Disusun oleh :
NIM : 16101105067
SEMESTER :V
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat kasih dan
penyertaan-Nya, saya mampu meyelesaikan makalah yang berjudul “Senyawa Bioaktif dari
Karang Lunak (Sarcophyton sp)”. Dengan baik dan tepat pada waktunya. makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah BOK (Bahan Obat Kelautan).
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik
dan saran selalu diharapkan, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk pihak-pihak yang
membutuhkan. Terima kasih.
Repatri A. Bawotong
16101105067
i
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1. 2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1. 3 Tujuan ............................................................................................................ 2
II. ISI
2. 1 Definisi Karang Lunak Sarcophyton sp ........................................................ 3
2. 2 Transplantasi dari Karang Lunak ................................................................... 4
2. 3 Senyawa Bioaktif pada Karang Lunak Sarcophyton sp ................................. 4
2. 4 Ekstraksi Senyawa Bioaktif pada Karang Lunak........................................... 8
2. 5 Karakterisasi dan senyawa fitokimia pada Sarcophyton sp. .......................... 10
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 15
ii
I. PENDAHULUAN
Kajian biota laut sebagai bahan baku industri merupakan suatu fenomena yang
relatif baru. Perhatian tersebut terlihat sangat meningkat dalam kurun waktu sekitar
beberapa tahun terakhir ini, dengan ditemukannya senyawa-senyawa baru yang
mempunyai struktur dan aktivitas yang unik dari biota laut. Senyawa-senyawa tersebut
sampai beberapa tahun terakhir ini bahkan telah dipilih untuk sintesis atau prasintesis,
dan secara mendalam diteliti sifat biologinya baik dari sudut biomedik maupun
ekologinya, dan sekarang ini penelitian biota laut telah berubah orientasinya ke arah
potensi penggunaannya sebagai bahan baku obat atau bahan campuran dalam pembuatan
obat. Terumbu karang termasuk karang lunak Sarcophyton sp. tumbuh dan berkembang
optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25°C tetapi dapat mentoleransi suhu
sebesar 36-40°C dan salinitas sebesar 32-35 ‰.
1
antifungi, sitotoksik, antineoplastik, antimikroba, inhibitor HIV dan antiinflammatori
(Radhika, 2006).
Karang lunak berkembang biak dengan cara gonochoric. Larva Sarcophyton sp.
yang dihasilkan dari reproduksi gonochoric mampu bertahan 14 hari dalam kolom air
(Benayahu dan Loya, 1986). Perkembangbiakan aseksualnya berlangsung secara
fragmentasi (Fabricus & Philip, 2001). Karang lunak biasa dijadikan sebagai karang hias
karena bentuk dan corak warnanya yang menarik. Genus Sarcophyton ini telah dieskpor
ke berbagai negara di dunia (Green & Shirley, 1999). Harga jual karang lunak untuk
keperluan ekspor cukup tinggi, sekitar $300-an per box. Menurut Green & Shirley (1999),
berdasarkan data Convention on International Trade in Endangered Species of Wild
Fauna and Flora (CITES) 1985-1997, Indonesia merupakan negara pengekspor karang
hias terbesar di dunia, jumlahnya sekitar 41% dari jumlah total karang hias yang diekspor
ke Amerika, Hongkong, Jepang dan negara-negara di Eropa.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari karang lunak Sarcophyton sp.
2. Untuk mengetahui transplantasi dari karang lunak
3. Untuk mengetahui senyawa bioaktif pada karang lunak Sarcophyton sp.
4. Untuk mengetahui ekstraksi senyawa bioaktif pada karang lunak
5. Untuk mengetahui karakterisasi dan senyawa fitokimia pada Sarcophyton sp.
2
II. ISI
Sarcophyton sp. adalah karang lunak sub-kelas Alcyonaria yang memiliki tangkai
dan ukuran koloni yang besar. Koloni karang ini mampu mencapai ukuran 1,5 m, namun
pada umumnya berukuran 10-20 cm (Fabricius, 1995). Taksonomi karang lunak
Sarcophyton sp. menurut Lesson (1839) in Hardiningtyas (2009) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Coelenterata
Kelas : Anthozoa
Sub-kelas : Octocorallia (Alcyonaria)
Ordo : Alcyonacea
Famili : Alcyoniidae
Genus : Sarcophyton
3
Terumbu karang termasuk karang lunak Sarcophyton sp. tumbuh dan berkembang
optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25°C tetapi dapat mentoleransi suhu
sebesar 36-40°C dan salinitas sebesar 32-35 ‰. Habitatnya harus berada pada rataan
terumbu karang yang mendapatkan sinar matahari sehingga zooxanthellae yang hidup di
dalam jaringan karangnya mampu melakukan fotosintesis. Gelombang laut memberikan
pasokan oksigen terlarut, plankton, dan membantu menghalangi terjadinya pengendapan
pada koloni atau polip karang, namun gelombang yang terlalu besar dapat merusak
struktur karang lunak (Nybakken, 1982).
