Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmasi adalah ilmu atau seni yang mempelajari tentang peracikan atau
pembuatan obat. dalam dunia farmasi ada beberapa ilmu yang digunakan
untuk mendukung pembuatan dan peracikan obat tersebut, salah satunya
adalah farmakognosi. Farmakognosi merupakan salah satu ilmu yang
mempelajari tentang bagian-bagian tanaman atau hewan yang dapat digunakan
sebagai obat alami yang telah melewati berbagai macam uji seperti uji
farmakodinamik, uji toksikologi, uji biofarmasetika, uji mikroba dan uji
fitokimia (skrining fitokimia) (Endarini, 2016).
Fitokimia merupakan kajian ilmu yang mempelajari sifat dan interaksi
senyawaan kimia metabolit sekunder dalam tumbuhan. Keberadaan metabolit
sekunder ini sangat penting bagi tumbuhan untuk dapat mempertahankan
dirinya dari makhluk hidup lainnya, mengundang kehadiran serangga untuk
membantu penyerbukan dan lain-lain. Metabolit sekunder juga memiliki
manfaat bagi makhluk hidup lainnya (Gunawan, 2004).
Metabolit sekunder adalah senyawa organik yang disintesis oleh tumbuhan
dan merupakan sumber senyawa obat, digolongkan atas alkaloid, terpenoid,
steroid, fenolik, flavonoid dan saponin. Salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk mengidentifikasi kandungan senyawa metabolit sekunder suatu bahan
alam adalah dengan metode skrining fitokimia (Kristianti et al., 2011).
Skrining fitokimia merupakan metode yang digunakan untuk mempelajari
komponen senyawa aktif yang terdapat pada sampel, yaitu mengenai struktur
kimianya, biosintesisnya, penyebarannya secara alamiah dan fungsi
biologisnya, isolasi dan perbandingan komposisi senyawa kimia dari
bermacam-macam jenis tanaman. Letak geografis, suhu, iklim dan kesuburan
tanah suatu wilayah sangat menentukan kandungan senyawa kimia dalam
suatu tanaman. Sampel tanaman yang digunakan dalam uji fitokimia dapat
berupa daun, batang, buah, bunga dan akarnya yang memiliki khasiat sebagai
obat dan digunakan sebagai bahan mentah dalam pembuatan obat modern
maupun obat-obatan tradisional (Agustina, 2016).
Biota laut adalah semua makhluk hidup yang ada dilaut baik hewan
maupun tumbuhan atau karang. Biota laut berpotensi sebagai tambahan bahan
pangan masyarakat salah satunya adalah jenis kerang-kerangan. Kerang atau
dengan nama latin pelecypoda merupakan hewan bentos (zoobentos).
Zoobentos merupakan hewan yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya
berada di dasar perairan baik yang menempel, merayap maupun yang
menggali lubang. Hewan ini memegang beberapa peran penting dalam
perairan seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material organik
yang memasuki perairan serta menduduki beberapa tingkatan trofik dalam
rantai makanan (Agustina, 2016)
Penggolongan biota laut menurut sifat hidupnya dibedakan menjadi
plankton merupakan semua biota yang hidup melayang di dalam air yang
pergerakkannya ditentukan oleh lingkungannya. Kemudian nekton adalah
semua biota yang dapat berenang bebas dan mengatur sendiri arah
pergerakkannya dan bentos merupakan semua biota yang hidup didasar
perairan baik membenamkan diri, menempel maupun merayap (Suwertayasa
et al., 2013).
Oleh karena itu pada praktikum kali ini dilakukan skrining fitokimia yaitu
untuk mengidentifikasi senyawa yang ada pada biota laut seperti, Bulu babi,
Bintang laut, Mangrove. Dengan mengunakan beberapa reagen agar bisa
mengetahui senyawa apa saja yang terdapat pada sampel.
1.2 Tujuan
Adapun Tujuan dari percobaan ini yaitu agar mahasiswa dapat
mengetahui senyawa metabolit sekunder pada Biota laut yaitu Bintang laut
(Asteroidea), Bulu babi (Echinoidea), Mangrove (Rhizophora).
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum ini yaitu, agar mahasiswa dapat
mengetahui senyawa- senyawa metabolit sekunder yang terdapata pada
sampel Bintang laut (Asteroidea), Bulu babi (Echinoidea), Mangrove
(Rhizophora).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Definisi Skrining Fitokimia
Skrinning fitokmia merupakan serbuk simplisia dan sampel dalam
bentuk basah meliputi pemeriksaan kandungan senyawa alkaloid, flavonois,
terpenoid, steroida, tannin dan saponin menurut prosedur yang telah
dilakukan oleh harbone (Farnswort, 2013).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Afriani dkk, 2016). Adapun
metode yang digunakan atau dipilih untuk melakukan skrinning fitokimia
harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain :
1. Sederhana
2. Cepat
