Anda di halaman 1dari 8

Pengertian Fitokimia

Fitokimia berasal dari kata phytochemical . Phyto berarti tumbuhan atau tanaman dan
chemical sama dengan zat kimia berarti zat kimia yang terdapat pada tanaman.

Fitokimia adalah ilmu yang mempelajari berbagai senyawa organik yang dibentuk dan
disimpan oleh tumbuhan, yaitu tentang struktur kimia, biosintetis, perubahan dan
metabolisme, serta penyebaran secara alami dan fungsi biologis dari senyawa organik.
Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas adalah segala jenis zat kimia atau
nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk sayuran dan buah-buahan.

Klasifikasi Fitokimia

Secara garis besar fitokimia diklasifikasikan menurut struktur kimianya sebagai berikut :

 Fitokimia karotenoid

banyak terdapat pada sayur-sayuran berwarna kuning-jingga seperti wortel, labu kuning,
sayuran berwarna hijau seperti brokoli dan buah-buahan berwarna merah dan kuning jingga
seperti pepaya, mangga, tomat, nenas semangka arbei dll. Beberapa penelitian
mengungkapkan bahwa zat karotenoid dapat mencegah kanker, sebagai anti oksidan dan dapat
meningkatkan system imun tubuh.

 Fitokimia fitosterol

Fitokimia fitosterol banyak ditemukan pada biji-bijian dan hanya sekitar 5% dari fitosterol
yang dapat diserap oleh usus dari makanan kiat. Penelitian mengungkapkan fitosterol dapat
menurunkan kolesterol dan anti kanker.

 Fitokimia saponin

Fitokimia saponin banyak terdapat pada kacang-kacangan dan daun-daunan. Penelitian


mengungkapkan bahwa saponin dapat sebagai anti kanker, anti mikroba, meningkatkan system
imunitas, dan dapat menurunkan kolesterol.

 Fitokimia glukosinolat

Fitokimia glukosinolat banyak terdapat pada sayur-sayuran seperti kol dan brokoli. Jika
sayuran dimasak dapat menurunkan kadar glukosinolat sebesar 30-60%. Termasuk dalam
glukosinolat ini meliputi fitokimia lain seperti isothiosianat,thiosianat dan indol. Peneliti- an

Fitokimia | 1
menunjukkan bahwa glukosinolat dapat bersifat anti mikroba, anti kanker dan menurunkan
kolesterol.

Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia dilakukan menurut metode Cuiley (1984). Penapisan fitokimia


dilakukan untuk mengetahui komponen kimia pada tumbuhan tersebut secara kualitatif.
Misalnya: identifikasi tannin dilakukan dengan menambahkan 1-2 ml besi (III) klorida pada
sari alkohol. Terjadinya warna biru kehitaman menunjukkan adanya tanin galat sedang warna
hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin katekol (Praptiwi et al, 2006).

Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi harus mempunyai kepolaran yang berbeda. Hal
ini disebabkan kandungan kimia dari suatu tumbuhan hanya dapat terlarut pada pelarut yang
sama kepolarannya, sehingga suatu golongan senyawa dapat dipisahkan dari senyawa lainnya
(Sumarnie et al, 2005).

golongan senyawa fitokimia dapat dibagi sebagai berikut:

(1) Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik
dan terdapat di tetumbuhan.
Sejumlah sampel dalam mortir, dibasakan dengan ammonia sebanyak 1 mL, kemudian
ditambahkan kloroform dan digerus kuat. Cairan kloroform disaring, filtrat ditempatkan
dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan HCl 2N, campuran dikocok, lalu dibiarkan
hingga terjadi pemisahan. Dalam tabung reaksi terpisah :
Filtrat 1 : sebanyak 1 tetes larutan pereaksi Dragendorff diteteskan ke dalam filtrat, adanya
alkaloid ditunjukan dengan terbentuknya endapan atau kekeruhan berwarna hingga coklat.
Filtrat 2: sebanyak 1 tetes larutan pereaksi Mayer diteteskan ke dalam filtrat, adanya
alkaloid ditunjukan dengan terbentuknya endapan atau kekeruhan berwarna putih.
Filtrat 3 : sebagai blangko atau kontrol negatif.

(2) Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar yang terdapat dalam semua
tumbuhan berpembuluh. Semua flavonoid, menurut strukturnya merupakan turunan
senyawa induk flavon yang mempunyai sejumlah sifat yang sama. Dalam tumbuhan,
aglikon flavonoid terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Semuanya mengandung atom
karbon dalam inti dasarnya yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua cincin
aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat
membentuk cincin ketiga.

