Anda di halaman 1dari 9

TUGAS ETNOBOTANI

UJI FITOKIMIA
SENYAWA ALKALOID FLAVANOID TANIN SAPONIN

DISUSUN OLEH:

TYSON SIMORANGKIR 173112620120026

PROGRAM STUDI S1 BIOLOGI MEDIK


FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2018
BAB I

PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan kecenderungan


masyarakat memilih produk yang alamiah, maka semakin gencar penelitian tentang kandungan-
kandungan kimia penting dalam tumbuh-tumbuhan yang dapat digunakan dalam pengembangan
obat baru. Penemuan berbagai senyawa obat baru dari bahan alam semakin memperjelas peran
penting metabolit sekunder tanaman sebagai sumber bahan baku obat.

Metabolit sekunder adalah senyawa hasil biogenesis dari metabolit primer. Umumnya
dihasilkan oleh tumbuhan tingkat tinggi,yang bukan merupakan senyawa penentu kelangsungan
hidup secara langsung, tetapi lebih sebagaihasil mekanisme pertahanan diri organisma. Aktivitas
biologi tanaman dipengaruhi oleh jenis metabolit sekunder yang terkandung didalamnya.
Aktivitas biologi ditentukan pula oleh struktur kimia dari senyawa. Unit struktur atau gugus
molekul mempengaruhi aktivitas biologi karena berkaitan dengan mekanisme kerja senyawa
terhadap reseptor di dalam tubuh

Pada tahun tahun terakhir ini fitokimia atau kimia tumbuhan telah berkembang menjadi
suatu disiplin ilmu tersendiri, berada di antara kimia organik bahan alam dan biokimia
tumbuhan,serta berkaitan erat dengan keduanya.

Bidang perhatiannya ialah aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun
oleh tumbuhan yaitu mengenai struktur kimianya,biosintesisnya, perubahan serta
metabolismenya. Penelitian biasanya menggunaan metoda analisis fitokimia, dimana metoda ini
membahas secara sistematis tentang berbagai senyawa kimia, terutama dari golongan senyawa
organik yang tedapat dalam tumbuhan, proses biosintesis metabolisme, dan perubahan-
perubahan lain yang terjadi pada senyawa kimia tersebut beserta sebaran dan fungsi biologisnya.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Fitokimia

Fitokimia berasal dari kata phytochemical . Phyto berarti tumbuhan atau tanaman dan
chemical sama dengan zat kimia berarti zat kimia yang terdapat pada tanaman. Senyawa
fitokimia tidak termasuk kedalam zat gizi karena bukan berupa karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, mineral maupun air. Dalam uji fitokimia dapat dilakukan pemeriksaan pendahuluan
terhadap senyawa aktif metabolit sekunder tersebut, sehingga potensi relatif dari masing-masing
tanaman dapat diukur.

Analisis fitokimia adalah analisis yang mencakup pada aneka ragam senyawa organik yang
dibentuk dan ditimbun oleh makhluk hidup, yaitu mengenai struktur kimianya, biosintesisnya,
perubahan serta metabolismenya, penyebarannya secara alamiah dan fungsi biologinya. Alasan
melakukan analisis fitokimia adalah untuk menentukan ciri senyawa aktif penyebab efek racun
atau efek yang bermanfaat, yang ditunjukkan oleh ekstrak kasar bila diuji dengan sistem biologi.

2. Jenis senyawa fitokimia


1. Alkaloid

Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung atom nitrogen yang tersebar secara
terbatas pada tumbuhan. Senyawa ini cukup banyak jenisnya dan terkadang memiliki
struktur kimia yang sangat berbeda satu sama lain, meskipun berada dalam satu
kelompok. Alkaloid adalah bahan organik yang mengandung nitrogen sebagai bagian dari
sistim heterosiklik. Pengelompokan alkaloid biasanya didasarkan pada prekursor
pembentuknya. Kebanyakan dibentuk dari asam amino seperti lisin, tirosin, triptofan,
histidin dan ornitin.

Alkaloid pada umumnya mencakup senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu
atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik.
Alkaloid biasanya tanpa warna, seringkali bersifat optis aktif kebanyakan berbentuk
kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotin) pada suhu kamar.
Secara kimia, alkaloid merupakan suatu golongan heterogen. Secara klasik, alkaloid
dipisahkan dari kandungan tumbuhan lainnya sebagai garamnya dan sering diisolasi
sebagai Kristal hidroklorida atau pikrat.

2. Flavonoid

Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan di alam.
Banyaknya senyawa flavonoid ini bukan disebabkan karena banyaknya variasi struktur,
akan tetapi lebih disebabkan oleh berbagai tingkat hidroksilasi, alkoksilasi atau
glikoksilasi pada struktur tersebut. Flavonoid di alam juga sering dijumpai dalam bentuk
glikosidanya.

Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru dan sebagian zat warna
kuning yang terdapat dalam tanaman. Sebagai pigmen bunga, flavonoid jelas berperan
dalam menarik serangga untuk membantu proses penyerbukan. Beberapa kemungkinan
fungsi flavonoid yang lain bagi tumbuhan adalah sebagai zat pengatur tumbuh, pengatur
proses fotosintesis, zat antimikroba, antivirus dan antiinsektisida. Beberapa flavonoid
sengaja dihasilkan oleh jaringan tumbuhan sebagai respon terhadap infeksi atau luka
yang kemudian berfungsi menghambat fungsi menyerangnya.

Telah banyak flavonoid yang diketahui memberikan efek fisiologis tertentu. Oleh karena
itu, tumbuhan yang mengandung flavonoid banyak dipakai dalam pengobatan tradisional.
Peneitian masih terus dilakukan untuk mengetahui berbagai manfaat yang bisa diperoleh
dari senyawa flavonoid.
3. Tanin
Tanin umum terdapat dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat
khusus di dalam jaringan. Tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer
mantap yang tak larut dalam air.
Secara kimia, tanin terdiri dua golongan yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis.
Tanin terkondensasi secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi
katekin tunggal (atau galokatekin) yang membentuk senyawa dimer dan kemudian
oligomer yang lebih tinggi. Tanin terhidrolisis mengandung ikatan ester yang terhidrolisis
jika dididihkan dalam asam klorida encer. Tanin terkondensasi hampir terdapat semeesta
di dalam paku-pakuan dan gimnospermae, serta tersebar luas dalam angiospermae,
terutama pada tumbuhan berkayu. Sedangkan tanin terhidrolisis penyebarannya terbatas
pada tumbuhan berkeping dua
Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang memiliki beratmolekul
cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk kompleks dengan protein. Tanin
yang berikatan kuat dengan protein dapat mengendapkan protein dari larutan. Tanin
merupakan salah satu metabolit sekunder yang dapat dihasilkan oleh tanaman. Tanin
terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam
jaringan kayu
4. Saponin
Saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan. Saponin
memiliki karakteristik berupa buih. Sehingga ketika direaksikan dengan air dan dikocok
maka akan terbentuk buih yang dapat bertahan lama. Saponin mudah larut dalam air dan
tidak larut dalam eter.

Saponin memiliki rasa pahit menusuk dan menyebabkan bersin serta iritasi pada selaput
lendir. Saponin merupakan racun yang dapat menghancurkan butir darah atau hemolisis
pada darah. Saponin bersifat racun bagi hewan berdarah dingin dan banyak diantaranya
digunakan sebagai racun ikan. Saponin yang bersifat keras atau racun biasa disebut
sebagai Sapotoksin. Saponin diklasifikasikan menjadi 2 yaitu: saponin steroid dan
saponin triterpenoid.

3. Uji fitokimia
1. Senyawa alkaloid
Larutkan 50 mg ekstrak dengan beberapa mL HCl dan saring. Kemudian filtrat diuji
dengan menambahkan satu atau dua tetes pereaksi Mayer, Wagner dan Dragendorff
dalam tabung reaksi yang berbeda. Reaksi positif ditandai dengan adanya endapan putih
atau kekuningan pada pereaksi Mayer, munculnya warna merah-kehitaman pada pereaksi
Wagner, dan adanya endapan orange pada pereaksi Dragendorff.
2. Senyawa flavonoid
Ditimbang 0,1 g ekstrak ditambahkan 0,2 g serbuk Mg, lalu ditambahkan 5 mL asam
klorida pekat. Apabila terbentuk warna jingga, merah atau kuning menunjukkan adanya
flavonoid.
3. Senyawa tannin
Ditimbang 0,1 g ekstrak ditambahkan 10 mL akuades, disaring dan filtratnya
ditambahkan reagen besi (III) klorida (FeCl3) 1% sebanyak 5 mL. Warna biru tua atau
hitam menunjukkan adanya tanin.
4. Senyawa saponin
Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil akan terus
terlihat selama 5 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 menunjukkan
adanya saponin.
4. Uji kadar total metabolit sekunder
1. Senyawa alkaloid
Sampel yang berupa ekstrak kental ditimbang secara seksama sebanyak 2,5 g dan
dilarutkan dengan 50 mL larutan asam asetat 10% (dalam etanol). Larutan dikocok dengan
magnetic stirrer selama 4 jam, kemudian disaring. Filtrat kemudian dievaporasi. Kemudian
ditetesi dengan ammonium hidroksida hingga terjadi endapan alkaloid. Timbang dahulu
kertas saring yang akan digunakan untuk menyaring endapan. Kemudian endapan disaring
dan dicuci dengan menggunakan larutan ammonium hidroksida 1%. Kertas saring yang
mengandung endapan dikeringkan dalam oven pada suhu 60℃ selama 30 menit. Setelah
dingin, endapan ditimbang hingga didapatkan bobot yang konstan. Rendemen alkaloid
ditetapkan dari presentasi bobot endapan alkaloid yang diperoleh terhadap bobot
penimbangan awal sampel. Pengujian dipindahkan ke corong pisah kemudian dipisahkan
larutan etil asetat. Residu yang tertinggal dilarutkan dengan n-butanol sebanyak 3 kali.
Analisa data dilakukan secara univariat dimana kadar alkaloid yang dihitung menggunakan
rumus :