4
tekanan. Menurut Muniarsih (2005), metabolit sekunder diproduksi oleh organisme pada
saat kebutuhan metabolisme primer sudah terpenuhi dan digunakan dalam mekanisme
evolusi atau strategi adaptasi lingkungan. Kompetisi ruang dan makanan yang kuat juga
mendorong organisme laut menghasilkan metabolit sekunder. Harper (2001) in
Hardiningtyas (2009) menjelaskan bahwa karang lunak menghasilkan senyawa metabolit
sekunder berfungsi untuk menghadapi serangan predator, media kompetisi, mencegah
infeksi bakteri, membantu proses reproduksi, dan mencegah sengatan sinar ultraviolet.
Karang lunak menghasilkan beberapa dari golongan senyawa hasil metabolit sekunder,
antara lain alkaloid, steroid, flavonoid, fenol, saponin, dan peptida. Karang lunak
Sarcophyton sp. dilaporkan memiliki kandungan senyawa bioaktif alkaloid, steroid, dan
flavonoid (Hardiningtyas, 2009).
Struktur kimia dari senyawa flavonoid, yaitu flavonol, flavones, dan flavanone
dapat dilihat pada Gambar berikut ini.
Alkaloid pada umumnya mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu
atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik.
Alkaloid banyak yang mempunyai kegiatan fisiologis sehingga digunakan secara luas
dalam bidang pengobatan (Harbone 1987). Alkaloid memiliki efek farmakologi sebagai
analgesik (pereda nyeri) dan anestetik (pembius). Alkaloid yang biasa digunakan sebagai
analgesik dan anaestetik adalah morfin dan rodein (Robinson 1995).
5
Steroid merupakan golongan senyawa triterpenoid. Steroid alami berasal dari
berbagai transformasi kimia dua triterpena, yaitu lanosterol dan sikloartenol. Senyawa
steroid dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan obat (Harborne 1987).
Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol yang larut dalam air.
Flavonoid merupakan golongan yang penting karena memiliki spektrum aktivitas
antimikroba yang luas dan dapat mengurangi kekebalan pada organisme sasaran (Naidu
2002).
Menurut Coll dan Sammarco (1983), terpenoid merupakan senyawa kimia yang
memiliki aroma atau bau yang harum. Senyawa terpen dapat digunakan dalam bidang
farmasi sebagai antibiotika, anti jamur, dan senyawa anti tumor. Kegunaannya senyawa
terpen bagi karang lunak itu sendiri ialah sebagai penangkal terhadap serangan predator,
media untuk memperebutkan ruang lingkup, dan membantu proses reproduksi
Dipeptida dihasilkan oleh gugus karboksil suatu asam amino yang berkaitan
dengan gugus amino dari molekul asam amino lain dan diikuti dengan melepaskan
molekul air. Dipeptida masih mempunyai gugus amino dan karboksil bebas sehingga
dapat bereaksi dengan dipeptida-dipeptida lainnya membentuk peptida dan akhirnya
membentuk molekul protein (Winarno 1997).
6
Skema biosintesis senyawa bioaktif secara umum disajikan pada gambar berikut
Zocchi et al. (2002) in Ismet (2007) melaporkan bahwa kenaikan suhu dapat
mengaktivasi pembentukan ADP-ribosa cylase yang berperan dalam sekresi insulin dan
proliferase sel. Penelitian yang dilakukan terhadap Axinella polypoides menunjukkan
bahwa stimulasi suhu pada jangka pendek dapat menyebabkan penurunan asam amino
yang berkepanjangan dan meningkatkan laju respirasi. Hal ini secara tidak langsung
berpengaruh terhadap produksi senyawa metabolit sekunder (komponen bioaktif) karena
7
beberapa senyawa metabolit sekunder merupakan hasil samping dari metabolisme primer
termasuk asam amino.
Ekstraksi adalah suatu proses penarikan komponen yang diinginkan dari suatu
bahan dengan cara pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu bahan yang merupakan
sumber komponennya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses ekstraksi adalah
lama ekstraksi, suhu, dan jenis pelarut yang digunakan. Hal yang harus diperhatikan
dalam pemilihan jenis pelarut yang digunakan daya melarutkan, titik didih, sifat toksik,
mudah tidaknya terbakar, dan sifat korosif terhadap peralatan ekstraksi (Khopkar 2003).
