Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

SENYAWA BIOAKTIF DARI KARANG LUNAK (Sarcophyton sp.)

Disusun oleh :

NAMA : Repatri A. Bawotong

NIM : 16101105067

SEMESTER :V

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat kasih dan
penyertaan-Nya, saya mampu meyelesaikan makalah yang berjudul “Senyawa Bioaktif dari
Karang Lunak (Sarcophyton sp)”. Dengan baik dan tepat pada waktunya. makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah BOK (Bahan Obat Kelautan).

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik
dan saran selalu diharapkan, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk pihak-pihak yang
membutuhkan. Terima kasih.

Manado, November 2018


Penulis

Repatri A. Bawotong

16101105067

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii

I. PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1. 2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1. 3 Tujuan ............................................................................................................ 2
II. ISI
2. 1 Definisi Karang Lunak Sarcophyton sp ........................................................ 3
2. 2 Transplantasi dari Karang Lunak ................................................................... 4
2. 3 Senyawa Bioaktif pada Karang Lunak Sarcophyton sp ................................. 4
2. 4 Ekstraksi Senyawa Bioaktif pada Karang Lunak........................................... 8
2. 5 Karakterisasi dan senyawa fitokimia pada Sarcophyton sp. .......................... 10
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 16

ii
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan pusat keanekaragaman hayati laut di dunia. Jarak pulau


yang saling berdekatan berperan sebagai ”stepping stone” untuk mempermudah
penyebaran larva karang. Selain itu, pola arus yang kuat di Indonesia juga membantu
penyebaran larva. Menurut Benayahu dan Loya (1986) arus merupakan alat bantu yang
sangat penting dalam distribusi larva hewan sessil.

Kajian biota laut sebagai bahan baku industri merupakan suatu fenomena yang
relatif baru. Perhatian tersebut terlihat sangat meningkat dalam kurun waktu sekitar
beberapa tahun terakhir ini, dengan ditemukannya senyawa-senyawa baru yang
mempunyai struktur dan aktivitas yang unik dari biota laut. Senyawa-senyawa tersebut
sampai beberapa tahun terakhir ini bahkan telah dipilih untuk sintesis atau prasintesis,
dan secara mendalam diteliti sifat biologinya baik dari sudut biomedik maupun
ekologinya, dan sekarang ini penelitian biota laut telah berubah orientasinya ke arah
potensi penggunaannya sebagai bahan baku obat atau bahan campuran dalam pembuatan
obat. Terumbu karang termasuk karang lunak Sarcophyton sp. tumbuh dan berkembang
optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25°C tetapi dapat mentoleransi suhu
sebesar 36-40°C dan salinitas sebesar 32-35 ‰.

Karang merupakan binatang sederhana dengan makanan utama plankton dan


mengandalkan proses metabolisme tubuh melalui satu lubang. Lubang ini berfungsi
sebagai pintu masuk sekaligus pintu keluar makanan. Dalam hidupnya, hewan karang
bersimbiosis mutualiasme dengan alga Zooxanthela. Simbiosis inilah yang menghasilkan
kalsium karbonat sebagai cikal bakalnya karang keras. Alga ini pula yang menyebabkan
terumbu karang berwarna-warni. Bentuk tubuhnya yang berongga menjadikan hewan ini
dikategorikan sebagai Coelenterata (Haris, 2001). Karang lunak merupakan sumber yang
kaya akan senyawa bioaktif seperti terpenoid, steroid, steroid glikosida, alkaloid,
flavonoid, fenol, saponin, dan peptida. Hasil penelitian terakhir menyebutkan bahwa
sekitar 50% ekstrak karang lunak menunjukan sifat racun pada ikan, selain itu banyak
metabolik sekunder yang dihasilkan oleh karang lunak memiliki aktivitas biologi, seperti

1
antifungi, sitotoksik, antineoplastik, antimikroba, inhibitor HIV dan antiinflammatori
(Radhika, 2006).

