. Perhitungan Randemen =

= 0,5 %

Gambar 5. Isolat Lada Hitam


4.2 Pembahasan
Pada pratikum kali ini dilakukan isolasi alkaloid dari buah lada hitam
kering (Piper nigrum L.) yang bertujuan untuk mengetahui cara isolasi dan
identifikasi senyawa alkaloid, yaitu piperin dari buah lada hitam dengan metode
ekstrasi maserasi. Tujuan dari ekstraksi ini adalah untuk menarik komponen kimia
yang terdapat pada bahan alam. Waktu untuk maserasi adalah 3 hari, tujuannya
agar piperin dapat tertarik keluar secara sempurna. Bagian tanaman yang
digunakan untuk isolasi adalah buahnya yang telah dikeringkan dan digerinder
sampai halus. Tujuan pengeringan ini adalah untuk menginaktivasi enzim yang
terkandung di dalam jaringannya, selain itu juga untuk mencegah tumbuhnya
jamur, sehingga sampel bisa digunakan untuk waktu yang lama. Dilakukan dalam
keadaan halus dengan tujuan memperluas permukaan sampel sehingga bagian
sampel yang berkontak dengan pelarut semakin banyak dan mempermudah proses
pelarutan senyawa-senyawa yang terkandung didalam sampel, tujuan lainnya
adalah merusak matriks sampel sehingga mempermudah penarikan senyawa yang
terkandung pada lada hitam.
Pelarut yang digunakan untuk perendamannya adalah metanol. Di dalam
buah lada hitam terdapat komponen kimia yang bersifat polar sehingga digunakan
pelarut untuk perendamannya adalah pelarut polar. Ini sesuai dengan hukum like
dissolve like. Proses penyaringan bertujuan untuk mendapatkan filtratnya dan
memisahkan senyawa tersebut dari ampasnya. Filtrat hasil saringan diuapkan
dengan menggunakan alat rotary evaporator untuk mendapatkan ekstrak kental.
Metode ini dipilih karena memiliki keunggulan yaitu dapat memisahkan bahan
sampel dalam jumlah yang cukup besar dalam waktu yang singkat.2
Alat ini menggunakan prinsip vakum destilasi, sehingga tekanan akan
menurun dan pelarut akan menguap dibawah titik didihnya. Alat rotary
evaporator ini mampu menguapkan pelarut dibawah titik didihnya sehingga zat
yang terkandung di dalam pelarut tidak rusak oleh suhu tinggi. Penguapan
dihentikan setelah warna pelarut kembali ke bentuk awal. Hal ini menunjukkan
bahwa senyawa-senyawa yang dapat diekstrak oleh pelarut etanol hampir
teresktrak semua.4
Kalium hidroksida 10% ditambahkan pada ekstrak kental dengan tujuan
untuk dapat mengikat basa yang ada pada alkaloid, sehingga
mempercepat rekristalisasi, disamping itu penambahan kalium hidroksida juga
bertujuan untuk menarik senyawa alkaloid yang lebih spesifik, yakni dengan
berikatan pada gugus nitrogen dari alkaloid tersebut. Pada pratikum ini terdapat
kesalahan dalam pengerjaan karena Waktu yang digunakan untuk mendiamkan
ekstrak juga terlalu lama yaitu 4 hari. Setelah itu dilakukan rekristalisasi dengan 2
pelarut yang berbeda kepolarannya, yaitu etil asetat dan n-heksan. Dipilih kedua
pelarut tersebut adalah untuk mengoptimalkan penarikan senyawa polar oleh etil
asetat dan senyawa nonpolar oleh n-heksan. Seharusnya setelah didiamkan akan
terdapat kristal berwarna kuning terang, berbentuk jarum, namun kemungkinan
karena masih ada zat pengotor kristal pada piperin belum terbentuk dengan
sempurna. Berat kristal yang didapat adalah 0,05 gram. Dan % randemennya
0,5%. Uji KLT tidak dilakukan pada praktikum ini.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai
berikut :
1. Hasil yang didapat dari isolasi alkaloid, didapatkan berat kristal sebanyak 0,05
gram dan Randemen 0,05% yang didapatkan dari 10 gram buah lada hitam
yang telah dihaluskan.
2. Uji KLT tidak dilakukan dalam praktikum ini
3. Isolat berbentuk Kristal berwarna putih

5.2 Saran
1. Praktikan lebih berhati-hati dan lebih bersih dalam bekerja, agar didapatkan
hasil yang sempurna.
2. Disarankan untuk melakukan identifikasi lebih lanjut terhadap senyawa
Alkaloid yang telah berhasil diisolasi, dengan menggunakan peralatan yang
lebih canggih.
3. Praktikan lebih memahami tentang isolasi senyawa Alkaloid sebelum dan
setelah melakukan percobaan.
4. Bekerja sama dalam kelompok
DAFTAR PUSTAKA

1. Risfaheri. Diversifikasi Produk Lada (Piper Nigrum) untuk Pningkatan Nilai


Tambah. Buletin Teknologi Pascananen Pertanian. 2012;8(1).
2. Ermi H N P, Hariyanti, Cahya A, Vesya P V. Kandungan Piperin dalam Ekstrak
Buah Lada Hitam dan Buah Lada Putih (Piper nigrum L.) yang diekstraksi
dengan Variasi Konsentrasi Etanol Menggunakan Metode KLT – Densitometri.
Media Farmasi. 2010;13(2);173-185.
3. Nur L A. Uji Sitotoksik Ekstrak Etanol 70% Buah Merica Hitam (Piper nigrum
L.) terhadap Sel Hela. 2010
4. BPOM RI. Acuan Sedian Herbal. Jakarta : Direktorat Obat Asli Indonesia. 2012
5. Uji Daya AntiInflamsi dan Anti Kanker Senyawa Piperidin secara In Vitro dan
In Silico. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah. 2016
6. Sari DRAP, Yustiantara PS, Paramita NLPV, Wirasuta IM,. Uji Aktivitas Ekstrak
Etanol Buah Lada Hitam (Piper nigrum L.) Terhadap Bakteri Proponibacterium.
7. Ibrahim S, Sitorus, Marhham. Teknik Laboratorium Kimia Organik Edisi
Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2013
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
a. Mengetahui cara mempraktekkan cara mengisolasi flavonoid
b. Mengetahui cara mengidentifikasi senyawa flavonoid

1.2 Manfaat
a. Bagi masyarakat praktikum ini bermanfaat dalam memberikan informasi
tentang potensi dan kegunaan senyawa aktif yang terkandung dalam
ekstrak daun ubi (Manihot esculenta Crantz.)
b. Bagi ilmu pengetahuan, diharapkan dapat mengembangkan
pembudidayaan bahan tradisional daun ubi
c. Bagi praktikan, praktikum ini bermanfaat sebagai sarana untuk
menerapkan teori yang telah diperoleh dibangku kuliah dalam aplikasi
praktikum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Botani

Gambar 1. Daun singkong. 9

2.1.1 Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Ordo : Malpighiales
Family : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot esculenta Crantz.1
Sinonim : Manihot uttilissima dan Jathropa manihot L.10
Nama Asing : Cassava, Topica Plant, Kametong Kahoy, Manioc
Nama Daerah : Ubi kayee (aceh), kasapean, sampeu, kowi dangdeur
(sunda), tela pohong (jawa), tela belada (madura), pangala (papua),
Cassava (Inggris), Ubi kayu, singkong, ketela pohon (Indonesia);
Pohon, bodin, ketela bodin, tela jendral, tela kaspo (Jawa).10

2.1.2 Morfologi
Singkong adalah semak atau pohon semak yang tingginya hingga 7 m.
Batang sedikit bercabang. Tangkai daun hijau.Bunga : kelopak hijau
dengan pinggiran merah . Buah: subglobose, hijau (sampai kuning muda,
putih, coklat tua), agak halus, dengan 6 irisan memanjang. Biji: Panjangnya
hingga 12 mm. Akar yang dapat dimakan , tumbuh dalam kelompok di
pangkal batang. Akar berdiameter 1-4 inci dan panjang 8-15 inci, meskipun
panjang akar hingga 3 kaki telah ditemukan. Bagian dalamnya putih bersih
dan lebih keras dari kentang serta mengandung kandungan pati yang tinggi.
Akar ditutupi dengan kulit berserat coklat kemerahan tipis yang dapat
dihilangkan dengan menggores dan mengelupaskannya. Kulit batang
dilaporkan mengandung asam hidroksianik (prussic) beracun, yang harus
dihilangkan dengan mencuci, menggores dan memanaskan.1