3. Dapat dilakukan dengan peralatan minimal
4. Selektif terhadap golongan senyawa yang dipelajari
5. Bersifat semi kuantitatif yaitu memiliki batas kepekaan untuk senyawa
yang dipelajari
6. Dapat memberikan keterangan tambahan ada/tidaknya senyawa dari
golongan senyawa yang dipelajari.
2.1.2 Metabolit Sekunder
A. Metabolit sekunder adalah golongan senyawa yang terkandung dalam
tubuh mikroorganisme, flora dan fauna yang terbentuk melalui proses
metabolisme sekunderyang disintesis dari banyak senyawa metabolisme
primer, seperti asam amino, asetil koenzim A, asam mevalonat dan
senyawa antara dari jalur shikimate (Nuraini, 2014).
Salah satu golongan senyawa metabolit sekunder adalah
alkaloid.Sebagai salah satu golongan besar dari metabolit sekunder,
senyawa-senyawanya banyak yang memiliki khasiat sebagai obat (De Luca
dan St-pierre, 2000). Salah satu metabolit sekunder yang berkhasiat
sebagain obat memiliki kemampuan sebagai anti malaria yang terdapat pada
tumbuhan Senna siamea Lam.
Untuk identifikasi metabolit sekunder yang terdapat pada suatu
ekstrak digunakan berbagai metode berikut (Farnswort, 2013).
1. Identifikasi senyawa fenolik
Identifikasi adanya senyawa fenolik dalam suatu cuplikan dapat
dilakukan dengan pereaksi besi (III) klorida 1% dalam etanol.Adanya
senyawa fenolik ditunukan dengan timbulnya warna hijau, merah, ungu,
biru, atau hitam yang kuat.
2. Identifikasi senyawa golongan saponin (steroid dan terpenoid)
Saponin adalah suatu glukosida yang larut dalam air dan
mempunyai karakteristik dapat membentuk busa apabila dikocok.Serta
mempunyai kemampuan menghemolisis sel darah merah.Saponin
mempunyai toksitas yang tinggi. Berdasarkan strukturnya saponin dapat
dibedakan atas 2 macam yaitu saponin yang mempunyai rangka steroid
dan saponin yang mempunyai rang triterpenoid. Berdasarkan pada
strukturnya saponin memberikan reaksi warna yang karakteristik dengan
pereaksi liberman-Buchard (LB).
3. Identifikasi senyawa golongan alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa nitrogen yang sering terdapat dalam
tumbuhan.Atom nitrogen yang terdapat pada molekul alkaloid pada
umumnya merupakan atom nitrogen sekunder kuartener. Salah sat
pereaksi untuk mengidentifikasi adanya alkaloid menggunakan pereaksi
dragendroff dan pereaksi mayer.
4. Identifikasi golongan antraquinon
Antraquinon merupakan salah satu glikosida yang di dalam
tumbuhan biasanya terdapat sebagai turunan antarquinon terhiddrolisis
ternitilasi, atau terkarboksilasi.Antraquinon berikatan dengan gula
sebagai glikosida atau c-glikosida.Turunan antraquinon dapat bereaksi
dengan basa memberikan warna ungu atau hijau.
5. Identifikasi golongan flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa yang umumnya terdapat pada
tumbuhan berpembuluh, terkait pada glukosida dan aglikon
flavonoid.Dalam menganalisis flavonoid, yang diperikda adalah aglikon
dalam ekstrak tumbuhan yang sudah di hidrolisis. Proses ekstraksi
senyawa ini dilakukan dengan etanol mendidih untuk mengindari oksida
enzim.
2.1.3 Pereaksi yang dipakai pada skrining fitokimia
Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Marlina, dkk , 2015) terdapat
beberapa jenis pereaksi untuk skrinning fitokimia adalah :
1. Pereaksi mayer
Uji positif pereagen mayer ditandai dengan terbentuknya endapan
putih. Diperkirakan endapan ini adalah kompleks kalium alkaloid.Tujuan
penambahan Hcl adalah karena alkaloid bersifat basa sehingga diekstrak
dengan pelarut asam.Perlakuan ekstrak dengan NaCL sebelum
penambahan pereaksi dilakukan untuk menghilangkan protein.
2. Pereaksi wagner
Pada penambahan reagen wagner, hasil uji alkaloid ditandai
dengan terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning. Diperkirakan
endapan tersebut adalah kalium – alkaloid. Pada pembuatan pereagen
wagner, iodium bereaksi dengan ion 1- dari kalium iodide menghasilkan
ion 1- yang berwarna coklat.
3. Pereaksi uji dragendroff
Hal positif alkaloid pada uji dragendroff juga ditandai dengan
terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning.Endapan tersebut
adalah kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi dragendroff, bismut
nitrat dilakukan dalam Hcl agar tidak terjadi reaksi hidrolisis karena
garam-garam bismut mudah terhidrolisis membentuk ion bismuth (BiO+)
yang agar ion Bi3+ tetap berada dalam larutan, maka larutan itu
ditambahkan asam sehingga kesetimbangan akan bergeser ke kiri.
2.2 Uraian Sampel
2.2.1 Bulu Babi (Echinoidea)