Karang lunak berkembang biak dengan cara gonochoric. Larva Sarcophyton sp.
yang dihasilkan dari reproduksi gonochoric mampu bertahan 14 hari dalam kolom air
(Benayahu dan Loya, 1986). Perkembangbiakan aseksualnya berlangsung secara
fragmentasi (Fabricus & Philip, 2001). Karang lunak biasa dijadikan sebagai karang hias
karena bentuk dan corak warnanya yang menarik. Genus Sarcophyton ini telah dieskpor
ke berbagai negara di dunia (Green & Shirley, 1999). Harga jual karang lunak untuk
keperluan ekspor cukup tinggi, sekitar $300-an per box. Menurut Green & Shirley (1999),
berdasarkan data Convention on International Trade in Endangered Species of Wild
Fauna and Flora (CITES) 1985-1997, Indonesia merupakan negara pengekspor karang
hias terbesar di dunia, jumlahnya sekitar 41% dari jumlah total karang hias yang diekspor
ke Amerika, Hongkong, Jepang dan negara-negara di Eropa.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa definisi dari karang lunak Sarcophyton sp. ?
2. Bagaimana transplantasi dari karang lunak ?
3. Apa saja senyawa bioaktif pada karang lunak Sarcophyton sp. ?
4. Bagaimana ekstraksi senayawa bioaktif pada karang lunak ?
5. Bagaimana karakterisasi dan senyawa fitokimia dari Sarcophyton sp. ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari karang lunak Sarcophyton sp.
2. Untuk mengetahui transplantasi dari karang lunak
3. Untuk mengetahui senyawa bioaktif pada karang lunak Sarcophyton sp.
4. Untuk mengetahui ekstraksi senyawa bioaktif pada karang lunak
5. Untuk mengetahui karakterisasi dan senyawa fitokimia pada Sarcophyton sp.

2
II. ISI

2.1 Definisi Karang Lunak Sarcophyton sp.

Sarcophyton sp. adalah karang lunak sub-kelas Alcyonaria yang memiliki tangkai
dan ukuran koloni yang besar. Koloni karang ini mampu mencapai ukuran 1,5 m, namun
pada umumnya berukuran 10-20 cm (Fabricius, 1995). Taksonomi karang lunak
Sarcophyton sp. menurut Lesson (1839) in Hardiningtyas (2009) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Filum : Coelenterata
Kelas : Anthozoa
Sub-kelas : Octocorallia (Alcyonaria)
Ordo : Alcyonacea
Famili : Alcyoniidae
Genus : Sarcophyton

Octocorallia bersifat kosmopolit namun untuk genus Sarcophyton hanya


ditemukan di wilayah Indo-Pasifik. Genus Sarcophyton memiliki dua tipe polip, yaitu
autosoid dan sifonosoid. Polip sifonoid ini lebih kecil ukurannya dari autosoid dan tidak
memiliki tentakel atau memiliki tentakel yang belum sempurna (Manuputty, 2005).

Alga simbion zooxanthellae yang hidup di dalamnya menyokong kebutuhan


nutrisi dari Sarcophyton sp. yang diperoleh dari hasil fotosintesis dengan bantuan sinar
matahari. Makanan lainnya yang juga dapat diperoleh yaitu mikroplankton, larva udang,
dan segala makanan yang mampu didapatkan oleh jenis invertebrata filter feeder.
Morfologi dari karang lunak Sarcophyton sp. hasil transplantasi di Area Perlindungan
Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu dapat dilihat pada Gambar berikut

3
Terumbu karang termasuk karang lunak Sarcophyton sp. tumbuh dan berkembang
optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25°C tetapi dapat mentoleransi suhu
sebesar 36-40°C dan salinitas sebesar 32-35 ‰. Habitatnya harus berada pada rataan
terumbu karang yang mendapatkan sinar matahari sehingga zooxanthellae yang hidup di
dalam jaringan karangnya mampu melakukan fotosintesis. Gelombang laut memberikan
pasokan oksigen terlarut, plankton, dan membantu menghalangi terjadinya pengendapan
pada koloni atau polip karang, namun gelombang yang terlalu besar dapat merusak
struktur karang lunak (Nybakken, 1982).