2.1.3 Habitat dan Distribusi


Secara umum, tanaman ini membutuhkan iklim lembab yang hangat.
Temperatur penting, karena semua pertumbuhan berhenti pada suhu sekitar
10ºC. Biasanya tanaman ditanam di area yang bebas embun sepanjang
tahun. Produksi akar tertinggi dapat diharapkan di dataran rendah tropis, di
bawah ketinggian 150 m, di mana suhu rata-rata 25-27 ° C, tetapi beberapa
varietas tumbuh di ketinggian hingga 1500 m. Tanaman ini menghasilkan
produk yang terbaik ketika curah hujan cukup melimpah, tetapi dapat
tumbuh di mana curah hujan tahunan serendah 500 mm atau di mana
setinggi 5.000 mm. Tanaman ini dapat bertahan lama di musim kemarau di
mana sebagian besar tanaman pangan lainnya. Sebagian besar singkong
ditanam di tiga wilayah: Afrika Barat dan cekungan Kongo yang
bersebelahan, Amerika Selatan tropis dan Asia selatan dan Tenggara.2

2.2 Kandungan Kimia


Kandungan senyawa dalam daun singkong adalah flavonoid,
triterpenoid, saponin, tannin dan vitamin C. Menurut hasil penelitian, daun
singkong termasuk jenis sayuran yang banyak mengandung flavonoid.
Kandungan utama flavonoid daun singkong adalah rutin yang merupakan
glikosida kuersetin dengan disakarida yang terdiri dari glukosa dan shamnosa.
Flavonoid termasuk dalam golongan senyawa fenolik dengan struktur kimia
C6-C3-C6, flavonoid merupakan senyawa yang larut dalam air. Senyawa
yang merupakan golongan terbesar dari fenol ini dapat diekstraksi dengan
etanol 70%.3
Flavonoid mampu menstimulasi peningkatan pengeluaran insulin dari
sel β pankreas. Flavonoid mampu menstimulasi pengambilan glukosa pada
jaringan perifer, mengatur aktivitas dan ekspresi enzim yang terlibat dalam
jalur metabolisme karbohidrat dan bertindak menyerupai insulin
(insulinomimetic), dengan mempengaruhi insulin signaling.4

Gambar 2. Struktur Rutin

Gambar 3. Struktur Kuersetin

2.3 Kegunaan Secara Tradisional


Daun singkong berguna untuk mengobati dan mencegah terjadinya
sariawan dan penyakit mulut yang lainnya serta memiliki kandungan anti
inflamasi dan anti bakteri. Pemanfaatan daun singkong untuk mengobati
kerusakan kulit dapat dilihat melalui proses penyembuhan luka. Kandungan
flavonoid, saponin dan triterpenoid memiliki aktifitas antibakteri dan
antivirus.5
2.4 Bioaktifitas
2.4.1 Ekstrak
Ekstrak etanol daun singkong mengandung senyawa flavonoid yang
memiliki khasiat sebagai analgetik (pereda nyeri atau sakit). Mekanisme
kerjanya adalah menghambat kerja enzim siklooksigenase, dengan
demikian akan mengurangi produksi prostaglandin oleh asam arakidonat
sehingga mengurangi rasa nyeri, selain itu flavonoid juga menghambat
degranulasi neutrofil sehingga akan menghambat pengeluaran sitokin,
radikal bebas, serta enzim yang berperan dalam peradangan.6
Ekstrak chloroform terlihat aktif menghambat pertumbuhan mikroba
Vibrio cholerae, Shigella flexneri dan Salmonella typhii, sedangkan
ekstrak etanol memberikan hambatan nyata pada pertumbuhan bakteri
Corynebacterium diphteria, Pseudomonas aeruginosa dan Vibrio cholera.
Pada uji bioaktivitas ekstrak terhadap anak udang terlihat ekstrak etanol
daun muda memberikan hambatan tertinggi dengan LD50 = 344,7± 33,9
ppm.5

2.4.2 Metabolit Sekunder


Daun Singkong memiliki kandungan flavonoid, triterpenoid, tannin,
saponin, protein dan vitamin C dalam ekstrak tersebut yang diduga dapat
mendukung regenerasi sel-sel epitel dan jaringan ikat. Flavonoid diketahui
memiliki antiskorbut yang berperan melindungi asam askorbat dari
oksidasi sehingga proses sintesis kolagen dapat berjalan dengan baik.
Flavonoid juga dapat bertindak melindungi lipid membran terhadap agen
yang merusak. Diduga aksi ini yang menjaga membran sel tidak mudah
dirusak bakteri dan tetap berfungsi dengan baik untuk melakukan
perbaikan selama proses penyembuhan luka.5
Flavonoid mampu menstimulasi peningkatan pengeluaran insulin
dari sel β pankreas. Flavonoid mampu menstimulasi pengambilan glukosa
pada jaringan perifer, mengatur aktivitas dan ekspresi enzim yang terlibat
dalam jalur metabolism karbohidrat dan bertindak menyerupai insulin
(insulinomimetic), dengan mempengaruhi insulin signaling.3
Daun Singkong memiliki kandungan vitamin C yang tinggi. Vitamin
C diduga sangat membantu pada fase proliferasi, yaitu saat sintesis
kolagen. Daun singkong mengandung protein sebesar 6,8 gram/100 gram
daun basah atau sekitar 14-40% pada daun kering. Jenis protein dalam
daun singkong adalah methionin. Protein ini dapat menginduksi cystein
yang akan mengaktifkan ko-faktor (enzim prolyl-α-hydroksilase). Saponin
selama ini diketahui dapat bekerja sebagai antibakteri. Ketika berinteraksi
dengan sel bakteri, saponin dapat meningkatkan permeabilitas membran
sel bakteri sehingga terjadi hemolisis sel bakteri. Tannin dan triterpenoid
diketahui memiliki aktivitas antioksidan pada beberapa tanaman obat.
Antioksidan berperan menangkap radikal bebas yang dapat menyebabkan
kerusakan membran sel.5

2.5 Metoda Ekstraksi yang Dipakai


Ekstraksi daun singkong (Manihot esculenta Crantz) dilakukan
dengan metode maserasi sesuai dengan metode. Sebelum proses ekstraksi
dilakukan, sampel diberikan 2 perlakuan yang berbeda. Pembuatan simplisia
dilakukan dengan cara, pertama sampel segar dicuci bersih dengan air
mengalir lalu dikeringkan dengan oven pada suhu 50 °C. Selanjutnya daun
dihancurkan hingga menjadi serbuk (simplisia) dan diayak dengan ukuran
100 mesh. Perlakuan kedua, sampel dicuci dengan air mengalir kemudian
direbus selama 3 menit pada suhu 100 ºC kemudian dirajang halus.7
Pembuatan ekstrak metanol daun singkong pada penelitian ini
menggunakan metode maserasi, yaitu dilakukan dengan memasukan 150
gram sampel ke dalam gelas erlenmeyer dan ditambahkan 750 mL pelarut (
1:5 ). Sampel dimaserasi selama 48 jam dengan menggunakan shaker pada
suhu kamar. Sampel disaring menggunakan kertas saring sehingga diperoleh
filtrat sampel sebagai ekstrak metanol. Ekstrak air dan metanol yang
diperoleh kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator pada
suhu 50-60 ºC hingga diperoleh ekstrak kasar berupa pasta. Selanjutnya
rendemen masing-masing ekstrak dihitung dengan membagi bobot ekstrak
hasil ekstraksi dengan bobot sampel awal.7

2.6 Cara Pemurnian


Pemurnian perlu dilakukan karena Kristal yang terbentuk masih
mengandung pengotor atau sisa-sisa garam lain yang tidak diharapkan. Hal
ini terjadi karena kristalisasi adalah proses mass transfer, dimana solute
akan mendifusi dari larutan dan terkristalkan di permukaan layer demi layer.
Dalam tahap pembentukan layer baru inilah sering terjadi co-crystallization
atau inclusion, yaitu terperangkapnya impuritas dalam kristal. Hal ini umum
terjadi walaupun kelarutan impuritas jauh lebih besar dari solute yang akan
dikristalkan. Untuk mendapatkan Kristal dengan kemurnian yang lebih
tinggi dilakukan rekristalisasi. Rekristalisasi adalah teknik pemurnian suatu
zat padat dari pengotornya dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut
setelah dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Prinsip dasar dari proses
rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan
dengan zat pengotornya.8
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang diggunakan yaitu : boiler, steamer, kempa hidrolik, wadah
penampung, erlenmeyer/beker glass, seperangkat alat rotary evaporator,
corong, kain penyaring.

3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan yaitu : daun Manihot esculenta crantz 10 kg,
metanol, etil asetat, penampak noda untuk flavonoid (sitro borak), kertas
saring.