Fitokimia | 2
Sejumlah sampel digerus dalam mortir dengan sedikit air, pindahkan dalam tabung reaksi,
tambahkan sedikit logam magnesium dan 5 tetes HCl 2N, seluruh campuran dipanaskan
selama 5-10 menit. Setelah disaring panas-panas dan filtrat dibiarkan dingin, kepada filtrat
ditambahkan amil alkohol, lalu dikocok kuat-kuat, reaksi positif dengan terbentuknya
warna merah pada lapisan amil alkohol.

(3) Kuinon adalah senyawa dalam jaringan yang mengalami okisdasi dari bentuk kuinol
menjadi kuinon.
Sampel ditambahkan dengan air, dididihkan selama 5 menit kemudian disaring dengan
kapas. Pada filtrat ditambahkan larutan NaOH 1N. Terjadinya warna merah menunjukkan
bahwa dalam bahan uji mengandung senyawa golongan kuinon.

(4) Tanin adalah polifenol tanaman yang berfungsi mengikat dan mengendapkan protein..
Polifenol alami merupakan metabolit sekunder tanaman tertentu, termasuk dalam atau
menyusun golongan tanin.
Sebanyak 1 gram sampel ditambahkan 100 mL air panas, dididihkan selama 5 menit
kemudian disaring. Filtrat sebanyak 5 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
ditambahkan pereaksi besi (III) klorida, timbul warna hiijau biru kehitaman bila ada
polifenol dan ditambahkan gelatin akan timbul endapan putih bila ada tanin.

(5) Saponin adalah suatu glikosida yang ada pada banyak macam tanaman. Fungsi dalam
tumbuh-tumbuhan tidak diketahui, mungkin sebagai bentuk penyimpanan karbohidrat, atau
merupakan waste product dari metabolisme tumbuh-tumbuhan.
Sampel ditambahkan dengan air, didihkan selama 5 menit kemudian kocok dengan kuat.
Reaksi positif ditunjukan dengan adanya busa ± 1 cm, tidak hilang selama 30 detik dan
busa tidak hilang dengan penambahan HCl

(6) TriTerpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena
dan secara biosintesis dirumuskan dari hidrokarbon yang kebanyakan berupa alcohol,
aldehida atau asam karbohidrat.
Serbuk kulit buah manggis ditambahkan eter, kemudian fase eter diuapkan dalam cawan
penguap hingga kering, pada residu ditetesi pereaksi Lieberman-Burchard. Terbentuknya
warna ungu menunjukkan kandungan triterpenoid sedangkan bila terbentuk warna hijau
biru menunjukan adanya senyawa steroid.
Fitokimia | 3
2.4. Ekstraksi

Simplisia dapat digunakan secara langsung atau diolah menjadi suatu bentuk sediaan
herbal. Untuk memudahkan dalam proses produksi sediaan herbal dilakukan suatu proses
ekstraksi. Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan
menggunakan pelarut. Dengan melalui ekstraksi, zat-zat aktif yang ada dalam simplisia akan
terlepas.

Dalam proses ekstraksi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:

 Jumlah simplisia yang akan diesktrak


 Derajat kehalusan simplisia : Semakin halus, luas kontak permukaan akan semakin
besar sehingga proses ekstraksi akan lebih optimal.
 Jenis pelarut yang digunakan : Jenis pelarut berkaitan dengan polaritas dari pelarut
tersebut. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses ekstraksi adalah senyawa yang
memiliki kepolaran yang sama akan lebih mudah tertarik/ terlarut dengan pelarut yang
memiliki tingkat kepolaran yang sama. Berkaitan dengan polaritas dari pelarut,
terdapat tiga golongan pelarut yaitu:
o Pelarut polar
Memiliki tingkat kepolaran yang tinggi, cocok untuk mengekstrak senyawa-
senyawa yang polar dari tanaman. Pelarut polar cenderung universal digunakan
karena biasanya walaupun polar, tetap dapat menyari senyawa-senyawa dengan
tingkat kepolaran lebih rendah. Salah satu contoh pelarut polar adalah: air,
metanol, etanol, asam asetat.
o Pelarut semipolar
Pelarut semipolar memiliki tingkat kepolaran yang lebih rendah dibandingkan
dengan pelarut polar. Pelarut ini baik untuk mendapatkan senyawa-senyawa
semipolar dari tumbuhan. Contoh pelarut ini adalah: aseton, etil asetat,
kloroform
o Pelarut nonpolar
Pelarut nonpolar, hampir sama sekali tidak polar. Pelarut ini baik untuk
mengekstrak senyawa-senyawa yang sama sekali tidak larut dalam pelarut
polar. Senyawa ini baik untuk mengekstrak berbagai jenis minyak. Contoh:
heksana, eter

