piperin dari Piperis Nigri dengan metode sokhletasi, juga dilakukan analisa secara kualitatif hasil
isolasi dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
Dalam penelitian (Suminto, 2018) lada disebut
juga merica atau sahang, yang mempunyai nama Latin
Piper Albi Linn dan Piper nigrum L berasal dari famili
Piperaceae (Vasavirama dan Upender, 2014) adalah
sebuah tanaman yang kaya akan kandungan kimia, seperti
minyak lada, minyak lemak, juga pati (Permadi, 2008).
Lada bersifat sedikit pahit, pedas, hangat, dan antipiretik
Gambar 1. Piper nigrum L. dan (Permadi, 2008). Tanaman ini sudah mulai ditemukan dan
Piper albi Linn. dikenal sejak puluhan abad yang lalu (Sarpian, 2003).
Pada umumnya orang-orang hanya mengenal lada putih dan lada hitam yang sering
dimanfaatkan sebagai bumbu dapur (Sarpian, 2003). Lada putih diperoleh dari buah lada hitam
yang buah-buahnya dipetik selagi masih hijau atau hampir masak, direndam untuk memudahkan
pengupasan lapisan luar perikarp, lalu dijemur sampai kering (Kartasapoetra, 2004).
Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa mengkonsumsi lada hitam dapat membantu
mengontrol lemak dalam darah. Kandungan piperin dalam lada hitam dapat memblokir
pembentukan sel-sel lemak baru. Piperin berguna untuk mengganggu aktivitas gen yang
mengontrol pembentukan sel lemak baru. Piperin memicu reaksi metabolisme berantai yang
membantu menjaga lemak, dan dapat dimanfaatkan untuk pengobatan obesitas (Park U, 2012).
Ekstrak lada hitam juga secara signifikan dapat meningkatkan aktivitas sitotoksik sel
pembunuh alami, yang menunjukkan potensinya sebagai anti kanker. Efek anti kanker tersebut
karena aktivitas dari senyawa alkaloid piperin yang terdapat di dalam lada. Peran imunomodulator
dan aktivitas antitumor dari ekstrak lada hitam tersebut, dapat dipromosikan dalam pemanfaatan
lada sebagai agen alami untuk pemeliharaan sistem kekebalan tubuh (Majdalawieh, 2010).
Lada hitam juga dilaporkan dapat membantu mengatasi masalah pencernaan. Lada
mampu meningkatkan cairan pencernaan karena kandungan asam klorida yang terkandung di
dalamnya dengan cara memecah protein dalam lambung. Selain itu, lada dikenal memiliki
kandungan antioksidan yang melimpah. Manfaat lainnya, lada dipercaya dapat menekan
pertumbuhan bakteri terutama pada saluran usus. Hasil percobaan pada tikus dilaporkan bahwa
lada hitam dan piperin dapat merangsang enzim pencernaan, memodifikasi
sekresi perut, mengubah makanan gastrointestinal transit, dan menghambat diare. Efek akut dari
lada hitam di dalam perut manusia tampaknya serupa dengan aspirin, meskipun pengaruh jangka
panjang dari lada hitam di dalam perut belum diketahui (Jin, 2010).
Lada dilaporkan memiliki berbagai khasiat obat di antaranya dapat mengatasi penyakit
seperti asma, saluran pernafasan, memperlancar aliran darah di sekitar kepala, dan sebagai
afrodiksia (Trivedi, 2011). Buah Lada mengandung sejumlah mineral seperti kalium, kalsium,
seng, mangan, besi, dan magnesium. Kalium merupakan komponen penting dari sel dan cairan
tubuh yang membantu mengontrol detak jantung dan tekanan darah. Mangan digunakan oleh tubuh
sebagai faktor rekan untuk enzim antioksidan, superoksida dismutase. Besi sangat penting untuk
respirasi sel dan produksi sel darah.
Buah lada juga merupakan sumber vitamin B-komplek seperti piridoksin, riboflavin,
tiamin dan niasin. Di dalam buah lada terdapat beberapa sumber vitamin yang berkhasiat sebagai
antioksidan seperti vitamin C dan vitamin A, dan polifenol flavonoid antioksidan, seperti: karoten,
criptoxantin, zeaxantin, dan likopen (Risfaheri, 2012). Senyawa tersebut membantu tubuh
menghilangkan radikal bebas berbahaya dan melindungi dari kanker dan penyakit (Singletary,
2010). Minyak dan oleoresin lada menunjukkan aktivitas antioksidan yang kuat
dibandingkan dengan hidroksianisole butilate (BHA) dan butilate hidroksitoluen (BHT). Piperin
sebagai komponen utama alkaloid yang terkandung di dalam lada, selain berperan sebagai
antioksidan juga memiliki antivitas anti hipertensi (Hlavackova, 2010).