Ekstraksi dibedakan menjadi tiga cara menurut pengoprasiannya, yaitu (1) ekstraksi
dengan penekanan yang sering disebut penekanan mekanik, (2) ekstraksi dengan
menggunakan pelarut (solvent extraction), dan (3) ekstraksi dengan pemanasan
(rendering). Berdasarkan jenis pelarutnya, solvent extractin dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu aqueos phase dan organic phase. Cara aqueos phase dilakukan dengan
menggunkan air, sedangkan cara organic phase dilakukan dengan menggunkan pelarut
organik (Winarno et al. 1973). Prinsip metode ekstraksi menggunakan pelarut organik
adalah bahan yang akan diekstrak kontak langsung dengan pelarut pada waktu tertentu
(maserasi), kemudian diikuti dengan melakukan pemisahan bahan yang telah diekstrak
(filtrasi) (Khopkar 2003).
Pada proses maserasi, pelarut akan menembus dinding sel dan akan masuk ke
dalam rongga sehingga komponen bioaktif akan larut. Adanya perbedaan konsentrasi
8
antara larutan komponen bioaktif di dalam sel dengan di luar sel maka larutan yang
terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut terjadi berulang kali hingga terjadi
keseimbangan antara larutan di luar dengan di dalam sel (Nur dan Adijuwana 1989).
Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstrak. Suatu
senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Bahan
dan senyawa kimia akan mudah larut pada pelarut yang relatif sama kepolarannya.
Semakin besar konstanta dielektrik, maka akan semakin besar polar pelarut tersebut.
Prinsip pelarutan yang dipakai pada metode ini adalah like dissolve like artinya pelarut
polar akan melarutkan senyawa polar dan pelarut non polar akan melarutkan senyawa non
polar (Khopkar 2003). Tingkat polaritas suatu pelarut dapat dilihat pada Tabel berikut.
Hasil ekstrak yang diperoleh akan tergantung pada beberapa faktor, yaitu kondisi
alamiah senyawa tersebut, metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel sampel,
lama waktu ekstrak, kondisi dan waktu penyimpanan, serta perbandingan jumlah pelarut
terhadap jumlah sampel (Harbone 1987). Ekstraksi beberapa kali dengan pelarut yang
lebih sedikit akan lebih efektif dibanding ekstraksi satu kali dengan semua pelarut
sekaligus (Nur dan Adijuwana 1989). Menurut Riguera (1997), komponen aktif yang
dapat diekstrak dari suatu bahan tergantung pada kepolaran pelarut yang digunakan.
Senyawa yang terikat pada pelarut polar antara lain alkaloid, asam amino,
9
polihidrosisteroid, dan saponin, sedangkan senyawa yang terikat pada pelarut semi polar
antara lain peptida dan depsipeptida serta senyawa yang terikat pada pelarut non polar
(misalnya heksana) antara lain hidrokarbon, asam lemak, dan terpen.
2.5 Karakterisasi dan Senyawa fitokimia (di dapat dari hasil skripsi Safrina Dyah
Hardiningtyas dengan judul Aktivitas Antibakteri Ekstrak Karang Lunak Sarcophyton
sp. Yang Difragmentasi Dan Tidak Difragmentasi Diperairan Pulau Pramuka,
Kepulauan Seribu dari IPB).
Sampel karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi
dikoleksi dari Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu tepatnya pada daerah Area
Perlindungan Laut (APL) pada titik koordinat 06º45’,6” LS dan 106º 32’, 45” BT. Foto
karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi dapat dilihat
pada Gambar berikut
Sarcophyton sp. termasuk kedalam famili Alcyoniidae. Karang lunak ini dapat
ditemukan dari rataan terumbu karang sampai ke kedalaman 15 m dengan konsentrasi
pada kedalaman 3-10 m. Karang lunak ini memiliki polip dimorfik, koloni yang
berukuran besar, mempunyai tangkai berwarna putih atau senanda dengan kapitalium.
Kapitalium genus Sarcophyton berbentuk melebar seperti jamur atau bundar dengan tepi
berlekuk atau melipat, permukaan halus seperti beludru. Warna koloni genus ini adalah
krem, coklat, kuning, atau hijau (Fabricus dan Philip 2001). Kondisi lingkungan fisik
habitat atau lokasi pengkoleksian karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan
10
tidak difragmentasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi senyawa
metabolit sekunder.