Fitokimia | 4
 Metode ekstraksi yang membutuhkan panas antara lain:
o Dekok :Ekstraksi dilakukan dengan solven air pada suhu 90°-95°C selama 30
menit.
o Infus : Hampir sama dengan dekok, namun dilakukan selama 15 menit.
o Refluks : Dilakukan dengan menggunakan alat destilasi, dengan merendam
simplisia dengan pelarut/solven dan memanaskannya hingga suhu tertentu.
Pelarut yang menguap sebagian akan mengembung kembali kemudian masuk
ke dalam campuran simplisia kembali, dan sebagian ada yang menguap.
o Soxhletasi : Mirip dengan refluks, namun menggunakan alat khusus yaitu
esktraktor Soxhlet. Suhu yang digunakan lebih rendah dibandingkan dengan
refluks. Metode ini lebih hemat dalam hal pelarut yang digunakan.

Soxhletasi Refluks

o Coque : Penyarian dengan cara menggodok simplisia menggunakan api


langsung. Hasil godokan setelah mendidih dimanfaatkan sebagai obat secara
keseluruhan (termasuk ampas) atau hanya digunakan hasil godokannya saja
tanpa menggunakan ampasnya.
o Seduhan : Dilakukan dengan menggunakan air mendidih, simplisia direndam
dengan menggunakan air panas selama waktu tertentu (5-10 menit) seperti
halnya membuat teh seduhan.
 Proses Ekstraksi

Proses ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik, antara lain:

o Maserasi
Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang
dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya terpotong-terpotong

Fitokimia | 5
atau berupa serbuk kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya
rendaman tersebut disimpan terlindung cahaya langsung (mencegah reaksi yang
dikatalis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok berulang-ulang (kira-kira
3 kali sehari). Waktu lamanya maserasi berbeda-beda, masing-masing
farmakope mencantumkan 4-10 hari. Secara teoritis pada suatu maserasi tidak
memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut. Semakin besar perbandingan
simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak hasil yang
diperoleh (Voight, 1995).

o Perkolasi
Perkolasi dilakukan dalam wadah berbenruk silindris atau kerucut (perkulator)
yang memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai. Bahan pengekstaksi yang
dialirkan secara kontinyu dari atas, akan mengalir turun secara lambat melintasi
simplisia yang umumnya berupa serbuk kasar. Melalui penyegaran bahan
pelarut secara kontinyu, akan terjadi proses maserasi bertahap banyak. Jika pada
maserasi sederhana tidak terjadi ekstraksi sempurna dari simplisia oleh karena
akan terjadi keseimbangan kosentrasi antara larutan dalam seldengan cairan
disekelilingnya, maka pada perkolasi melalui simplisia bahan pelarut segar
perbedaan kosentrasi tadi selalu dipertahnkan. Dengan demikian ekstraksi total
secara teoritis dimungkinkan (praktis jumlah bahan yang dapat diekstraksi
mencapai 95%) (Voight,1995).

o Sokletasi
Sokletasi dilakukan dengan cara bahan yang akan diekstraksi diletakkan dalam
kantung ekstraksi (kertas, karton, dan sebagainya) dibagian dalam alat ekstraksi
dari gelas yang bekerja kontinyu (perkulator). Wadah gelas yang mengandung
kantung ndiletakkan diantar labu penyulingan dengan pendingin aliran balik
dan dihubungkan dengan labu melalui pipa. Labu tersebut berisi bahan pelarut
yang menguap dan mencapai kedalam pendingin aliran balik melalui pipet yang
berkodensasi didalamnya. Menetes ketas bahan yang diekstraksi dan menarik
keluar bahan yang diekstraksi. Larutan berkumpul didalam wadah gelas dan
setelah mencapai tinggi maksimalnya, secara otomatis dipindahkan kedalam
labu. Dengan demikian zat yang terekstraksi terakumulasi melaui penguapan
bahan pelarut murni berikutnya (Voight, 1995).
Fitokimia | 6
2. 5. Fraksinasi

Fraksinasi adalah suatu proses pemisahan senyawa – senyawa berdasarkan tingkat


kepolaran. Jumlah dan senyawa yang dapat dipisahkan menjadi fraksi berbeda – beda
tergantung pada jenis tumbuhan. Pada prakteknya dalam melakukan fraksinasi digunakan dua
metode yaitu dengan menggunakan corong pisah dan kromatografi kolom.