Bulu Babi
(Echinoidea
)
Therapeutik,
2022
A. Klasifikasi (Suwignyo et al. 2018)
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Echinoidae
Ordo : Camiodonia
Famili : Echinoiceae
Genus : Deadema
Spesies : Deadema setosum
B. Morfologi
Secara morfologi bulu babi dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu;
kelompok reguler dan kelompok irregular. Kelompok reguler adalah
kelompok bulu babi yang memiliki bentuk tubuh hemisfer, membulat
dibagian atas dan merata di bagian bawah. Hewan ini memiliki duri yang
panjang dan kadang berwarna menyolok. Kelompok irreguler adalah
kelompok bulu babi yang memiliki bentuk tubuh yang memipih,
misalnya: bulu hati dan dolar pasir (Aziz, 2017). Bulu babi Tripneustes
gratilla memiliki karakter warna tubuh yang didominasi oleh warna
oranye, putih dan coklat (Suwignyo et al. 2018).
C. Senyawa Aktif
Warna kuning, kemerahan, dan oranye dari gonad bulubabi,
disebabkan oleh karotenoid terutama B-cchinenon. Echinenon
merupakan karotenoid dominan pada kebanyakan gonad bulu babi yang
disintesis dari ẞ- karoten. Senyawa aktif metabolit sekunder yang
terkandung dalam bulu babi salah satunya adalah steroid. Menurut
Madduluri (2013). Mekanisme kerja steroid sebagai antibakteri dalam
menghambat pertumbuhan bakteri berhubungan dengan membran lipid
dan sensitifitas terhadap komponen steroid yang menyebabkan kebocoran
pada liposom bakteri
2.2.2 Bintang Laut (Asteroidea)
A. Klasifikasi (Suwignyo et al. 2018)