Senyawa bioaktif dapat diketahui dengan melakukan uji fitokimia. Uji fitokimia
dilakukan terhadap ekstrak yang menunjukkan hasil terbaik pada uji aktivitas antibakeri.
Berdasarkan pengujian tersebut, ekstrak etil asetat karang lunak Sarcophyton sp. yang
difragmentasi dan tidak difragmentasi merupakan ekstrak yang memiliki aktivitas
antibakteri terbaik dibandingkan dengan ekstrak yang lainnya. Kandungan senyawa kimia
yang terdapat pada ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak
difragmentasi terpilih dapat dilihat pada Tabel berikut.
Hasil uji fitokimia (Tabel diatas) menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat
Sarcophyton sp. yang difragmentasi memiliki kandungan senyawa steroid/triterpenoid
dan flavonoid, sedangkan ektrak etil asetat Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi
memiliki kandungan alkaloid, steroid/triterpenoid, dan flavonoid. Senyawa-senyawa
tersebut dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan obat. Alkaloid memiliki
kemampuan sebagai antibakteri serta efek farmakologi sebagai analgesik dan anaestetik.
Mekanisme penghambatan bakteri oleh senyawa ini diduga dengan cara mengganggu
komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel tidak
11
terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson 1995).
Steroid/triterpenoid merupakan golongan senyawa triterpenoid. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Badria et al. (1998) dan Swant et al. (2006) menunjukkan bahwa karang
lunak Sarcophyton sp. banyak mengandung senyawa bioakif steroid dan terpenoid.
Senyawa kimia aktif tersebut menunjukkan aktivitas antibakteri, antifungi, antitumor,
neurotoksik, dan anti-inflamantori yang bermanfaat bagi industri farmasi. Menurut
Cowan (1999), mekanisme penghambatan bakteri oleh senyawa steroid/trierpenoid
diduga dengan cara merusak membran sel bakteri. Steroid dapat meningkatkan
permeabilitas membran sel sehingga akan terjadi kebocoran sel yang diikuti dengan
keluarnya materi intraseluler (Vickery dan Vickery 1981).Senyawa aktif lain yang
mendukung ekstrak etil asetat memiliki potensi sebagai antibakteri adalah senyawa
flavonoid. Flavonoid berfungsi sebagai antimikroba dan antioksidan (Robinson 1995).
Flavonoid merupakan golongan yang penting karena memiliki spektrum aktivitas
antimikroba yang luas dan dapat mengurangi kekebalan pada organisme sasaran (Naidu
2002). Sifat antibakteri senyawa flavonoid adalah dapat menyebabkan terjadinya
denaturasi protein di dalam sel. Adanya flavonoid dalam lingkungan sel bakteri
menyebabkan gugus OH pada flavonoid berikatan dengan protein internal membran sel.
Hal ini menyebabkan terbendungnya transfor aktif Na+ - K+. Transfor aktif yang berhenti
menyebabkan pemasukan ion Na+yang tidak terkendali pada sel. Hal ini menyebabkan
pecahnya membran sel, sehingga bakteri mati atau lisis (Scheuer 1994). Berdasarkan uji
fitokimia secara kualitatif (Tabel diatas) diketahui bahwa kandungan senyawa bioaktif
yang terdapat pada ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. yang difragmentasi lebih rendah
dibandingkan dengan ekstrak etil asetat Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi.
Perbedaan kandungan senyawa bioaktif tersebut diduga disebabkan oleh pengaruh
fragmentasi dan perbedaan kondisi lingkungan sehingga mempengaruhi produksi
senyawa bioaktif karang lunak tersebut. Dugaan tersebur berdasarkan hasil laporan Coll
dan Sammarco (1983); Sammarco dan Coll (1988) diacu dalam Fleury et al. (2004)
menyatakan bahwa senyawa metabolit sekunder memiliki peranan penting dalam
adaptasi tingkah laku yang beraneka ragam serta interaksi ekologinya dengan sejumlah
organisme laut lainnya. Karang lunak Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi hidup
secara alami dan tersebar luas di kedalaman 6-7 m. Karang lunak tersebut hidup
berdampingan dengan karang lunak atau organisme lain yang ada pada ekosistem
12
terumbu karang. Keberadaan jumlah individu maupun spesies yang lebih tinggi di
kedalaman 6-7 m mengindikasikan terjadinya kompetisi ruang dan makanan dengan
tingkat yang lebih tinggi jika dibandingkan pada kedalaman 12 m. Hal ini memicu karang
lunak Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi untuk memproduksi metabolit sekunder
yang berperan sebagai allelopatic agent. Dugaan ini berdasarkan laporan Sammarco et al.
