Anda di halaman 1dari 19

2.

RAGAM PRODUK BAHAN


ALAM

2.1. Deskripsi Singkat

Setelah memahami tentang bahan alam dan kelompok-kelompok senyawa


metabolit sekunder, maka selanjutnya di bab 3 ini disajikan ragam produk
pemanfaatan dari bahan alam. Ragam produk pemanfaatan bahan alam ini
meliputi produk minyak atsiri, produk farmasetik, produk nutrasetik, produk
kosmetik, serta golongan produk bahan alam berdasarkan klasifikasi dari BPOM
yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka di mana penggolongannya
didasarkan pada cara pembuatan, klaim penggunaan, dan pembuktian khasiat.

2.2. Relevansi

Pengetahuan mengenai ragam produk bahan alam ini penting disajikan


dalam rangka memahami berbagai macam pemanfaatan bahan alam sebagai
produk-produk yang berguna bagi manusia serta tingginya nilai tambah yang
dapat diperoleh. Dengan mengetahui hal ini maka mahasiswa dapat memahami
tentang pentingnya mengelola bahan alam ini menjadi produk-produk yang
bermanfaat dan bernilai tinggi (high added value).
2.3. Kompetensi

Setelah menyelesaikan bab ini, maka mahasiswa akan memiliki


pengetahuan tentang pemanfaatan berbagai macam bahan alam untuk berbagai
keperluan seperti berbagai produk minyak atsiri, produk farmasetik, produk
nutrasetik, produk kosmetik, jamu, obat herbal, dan fitofarmaka. Selain itu
mahasiswa juga akan memahami prinsip perbedaan dari masing-masing golongan
produk tersebut.

2.4. Pengantar

Berbagai macam produk untuk menjawab kebutuhan manusia telah


dihasilkan dari berbagai bahan alam yang telah disediakan oleh Tuhan. Produk-
produk tersebut berbeda dari tingkat teknologi pengolahannya maupun tujuan
penggunaannya. Dalam bab ini disajikan penjelasan tujuh kelompok produk, yaitu
minyak atsiri, farmasetika, nutrasetika, kosmetika, jamu, obat herbal terstandar,
obat fitofarmaka, dan produk lainnya.

2.5. Minyak Atsiri (Essential Oils)

3.5.1. Pengertian dan Karakteristik Minyak Atsiri

Minyak atsiri merupakan senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan


oleh tumbuhan yang memiliki ciri berupa cairan kental yang mudah
menguap pada suhu ruang dan memberikan aroma (essence). Karena ciri-
cirinya tersebut, minyak atsiri sering disebut sebagai minyak terbang
(volatile oil) karena mudah menguap/volatil. Dalam bahasa Inggris, minyak
atsiri disebut essential oil, karena menghasilkan aroma (essence). Selain itu
disebut juga sebagai minyak eteris (aetheric oil) karena bersifat seperti eter
sehingga sangat larut pada pelarut eter. Meskipun ada beberapa binatang
yang dapat menghasilkan bau, seperti musang atau beberapa serangga,
tetapi senyawa-senyawa yang dihasilkan tersebut tidak dikategorikan
sebagai minyak atsiri. Beberapa ciri khusus minyak atsiri antara lain:

1. Memiliki bau yang khas/spesifik untuk masing-masing minyak atsiri.


2. Tidak larut dalam air, tetapi mudah terlarut pada pelarut organik
seperti eter, metanol, ethanol, dan kloroform.
3. Sebagian komponen penyusunnya sangat mudah menguap.
4. Minyak atsiri dengan kandungan fenol dapat membentuk garam.
5. Minyak atsiri juga dapat membentuk kristal pada kondisi lingkungan
tertentu.

Semua jenis minyak atsiri tidak tersusun atas sebuah senyawa tunggal,
tetapi merupakan campuran dari beberapa senyawa volatil dengan titik uap
rendah. Senyawa-senyawa penyusun minyak atsiri biasanya memiliki efek
yang mampu mempengaruhi saraf pusat manusia sehingga dapat
menciptakan efek psikologis atau perasaan tertentu.

Seperti senyawa organik lainnya, minyak atsiri juga merupakan


senyawa hidrokarbon yang termasuk dalam golongan terpene (pada
umunya berasal dari golongan monoterpene dan sesquiterpene
hidrokarbon), alkohol (monoterpene alkohol dan sesquiterpene alkohol),
ester, aldehida, keton, fenol, dll yang cenderung bersifat hidrofobik. Dengan
demikian, minyak atsiri memiliki komponen penyusun yang jauh berbeda
dengan lipid (minyak/lemak) yang tersusun dari asam lemak. Sehingga
minyak atsiri memiliki kelebihan tidak tengik, tidak mengandung asam, tidak
tersabunkan, serta tidak meninggalkan noda.