2.2 Transplantasi Karang Lunak

Transplantasi karang merupakan upaya memperbanyak koloni karang dengan metode


fragmentasi dan koloni tersebut diambil dari induk koloni tertentu di alam. Transplantasi
karang dilakukan dengan memotong-motong karang hidup lalu ditanam di tempat lain
yang mengalami kerusakan. Tujuan transplantasi karang adalah mempercepat regenerasi
terumbu karang yang dapat dimanfaatkan untuk perdagangan dan peningkatan kualitas
habitat/koloni karang. Kegiatan transplantasi karang merupakan salah satu usaha
pengembangan populasi berbasis alami di habitatnya atau habitat buatan untuk produksi
anakan yang dapat dipanen secara berkelanjutan (Ditjen PHKA, 2008). Menurut
Soedharma dan Arafat (2005) manfaat transplantasi karang adalah mempercepat
regenerasi terumbu karang yang telah rusak, merehabilitasi lahan kosong atau yang rusak,
menciptakan komunitas baru dengan memasukkan spesies baru ke dalam ekosistem
terumbu karang di daerah tertentu, mengkonservasi plasma nutfah, dan memenuhi
keperluan perdagangan. Menurut Hakim (2010) tingkat kelangsungan hidup karang lunak
Sarcophyton crassocaule yang ditransplantasikan mencapai 88,33-100% pada dua
kedalaman yang berbeda.

2.3 Senyawa Bioaktif Karang Lunak

Menurut Khatab (2008) in Hardiningtyas (2009) senyawa bioaktif adalah senyawa


kimia aktif yang dihasilkan oleh organisme melalui jalur biosintetik metabolit sekunder.
Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh karang lunak memiliki keragaman yang tinggi
dan struktur kimia yang unik. Hal tersebut dipengaruhi oleh tingginya keanekaragaman
organisme laut dan pengaruh lingkungan laut, yaitu salinitas, intensitas cahaya, arus, dan

4
tekanan. Menurut Muniarsih (2005), metabolit sekunder diproduksi oleh organisme pada
saat kebutuhan metabolisme primer sudah terpenuhi dan digunakan dalam mekanisme
evolusi atau strategi adaptasi lingkungan. Kompetisi ruang dan makanan yang kuat juga
mendorong organisme laut menghasilkan metabolit sekunder. Harper (2001) in
Hardiningtyas (2009) menjelaskan bahwa karang lunak menghasilkan senyawa metabolit
sekunder berfungsi untuk menghadapi serangan predator, media kompetisi, mencegah
infeksi bakteri, membantu proses reproduksi, dan mencegah sengatan sinar ultraviolet.
Karang lunak menghasilkan beberapa dari golongan senyawa hasil metabolit sekunder,
antara lain alkaloid, steroid, flavonoid, fenol, saponin, dan peptida. Karang lunak
Sarcophyton sp. dilaporkan memiliki kandungan senyawa bioaktif alkaloid, steroid, dan
flavonoid (Hardiningtyas, 2009).

Struktur kimia dari senyawa flavonoid, yaitu flavonol, flavones, dan flavanone
dapat dilihat pada Gambar berikut ini.

Alkaloid pada umumnya mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu
atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik.
Alkaloid banyak yang mempunyai kegiatan fisiologis sehingga digunakan secara luas
dalam bidang pengobatan (Harbone 1987). Alkaloid memiliki efek farmakologi sebagai
analgesik (pereda nyeri) dan anestetik (pembius). Alkaloid yang biasa digunakan sebagai
analgesik dan anaestetik adalah morfin dan rodein (Robinson 1995).

5
Steroid merupakan golongan senyawa triterpenoid. Steroid alami berasal dari
berbagai transformasi kimia dua triterpena, yaitu lanosterol dan sikloartenol. Senyawa
steroid dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan obat (Harborne 1987).

Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol yang larut dalam air.
Flavonoid merupakan golongan yang penting karena memiliki spektrum aktivitas
antimikroba yang luas dan dapat mengurangi kekebalan pada organisme sasaran (Naidu
2002).

Menurut Coll dan Sammarco (1983), terpenoid merupakan senyawa kimia yang
memiliki aroma atau bau yang harum. Senyawa terpen dapat digunakan dalam bidang
farmasi sebagai antibiotika, anti jamur, dan senyawa anti tumor. Kegunaannya senyawa
terpen bagi karang lunak itu sendiri ialah sebagai penangkal terhadap serangan predator,
media untuk memperebutkan ruang lingkup, dan membantu proses reproduksi

Saponin merupakan golongan triterpenoid yang mempunyai kerangka karbon


berdasarkan isoprena. Senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, dan sering
mempunyai titik lebur tinggi (Harborne 1987). Saponin merupakan golongan senyawa
yang dapat menghambat atau membunuh mikroba dengan cara berinteraksi dengan
membran sterol. Efek utama saponin terhadap bakteri adalah adanya pelepasan protein
dan enzim dari dalam sel (Zablotowics et al. 2002).