3.2 Prosedur Kerja


a. 10 kilogram daun singkong segar dikutil dan dirajang
b. Direbus selama 1 jam
c. Kempa, tampung air hasil kempa, diamkan selama 3 hari
d. Saring, ambil endapan
e. Endapan dimaserasi dengan metanol 500 ml, jika perlu dipanaskan dan
saring selagi panas
f. Uapk an filtrat endapan daun singkong dengan rotary evaporator
g. Lakukan rekristalisasi
h. Ambil endapan yang terbentuk
i. Cek KLT senyawa hasil isolasi dengan fase diam kertas saring, fase
gerak butanol:asam asetat:air (4:1:5). Lihat fase diam dibawah sinar UV
panjang gelombang 365 sebelum dan sesudah dielusi, gunakan sitro borat
sebagai penampak noda flavonoid.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Pemeriksaan Organoleptis
Warna : Kuning terang
Bau : Berbau khas
Bentuk : Serbuk

4.1.2 Kelarutan
Larut dalam metanol panas

4.1.3 Jumlah Kristal yang Didapat = 0,375 gram


Berat vial + kristal = 10,145 gram
Berat vial kosong = 9,77 gram -
Berat kristal = 0,375 gram

4.1.4 Perhitungan Randemen =

= 0,375 %

Gambar 4. Isolat Daun Ubi Kayu


4.2 Pembahasan
Pada praktikum Kimia Bahan Alam II ini dinyatakan bahwa daun
singkong (Manihot esculenta Crantz) mengandung salah satu senyawa yang
memiliki berbagai manfaat untuk kesehatan manusia, yaitu rutin. Senyawa
ini banyak terdapat pada daun singkong yang segar dan berwarna hijau,serta
memiliki tangkai yang berwarna kemerahan.
Daun singkong yang masih segar dikutil sehingga diperoleh daunnya
saja,kemudian dirajang dengan mesin perajang sehingga didapatkan daun
singkong yang sudah halus. Tujuan merajang daun singkong tersebut adalah
untuk memperkecil ukuran partikel dan memperbesar luas
permukaannya,untuk mendapatkan hasil rutin yang lebih banyak. Daun
singkong (Manihot esculenta crantz) yang sudah halus dilakukan ekstraksi
dengan direbus selama 1 jam sampai mendidih untuk melarutkan senyawa
yang ada pada daun singkong. Digunakan metoda perebusan karena metoda
ini sangat sederhana dan murah, serta kemungkinan hasil yang diperoleh
mendekati hasil maksimal. Kemudian dikempa dengan mesin
pengempa,tampung air hasil kempa dan diamkan selama 3 hari. Hasil kempa
yang sudah didiamkan disaring dengan kain untuk mendapatkan
endapannya.
Untuk memperoleh rutin, terlebih dahulu endapan dimaserasi
dengan pelarut metanol sebanyak 500 ml. Pelarut ini digunakan karena
bersifat universal yaitu dapat menarik senyawa polar dan senyawa non
polar. Endapan yang telah dimaserasi dan jika perlu dipanaskan, disaring
sehingga didapatkan filtrat dan endapan. Endapan merupakan polimer
pengotor, sehingga dibuang, sedangkan filtrat diuapkan.
Ekstrak kental didiamkan sampai terbentuk endapan, kemudian
dilakukan rekristalisasi dengan etil asetat untuk memisahkan senyawa murni
hasil isolasi dengan zat pengotor yang tercampur didalamnya. Rekristalisasi
dapat dilakukan berulang kali jika hasil yang didapat belum bersih dari
pengotor. Didapatkan berat Kristal rutin sebanyak 0,375 gram dan %
randemennya 0,375%. Uji KLT tidak digunakan dalam praktikum ini.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Pada bagian daun tumbuhan Manihot esculenta Crantz terdapat kandungan
rutin.
2. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dengan metoda pengendapan,
rendemen rutin yang diperoleh adalah 0,375% dan berat sampel yang
didapatkan 0,375 gram

5.2 Saran
1. Rutin banyak terdapat dalam daun singkong yang muda, sehingga untuk
mengisolasi rutin lebih baik menggunakan daun singkong yang muda,
sehingga hasil rutin yang didapat lebih maksimal dan waktu panen pada
siang hari saat fotosintesis maksimal.
2. Diharapkan proses ekstraksi dengan perebusan dilakukan dalam waktu yang
cukup lama sehingga rutin yang didapat semakin banyak.
3. Praktikan disarankan untuk lebih memahami dan menguasai objek
percobaan sebelum mulai bekerja agar memperoleh hasil yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bahekar S, Kale R. Phytopharmacological Aspects of Manihot esculenta


Crantz (Cassava) – a Review. Mintage Journal of Pharmaceutical &
Medical Science. 2013;2(1)
2. U.S. Department of Agriculture ( USDA ). Manihot esculenta Crantz.
Plant Guide. 2005
3. Warditiani, N. K, Larasanty, L. P. F., Damanik, I. Pengaruh Pemberian
Ekstrak Etanol 70% Daun Singkong ( Manihot utilissima Pohl) terhadap
Kadar Gula Darah Mencit Jantan Galur Balb/C yang Diinduksi Aloksan.
Universitas Udayana. Jurusan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. 2010
4. Rosiana, Dewi Novita, T, Iin Eliana, dan Sulistyani, Erna. Efek Ekstrak
Daun Singkong (Manihot esculenta) Terhadap Ketebalan Regenerasi
Epitel Lesi Traumatik Pada Mencit BALB/C Jantan, Artikel Ilmiah
Fakultas kedokteran Gigi, Universitas Jember, Jember. 2013
5. Vina M. Nisa, Zahara Meilawaty, Pudji Astuti. Efek Pemberian Ekstrak
Daun Singkong (Manihot esculenta) Terhadap Proses Penyembuhan Luka
Gingiva Tikus. Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa. 2013
6. Setya Enti Rikomah, Elmitra, Diana GustinaYunita. Efek Ekstrak Etanol
Daun Singkong (Manihot Utilissima Pohl) sebagai obat alternatif anti
rematik terhadap rasa sakit pada mencit. Jurnal Ilmiah manuntung.
2017;3(2):133-138
7. Hasim, Falah, Syamsul, dan Dewi, Lia Kusuma. Pengaruh Perebusan
Daun Singkong (Manihot esculenta crantz) terhadap Kadar Total Fenol,
Flavonoid dan Aktivitas Antioksidannya. Current Biochemistry.
2016;3(3):116-127
8. Pinalla, A. Penentuan Metode Rekristalisasi Yang Tepat Untuk
Meningkatkan Kemurnian Kristal Amonium Perklorat (AP). Majalah
Sains dan Teknologi Dirgantara. 2011;6(2):64-70.
9. Machdinar, Laili. Isolasi dan Identifikasi Rutin Dari Daun Singkong

(Manihot esculenta crantz). Jakarta : Universitas Airlangga. 1987.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
a. Mengetahui dan mempraktekkan cara mengisolasi triterpenoid
b. Mengetahui cara mengidentifikasi senyawa triterpenoid

1.2 Manfaat
a. Bagi masyarakat praktikum ini bermanfaat dalam memberikan informasi
tentang potensi dan kegunaan senyawa aktif yang terkandung dalam
ekstrak daun pegagan (Centella asiatica L.)
b. Bagi ilmu pengetahuan, diharapkan dapat mengembangkan
pembudidayaan bahan tradisional buah la
c. Bagi praktikan, praktikum ini bermanfaat sebagai sarana untuk
menerapkan teori yang telah diperoleh dibangku kuliah dalam aplikasi
praktikum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Botani

Gambar 1. Tumbuhan Centella asiatica L.2

2.1.1 Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi taksonomi, pegagan termasuk ke dalam :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Umbillales
Family : Umbilliferae (Apiaceae)
Genus : Centella
Spesies : Centella asiatica (L.) Urban atau Hidrocotyle asiatica
Linn.2
Nama sinonim : Hydrocotile asiatica L.2
Nama daerah : Daun kaki kuda, daun pegagan (melayu), antanan gede
(sunda), gagan gagan, ganggagan, kerok batok, pante goang, pani goang,
redeng, calingan rambat (jawa).2
Nama asing : Ji xue cao (Cina) Gotu kola (Australia) indian pennywort
(Hindi).2
2.1.2 Morfologi
Tumbuhan berhabitus terna menahun, batang menjalar, memiliki
umbi pendek, percabangan dengan geragih (stolon) merayap, panjang 10-
80 cm. Daun tunggal, tersusun dalam roset akar, terdiri dari 210 daun,
kadang-kadang agak berambut, panjang tangkai daun 1-50 mm, helai daun
berbentuk ginjal, ukuran panjang 1-7 cm, lebar 1,5-9 cm, tepi daun
beringgit sampai bergigi tidak tajam, terutama ke arah pangkal daun.
Perbungaan berupa bunga majemuk payung tunggal atau 2-5 payung
bersama, payung tunggal tersusun atas 3 bunga, ukuran 3-4 mm, panjang
ibu tangkai bunga 5-50 mm, mula-mula tegak kemudian mengangguk,
daun pelindung 2-3 helai, tangkai bunga sangat pendek. Daun mahkota
ungu sampai kemerahan dengan pangkal hijau muda, panjang 1-1,5 mm,
lebar hingga 0,75 mm. Buah pipih, lebar lebih kurang 7 mm dan tinggi
lebih kurang 3 mm, berlekuk dua, jelas berusuk, berwarna kuning
kecokelatan, berdinding agak tebal.3