Buah lada hitam mengandung alkaloid dan minyak atsiri dengan komponen
felandren, dipenten, kariopilen, entoksilen, dan limonen (Hikmawanti, 2016). Lada
hitam juga mengandung antara lain alkaloid piperin (5,3-9,2%), kavisin (sampai
1%) dan metil-pirolin; minyak atsiri (1,2-3,5%); lemak (6,5-7,5%); pati (36-37%)
dan serat kasar (±14%) (Hikmawanti, 2016). Buah lada putih mengandung alkaloid seperti
piperin, kavisin, dan metilpirolin, serta minyak atsiri, lemak dan pati. Kandungan
utama dalam lada adalah alkaloid piperin.
Kadar minyak dan piperin merupakan komponen kimia yang memberikan kontribusi
terhadap rasa dan aroma lada. Piperin merupakan senyawa utama yang memberikan
rasa pedas khas lada, sedangkan minyak atsiri merupakan komponen volatil yang memberikan
kontribusi terhadap aroma. Kelompok monoterpen secara umum memberikan aroma top-peppery
note, sesquiterpen memberikan aroma lada, sedangkan senyawa sesquiterpen beroksigen
merupakan body dari aroma lada (Hidayat 2010).
Piperin
Isolasi
Isolasi adalah proses pengambilan atau pemisahan senyawa bahan alam dengan
menggunakan pelarut yang sesuai (Djamal, 2008). Sejak abad ke-17 orang telah dapat memisahkan
berbagai jenis senyawa dari sumber-sumber organik. Senyawa-senyawa tersebut dapat berupa
senyawa metabolit primer dan senyawa metabolit sekunder . Metabolit sekunder merupakan
senyawa kimia yang terdapat dalam suatu organisme yang tidak terlibat secara langsung dalam
proses pertumbuhan, perkembangan atau reproduksi organisme seperti terpenoid, steroid,
kumarin, flavonoid dan alkaloid. Senyawa metabolit sekunder dapat berasal dari tumbuhan, hewan
maupun mikro organisme (Lenny, 2006).
Penggunaan pelarut yang ideal untuk mengekstraksi adalah pelarut yang menunjukkan
selektivitas maksimal, mempunyai kapasitas terbaik, dan kompatibel dengan sifat bahan yang
diekstraksi (Agoes, 2007). Penggunaan cairan pelarut pengekstraksi berupa campuran etanol-air
mengandung air yang cukup untuk membantu proses difusi pelarut ke dalam sel. Proses difusi
biasanya akan ditingkatkan apabila sel tanaman mengalami perlakuan dengan air, atau pelarut
yang mengandung air, yang akan menyebabkan terjadinya pengembangan (swelling) sel sehingga
terjadi peningkatan permeabilitas atau pecahnya dinding sel (Agoes, 2009).
Berdasarkan hasil ekstraksi dengan pelarut etanol oleh Hikmawanti (2016), menunjukkan
perbedaan rendemen yang diperoleh dengan adanya perbedaan konsentrasi etanol yang digunakan.
Besar kecilnya persentase rendemen ekstrak menunjukkan keefektifan proses ekstraksi, artinya
banyaknya zat aktif yang ikut terekstraksi juga dapat dilihat dari besarnya nilai rendemen ini. Pada
buah lada hitam, pelarut etanol 60% merupakan pelarut yang paling banyak menghasilkan
rendemen ekstrak, sedangkan untuk buah lada putih, pelarut etanol 96% merupakan pelarut yang
paling banyak menghasilkan rendemen ekstrak. Selanjutnya, pembuatan fraksi alkaloid dilakukan
untuk menghindari gangguan selama penetapan kadar piperin dari metabolit sekunder selain
alkaloid yang terdapat pada bahan. Fraksi alkaloid diperoleh melalui proses ekstraksi dengan
teknik ekstraksi asam-basa. Alkaloid mudah larut dalam air jika berupa garam, dengan
penambahan asam. Alkaloid dalam bentuk bebas atau bentuk basanya mudah larut dalam pelarut
organik namun sukar larut dalam air (Sirait 2007). Berdasarkan penelitian tersebut, baik pada buah
lada hitam maupun buah lada putih yang diekstraksi dengan pelarut pengesktraksi etanol 96%
menghasilkan rendemen fraksi alkaloid paling besar yaitu 28,22% ±1,16.
Penelitian lain didapatkan isolasi berupa Kristal yang terbentuk dicuci dengan etanol 96%.
Pencucian dilakukan 3 kali dengan 20 ml etanol hingga diperoleh kristal berwarna kuning
keputihan.