Bintang Laut (Asteroidea)


Therapeutik, 2022
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Asteroidea
Ordo : Forcipulata
Famili : Oreasteridae
Genus : Culcita
Spesies : Culcita Sp.
B. Morfologi
Morfologi bintang laut berbentuk simetris radial, dengan permukaan
bagian bawahnya memiliki kaki tabung, yang masing-masing dapat
bertindak sebagai cakram penyedot. Bintang laut mengkoordinasikan
kaki tabungnya untuk menempel pada bebatuan dan untuk merangkak
secara perlahan-lahan. Bintang laut juga menggunakan kaki tabungnya
untuk menjerat mangsa, antara lain remis dan tiram (Darsono, 2018).
Menurut Romimohtarto (2017). Bintang laut sebagaimana anggota
filum Echinodermata lainnya mempunyai susunan tubuh bersimetri lima
(pentaradial simetri), tubuh berbentuk cakram yang di dalamnya terdapat
sistem pencernaan, sistem respirasi, dan sistem saraf. Tubuh dilindungi
oleh lempeng kapur berbentuk perisai (ossicles). Mulut dan anus terletak
di sisi yang sama yaitu di sisi oral. Kehadiran bintang laut biru Linckia
laevigata dan bintang bantal Culcita novaeguinenae merupakan
pemandangan umum pada ekosistem terumbu karang.
C. Senyawa Aktif
Penelitian tentang senyawa bioaktif dari bintang laut telah banyak
dilakukan namun hanya terbatas pada penemuan kandungan senyawanya
namun belum diketahui aktivitasnya. Dalam hal ini Chludil dkk, (2018).
Menyatakan bahwa bintang laut memiliki komponen bioaktif berupa
asterosaponin. Asterosaponin merupakan hasil metabolisme utama dari
bintang laut yang berasal dari steroidal saponin dan umumnya
mengandung racun. Senyawa aktif saponin secara fisiologi telah
dipelajari dari bintang laut dan timun laut. Menurut Sirait (2017) bintang
laut memiliki komponen bioaktif berupa saponin yang memiliki
kemampuan sebagai sitotoksik, hemolisis, anti fungi, dan antiviral.
2.2.3 Mangrove (Rhizophora )

Mangrove (Rhizophora)
Therapeutik, 2022
A. Klasifikasi (Irwanto, 2017)
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Familia : Rhizophoraceae
Genus : Rhizophora
Spesies : Rhizophora stylosa
B. Morfologi
Rhizophora stylosa adalah salah satu jenis mangrove dengan ukuran
pohon yang dapat tumbuh hingga mencapai ketinggian 6 meter. Batang
Rhizophora stylosa berwarna abu-abu kehitaman dan memiliki akar
tunjang. Daun dari tumbuhan ini adalah berbentuk elips dengan ujung
meruncing dan memiliki bercak coklat atau hitam di permukaan bawah.
Rhizophora stylosa masuk ke dalam golongan mangrove jangkung (stilt
mangroves). Kelompok ini tersebar luas di seluruh wilayah pantai tropis
di Indonesia-Malaysia. Rhizophora sp. merupakan salah satu jenis
tanaman bakau, yaitu kelompok lingkungan yang ekstrim, seperti kondisi
tanah yang tergenang. Kadar garam yang lainnya mengembangkan sistem
akar napas untuk membantu memperoleh oksigen bagi sistem
perakarannya (Setyawan, 2002).
C. Senyawa Aktif
Hampir semua bagian tanaman Rhizophora sp. mengandung
senyawa alkaloid, saponin, flavonoid dan tannin (Rohaeti et al. 2010).
Alkaloid bersifat toksik terhadap mikroba, sehingga efektif membunuh
bakteri dan virus (Sari, 2008). Senyawa saponin dapat bekerja sebagai
antimikroba karena akan merusak membran sitoplasma dan membunuh
sel (Rahayu, 2007). Senyawa flavonoid mekanisme kerjanya
mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel tanpa dapat
diperbaiki lagi (Rinawati, 2011). Tanin merupakan senyawa fenolik
komplek yang dapat menghambat aktivitas bakteri sehingga tumbuhan
yang mengandung tanin sering digunakan dalam bidang farmasi karena
tanin mengandung asam tanik yang telah digunakan sebagai antiseptik
(Trianto et al. 2004).
2.3 Uraian Bahan
2.3.1 FeCl3 (Depkes RI, 1979)
Nama Resmi : FERRI CHLORIDA
Nama Lain : Besi (III) klorida
RM/BM : FeCl3 / -
Rumus struktur :
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur; hitam kehijauan, bebas
warna jingga dari garam hidrat yang telah
terpengaruh oleh kelembapan
Kelarutan : Larut dalam air.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai Pereaksi
2.3.2 Aquadest (Depkes RI, 1979)
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air Suling
RM/BM : H2O / 18,02
Rumus struktur :H H