Dipeptida dihasilkan oleh gugus karboksil suatu asam amino yang berkaitan
dengan gugus amino dari molekul asam amino lain dan diikuti dengan melepaskan
molekul air. Dipeptida masih mempunyai gugus amino dan karboksil bebas sehingga
dapat bereaksi dengan dipeptida-dipeptida lainnya membentuk peptida dan akhirnya
membentuk molekul protein (Winarno 1997).

6
Skema biosintesis senyawa bioaktif secara umum disajikan pada gambar berikut

Zocchi et al. (2002) in Ismet (2007) melaporkan bahwa kenaikan suhu dapat
mengaktivasi pembentukan ADP-ribosa cylase yang berperan dalam sekresi insulin dan
proliferase sel. Penelitian yang dilakukan terhadap Axinella polypoides menunjukkan
bahwa stimulasi suhu pada jangka pendek dapat menyebabkan penurunan asam amino
yang berkepanjangan dan meningkatkan laju respirasi. Hal ini secara tidak langsung
berpengaruh terhadap produksi senyawa metabolit sekunder (komponen bioaktif) karena

7
beberapa senyawa metabolit sekunder merupakan hasil samping dari metabolisme primer
termasuk asam amino.

Adanya limbah organik yang menyebabkan lingkungan perairan menjadi subur


juga berpengaruh terhadap kandungan bioaktif karang lunak. Perairan yang subur
menyebabkan banyaknya alga yang tumbuh di kolom perairan sehingga terjadinya
kompetisi dalam memperoleh cahaya matahari. Semakin banyaknya alga yang hidup di
kolom perairan (marak alga), maka semakin sedikit cahaya yang mencapai habitat karang
lunak sehingga zooxanthellae yang bersimbion di dalam tubuh karang lunak tidak mampu
untuk berfotosintesis dan kemudian mati (coral bleaching). Zooxanthellae diduga
memiliki kandungan bioaktif yang akan terdeteksi ketika dilakukan ekstraksi terhadap
karang lunak.

2.4 Ekstraksi Senyawa Bioaktif

Ekstraksi adalah suatu proses penarikan komponen yang diinginkan dari suatu
bahan dengan cara pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu bahan yang merupakan
sumber komponennya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses ekstraksi adalah
lama ekstraksi, suhu, dan jenis pelarut yang digunakan. Hal yang harus diperhatikan
dalam pemilihan jenis pelarut yang digunakan daya melarutkan, titik didih, sifat toksik,
mudah tidaknya terbakar, dan sifat korosif terhadap peralatan ekstraksi (Khopkar 2003).
Ekstraksi dibedakan menjadi tiga cara menurut pengoprasiannya, yaitu (1) ekstraksi
dengan penekanan yang sering disebut penekanan mekanik, (2) ekstraksi dengan
menggunakan pelarut (solvent extraction), dan (3) ekstraksi dengan pemanasan
(rendering). Berdasarkan jenis pelarutnya, solvent extractin dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu aqueos phase dan organic phase. Cara aqueos phase dilakukan dengan
menggunkan air, sedangkan cara organic phase dilakukan dengan menggunkan pelarut
organik (Winarno et al. 1973). Prinsip metode ekstraksi menggunakan pelarut organik
adalah bahan yang akan diekstrak kontak langsung dengan pelarut pada waktu tertentu
(maserasi), kemudian diikuti dengan melakukan pemisahan bahan yang telah diekstrak
(filtrasi) (Khopkar 2003).

Pada proses maserasi, pelarut akan menembus dinding sel dan akan masuk ke
dalam rongga sehingga komponen bioaktif akan larut. Adanya perbedaan konsentrasi

8
antara larutan komponen bioaktif di dalam sel dengan di luar sel maka larutan yang
terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut terjadi berulang kali hingga terjadi
keseimbangan antara larutan di luar dengan di dalam sel (Nur dan Adijuwana 1989).

Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstrak. Suatu
senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Bahan
dan senyawa kimia akan mudah larut pada pelarut yang relatif sama kepolarannya.
Semakin besar konstanta dielektrik, maka akan semakin besar polar pelarut tersebut.
Prinsip pelarutan yang dipakai pada metode ini adalah like dissolve like artinya pelarut
polar akan melarutkan senyawa polar dan pelarut non polar akan melarutkan senyawa non
polar (Khopkar 2003). Tingkat polaritas suatu pelarut dapat dilihat pada Tabel berikut.

Hasil ekstrak yang diperoleh akan tergantung pada beberapa faktor, yaitu kondisi
alamiah senyawa tersebut, metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel sampel,
lama waktu ekstrak, kondisi dan waktu penyimpanan, serta perbandingan jumlah pelarut
terhadap jumlah sampel (Harbone 1987). Ekstraksi beberapa kali dengan pelarut yang
lebih sedikit akan lebih efektif dibanding ekstraksi satu kali dengan semua pelarut
sekaligus (Nur dan Adijuwana 1989). Menurut Riguera (1997), komponen aktif yang
dapat diekstrak dari suatu bahan tergantung pada kepolaran pelarut yang digunakan.
Senyawa yang terikat pada pelarut polar antara lain alkaloid, asam amino,

9
polihidrosisteroid, dan saponin, sedangkan senyawa yang terikat pada pelarut semi polar
antara lain peptida dan depsipeptida serta senyawa yang terikat pada pelarut non polar
(misalnya heksana) antara lain hidrokarbon, asam lemak, dan terpen.

2.5 Karakterisasi dan Senyawa fitokimia (di dapat dari hasil skripsi Safrina Dyah
Hardiningtyas dengan judul Aktivitas Antibakteri Ekstrak Karang Lunak Sarcophyton
sp. Yang Difragmentasi Dan Tidak Difragmentasi Diperairan Pulau Pramuka,
Kepulauan Seribu dari IPB).

Sampel karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi
dikoleksi dari Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu tepatnya pada daerah Area
Perlindungan Laut (APL) pada titik koordinat 06º45’,6” LS dan 106º 32’, 45” BT. Foto
karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi dapat dilihat
pada Gambar berikut

Sarcophyton sp. termasuk kedalam famili Alcyoniidae. Karang lunak ini dapat
ditemukan dari rataan terumbu karang sampai ke kedalaman 15 m dengan konsentrasi
pada kedalaman 3-10 m. Karang lunak ini memiliki polip dimorfik, koloni yang
berukuran besar, mempunyai tangkai berwarna putih atau senanda dengan kapitalium.
Kapitalium genus Sarcophyton berbentuk melebar seperti jamur atau bundar dengan tepi
berlekuk atau melipat, permukaan halus seperti beludru. Warna koloni genus ini adalah
krem, coklat, kuning, atau hijau (Fabricus dan Philip 2001). Kondisi lingkungan fisik
habitat atau lokasi pengkoleksian karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan

10
tidak difragmentasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi senyawa
metabolit sekunder.

Senyawa bioaktif dapat diketahui dengan melakukan uji fitokimia. Uji fitokimia
dilakukan terhadap ekstrak yang menunjukkan hasil terbaik pada uji aktivitas antibakeri.
Berdasarkan pengujian tersebut, ekstrak etil asetat karang lunak Sarcophyton sp. yang
difragmentasi dan tidak difragmentasi merupakan ekstrak yang memiliki aktivitas
antibakteri terbaik dibandingkan dengan ekstrak yang lainnya. Kandungan senyawa kimia
yang terdapat pada ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak
difragmentasi terpilih dapat dilihat pada Tabel berikut.

Hasil uji fitokimia (Tabel diatas) menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat
Sarcophyton sp. yang difragmentasi memiliki kandungan senyawa steroid/triterpenoid
dan flavonoid, sedangkan ektrak etil asetat Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi
memiliki kandungan alkaloid, steroid/triterpenoid, dan flavonoid. Senyawa-senyawa
tersebut dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan obat. Alkaloid memiliki
kemampuan sebagai antibakteri serta efek farmakologi sebagai analgesik dan anaestetik.
Mekanisme penghambatan bakteri oleh senyawa ini diduga dengan cara mengganggu
komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel tidak