2.1.3 Habitat dan distribusi


Pegagan tumbuh liar di seluruh Indonesia serta daerah-daerah
beriklim tropis. Pada umumnya pegagan dapat tumbuh mulai di dataran
rendah hingga ketinggian 2500 mdpl baik daerah terbuka atau ternaung.
Pegagan juga tumbuh ditempat lembab dan subur seperti tegalan, padang
rumput, tepi parit, diantara batu-batu, dan ditepi jalan.5
Pegagan tumbuh baik pada lingkungan dengan intensitas cahaya
rendah, hampir sama dengan shade plant, dan memiliki laju respirasi
rendah. Laju respirasi yang rendah menunjukkan bentuk adaptasi dasar
yang memungkinkan shade plant mampu bertahan pada lingkungan cahaya
terbatas di dataran tinggi beriklim basah dengan intensitas cahaya matahari
rendah, seperti di Gunung Putri, Cipanas, Cianjur, dan Bogor.2
2.2 Kandungan Kimia
Triterpenoid: asam asiatat dan asam madekasat (komponen utama),
asam terminolat; glikosida turunan triterpen ester (pseudosaponin):
asiatikosida (asiatikosida A dan B), madekasosida, indosentelosida,
brahmosida, brahminosida, tankunisida, isotankunisida; steroid:
stigmasterol; flavonoid: kuersetin, kaempferol. Beberapa komponen bioaktif
dalam tanaman pegagan adalah asiatikosida, tankunisida, isotankunisida,
madekasosida, brahmosida, brahminosida, asam brahmik, asam madasiatik,
meso-inositol, sentelosida, karotenoid, hidrokotilin, vellarin, tanin serta
garam mineral seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium, dan besi,
fosfor, minyak atsiri (1%), pektin (17.25%), asam amino dan vitamin B, zat
pahit vellarine, dan zat samak.2

Menurut Winarto dan Surbakti (2003), pegagan mengandung berbagai


bahan aktif, yaitu: 1) triterpenoid saponin, 2) triterpenoid genin, 3) minyak
atsiri, 4) flavonoid, 5) fitosterol, dan bahan aktif lainnya. Kandungan bahan
aktif yang terpenting adalah triterpenoid dan saponin, yang meliputi: 1)
asiatikosida, 2) sentelosida, 3) madekosida, dan 4) asam asiatik serta
komponen lain seperti minyak volatil, flavonoid, tanin, fitosterol, asam
amino, dan karbohidrat. Semua kandungan bioaktif tanaman pegagan
merupakan antioksidan yang bermanfaat bagi tubuh manusia dalam
meningkatkan sistem imun.3

Gambar 2. Struktur Asiatikosida Gambar 3. Struktur Asam


Madekasat
2.3 Kegunaan secara tradisional
Pegagan berkhasiat untuk obat batuk, susah tidur, tuberkulosa, peluruh
air seni, kencing darah, sariawan, demam, nafsu makan berkurang, luka
kulit, pembengkakan hati, campak, bisul, mimisan, amandel, radang
tenggorokan, bronkhitis, tekanan darah tinggi, wasir, keracunan, cacingan,
sakit perut, ayan (epilepsi), luka bakar, kesuburan wanita, keputihan, anti
bakteri, anti tumor. Pemakaian secara tradisional daun pegagan digunakan
secara topikal atau oral dalam bentuk air rebusan atau serbuk. Sedangkan
sediaan yang beredar telah banyak dipakai dalam pengobatan modern
seperti Lanakeloid® (Landson Madecassol® (Corsa), Tekasol® (Surya
Dermato) (Anomim, 2010). Hasil penelitian di Madagaskar menunjukkan
bahwa kandungan triterpenoid rata-rata mengandung 4 persen, sedangkan
daerah asia lainnya rata-rata 3%.4

2.4 Bioaktifitas
2.4.1 Ekstrak
Daun pegagan dapat bekerja sebagai antifertilitas alami pada laki-
laki. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Noor dan Ali (2004) bahwa
pemberian ekstrak daun pegagan dapat menginduksi gangguan
spermatogenesis melalui pengamatan lumen tubulus seminiferus secara
histologi pada mencit. Hasil penelitian Hasanah (2006) juga menunjukkan
bahwa ekstrak daun pegagan dapat menurunkan jumlah sel-sel
spermatogenik yang meliputi sel spermatogonium, spermatosit, dan sel
spermatid pada mencit dengan dosis 125 mg/kg bobot badan.2
Untuk uji sitotoksik, ekstrak pegagan menunjukkan hasil yang positif.
Ekstrak methanol pegagan dapat menghambat proliferasi sel kanker
payudara manusia (MCF-7) dengan konsentrasi LD50 µg/ml dan dosis
82µg/100ml mampu menginhibisi MCF-7 setara dengan tamoxifen yang
digunakan sebagai antiestrogen pada pasien kanker payudara. Asam asiatat
10µM menginduksi sampai dengan 95% kematian sel dalam 48 jam.7
2.4.2 Metabolit Sekunder
Bioaktif flavonoid, tanin, steroid, dan glikosida berkasiat untuk
kesehatan sebagai metabolit sekunder. Triterpenoid glikosida termasuk
golongan steroid yang merupakan bahan baku untuk sintesis hormon
testosteron. Winarno (1997) melaporkan bahwa triterpenoid glikosida
dapat menghambat enzim yang mengkatalis konversi androgen menjadi
estrogen sehingga konsentrasi hormon testosteron meningkat. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Susetyarini (2005) yang menyatakan bahwa
apabila konsentrasi hormon testosteron tinggi atau rendah terhadap
ambang normal akan berakibat negatif pada hipotalamus.2
Komponen bioaktif asiatikosida dan madekosida dapat memperbaiki
kerusakan sel dan membentuk serat kolagen secara cepat. Bahan aktif
tersebut juga mampu memperbaiki sel-sel granulosa pada ovarium. Selain
itu, bahan aktif asiatikosida dapat mempercepat penyembuhan luka dengan
cara meningkatkan kandungan hidroksiplorin dan mukopolisakarida yang
merupakan bahan untuk mensintesis matriks ekstraseluler.3
Glikosida triterpenoid, salah satunya asiatikosida berkhasiat untuk
kecerdasan atau daya pikir otak atau sebagai nutrisi otak untuk
meningkatkan kemampuan belajar dan mengingat. Diungkapkan juga
bahwa pegagan dapat mencegah kerusakan sel-sel saraf akibat stres
oksidatif atau sebagai proteksi terhadap stres antioksidan. Asiatikosida
bekerja dalam detoksifikasi hati dan merupakan marka dalam penentuan
standar baku pegagan. Madekosida berperan penting dalam memperbaiki
kerusakan sel dengan mensintesis kolagen.2

2.5 Metoda Ekstraksi yang Dipakai


Metode ekstraksi yang digunakan pada praktikum adalah ekstraksi
secara maserasi atau perendaman endapan daun singkong dengan pelarut
metanol 500 ml, jika perlu dipanaskan dan saring dengan kertas saring
selagi panas. Endapan daun singkong didapatkan dengan merebus daun
singkong segar 10 kg selama 1 jam, kemudian dikempa dan endapan di
tunggu selama 3 hari.