O
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak
mempunyai rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah terutup baik.
Kegunaan : Pelarut
BAB III
PROSEDUR KERJA
3.1 Alat Dan Bahan
3.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam percobaan skrining fitokimia
yaitu: Gelas kimia, gelas ukur, pipet tetes, tabung reaksi, rak tabung reaksi,
hotplate, dan spatula.
3.1.2 Bahan
Adapun Bahan yang digunakan pada percobaan skrining fitokimia
yaitu: sampel bintang laut, landak laut, mangrove, aquadest, dan larutan
Fcl3 10%.
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Prosedur kerja uji senyawa saponin sampel Bintang laut, landak laut
dan mangrove
1. Disiapkan Alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dituangkan aqudest kedalam gelas kimia kemudian dipanaskan
menggunakan hotplate hingga mendidih
3. Diambil sampel bintang laut, landak laut dan mangrove secukupnya
menggunakan spatula dan dimasukan kedalam tabung reaksi
4. Dilarutkan sampel bintang laut, landak laut dan mangrove dengan
menggunakan aquadest secukupnya
5. Dimasukan sampel bintang laut, landak laut dan mangrove yang ada
didalam tabung reaksi yang berbeda kedalam air yang sudah dipanaskan
terlebih dahulu hingga mendidih
6. Dilakukan pengocokan selama 10 detik setalah sampel dipanaskan
dalam air mendidih
7. Didiamkan selama 5 menit
8. Dilihat uji positif yang ditunjukan dengan adanya buih yang stabil
setiggi 1-10 cm selama tidak kurang dari 10 menit

3.2.2 Prosedur kerja uji senyawaa tanin sampel Bintang laut, landak laut
dan mangrove
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dituangkan aqudest kedalam gelas kimia kemudian dipanaskan
menggunakan hotplate hingga mendidih
3. Diambil sampel bintang laut, landak laut dan mangrove secukupnya
menggunakan spatula dan dimasukan kedalam tabung reaksi
4. Dilarutkan sampel bintang laut, landak laut dan mangrove dengan
menggunakan aquadest secukupnya
5. Dimasukan sampel bintang laut, landak laut dan mangrove yang ada
didalam tabung reaksi yang berbeda kedalam air yang sudah dipanaskan
terlebih dahulu hingga mendidih
6. Ditambahkan larutan Fecl3 10% sebanyak 5 teses
7. Diamkan selama 5 menit
8. Dilihat uji positif yang ditunjukan dengan adanya endapan warna biru
tua atau hitam kehijauan.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

Tabel hasil pengamatan Skrining fitokimia senyawa metabolit sekunder


pada sampel Bintang laut (Asteroidea), Bulu babi (Echinoidea), Mangrove
(Rhizophora).
4.1.1 Tabel hasil sampel bulu babi (Echinoidea)
No Uji Perlakuan Gambar Ket
Positif (+)
Sampel bulu Mengandung tanin
1. Tanin babi + FeCL3 yang ditandai dengan
5 tetes warna hijau kebiruan

Positif (+)
2. Saponin Sampel Mengandung saponin
bulu babi + yang ditandai adanya
Aquadest busa