11
terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson 1995).
Steroid/triterpenoid merupakan golongan senyawa triterpenoid. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Badria et al. (1998) dan Swant et al. (2006) menunjukkan bahwa karang
lunak Sarcophyton sp. banyak mengandung senyawa bioakif steroid dan terpenoid.
Senyawa kimia aktif tersebut menunjukkan aktivitas antibakteri, antifungi, antitumor,
neurotoksik, dan anti-inflamantori yang bermanfaat bagi industri farmasi. Menurut
Cowan (1999), mekanisme penghambatan bakteri oleh senyawa steroid/trierpenoid
diduga dengan cara merusak membran sel bakteri. Steroid dapat meningkatkan
permeabilitas membran sel sehingga akan terjadi kebocoran sel yang diikuti dengan
keluarnya materi intraseluler (Vickery dan Vickery 1981).Senyawa aktif lain yang
mendukung ekstrak etil asetat memiliki potensi sebagai antibakteri adalah senyawa
flavonoid. Flavonoid berfungsi sebagai antimikroba dan antioksidan (Robinson 1995).
Flavonoid merupakan golongan yang penting karena memiliki spektrum aktivitas
antimikroba yang luas dan dapat mengurangi kekebalan pada organisme sasaran (Naidu
2002). Sifat antibakteri senyawa flavonoid adalah dapat menyebabkan terjadinya
denaturasi protein di dalam sel. Adanya flavonoid dalam lingkungan sel bakteri
menyebabkan gugus OH pada flavonoid berikatan dengan protein internal membran sel.
Hal ini menyebabkan terbendungnya transfor aktif Na+ - K+. Transfor aktif yang berhenti
menyebabkan pemasukan ion Na+yang tidak terkendali pada sel. Hal ini menyebabkan
pecahnya membran sel, sehingga bakteri mati atau lisis (Scheuer 1994). Berdasarkan uji
fitokimia secara kualitatif (Tabel diatas) diketahui bahwa kandungan senyawa bioaktif
yang terdapat pada ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. yang difragmentasi lebih rendah
dibandingkan dengan ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi.
Perbedaan kandungan senyawa bioaktif tersebut diduga disebabkan oleh pengaruh
fragmentasi dan perbedaan kondisi lingkungan sehingga mempengaruhi produksi
senyawa bioaktif karang lunak tersebut. Dugaan tersebur berdasarkan hasil laporan Coll
dan Sammarco (1983); Sammarco dan Coll (1988) diacu dalam Fleury et al. (2004)
menyatakan bahwa senyawa metabolit sekunder memiliki peranan penting dalam
adaptasi tingkah laku yang beraneka ragam serta interaksi ekologinya dengan sejumlah
organisme laut lainnya. Karang lunak Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi hidup
secara alami dan tersebar luas di kedalaman 6-7 m. Karang lunak tersebut hidup
berdampingan dengan karang lunak atau organisme lain yang ada pada ekosistem

12
terumbu karang. Keberadaan jumlah individu maupun spesies yang lebih tinggi di
kedalaman 6-7 m mengindikasikan terjadinya kompetisi ruang dan makanan dengan
tingkat yang lebih tinggi jika dibandingkan pada kedalaman 12 m. Hal ini memicu karang
lunak Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi untuk memproduksi metabolit sekunder
yang berperan sebagai allelopatic agent. Dugaan ini berdasarkan laporan Sammarco et al.
(1983) yang menyatakan bahwa allelopatik adalah sifat penghambat secara langsung
terhadap suatu jenis oleh jenis lainnya dengan menggunakan zat-zat kimia beracun atau
berbisa. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Fleury et al. (2000) yang diketahui
bahwa produksi senyawa bioaktif sarcophytoxide dari karang lunak Sarcophyton
ehrenbergi semakin meningkat ketika didekatkan dengan karang Pacillopora darmicornis.
Fleury et al. (2004) melaporkan bahwa karang lunak Sarcophyton ehrenbergi yang
ditransplantasi dan dipindahkan pada lokasi tanpa ada kompetitor mengalami penurunan
produksi senyawa sarcophytoxide secara signifikan.
Karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi berasal dari kedalaman yang lebih
dalam (12 m) dibandingkan Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi. Kedalaman
perairan menyebabkan penurunan intensitas cahaya, perubahan kandungan nutrien
sehingga menyebabkan penurunan kandungan simbion zoonxanthellae pada karang lunak
tersebut. Penurunan jumlah zoonxanthellae diduga berdampak pada kandungan bioaktif
yang terdapat pada karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi.