2.6 Cara pemurnian


Pemurnian dilakukan dengan cara kristalisasi dan rekristalisasi
dengan pelarut metanol dan dilakukan penambahan etil untuk mendesak
pembentukan kristal . Kristal yang murni kemudian di uji lagi dengan KLT
dengan fase diam kertas saring dan fase gerak Butanol : Asam Asetat : Air
(4:1:5). Rekristalisasi adalah teknik pemurnian suatu zat padat dari
pengotornya dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah
dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Prinsip dasar dari proses rekristalisasi
adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan zat
pengotornya.6
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan adalah: Rotary evaporator, vial, corong, pipet tetes,
botol 500 mL, timbangan analitik, botol 100 mL, spatel

3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah: Daun pegagan kering 100 gr, metanol, etil
asetat, kertas saring, plat KLT, norit

3.2 Cara Kerja


1. 100 gr daun pegagan kering di grinder
2. Kemudian 100 gram pegagan kering dimaserasi menggunakan 500 mL
metanol selama 1x3 hari, kemudian disaring
3. Maserat diuapkan hingga volume 200 ml
4. 100 gr norit dimasukkan kedalam kolom kemudian maserat dilewatkan ke
dalam kolom, tampung
5. Eluat diuapkan dengan alat rotary evaporator hingga kering
6. Senyawa hasil isolasi di pisahkan menggunakan KLT menggunakan fase
diam silica gel 60 F254, fase gerak etil asetat : metanol : aquadest
(4:1:0,5). Semprotkan reagen vanillin asam sulfat pada plat KLT yang
sudah di elusi kemudian panaskan untuk melihat noda pada fase diam.
7. Randemen dihitung
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Pemeriksaan Organoleptis
Warna : Putih
Bau : Berbau khas
Bentuk : Amorf

4.1.2 Jumlah Kristal yang Didapat


Berat vial + kristal = 9,92 gram
Berat vial kosong = 9,77 gram -
Berat kristal = 0,15 gram

4.1.3 Perhitungan Randemen =

= 0,15%

Gambar 4. Isolat Pegagan


4.2 Pembahasan
Pada paktikum kali ini, dilakukan isolasi terhadap senyawa triterpenoid
dari pegagan (Cantella asiatica). Bagian tumbuhan yang akan digunakan
untuk isolasi adalah daunnya. Daun pegagan (Centella asiatica) yang
digunakan merupakan daun yang telah kering dan digrinder halus. Tujuan
digunakan daun yang telah dikeringkan agar simplisia bertahan lama dan
tidak berjamur dan tujuan penghalusan adalah untuk memperluas permukaan
sampel, sehingga lebih banyak sampel yang akan berkontak dengan pelarut
nantinya.
Untuk isolasi triterpenoid ini digunakan metode maserasi dengan
pelarut metanol. Sampel dimaserasi dengan metanol karena zat aktif triterpen
merupakan zat yang polar, zat tersebut sangat mudah larut dalam metanol.
Maserasi selama 3 hari dengan menggunakan pelarut dan dibantu dengan
pengocokan. Fungsi pengocokan disini adalah untuk mempercepat kontak
antara sampel dengan pelarut. Maserasi yang dilakukan selama 3 hari pada
pratikum ini belum pasti mampu menarik semua senyawa yang terkandung di
dalam sampel, sehingga perlu dilakukan suatu uji, dimana uji tersebut
dilakukan dengan maserasi kembali pada sampel menggunakan metanol yang
baru.
Setelah selesai dimaserasi, maserat dilewatkan ke kapas. Tujuannya
adalah untuk menahan ampas agar tidak terjatuh ke dalam hasil saringan.
Hasil yang telah disaring dengan kapas kembali disaring dengan
menggunakan kapas dan norit. Tujuannya untuk memisahkan antara zat aktif
triterpen dengan klorofil dan zat pengotor lainnya yang terlarut di dalam
metanol. Maserat dilewatkan ke norit sebanyak 2 kali. Hal ini karena, pada
hasil pelewatan norit pertama, maserat berwarna bening tapi sedikit kuning.
Sehingga untuk mendapatkan larutan bening dengan warna kuning, maserat
dilewatkan kembali dengan norit. Setelah semua maserat dilewatkan, norit
kembali dicuci dengan metanol. Ini bertujuan untuk membawa sisa-sisa
triterpenoid yang mungkin ada pada norit. Norit akan mengadsorbsi klorofil
dan zat-zat pengotor yang ikut larut dalam metanol, sehingganya diperoleh
filtrat yang bebas dari klorofil dan pengotor. Norit yang digunakan terlebih
dahulu harus digerus, agar luas permukaannya bertambah sehingga klorofil
yang diadsorpsi menjadi lebih banyak.
Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan rotary evaporator, hal ini
dimaksud untuk menguapkan pelarut metanol yang digunakan dalam
maserasi, sehingga yang tinggal hanya senyawa triterpenoid. Metode ini
dipilih karena memiliki keunggulan yaitu dapat memisahkan bahan sampel
dalam jumlah yang cukup besar dalam waktu yang singkat. Alat ini
menggunakan prinsip vakum destilasi, sehingga tekanan akan menurun dan
pelarut akan menguap dibawah titik didihnya. Alat rotary evaporator ini
mampu menguapkan pelarut dibawah titik didihnya sehingga zat yang
terkandung di dalam pelarut tidak rusak oleh suhu tinggi. Seharusnya ekstrak
yang didapatkan sangat kental, namun pada hasil yang diperoleh tidak terlalu
kental dan proses penguapan telah dihentikan, sehingga ada kemungkinan
pelarut masih tersisa didalamnya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai
berikut :
1. Hasil yang didapat dari isolasi triterpenoid, yaitu sebanyak 0,15 gram
dengan randemen 0,15% dari 100 g sampel pegagan kering yang
digunakan.
2. Bentuk Amorf yang didapatkan bewarna putih

5.2 Saran
1. Praktikan lebih berhati-hati dan lebih bersih dalam bekerja, agar
didapatkan hasil yang sempurna.
2. Praktikan lebih memahami dan menguasai tentang isolasi senyawa
triterpenoid sebelum dan setelah melakukan percobaan.
3. Bekerja sama dalam kelompok
4. Membaca literatur sehingga mengerti maksud dan tujuan dari proses
pengerjaan yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Yusran, A I, Asri S H. Bioaktivitas Ekstrak Methanol Daun Pegagan


(Centella asiatica L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Al-Kimia. 2016;4(1)
2. Sutardi. Kandungan Bahan Aktif Tanaman Pegagan Dan Khasiatnya untuk
Meningkatkan Sistem Imun Tubuh. Jurnal Litbang Pertanian. 2016;35(3):21-
130
3. BPOM RI. Acuan sediaan Herbal. 2012:7(1);27
4. Enda M, dan Armon F. Optimasi Ekstraksi Triterpenoid Total Pegagan
(Centella asiatica (Linn.) Urban) yang Tumbuh di Riau. Jurnal Penelitian
Farmasi Indonesia. 2012;1(1):11-16
5. BPOM RI. Serial Data Ilmiah Terkini Tubuhan Obat Pegagan (Centella
asiatica L. Urban). Jakarta: Direktorat Obat Asli Indonesia.2010
6. Pinalla, A. Penentuan Metode Rekristalisasi Yang Tepat Untuk
Meningkatkan Kemurnian Kristal Amonium Perklorat (AP). Majalah Sains
dan Teknologi Dirgantara. 2011;6(2):64-70.
7. Babykutty S, Paradikkala J, Sathiadevan PP, Gopala S. Apoptosis
Introduction of Centella asiatica on human breast cancer cells. African J.
Trad. Compliment. Alternat. Med 6. 2009;6(1):9-16
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
a. Mengetahuidan mempraktikkan cara mengisolasi senyawa fenolik dari
kayu angin (Usnea sp.)
b. Mengetahui cara mengidentifikasi senyawa golongan fenolik

1.2 Manfaat
a. Bagi masyarakat praktikum ini bermanfaat dalam memberikan informasi
tentang potensi dan kegunaan senyawa aktif yang terkandung dalam
ekstrak Kayu Angin (Usnea sp)
b. Bagi ilmu pengetahuan, diharapkan dapat mengembangkan
pembudidayaan bahan tradisional Kayu Angin
c. Bagi praktikan, praktikum ini bermanfaat sebagai sarana untuk
menerapkan teori yang telah diperoleh dibangku kuliah dalam aplikasi
praktikum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Botani

Gambar 1. Usnea sp.5

2.1.1 Klasifikasi
Tumbuhan Usnea sp. dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Fungi
Filum : Ascomycotina
Kelas : Ascolichens
Ordo : Lecanorales
Famili : Panneliaceae
Genus : Usnea
Species : Usnea sp.3
Sinonim : Usnea dasaea, Usnea hirta, Usnea subfloridana, dan
Usnea flammea.1
Nama Daerah: Kayu angin (Jawa), Tae angin (Madura), Tai angin
(Bugis), Tae anging (Makassar), Tahi angin (Melayu), Rasuk angin
(Jawa), Cirik angin (Minang), Anin tain, Liken (Melayu), Djenggot resi
(Bali), Janggutan resi (Nusa Tenggara).1