4.1.2 Tabel hasil sampel daun mangrove (Rhizophora)


No Uji Perlakuan Gambar Ket
Positif (+)
1. Tanin Sampel daun Mengandung tanin yang
mangrove + ditandai dengan adanya
FeCL3 5 tetes hijau kehitaman

Positif (+)
2. Saponin Sampel daun Mengandung saponin
mangrove + yang ditandai dengan
aquadest adanya busa

4.1.3 Tabel hasil sampel bintang laut (Asteroidea)


No Uji Perlakuan Gambar Ket
Negatif (-)
Sampel Tidak Mengandung
1. Tanin bintang laut + tanin
FeCL3 5 tetes

Positif (+)
2. Saponin Sampel Mengandung saponin
bintang laut + yang ditandai dengan
aquadest adanya busa

4.3 Pembahasan

Skrining fitokimia adalah metode yang dilakukan untuk mengidentifikasi


senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman. Menurut Khotimah
(2016) skrining fitokimia merupakan cara untuk mengidentifikasi bioaktif
yang belum tampak melalui suatu tes pemeriksaan yang dapat dengan cepat
memisahkan antara bahan alam yang memiliki kandungan fitokimia tertentu
dengan bahan alam yang tidak memiliki kandungan fitokimia tertentu.
Tujuan dilakukannya percobaan skrining fitokimia ini adalah untuk
menegetahui kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada
sampel Bintang laut (Asteroidea), Bulu babi (Echinoidea), Mangrove
(Rhizophora). Percobaan ini dilakukan dalam beberapa perlakuan untuk
mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada beberapa
sampel yakni mengidentifikasi senyawa tanin dan senyawa saponin. Pertama-
tama yang dilakukan pada percobaan ini yaitu dengan menyiapkan alat dan
bahan yang diperlukan seperti tabung reaksi, rak tabung reaksi, hot plate,
gelas kimia, pipet tetes, aquadest dan FeCl3.
Pengujian senyawa tanin dilakukan dengan cara, diamana masing-
masing sampel dimasukkan dalam tabung reaksi yang berbeda, selanjutnya
dipanaskan tabung reaksi yang sudah berisi sampel dengan hot plate.
Kemudian didiamkan selama 5 menit agar reaksi antara sampel dan pereaksi
dapat berlangsung sempurna (Ferawati, 2017) dan perhatikan perubahan
warna yang terjadi, Setelah 5 menit masing-masing sampel tersebut
ditambahkan pereaksi FeCL3 sebanyak 5 tetes. Adapun hasil yang didapatkan
dari uji senyawa tanin ini yaitu terjadi perubahan warna pada sampel Bulu
babi dan Mangrove yang ditandai dengan adanya warna hijau kebiruan atau
hijau kehitaman, sedangkan pada sampel Bintang laut tidak ditandai adanya
senyawa tanin. Menurut Majinda (2012) sampel yang telah di uji tidak terjadi
reaksi pengantian ligan atau perubahan warna pada larutan dikarenakan
perubahan suhu pada setiap daerah yang terdapat pada sampel.
Pengujian senyawa saponin dilakukan dengan cara, diamana pada
masing-masing sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berbeda
kemudian tambahkan aquadest hingga sampel terendam. Setelah itu
dipanaskan menggunakan hot plate selama 15 menit, setelah 15 menit tabung
reaksi dikocok (sampai terbentuk buih/busa) saponin dapat menurunkan
tegangan permukaan air, sehingga akan mengakibatkan terbentuknya buih
pada permukaan air setelah dikocok (Fulka, 2018). dan didiamkan untuk
melihat perubahan yang terjadi selanjutnya didiamkan selama 5 menit.
Adapun hasil yang didapatkan dari uji senyawa saponin ini yaitu terjadi
perubahan yaitu ditandai dengan adanya buih pada semua sampel. Menurut
Gomeda dan Ratta (2014) uji positif untuk saponin adalah dengan
terbentuknya busa stabil selama 10 detik.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa mengidentifikasi suatu
senyawa metobolit sekunder tanin mengunakan pereaksi yaitu FeCL3 dan
untuk senyawa saponin mengunakan aquadest yang sudah dipanaskan.
Adapun hasil dari percobaan ini yaitu pada uji senyawa metabolit sekunder
tanin pada sampel Bulu babi, dan Mangrove, sedangkan pada sampel
Bintang laut tidak mengandung senyawa tanin dan pada uji senyawa
metabolit sekunder saponin semua sampel mengandung senyawa saponin.
5.2 Saran
5.2.1 Laboratorium
Diharapkan untuk laboratorium agar biasa melengkapi alat dan
bahannya pada saat praktikum.
5.2.2 Asisten
Diharapkan untuk asisten dosen dapat meringankan beberapa tugas
kepada mahasiswa dan lebih dapat mengbimbing mahasiswa pada saat
praktikum.
5.2.3 Mahasiswa
Diharapkan untuk praktikkan agar lebih dapat bekerja sama dengan
pelaksaan praktikum, menjaga kekompakkan dalam kelompok serta teliti
pada saat melakukan percobaan.