3.5.2. Sumber Minyak Atsiri

Minyak atsiri dapat ditemukan pada berbagai bagian tumbuhan baik


pada daun, bunga, buah, biji, batang atau kulit batang, akar, ataupun
rimpang. Minyak atsiri tersimpan pada berbagai jaringan tumbuhan, seperti
pada rambut kelenjar (terjadi pada famili Labiatae), di dalam sel-sel
parenkim (pada famili Piperaceae), di dalam rongga-rongga skizogen dan
lisigen, seperti pada famili Pinaceae dan Rutaceae. Minyak atsiri dapat
terbentuk secara langsung oleh protoplasma akibat adanya peruraian
lapisan resin oleh dinding sel.
Di Indonesia ada lebih dari 40 jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan
sebagai sumber penghasil minyak atsiri. Beberapa contoh tanaman
penghasil minyak atsiri berdasarkan bagian tanaman yang menjadi sumber
minyak atsiri antara lain:

1. Daun : nilam, cengkeh, sereh wangi, jeruk purut, salam, kayu putih,
mentha, gandapura, kemangi, kemuning, kenikir, seledri dll.
2. Bunga : cengkeh, kenanga, sedap malam, melati, srigading, angsana,
cempaka kuning, srikanta, dll.
3. Buah : jeruk, adas, jintan, ketumbar, kemukus, dll.
4. Biji : pala, lada, kasturi, kapulaga, seledri, kosambi, dll.
5. Batang/kulit batang : kayu manis, cendana, akasia, sintok, lawang.
6. Akar : akar wangi, kemuning
7. Rimpang: jahe, kunyit, kencur, lengkuas, temulawak, temu hitam,
lempuyang, temu putri, jeringau, bangel, baboan, dll.

Konsentrasi atau kandungan minyak atsiri pada satu jenis bahan


tanaman dapat sangat beragam (tidak seragam), di mana sangat
dipengaruhi oleh kondisi tanah (kadar garam, mineral, pH, kandungan unsur
pertumbuhan, dll), kondisi air dan kelembaban udara, serta intensitas
paparan sinar matahari. Pada umumnya tumbuhan akan menghasilkan
minyak atsiri secara maksimal pada kondisi lingkungan yang kritis, seperti
persediaan nutrisi yang rendah, kesulitan mendapatkan asupan air, atau
struktur tanah berkapur (pH tinggi). Kondisi seperti ini merangsang
tumbuhan untuk memproduksi senyawa-senyawa toksik yang penting untuk
mempertahankan diri dari lingkungan luar yang semakin mengancam,
seperti serangan serangga atau parasit, karena kondisi tumbuhan yang
sedang tidak ideal untuk menjaga kekebalan. Selain berfungsi sebagai
pengusir serangga (insect repellant) untuk melindungi buah atau bagian
tumbuhan lainnya, minyak atsiri juga memiliki peranan penting sebagai
penarik serangga untuk membantu penyerbukan (insect attractant).

3.5.3. Pemanfaatan Minyak Atsiri

(http://northwestpharmacy.com/)

Gambar 3.1. Beberapa pemanfaatan minyak atsiri sebagai produk


kesehatan.

Dalam pemanfaatannya, minyak atsiri dapat digunakan sebagai bahan


pewangi (fragrance) dan fiksatif (pengikat), penyedap (flavoring), antiseptik
internal, bahan analgesik, bahan sedatif, serta juga sebagai stimulan.
Gambar 3.1 di atas memperlihatkan beberapa contoh minyak atsiri yang
populer beserta manfaatnya.
Dalam proses pemurnian dan pengolahannya, minyak atsiri dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu minyak atsiri yang komponen penyusunnya
sulit untuk dipisahkan, seperti minyak nilam dan minyak akar wangi.
Kelompok kedua adalah minyak atsiri yang komponen-komponen
penyusunnya relatif mudah untuk dipisahkan/diisolasi senyawa murninya,
seperti minyak sereh wangi, minyak daun cengkeh, dan minyak terpentin.
Senyawa murni/tunggal dari proses pemisahan biasanya digunakan sebagai
bahan dasar untuk diproses menjadi produk yang lebih bernilai tambah
tinggi.

2.6. Produk Farmasetik (Pharmaceuticals)

Maksud produk farmasetik di sini adalah produk-produk yang berfungsi


sebagai obat, baik sebagai bahan baku atau senyawa aktif obat, atau bentuk
ekstrak yang berkhasiat sebagai obat. Dapat dikatakan sebagai obat jika telah
memiliki izin produksi dan peredaran sebagai obat di mana telah lulus beberapa
uji sebagai produk obat oleh lembaga yang berwenang (di Indonesia adalah Badan
Pengawas Obat dan Makanan - BPOM). Definisi obat sendiri adalah suatu zat atau
kombinasi dari beberapa zat yang memiliki kemampuan untuk mencegah atau
menyembuhkan suatu penyakit melalui suatu mekanisme dengan mempengaruhi
fungsi dari suatu sistem kerja tubuh.