2.1.2 Morfologi
Lichen merupakan tumbuhan yang bersimbiosis antara fungi dan alga.
Lichen yang umumnya ditemukan terbagi menjadi beberapa tipe yaitu
berbentuk foliose, fruticose dan crustose serta squamulose. Tubuh lichen
yang disebut dengan thallus berwarna mulai dari putih, keabuan, coklat
bahkan hitam. Bagian tubuh lichen yang memanjang disebut C 47 dengan
hifa. Hifa merupakan organ vegetatif dari thallus atau miselium yang
biasanya tidak di dapatkan pada fungi yang bukan lichen.1
Pada jenis lichen foliose, terdapat 4 bagian tubuh yang jelas yaitu : 1)
korteks atas, berupa jalinan yang pada yang disebut pseudoparenchyma dari
hifa jamurnya. Sel ini saling mengisi dengan material yang berupa
gelatin.Bagian ini tebal berguna untuk perlindungan; 2) daerah alga,
merupakan lapisan yang berwarna him hijau yang terletak di bawah
korteks atas.Bagian ini terdiri dari jalinan hifa yang longgar.Diantara hifa
— hifa tersebut terdapat sel — sel yang berwarna hijau yaitu berguna
untuk fotosintesis; 3) medulla, terdiri dari hifa yang terjalin satu dengan
lainnya yang membentuk untaian pembuluh; dan 4) korteks bawah, lapisan
ini terdiri dari struktur hifa yang sangat padat dan membentang secara
vertikal terhadap pennukaan thallus atau sejajar dengan kulit bagian
luar.Korteks bawah berupa rhizines. Beberapa lichenes ada yang tidak
memiliki korteks bawah.Bagian tersebut digantikan oleh lapisan tipis yang
dinamakan hypothallus yang berfungsi sebagai pelindung.2

2.1.3 Habitat dan Distribusi


Usnea sp merupakan salah satu spesis lichen yang termasuk dalam
suku usneaceae. Usnea sp terdapat di daerah pegunungan di Indonesia,
Malaysia, India, China, Jepang, Eropa, Amerika, Afrika, Amerika Tengah,
Australia, dan Selandia Baru, Inggris. Di Indonesia, Usnea sp dapat
ditemukan hampir semua pegunungan dengan ketinggian mulai 1000 m
dari permukaan laut. Di Jawa Usnea sp ditemukan di pegunungan antara
lain di Cibodas, Jawa Barat, dan pegunungan Jawa Timur. Di Sumatera
ditemukan dikaki gunung Kerinci.3

2.2 Kandungan Kimia


Linchen merupakan tumbuhan suku rendah yang berbeda melalui
kehidupan bersama yang saling menguntungkan , yaitu antara ganggang dan
jamur. Simbiosis mutualisme ini berpotensi menghasilkan sumber senyawa
untuk obat-obatan yang berasal dari clam.4
Umumnya, Lichen Usnea sp. mengandung (+) –asam usnat, antara lain:
U. dasypoga, U. aspera, U.longissima, U. orientalis, U. implicita, U.
aureola,U. iacerata, U. rubicunda, U. pusilla, U. eulychniae,U. florida, U.
hirta dan U. articulata. Akan tetapi,Usnea sp. yang mengandung (-)-asam
usnat masih perlu diteliti lagi karena senyawa ini engandung aktivitas
biologis sebagai anti tumor Selain asam usnat, beberapa peneliti
menemukan asam-asam lainnya yang ada dalam Usnea sp., misalnya U.
barbata mengandung asam barbatat, U.rubicunda mengandung asam
galbinat, asam salizinat dan asam norstiktat. U. aspera mengandung asam
norstiktat. Selain itu, di dalam Usnea sp. Terkadang juga mengandung
sterol, asam-asam amino, asamaskorbat dan beberapa senyawa kimia yang
lain yang baru bisa dibuktikan secara kualitatif.5

Gambar 2. Struktur Asam Usnat Gambar 3. Struktur Asam galbinat


2.3 Kegunaan Secara Tradisional
Dahulu di Timur Jauh, Usnea filipendula yang dihaluskan digunakan
sebagai obat luka dan terbukti bersifat antibakteri. Senyawa asam usnat (yang
terdapat dalam ekstrak spesis Usnea) saat ini telah digunakan pada salep
antibiotik, deodoran dan herbal tincture. Spesies Usnea juga digunakan dalam
pengobatan Cina, pengobatan homeopathic, obat tradisional di kepulauan
Pasifik, Selandia Baru dan lain benua selain Australia.7
Selain itu, kayu angin (Usnea misaminensis, fam, Usneaceae)
merupakan suatu lichen yang banyak dipergunakan untuk obat sakit perut,
desentri, dan batuk. Bahkan beberapa dari genus ini dilaporkan dapat dipakai
untuk mengobati kanker kulit (U. Angulata, U. Barbata, U, hieronymi) dan
tumor pada hati (U. Arborea).5

2.4 Bioaktifitas
2.4.1 Ekstrak
Ekstrak metanol dari Usnea rubrotincta memiliki aktivitas antioksidan
dan antibakteri terhadap S. aureus dan B. subtilis. Ekstrak aseton dari Usnea
rubrotincta memiliki aktivitas antioksidan dan antibakteri terhadap S. aureus
dan B. subtilis karena mengandung senyawa asam usnat dan antranorin.3
Pengujian in vitro antijamur ekstrak methanol Usnea sp., yang meliputi
suseptibilitas, Konsentrat Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrat Fungsi
Sidal Minimum (KFS) (menggunakan metoda microdilution dengan waktu uji
48 jam terhadap Malassezia furfur, telah berhasil dilakukan. Pengujian kurva
timekill dilakukan pada konsentrasi 0×, 1/2×, 1×, 2×, 4× and 8× KHM selama
48 jam. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak metanol Usnea sp. pada
konsetrasi 1 mg/ml, suseptibel terhadap M. furfur dengan panjang diameter
clear zone 34 mm. Nilai KHM dan KFS-nya masing-masing adalah 16 µg/ml
dan 64 µg/ml. Kurva time-kill menunjukkan bahwa M. furfur 100% terbunuh
dengan konsentrasi 4×KHM (64 µg/ml) selama 4 jam atau dengan
konsentrasi 8×KHM(128 µg/ml) selama 1 jam. Hasil-hasil diatas
menunjukkan bahwa ekstrak metanol Usnea sp., berhasil menghambat
pertumbuhan kapang M. furfur ATCC 14521. Dengan demikian, ekstrak
metanol Usnea sp., mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai obat
anti ketombe dan obat penyakit-penyakit infeksi jamur lainnya yang
disebabkan oleh M. furfur.7

2.4.2 Metabolit Sekunder


Usnea juga memiliki potensi sebagai antibakteri karena mengandung
asam usnat, dapat menghambat staphylococcus, streprococcus dan
pneumonococcus dan mycobacterium tubercolosis. Hal ini juga didukung
oleh Dharmananda (2003) yang menyatakan bahwa usnea dapat digunakan
sebagai antibiotik, inhibitor garam positif termauk positif TB,
staphylococcus, streprococcus dan pneumonococcus.Selain itu, juga dapat
digunakan sebagai anti-inflamasi, analgesik, antikanker karena mengandung
asam usnat.3

2.5 Metoda Ekstraksi yang Dipakai


Sampel Lichen Usnea sp.,dikeringkan dengan cara diangin-
anginkan.Setelah kering, sampel dipotong kecil-kecil dan selanjutnya disebut
sampel kering, kemudian diblender hingga didapatkan serbuk 500 g.Ekstraksi
Lichen Usnea sp. dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut
metanol. Selanjutnya, pelarut diuapkan dalam evaporator vakum putar,
sehingga diperoleh ekstrak metanol. Terhadap ekstrak metanol dilakukan
pemeriksaan bercak noda dengan kromatografi lapis tipis (KLT) untuk
memperoleh pelarut yang sesuai untuk dipakai dalam kromatografi kolom.
Ekstrak metanol kemudian dipisahkan melalui kolom kromatografi (KK)
silika gel-60 menggunakan eluen n-heksana : etil asetat dengan perbandingan
yang berubah secara gradien. Dari proses tersebut diperoleh fraksi-fraksi, dan
masing-masing fraksi dianalisis menggunakan KLT untuk melihat kemurnian
senyawa yang diperoleh. Senyawa murni yang diperoleh diuji sifat fisikanya,
yang meliputi: titik leleh dengan alat pengukur titik leleh, kelarutan, putaran
optik dengan polarimeter, bentuk dan warna. Penentuan struktur molekul
senyawa kimia dilakukan analisis spektroskopi menggunakan data spektra
FTIR, UVVis, 1H-NMR dan13C-NMR.4