Menurut Triyulianti (2009), seiring bertambahnya kedalaman secara eksponensial


menyebabkan berkurangnya intensitas cahaya. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Tursch et al. (1978) diketahui bahwa hanya karang lunak yang
bersimbiosis dengan zooxanthellae yang dapat menghasilkan senyawa terpen. Jenis- jenis
hewan yang kurang atau tidak mengandung alga ini tidak dapat menghasilkan senyawa
terpen. Contohnya adalah senyawa eunicellin ditemukan pada jenis gorgonia Eunicella
stricta, tetapi tidak ditemukan pada jenis gorgonia E. stricta yang hidup di laut dalam. Hal
ini disebabkan intensitas sinar matahari yang diperlukan zooxanthellae untuk fotosintesis
sangat rendah.

13
III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 Definisi dari Sarcophyton sp. adalah karang lunak sub-kelas
Alcyonaria yang memiliki tangkai dan ukuran koloni yang besar.
 Transplantasi karang merupakan upaya memperbanyak koloni karang
dengan metode fragmentasi dan koloni tersebut diambil dari induk
koloni tertentu di alam.
 Kandungan senyawa bioaktif yang terdapat pada karang lunak
Sarcophyton sp. yaitu alkaloid, steroid, dan flavonoid.
 Ekstraksi dibedakan menjadi tiga cara menurut pengoprasiannya, yaitu
(1) ekstraksi dengan penekanan yang sering disebut penekanan
mekanik, (2) ekstraksi dengan menggunakan pelarut (solvent
extraction), dan (3) ekstraksi dengan pemanasan (rendering).
 Karakterisasi dan Senyawa fitokimia (di dapat dari hasil skripsi
Safrina Dyah Hardiningtyas dengan judul Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Karang Lunak Sarcophyton sp. Yang Difragmentasi Dan
Tidak Difragmentasi Diperairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu
dari IPB). Karakterisasi : Sarcophyton sp. termasuk kedalam famili
Alcyoniidae. Karang lunak ini dapat ditemukan dari rataan terumbu
karang sampai ke kedalaman 15 m dengan konsentrasi pada
kedalaman 3-10 m. Karang lunak ini memiliki polip dimorfik, koloni
yang berukuran besar, mempunyai tangkai berwarna putih atau
senanda dengan kapitalium. Kapitalium genus Sarcophyton berbentuk
melebar seperti jamur atau bundar dengan tepi berlekuk atau melipat,
permukaan halus seperti beludru. Warna koloni genus ini adalah krem,
coklat, kuning, atau hijau (Fabricus dan Philip 2001). Kondisi
lingkungan fisik habitat atau lokasi pengkoleksian karang lunak
Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi senyawa
metabolit sekunder. Untuk senyawa fitokimia yang di dapat yaitu ;
Sarcophyton sp. yang difragmentasi memiliki kandungan senyawa

14
steroid/triterpenoid dan flavonoid, sedangkan ektrak etil asetat
Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi memiliki kandungan
alkaloid, steroid/triterpenoid, dan flavonoid.

15
DAFTAR PUSTAKA

Akhila JS, Shyamjith, Deepa, Alwar MC. 2007. Acute toxicity studies and determination
of median lethal dose. Science 93(7): 917-920.

Anderson JE, Mc.Laughlin JL. 1991. A blind comparison of simple bench top bioassay
and human tumour cell cytotoxicities as antitumour pre-screens. Phytochemical
Anal 2:107-111.

Arbuthnott JP. 1995. Staphylococcus. Di dalam: Greenwood D, Slack RCB, Peutherer JF,
editor. Medical Microbiology. Ed ke-4. Hongkong : ELBS.

Badria FA, Guirguis AN, Perovic S, Steffen R, Muller WEG, Schroder HC. 1998.
Sarcophytolide: a new neuroprotective compound from soft coral Sarcophyton
glaucum. Toxicology 131(3):133-143.

David WW, Strout TR. 1971. Disc plate method of microbiological antibiotic assay. J.
Microbiology 22(4):666-670.

Djarijah AS. 2006. Pakan Ikan Alami. Yogyakarta: Kanisius.Elyakov GB, Stonik VA.
2003. Marine bioorganic chemistry as the base of marine biotechnology. Chem Bull
52(1):1-19.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah. Bandung:


ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Methods

16

Anda mungkin juga menyukai