X 2−X 1
%Kadar = x 100
A

Keterangan :

X1 = bobot kertas saring (g)

X2= bobot kertas saring + endapan saponin (g)


A = bobot ekstrak etanol

2. Senyawa flavonoid
Ditimbang 200 mg ekstrak sampel, yang dilarutkan dalam 1 mL etanol, kemudian di
buat pengenceran dengan 3 replikasi. Total flavonoid dari ekstrak etanol dihitung
berdasarkan metode kolorimetri yang dikerjakan. Setiap 0,2 mL larutan sampel
ditambahkan 3,7 mL etanol 95 %, 0,1 mL AlCl3 10 %, 0,1 mL kalium asetat 1 M dan di
tambahkan akuades sampai 5 mL, lalu dicampur hingga homogen dan didiamkan selama
30 menit. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 437 nm. Kuersetin
digunakan sebagai kurva kalibrasi dengan konsentrasi 100– 400 μg/mL. Total flavonoid
sampel dihitung ekuivalen dengan jumlah (g) kuersetin/100 g sampel. Data dibuat tiga
replikasi.
y=ax+b
Keterangan:
y = Nilai Absorbansi
x = Kadar Flavonoid
a,b = Konstanta
3. Senyawa tannin
Lebih kurang 2 g ekstrak yang ditimbang saksama panaskan dengan 50 mL air mendidih
di atas tangas air selama 30 menit sambil diaduk. Diamkan selama beberapa menit lalu
tuangkan melalui segumpal kapas ke dalam labu takar 250 mL. Sari sisa dengan air
mendidih, saring larutan ke dalam labu takar yang sama. Ulangi penyaringan beberapa
kali hingga larutan bila direaksikan dengan besi (III) ammonium sulfat tidak
menunjukkan adanya tanin. Dinginkan cairan dan tambahkan air secukupnya hingga 250
mL. Pipet 25 mL larutan ke dalam labu 1000 mL, ditambah 750 ml akuades , titrasi
dengan kalium permanganat 0,1125 N hingga larutan berwarna pink violet. 1 mL kalium
permanganat 0,1125 N setara dengan 0,004157 g tanin. Lakukan percobaan blanko.

( V 2−V 1 ) xNxBE ( n−1 ) x 2


%kadar = x 100 %
Bobot sampel
Keterangan :

V2 = volume titran (mL)

V1 = volume blanko (mL)

BE = Berat Ekivalen (0,004157 g)

4. Senyawa saponin

Ditimbang 1,25 g ekstrak kemudian di refluks dengan 50 ml Petroleum Eter pada suhu
60º-80ºC selama 30 menit Setelah dingin larutan petroleum eter dibuang dan residu yang
tertinggal dilarutkan dalam 50 ml etil asetat. Larutan dipindahkan ke corong pisah
kemudian dipisahkan larutan etil asetat. Residu yang tertinggal dilarutkan dengan n-
butanol sebanyak 3 kali masing-masing dengan 50 ml. seluruh larutan butanolik
dicampur dan diuapkan dengan rotavapor. Sisa penguapan dilarutkan dengan methanol
10 ml kemudian larutan ini diteteskan ke dalam 50 ml dietil eter sambil diaduk. Endapan
yang terbentuk dalam campuran dituang pada kertas saring yang telah diketahui
bobotnya. Endapan di atas kertas saring kemudian ditimbang sampai bobot tetap. Selisih
bobot kertas sa ring sebelum dan sesudah penyaringan ditetapkan sebagai bobot saponin.

Analisa data dilakukan secara univariat dimana kadar saponin yang dihitung
menggunakan rumus :
X 2−X 1
%Kadar = x 100
A

Keterangan :

X1 = bobot kertas saring (g)

X2= bobot kertas saring + endapan saponin (g)

A = bobot ekstrak etanol


DAFTAR PUSTAKA

Alasa.Natalia.Astrid, Anam. Syariful, JamaluddinLin. (2017). Analisis kadar


metabolit sekunder ekstrak etanol daun Tamoenju (Hibbiscus surattensis L.)
Kovalen, 3(3), 258-268.

http://www.academia.edu/6414595/Tugas_Makalah_Fitokim

https://arintayuniawati.wordpress.com/2014/12/01/laporan-resmi-praktikum-
fitokimia_akfar-theresiana-semarang/

https://dcycheesadonna.wordpress.com/2012/12/07/skrining-fitokimia/

https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-flavonoid/13055/2

https://www.scribd.com/document/363078524/Pengertian-Dan-Kegunaan-Tanin

http://www.farmasi.asia/saponin/

Anda mungkin juga menyukai