2.6 Cara Pemurnian


Kristalisasi adalah suatu teknik untuk mendapatkan bahan mumi suatu
senyawa. Dalam sintesis kimia banyak senyawasenyawa kimia yang dapat
dikristalkan. Untuk mengkristalkan senyawa-senyawa tersebut, biasanya
dilakukan terlebih dahulu penjenuhan larutan kemudian diikuti dengan
penguapan pelarut sena perlahan-lahan sampai terbentuk kristal. Rekristalisasi
adalah suatu teknik pemurnian bahan kristalin. Seringkali senyawa yang
diperoleh dan basil suatu sintesis kimia memiliki kemurnian yang tidak terlalu
tinggi. Untuk memurnikan senyawa tersebut perlu dilakukan rekristalisasi.6
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan: wadah untuk maserasi, Botol infus 100 ml, Botol
infuse 500 ml, Seperangkat alat Rotary evaporator, Pipet tetes, Chamber,
Penotol, Vial. Corong, Kapas, Plat KLT

3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan: Kayu angin (30 g), Metanol, Etil asetat, Heksan,
Penampak nada FeCl3

3.2 Cara Kerja


1. 100 gr kayu angin di grinder
2. Kayu angin dimaserasi dengan pelarut etil asetat
3. Maserat diuapkan dengan rotary evaporator sampai kering
4. Lakukan rekristalisasi menggunakan pelarut etil asetat
5. Senyawa hasil isolasi dipisahkan menggunakan metode KLT dengan fase
diam silika gel 60 F254, fase gerak n-heksan:etil asetat (3:2)
6. Randemen dihitung
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Pemeriksaan Organoleptis
Warna : Kuning
Bau : Berbau khas
Bentuk : Kristal Jarum

4.1.2 Kelarutan
Larut dalam etil asetat dan alcohol

4.1.3 Jumlah Kristal yang Didapat = 3,014 ram


Berat vial + kristal = 12,784 gram
Berat vial kosong = 9,77 gram -
Berat kristal = 3,014 gram

4.1.4 Perhitungan Randemen =

= 3,014 %

Gambar 4. Isolat Kayu Angin


4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan isolasi asam usnat dari Usnea sp.
Dimana kayu angin terlebih dahulu dikeringkan agar mencegah pertumbuhan
jamur dan sampel dapat digunakan dalam waktu yang lama. Selain
dikeringkan, sampel juga harus digrinder atau dihaluskan agar luas
permukaan dari sampel menjadi semakin besar dan mudah dalam pelarutan
senyawa-senyawa yang terkandung didalam nya.
Tahap awal yang dilakukan adalah maserasi serbuk Usnea sp. dengan
menggunakan etil asetat. Pertama-tama serbuk Usnea sp yang di maserasi
ditimbang sebanyak 100 gram, kemudian dimaserasi menggunakan etil
asetat. Maserasi digunakan untuk mengambil ekstrak dari Usnea sp. Setelah
maserasi selesai, hasil maserasi diuapkan menggunakan rotary evaporator
yang bertujuan untuk memisahkan ekstrak dengan pelarutnya. Sehingga
didapatkan ekstrak kental berwarna coklat kekuningan. Selama proses
penguapan pelarut kita harus memperhatikan jika terjadi bumping, saat terjadi
bumping kita harus menurunkan tekanannya didalamnya.
Setelah didapatkan ekstrak kental selanjutnya didiamkan. Hal ini
bertujuan untuk memisahkan larutan induk dengan endapan pengotr.
Kemudian dipisahkan larutan induk ke beberapa vial. Untuk mempercepat
terjadinya penguapan pelarut. Penguapan pelarut disini berguna untuk
mempercepat terjadinya proses rekristalisasi. Proses rekristalisasi dapat
dipercepat dengan membagi larutan induk yang ada ke beberapa vial. Pada
saat proses penyaringan, dilakukan dengan hati-hati agar endapan pengotor
tidak ikut terbawa sehingga mempengaruhi hasil.
Pada proses rekristalisasi menggunakan etil asetat saja. Karena ketika
pelarut etil asetat diuapkan maka kelarutan dari asam usnat akan berkurang
sehingga akan terbentuk kristal asam usnat berwarna kuning dengan berbentuk
jarum. Dari hasil rekristalisasi sampel sebanyak 100 gram didapatkan kristal
asam usnat sebanyak gram. Kristal yang didapat berwarna kuning. Metode
rekristalisasi bertujuan untuk mendapatkan senyawa aktif asam usnat dari
Usnea sp. untuk identifikasi kristal asam usnat digunakan metode
kromatografi lapis tipis.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Dari hasil percobaan didapatkan massa sampel yaitu 3,014 gram randemen
didapatkan yaitu sebesar 3,014 %
2. Asam usnat yang didapat berbentuk Kristal jarum berwarna kuning

5.2 Saran
1. Praktikan lebih memahami prosedur kerja dengan membaca dan
memahami terlebih dahulu.
2. Praktikan selanjutnya agar lebih berhati-hati dalam bekerja (terutama
dalam pemurnian dan rekristalisasi) agar didapatkan hasil yang lebih
sempurna.
3. Gunakan eluen yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

1. Roziaty, E. Lichen : Karakteristik Anatomis dan Reproduksi


Vegetatifnya . Jurnal Pena Sains. 2016;3(1)
2. Marlina, T. Isolasi Senyawa Alkaloid dari Fraksi Ekstrak Kloroform
Usnea sp. Makassar : Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan ilmu
Pengetahuan Alam. 2017
3. Maulidiyah. Isolasi dan Identifikasi Senyawa (-)-Asam Usnat dari
Lichen Usnea sp. serta Aktivitas Sitotoksiknya terhadap Sel Murine
Leukemia P388. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 2015;13(1):40-44
4. Wahyuono, S dan Sudarsono. Penetapan Kadar Kandungan Utama
Simplisia Kayu Angin (Usnea misaminensis (Vain.) Not., fam Usneaceae
) Dari Pabrik Jamu Dan Pasar Secara Densitometri. Yogyakarta :
Majalah Farmasi Indonesia. 1994;5(3):59-68
5. Rosita, E. Pemurnian .Universitas Pasundan .2013
6. Yurnaliza,N. Licens (Karakteristik, klasifikasi dan kegunaan). Search
Gate. 2015
7. Rukayadi Y, Diantini A, Lestari K. Antifungal Activity of Methanolic
Extract of Usnea sp. Againts Malasserzia furfur. Jurnal Ilmu-ilmu
Hayati dan Fisik.2012;14(1):31-37.
Frangula alnus Mill.
Alder buckthorn

Famili : Rhamnaceae.2

Sinonim : Rhamnus frangula L, Frangula alnus f.


Angustifoli, Frangula alnus var. elliptica,
Frangula alnus var. prostrata, Frangula alnus
subsp. saxatilis, Frangula atlantica, Frangula
alnus subsp. sphagnicola.2

Nama Populer : Alder buckthorn.2

Nama Asing : Glossy buckthorn, alder bucktorn,


glossy false buckthorn, columnar buckthorn, fen
buckthorn(Inggris).3

Morfologi
Frangula alnus Mill adalah semak daun yang tidak berduri, tumbuh 3-6 m (10-20
kaki), kadang-kadang sampai 7 m (23 kaki) tinggi. Biasanya multistemmed, tetapi
jarang membentuk pohon kecil dengan diameter batang hingga 20 cm (8 inci).
Kulitnya gelap kehitaman-coklat, dengan kulit dalam terang-kuning terang jika
dipotong. Tunas berwarna coklat gelap, tunas musim dingin tanpa sisik tunas,
hanya dilindungi oleh daun luar yang berbulu.1
Bunganya berukuran kecil, berdiameter 3-5 mm (1⁄8–3⁄16 inci), berbentuk bintang
dengan lima kelopak segitiga berwarna kehijauan, berbunga pada bulan Mei
hingga Juni. Buahnya adalah berry kecil berukuran 6–10 mm (1⁄4–13⁄32 inci)
dengan diameter, berwarna hijau sampai merah pada akhir musim panas hingga
ungu tua atau hitam di awal musim gugur, mengandung dua atau tiga biji coklat
pucat 5-milimeter. (3⁄16 inci).2
Habitat dan Distribusi
Frangula alnus Mill ditanam biasanya untuk pagar tanaman, penanaman
kehutanan, dan habitat satwa liar, tetapi telah menjadi spesies invasif, menyerang
hutan di Amerika Serikat bagian timur laut dan lahan basah dan hutan lembab di
Amerika Serikat Midwestern. Invensinya dipengaruhi oleh kemampuan adaptasi
dan polusi yang tinggi. Tumbuhan ini tumbuh di tanah basah di hutan terbuka,
semak belukar, pagar tanaman dan rawa, berkembang dengan baik di bawah sinar
matahari dan naungan sedang, tetapi kurang kuat di tempat teduh. 2