(1983) yang menyatakan bahwa allelopatik adalah sifat penghambat secara langsung
terhadap suatu jenis oleh jenis lainnya dengan menggunakan zat-zat kimia beracun atau
berbisa. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Fleury et al. (2000) yang diketahui
bahwa produksi senyawa bioaktif sarcophytoxide dari karang lunak Sarcophyton
ehrenbergi semakin meningkat ketika didekatkan dengan karang Pacillopora darmicornis.
Fleury et al. (2004) melaporkan bahwa karang lunak Sarcophyton ehrenbergi yang
ditransplantasi dan dipindahkan pada lokasi tanpa ada kompetitor mengalami penurunan
produksi senyawa sarcophytoxide secara signifikan.
Karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi berasal dari kedalaman yang lebih
dalam (12 m) dibandingkan Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi. Kedalaman
perairan menyebabkan penurunan intensitas cahaya, perubahan kandungan nutrien
sehingga menyebabkan penurunan kandungan simbion zoonxanthellae pada karang lunak
tersebut. Penurunan jumlah zoonxanthellae diduga berdampak pada kandungan bioaktif
yang terdapat pada karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi.
13
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Definisi dari Sarcophyton sp. adalah karang lunak sub-kelas
Alcyonaria yang memiliki tangkai dan ukuran koloni yang besar.
Transplantasi karang merupakan upaya memperbanyak koloni karang
dengan metode fragmentasi dan koloni tersebut diambil dari induk
koloni tertentu di alam.
Kandungan senyawa bioaktif yang terdapat pada karang lunak
Sarcophyton sp. yaitu alkaloid, steroid, dan flavonoid.
Ekstraksi dibedakan menjadi tiga cara menurut pengoprasiannya, yaitu
(1) ekstraksi dengan penekanan yang sering disebut penekanan
mekanik, (2) ekstraksi dengan menggunakan pelarut (solvent
extraction), dan (3) ekstraksi dengan pemanasan (rendering).
Karakterisasi dan Senyawa fitokimia (di dapat dari hasil skripsi
Safrina Dyah Hardiningtyas dengan judul Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Karang Lunak Sarcophyton sp. Yang Difragmentasi Dan
Tidak Difragmentasi Diperairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu
dari IPB). Karakterisasi : Sarcophyton sp. termasuk kedalam famili
Alcyoniidae. Karang lunak ini dapat ditemukan dari rataan terumbu
karang sampai ke kedalaman 15 m dengan konsentrasi pada
kedalaman 3-10 m. Karang lunak ini memiliki polip dimorfik, koloni
yang berukuran besar, mempunyai tangkai berwarna putih atau
senanda dengan kapitalium. Kapitalium genus Sarcophyton berbentuk
melebar seperti jamur atau bundar dengan tepi berlekuk atau melipat,
permukaan halus seperti beludru. Warna koloni genus ini adalah krem,
coklat, kuning, atau hijau (Fabricus dan Philip 2001). Kondisi
lingkungan fisik habitat atau lokasi pengkoleksian karang lunak
Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi senyawa
metabolit sekunder. Untuk senyawa fitokimia yang di dapat yaitu ;
Sarcophyton sp. yang difragmentasi memiliki kandungan senyawa
14
steroid/triterpenoid dan flavonoid, sedangkan ektrak etil asetat
Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi memiliki kandungan
alkaloid, steroid/triterpenoid, dan flavonoid.
15
DAFTAR PUSTAKA
Akhila JS, Shyamjith, Deepa, Alwar MC. 2007. Acute toxicity studies and determination
of median lethal dose. Science 93(7): 917-920.
Anderson JE, Mc.Laughlin JL. 1991. A blind comparison of simple bench top bioassay
and human tumour cell cytotoxicities as antitumour pre-screens. Phytochemical
Anal 2:107-111.
Arbuthnott JP. 1995. Staphylococcus. Di dalam: Greenwood D, Slack RCB, Peutherer JF,
editor. Medical Microbiology. Ed ke-4. Hongkong : ELBS.
Badria FA, Guirguis AN, Perovic S, Steffen R, Muller WEG, Schroder HC. 1998.
Sarcophytolide: a new neuroprotective compound from soft coral Sarcophyton
glaucum. Toxicology 131(3):133-143.
David WW, Strout TR. 1971. Disc plate method of microbiological antibiotic assay. J.
Microbiology 22(4):666-670.
Djarijah AS. 2006. Pakan Ikan Alami. Yogyakarta: Kanisius.Elyakov GB, Stonik VA.
2003. Marine bioorganic chemistry as the base of marine biotechnology. Chem Bull
52(1):1-19.
16