DAFTAR PUSTAKA

Afriani N, Nora I, Andi HA. Skrining Fitokimia Dan Uji Toksisitas Ekstrak Akar
Mentawa (Artocarpus anisophyllus) Terhadap Larva Artemia salina. JKK.
2016 ; 5(1) : 58-64

Agustina, 2016, Skrining Fitokimia Tanaman Obat Di Kabupaten Bima. Program


Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan MIPA STKIP Bima, Cakra
Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry) Volume 4, Nomor 1.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Edisi III. Jakarta;


Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Endarini, L. H. 2016. Farmakognisi dan Fitokimia. Pusat Pendidikan SDM
Kesehatan. Jakarta. 215 hal

Ferawati, 2017 (Skrining Fitokimia Dan Penetapan Kandungan Ektrak Metanolik


Herba Boroco. Universitas Muslim Indonesia.

Fulka, 2018. Identifikasi Kandungan Saponin Dalam Ektrak Kamboja Merah.


Universitas Indonesia. Depok.

Gunawan, D dan Mulyani S. 2004. Ilmu Obat Alam. Penebar Swadaya:


Jakarta.Gemede, H.F. & N. Ratta. 2014. Antinutritional factors in plant
foods: Potential health benefits and adverse effects. International Journal
of Nutrition and Food Sciences. 3(4): 284-289.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia . Terjemahan: Padmawinata, K., dan


Soediro, I. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Kristanti, Alfinda Novi. 2011. Buku Ajar Fitokimia. Surabaya: Universitas


Airlangga Press.

Khotimah K. 2016. Skrining Fitokimia Dan Indentifikasi Metabolit Sekunder


Senyawa Karpain Pada Ekstrak Metanol Daun Carica pubescens Lenne &
K. Koch Dengan LC /MS ( Liquid Chromatograph-tanden Mass
Spectrometry.

Majinda, 2012. Senyawa Alam Metabolit Sekunder. Deepublish, Yogyakarta

Marlina, I. S, Triyono. A, Tusi. 2015. Pengaruh Media Tanam Granul Tanah Liat
Terhap Pertumbuhan Sayuran Hidroponik Sistem Sumbu. Jurnal Teknik
Pertanian Lampung 4(2) : 143-150.

Nuraini, D. N. 2014. Aneka Manfaat Bunga untuk Kesehatan. Yogyakarta: Gava


Media.

Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi VI, Hal 191-
216, Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung.

Suwertayasa, I Made Putra, Bodhy W, Edy H.J, 2013, Uji Antipiretik Ekstrak
Etanol Daun Tembelekan (Latana Camara L.) Pada Tikus Jantan Galur
Wistar. Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Suci. 2019. Buku Model Pembelajaran. Ponogoro. UAIS Inspirasi Indonesia

Anda mungkin juga menyukai