Pada penelitian Hikmawati (2016) diambil cuplikan standar piperin, fraksi alkaloid buah
lada, fraksi eter dan fraksi asam lalu dilarutkan dengan etanol. Ditotolkan masing-masing cuplikan
pada plat KLT silika gel 60 F254 menggunakan pipa kapiler, kemudian dielusi
menggunakan fase gerak campuran n-heksana : etil asetat (1:1). Noda diamati di
bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm. Keberadaan alkaloid dideteksi
dengan cara menyemprot plat menggunakan pereaksi Dragendorff dan dihitung
masing-masing nilai Rf-nya. Untuk larutan standar piperin sendiri Ditotolkan masing-masing 5 µL
larutan standar yang telah diencerkan dan larutan uji pada plat KLT silika gel 60 F254. Plat
selanjutnya dielusi dengan fase gerak n-heksana : etil asetat (1:1), dan diukur dengan densitometer
pada panjang gelombang 254 nm.
Titik Kritis
Rendemen dan mutu oleoresin yang dihasilkan dipengaruhi oleh kelarutan bahan dari
pelarut yang digunakan (jenis pelarut), metode ekstraksi, suhu, lama ekstraksi dan kehalusan
partikel yang diekstrak. Piperin memiliki kelarutan yang rendah dalam heksan, sehingga
pemakaian heksan dalam pembuatan oleoresin lada tidak direkomendasikan. Pemakaian pelarut
etanol memberikan hasil rendemen oleoresin dan kandungan minyak yang lebih tinggi
dibandingkan pelarut yang lain, risiko toksik dan harga pelarutnya lebih rendah, serta mudah
diperoleh (Risfaheri, 2012).
Rendemen oleoresin berkisar 10-13%, berbentuk pasta berwarna gelap, memiliki aroma
dan rasa yang lebih tajam karena mengandung 15-20% minyak atsiri dan 35-55% komponen rasa
pedas (piperin). Kualitas oleoresin ditentukan oleh kandungan minyak dan piperin di dalamnya.
Bila dibandingkan dengan lada hitam, hanya mengandung minyak 2,5-3,5 % dan piperin 4-6 %
(Risfaheri, 2012).
Persyaratan umur panen buah lada berbeda, untuk setiap jenis produk karena setiap tingkat
kematangan buah lada memiliki komposisi yang berbeda. Kadar minyak atsiri dan piperin
menunjukkan peningkatan sampai menjelang matang penuh dan setelah itu menurun selama
periode pemasakan buah. Kadar pati menunjukkan kecenderungan meningkat selama periode
pematangan buah (Heartwin, 2003).
Kesimpulan
- Prinsip dari isolasi dengan metode sokhletasi adalah piperin disari dari buah piper dengan
menggunakan etanol 96%, kemudian dipisahkan dari senyawa resin dengan penambahan KOH-
etanol 10% b/v
- 1 kali sirkulasi adalah saat dimana pelarut naik dan kemudian kembali kebawah
- Piperin bila dihidrolisis dengan KOH-etanolik akan menghasilkan kalium piperinat dan piperin.
- Kromatografi lapis tipis
merupakan teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen
dalam media berupa lempengan kromatografi
- H a r g a R f ya n g diperoleh 0,49.
H a r g a r f t e r s e b u t h a m p i r m e n d e k a t i h a r g a r f s t a n d a r t ya i t u 0 , 5 . Sehingga
spot yang dihasilkan pada i d e n t i f i k a s i K L T t e r s e b u t a d a l a h s e n ya w a p i p e r i n
Agoes, G., 2009, Teknologi Bahan Alam, Edisi revisi, Penerbit ITB, Bandung,
Djamal, Rusdi. (2008). Prinsip-prinsip Dasar Isolasi dan Identifikasi. Padang: Universitas
Baiturrahmah
Kar, A., 2014, Farmakognosi dan Farmakobioteknologi, Terjemahan: July Manurung dkk.,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2 (2): 503-504.
Kartasapoetra, G., 2004, Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat, Jakarta: PT Rineka Cipta, 50-51.
Kolhe, S.R., Borole, P., and Patel, U., 2011, Extraction and Evaluation of Piperine from Piper
nigrum, Internasional Journal of Applied Biology and Pharmaceutical Technology, 144-
149.
Lenny, S. 2006. Senyawa Flavanoida, Fenilpropanida dan Alkaloida, Karya Ilmiah Departemen
Kimia Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara
Sarpian, T. (2003). Pedoman Berkebun Lada dan Analis Usaha Tani. Yogyakarta:KANISIUS
Vasavirama, K.and Upender, M., 2014, Piperine: A Valuable Alkaloid from Piper Species,
International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 6 (4): 34-38.