By:
Apt. Fajrian Aulia Putra, S. Farm, M.Farm
Dalam bahasa Inggris, minyak atsiri disebut essential oil, karena menghasilkan aroma (essence).
Selain itu disebut juga sebagai minyak eteris (aetheric oil) karena bersifat seperti eter sehingga
sangat larut pada pelarut eter. Meskipun ada beberapa binatang yang dapat menghasilkan bau,
seperti musang atau beberapa serangga
Beberapa ciri khusus minyak atsiri antara lain
Seperti senyawa organik lainnya, minyak atsiri juga merupakan senyawa hidrokarbon yang termasuk
dalam golongan terpene (pada umunya berasal dari golongan monoterpene dan sesquiterpene
hidrokarbon), alkohol (monoterpene alkohol dan sesquiterpene alkohol), ester, aldehida, keton, fenol, dll
yang cenderung bersifat hidrofobik. Dengan demikian, minyak atsiri memiliki komponen penyusun yang
jauh berbeda dengan lipid (minyak/lemak) yang tersusun dari asam lemak. Sehingga minyak atsiri
memiliki kelebihan tidak tengik, tidak mengandung asam, tidak tersabunkan, serta tidak meninggalkan
noda.
Sumber Minyak Atsiri
Di Indonesia ada lebih dari 40 jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber
penghasil minyak atsiri. Beberapa contoh tanaman penghasil minyak atsiri berdasarkan
bagian tanaman yang menjadi sumber minyak atsiri antara lain:
Pemanfaatan Minyak Atsiri
Dalam pemanfaatannya, minyak atsiri
dapat digunakan sebagai bahan pewangi
(fragrance) dan fiksatif (pengikat),
penyedap (flavoring), antiseptic internal,
bahan analgesik, bahan sedatif, serta
juga sebagai stimulan. Gambar
disamping memperlihatkan beberapa
contoh minyak atsiri yang populer
beserta manfaatnya.
Senyawa murni/tunggal dari proses pemisahan biasanya digunakan sebagai bahan dasar untuk diproses menjadi
produk yang lebih bernilai tambah tinggi.
Produk Farmasetik (Pharmaceuticals)
Produk farmasetik di sini adalah produk-produk yang berfungsi sebagai obat, baik
sebagai bahan baku atau senyawa aktif obat, atau bentuk ekstrak yang berkhasiat
sebagai obat. Dapat dikatakan sebagai obat jika telah memiliki izin produksi dan
peredaran sebagai obat di mana telah lulus beberapa uji sebagai produk obat oleh
lembaga yang berwenang (di Indonesia adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan -
BPOM).
beberapa contoh bahan alam dari tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai produk kosmetik dan perawatan
pribadi.
Produk Nutrasetik (Nutraceuticals)
Produk nutrasetik (nutraceuticals) secara fungsi dan karakteristiknya dapat diposisikan menjadi produk transisi
antara produk pangan umum (food) dengan produk obat-obatan/farmasetik (pharmaceutical).
Produk nutrasetik dapat diartikan sebagai produk yang mengandung komponen-komponen yang tidak terkandung
atau terkandung tapi dalam jumlah minim pada produk pangan umum, seperti komponen metabolit sekunder,
vitamin, mineral, ataupun asam amino tertentu, yang memberikan efek kesehatan tertentu tetapi tidak ditujukan
sebagai obat untuk penyembuhan suatu penyakit. Sementara itu produk pangan (food) merupakan produk yang
memiliki kandungan nutrisi pokok (karbohidrat, lemak, protein, vitamin atau mineral) yang dibutuhkan dalam
metabolisme tubuh untuk pertumbuhan normal.
gambaran tentang
perbedaan mendasar antara produk
nutrasetik dengan produk farmasetik.
Beberapa kelompok produk yang termasuk dalam nutrasetik antara lain:
1. suplemen (dietary supplements),
2. pangan fungsional (functional foods),
3. Makanan obat (medical foods),
4. farmasetikal (farmaceuticals),
5. produk Jamu, karena jamu tidak dapat dikategorikan sebagai
produk obat (drugs).
Produk Herbal di Indonesia
Badan POM mengelompokkan produk-produk bahan alam di Indonesia menjadi tiga kelompok yaitu jamu,
obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Pengelompokan ini sebenarnya didasarkan pada metode pembuatan,
klaim pengguna, serta tingkat pembuktian khasiat. Ketiga kelompok produk bahan alam tersebut dibedakan
berdasarkan logo/lambang yang menempel pada kemasan produk dengan logo seperti tertera pada Gambar
3.3 di bawah ini.