Destilasi bertingkat atau fraksinasi adalah proses pemisahan destilasi ke dalam bagian-
bagian dengan titik didih makin lama makin tinggi yang selanjutnya pemisahan bagian-bagian
ini dimaksudkan untuk destilasi ulang. Destilasi bertingkat merupakan proses pemurnian
zat/senyawa cair dimana zat pencampurnya berupa senyawa cair yang titik didihnya rendah
dan tidak berbeda jauh dengan titik didih senyawa yang akan dimurnikan. Dengan perkataan
lain, destilasi ini bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa dari suatu campuran yang
komponen-komponennya memiliki perbedaan titik didih relatif kecil. Destilasi ini digunakan
untuk memisahkan campuran aseton-metanol, karbon tetra klorida-toluen, dll. Pada proses
destilasi bertingkat digunakan kolom fraksinasi yang dipasang pada labu destilasi. Tujuan dari
penggunaan kolom ini adalah untuk memisahkan uap campuran senyawa cair yang titik
didihnya hampir sama/tidak begitu berbeda

Macam – macam proses fraksinasi:

a) Proses Fraksinasi Kering (Winterization)


Fraksinasi kering adalah suatu proses fraksinasi yang didasarkan pada berat molekul dan
komposisi dari suatu material.

b) Proses Fraksinasi Basah (Wet Fractination)


Fraksinasi basah adalah suatu proses fraksinasi dengan menggunakan zat pembasah
(Wetting Agent) atau disebut juga proses Hydrophilization atau detergent proses.

c) Proses Fraksinasi dengan menggunakan Solvent (pelarut)/ Solvent Fractionation


Ini adalah suatu proses fraksinasi dengan menggunakan pelarut. Dimana pelarut yang
digunakan adalah aseton. Proses Fraksinasi dengan Pengembunan (Fractional
Condentation)
Proses fraksinasi ini merupakan suatu proses fraksinasi yang didasarkan pada titik didih
dari suatu zat / bahan sehingga dihasilkan suatu produk dengan kemurnian yang tinggi.

2.7. Uji Kemurnian Fitokimia


Fitokimia | 7
Uji fitokimia dilakukan untuk menentukan golongan senyawa aktif dari ekstrak
tumbuhan. Uji fitokimia yang sering dilakukan yaitu uji polifenol, kuinon, alkaloid,
triterpenoid, steroid, saponim dan flavonoid.

a. Uji polifenol
Ekstrak diteteskan di atas pelat tetes dan ditambah larutan FeCl3. Hasil positif ditandai
dengan perubahan warna larutan menjadi biru-hitam.
b. Uji kuinon
Ekstrak diteteskan di atas pelat tetes dan ditambah larutan NaOH 2N. Hasil positif
ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi merah.
c. Uji alkaloid
Ekstrak ditambah kloroform dan asam sulfat secara berurutan kemudian dikocok.
Larutan didiamkan hingga kloroform dan asam sulfat memisah. Lapisan asam (bagian
atas) diteteskan pada pelat tetes dan diuji dengan reagenWagner (kalium
tetraidomerkurat) dan reagen Dragendorff (kalium tetraidobismutat). Hasil positif
ditandai dengan terbentuknya endapan coklat kemerahan pada reagen Dragendorff dan
warna coklat pada reagen Wagner.
d. Uji triterpenoid, steroid dan saponim
Ekstrak diuapkan, ditambah kloroform dan dikocok kuat-kuat. Terbentuknya busa yang
stabil selama 30 menit menandakan adanya saponim dalam Ekstrak. Ekstrak yang
sudah ditambah dengan kloroform, ditambah dengan asam klrida 2N kemudian
disaring. Lapisan atas diuji dengan reagen Liebemann Bucchard. Hasil positif
triterpenoid ditandai dengan terbentuknya warna merah. Sedangkan hasil positif steroid
ditandai dengan terbentuknya warna hijau-biru.
e. Uji flavonoid
Ekstrak diuji dengan tiga jenis ereaksi yang berbeda yaitu NaOH, asam sulfat pekat dan
Mg-HCL. Perubahan warna yang terjadi pada masing-masing pereaksi disesuaikan
dengan tabel reaksi warna flavonoid

Fitokimia | 8

Anda mungkin juga menyukai