Kandungan Kimia
Frangula alnus Mill. Mengandung senyawa aktif :
1. Emodin. <0,1%
2. Barbaloin 70%
3. Krisaloin 8-O- -D-glukosida 70%
4. Cascarosida 6-9%
5. Physcion (0,11 mg/g).2

1. Emodin

2. Barbaloin
Kegunaan Tradisional
Kulit kayu telah digunakan sebagai pencahar, karena kandungan antrakuinonnya
3–7%. Kulit kayu untuk penggunaan obat dikeringkan dan disimpan selama satu
tahun sebelum digunakan, karena kulit segar adalah obat pencahar; bahkan kulit
kering dapat berbahaya jika dikonsumsi berlebihan.3

Bioaktifitas
Ekstrak
Ekstrak kulit Frangula alnus Mill (direbus dengan air alkali magnesium oksida).
Kemudian campuran dimurnikan dengan anthranol glikosida. Ekstrak ini dapat
digunakan sebagai obat pencahar. Eksudat kering dari lidah buaya juga
mengandung senyawa antrakuinon, yang menginduksi diare.4
Ekstrak kulit kayu juga memiliki bioaktivitas antioksidan sedang (44,6%, 46,8%
dan 2,25 mmol Fe2+/g diukur oleh DPPH, ABTS dan FRAP. Yang dapat dikaitkan
dengan dengan kandungan fenolik. Ekstrak kulit frangula diperoleh dengan
berbagai proses ekstraksi dengan berbagai pelarut yang berbeda (etanol dan air
alkali).6

Senyawa Hasil Isolasi


Glikosida antrakuinon yang paling mewakili adalah physcion dan emodin
menunjukkan banyak aktivitas biologis yang dapat mempengaruhi system imun,
memperbaiki kerusakan DNA yang diinduksi oleh UV, bekerja pada system
vaskomotor, dan memiliki bioaktivitas antiinflamasi dan efek analgetik, dan
pencahar.6
Selain sifat pencaharnya, antrakuinon memiliki bioaktivitas antijamur,
antibakteri,. Fenolik tanaman meiliki bioaktitas antioksidan sehingga menghambat
proses yang dapat menyebabkan kerusakan membrane, penuaan, penyakit jantung
dan kanker.5
Hasil Uji Fitokimia
Uji Hasil Uji
Alkaloid -
Flavonoid +
Terpenoid -
Steroid -
Saponin -
Fenolik +

Gambar 3. Hasil uji Flavonoid dan Fenolik

Gambar 4. Hasil Uji Alkaloid


Gambar 5. Hasil Uji Saponin

Gambar 6. Hasil Uji Terpenoid dan Steroid

Pembahasan
Uji fitokimia dilakukan setelah pengambilan sampel selama 1-3 hari. Ini
dimaksudkan untuk menjaga sampel agar tetap segar, karena kesegaran sampel
berpengaruh terhadap hasil uji senyawa metabolit sekunder yang dimiliki oleh
tumbuhan. Kali ini, praktikan menguji senyawa metabolit sekunder antara lain,
Alkaloid, Fenolik, Terpenoid, Steroid, Flavonoid, dan Saponin. Uji ini
dimaksudkan untuk melatih praktikan dalam menentukan suatu senyawa
berdasarkan uji fitokimia dengan mengekstrak beberapa bagian tumbuhan yang
diambil. Pada umumnya bagian tumbuhan yang diambil untuk ekstraksi adalah
pada bagian daunnya.
Pada hasil uji fitokimia kali ini praktikan menguji senyawa metabolit sekunder
yang ada pada tumbuhan Frangula alnus Mill. Uji yang pertama kali dilakukan
adalah menguji senyawa alkaloid, dengan cara merajang dan menggerus daun
Frangula alnus Mill menggunakan lumpang dan alu dengan penambahan
sejumput pasir netral kemudian dibasakan dengan 10 mL kloroform amoniak
untuk mengikat senyawa alkaloid yang ada pada sampel. Setelah itu larutan
dipipet kedalam test tube dan ditambahkan H2SO4 2N sebanyak 1 mL, dan
diambil larutan asamnya. Kemudian di pindahkan kedalam test tube lain dan
ditambahkan pereaksi mayer.

Hasil uji alkaloid negative, dengan tidak ada nya endapan maupun larutan seperti
awam. Hal ini mungkin saja memang karena senyawa alkaloid tidak ada pada
tumbuhan Frangula alnus Mill, tetapi faktor lain bisa menyebabkan senyawa
alkaloid menjadi negatif pada saat pengujian. Alasannya adalah sampel yang diuji
tidak segar lagi. Selain itu, penambahan kloroform amoniak dan H2SO4 harus
terukur agar tidak terjadi hasil uji positif palsu. Setelah uji alkaloid dilakukan,
praktikan menguji senyawa metabolit sekunder lainnya, yaitu Fenolik, Flavonoid,
Steroid dan terpenoid. Uji ini dilakukan sekaligus dengan cara mengekstraksi
secara maserasi panas menggun akan pelarut metanol terhadap daun yang sudah
dirajang dengan cara merebus dengan spritus sehingga didapatkan ekstrak kental.
Hasil ekstrak di teteskan pada plat tetes dan ditambahkan reagen FeCl3, hasil +
Flavonoid dengan perubahan warna larutan menjadi abu-abu. Setelah Flavonoid,
kita bisa menguji hasil ekstrak tadi untuk menguji Flavonoid dan Saponin.

Dengan mengentalkan kembali ekstrak kental tadi dan menambahkan aquadest


dan kloroform. Lapisan aquadest diambil dan dikocok kuat, hasil – terhadap
saponin karena larutan tidak berbusa. Lapisan aquadest yang tersisa bisa
digunakan untuk menguji Flavonoid dengan meneteskan pada plat tetes dan
memberikan serbuk Mg beserta HCl pekat 1 tetes. Hasil uji positif untuk
Flavonoid karena warna larutan berubah menjadi warna merah. Selanjutnya,
untuk lapisan kloroform. Kloroform ini dilewatkan ke norit dan teteskan pada 3
lubang. Lubang pertama berikan H2SO4 pekat, lubang kedua anhidrida asetat dan
lubang ketiga meneteskan kedua reagen. Hasil uji – terhadap steroid. Praktikan
mendapatkan literatur yang menjelaskan bahwa tumbuhan Frangula alnus Mill
memiliki senyawa metabolit sekunder Fenolik dan Flavonoid.

Jumlah kandungan ekstrak fenol ditentukan dengan metode kalorimetri. 0,5 mL


larutan ekstrak dicampur dengan reagen Folin (0,5 mL) dan 100 mg/mL Na2CO3
(0,5 mL). setelah 1 jam di inkubasi pada suhu kamar. Absorbansi diukur dengan
menggunakan kurva kalibrasi dari asam galat dan dinyatakan setara dengan asam
galat.7

Kandungan Flavonoid ditentukan dengan metode Kumazawa. 0,5 mL larutan


ekstrak, 0,5 mL AlCl3 2% dimasukkan kedalam pelarut etanol. Setelah diinkubasi
1 jam pada suhu kamar, absorbansi diukur pada 420 nm. Flavonoid yang ada
dinyatakan sebagai Kuersetin.7

Bahan bacaan
1. Donmez E O, Akyol A A, Karadag. Ancient plant remains with special
reference to buckthorn Frangula alnus Mill. Acta Societatis Botanicum.
2017;86(1):1-16.
2. Lee T, Eisenhaure S, Gaudreau I. Prelogging treatment of invasive glossy
buckthorn (Frangula alnus Mill.) promotes regeneration of eastern white pine
(Pinus strobus L.). Forest. 2017;8(1):1-12
3. Cadullo G. Alnus viridis in Europe : Distribution, habitat, usage and threats.
2016
4. Mill F. Glossy Buckthorn (and Cultivars). 2016
5. Diego, M. Reproductive biology of Frangula alnus (Rhamnaceae) in southern
Spain. Plant Systematis and Evolution. 1994;19(1):173-186.
6. Azadkhah R, Sagharjoghi M F. The Effects of Frangula alnus Mill on HEK
Cells in Cell Culture. Proceeding of 2016 International Conference on
Biological and Environmental Science. 2016.
7. Kremer D, Kosalec I, Locatelli M, Epifano F, Genovese S. Anthraquinone
profiles, antioxidant and antimicrobial properties of Frangula rupestris (Scop.)
Schur and Frangula alnus Mill. bark. Food Chemistry. 2011;131(2012):1174-
1180

Anda mungkin juga menyukai