Jamu
Jamu merupakan bahan obat alam yang sediaannya masih berupa simplisia sederhana, seperti irisan
rimpang, daun, atau akar yang dikeringkan. Sementara itu khasiat dan keamanannya baru dibuktikan
secara empiris melalui penggunaan selama bertahun-tahun secara turun temurun. Sebuah ramuan
dapat dikategorikan sebagai jamu jika telah digunakan melewati tiga generasi, dalam artian jika tiap
generasi memiliki umur 60 tahun, maka jamu harus terbukti aman dikonsumsi tanpa memberikan
efek samping selama 180 tahun.
Sebagai salah satu contoh adalah rimpang temulawak yang digunakan untuk mengatasai
penyakit hepatitis selama ratusan tahun. Pembuktian khasiat tersebut baru sebatas
pengalaman. Selama belum ada penelitian ilmiah yang membuktikan khasiat rimpang
temulawak sebagai anti hepatitis, maka Curcuma xanthorriza masih tetaplah sebagai
jamu. Maka jika diolah, dikemas dan dipasarkan, maka produsen dilarang mengklaim
temulawak sebagai obat, tetapi hanya sebagai jamu. Produk jamu diberikan logo berupa
ranting daun berwarna hijau dalam sebuah lingkaran hijau. Contoh : beberapa produk
minyak kayu putih (Cap Lang dan Cap Gajah), Tablet Herbal Antangin JRG, Ekstrak Kulit
Manggis Garcia, Pil Binari, dll.
Obat Herbal Terstandar (OHT)
Jamu dapat dinaikkan kelasnya menjadi obat herbal terstandar (OHT) dengan syarat bentuk sediaanya adalah
berupa ekstrak serta dengan bahan dan proses pembuatan yang terstandar. Selain itu untuk dapat dikategorikan
sebagai OHT, harus melewati uji praklinis seperti uji toksisitas (keamanan), kisaran dosis, farmakodinamik
(kemanfaatan), dan teratogenic (keamanan terhadap janin). Uji praklinis ini meliputi uji secara in-vitro
maupun in-vivo, dengan uji in-vivo dilakukan terhadap hewan uji seperti pada mencit, tikus, kelinci, atau tingkat
yang lebih tinggi. Sedangkan uji invitro dilakukan pada sebagian organ yang terisolasi, kultur sel, ataupun mikroba.
Riset in-vitro bersifat parsial, dalam arti baru diuji pada Sebagian organ atau pada cawan petri, sehingga efek
keseluruhan terhadap tubuh belum dapat diamati
Walaupun telah diuji secara praklinis, OHT belum dapat diklaim sebagai obat, namun konsumen dapat
mengkonsumsinya pada dosis yang tepat karena telah terjamin keamanan dan khasiatnya. Produk OHT memiliki
logo berupa jari-jari daun berjumlah tiga dalam sebuah lingkarang warna hijau (Gambar 3.5). Saat ini telah banyak
beredar di pasaran produk OHT, seperti Diapet, Mastin, Tolak Angin, Kiranti, Lelap, dll.
Obat Fitofarmaka
Fitofarmaka merupakan kategori dan status tertinggi dari produk bahan alam. OHT dapat dinaikkan
statusnya menjadi fitofarmaka setelah melalui uji klinis pada manusia. Dosis dari hewan uji dikonversi
ke dosis aman bagi manusia. Dari uji klinis inilah didapatkan kesamaan efek antara hewan coba
dengan pada manusia. Sebuah produk yang belum teruji secara klinis bisa saja ampuh ketika diuji
pada hewan coba, tetapi tidak ampuh ketika diujicobakan pada manusia. Uji klinis dapat terdiri dari
atas single center yang dilakukan di laboratorium penelitian dan multi center di berbagai lokasi agar
lebih objektif.
Setelah lolos uji fitofarmaka, maka produsen dapat mengklaim produknya sebagai sebuah obat, dengan klaim
yang tidak boleh menyimpang dari materi uji klinis sebelumnya. Sebagai contoh, ketika diuji sebagai materi anti
hipertensi maka tidak boleh mengklaim sebagai anti hipertensi dan anti kanker. Logo obat fitofarmaka yang
menempel pada kemasan berupa bentuk kristal salju warna yang berada dalam sebuah lingkaran warna hijau
Terima kasih