Penelitian di bidang bahan alam terus berlanjut dan berkembang untuk


menemukan senyawa-senyawa aktif untuk dijadikan sebagai lead structure yang
nantinya akan menjadi template atau senyawa model untuk disintesis dan
dikembangkan menjadi sebuah obat baru. Bahan alam akan terus berkembang
dan menjadi sumber penemuan obat-obat baru. Tabel 3.1 di bawah ini
memberikan contoh-contoh senyawa aktif beserta sumber tanamannya dan
pemanfaatannya sebagai obat atau bahan obat.
Tabel 3.1. Sejumlah senyawa aktif metabolit sekunder beserta sumber tanaman
dan efek farmakologisnya

Senyawa aktif Efek farmakologi Sumber tanaman


Acetyldigoxin Cardiotonic Digitalis Lanata Ehrh.
Adoniside Cardiotonic Adonis vernalisn L.
Aescin Anti-imflammatory Aesculus hippocastamum L.
Aesculetin Antidysentery Fraximus rhynchophylla Hance
Agrimophol Anthelmintic Agrimonia eupatoria L.
Ajmalicine Circulatory disorders Rauvolfia serpentine (L.) Benth ex. Kurz
Allyl isothiocyanate Rubefacient Brassia nigra (L.) Koch
Andrographolide Bacillary dysentery Andrographis paniculata Ness
Anisodamine Anticholinergic Anisodus tanguticus (Maxim.) Pascher
Anisodine Anticholinergic Anisodus tanguticus (Maxim.) Pascher
Arecoline Antheimintic Areca catechu L.
Asiaticoside Vulnerary Centella asiatica (L.) Urban
Atropine Anticholinergic Atropa belladonna L.
Berberine Bacillary dysentery Berberis vulgaris L.
Bromelain proteolytic agent Ananas comusus (L.) Merrill
Caffeine CNS stimulant Camellia sinensis (L.) Kuntze
(+)-Catechin Haemostatic Potentilla fragarodies L.
Chymopapain Proteolytic; mucolytic Carica papaya L.
Cocaine Local anaesthetic Erythroxylum coca Lamk.
Codeine Analgesic; Antitussive Papaver somniferum L.
Colchicine Antitumor agent Colchicum autumnale L.
Convallotoxin Cardiotonic Convallaria majalis L.
Curcumin Choleretic Curcuma longa L.
Cynarin Choleretic Cynara scolymus L.
Danthron Laxative Cassia spp.
Deserpidine Antihypertensive Rauvolfia canescens L.
Deslanoside Cardiotonic Digitalis lanata Ehrh.
Digitalin Cardiotonic Digitalis purpurea L.
Digitoxin Cardiotonic Digitalis purpurea L.
Digoxin Cardiotonic Digitalis lanata Ehrh.
Ephedrine sympathomimitetic Ephedra sinica Stapf.
Etoposide Antitumour agent Podophyllum peltatum L.
Gitalin Cardiotonic Digitalis purpurea L.
Glaucaroubin Amoebicide Simarouba glauca DC
Glycyrrhizin Sweetener Glycyrrhiza glabra L.
Gossypol Male contraceptive Gossypium spp.
Hemsleyadin Bacillary dysentery Helmsleya amabilis Diels
Hydrastine Hemostatic; astringent Hydrastis Canadensis L.
Hyoscamine anticholinergic Hyoscamus niger L.
Kainic acid Ascaricide Digenea simplex (Wulf.) Agardh
Kawain Tranquilizer Piper methysicum Forst. f.
Khellin Bronchodilator Ammi visnaga (L.) Lamk.
Lanatosides A, B, C Cardiotonic Digitalis lanata Ehrh.
Lobeline respiratory stimulant Lobelia inflate L.
Monocrotaline Antitumor agent Crotolaria sessiliflora L.
Morphine Analgesic Papaver somniferum L.
Neoandrographolide Bacillary dysentery Andrographis paniculata Ness
Noscapine Antitussive Papaver somniferum L.
Ouabain Cardiotonic Strophanthus gratus Baill.
Papain Proteolytic; mucolytic Carica papaya L.
Papaverine Sympatholytic Papaver somniferum L.
Phyllodulcin Sweetener Hydrangea macrophylla (Thunb.) DC
Physostigmine Cholinesterase inhibitor Physostigma venenosum Balf.
Picrotoxin Analeptic Anamirta cocculus (L.) W. & A.
Pilocarpine Parasympathomimetic Pilocarpus jaborandi Holmes
Protoveratrines A&B Antihypertensive Veratrum album L.
Pseudoephedrine Sympathomimetic Ephedra sinica Stapf.
Quisqualic acid Anthelmintic Quisqualis indica L.
Quinine Antimalaric Cinchona ledgeriana Moens ex. Trimen
Rhomitoxine Antihypertensive Rhododendron molle G. Don
Rorifone Antitussive Rorippa indica (L.) Hochr.
Rotenone Piscicide Lonchocarpus nicou (Aubl.) DC.
Rotundine Analgesic; sedative Stephania sinica Diels.
Salicin Analgesic Salix alba L.
Santonin Ascaricide Artemisia maritime L.
Scillarin A Cardiotonic Urginea maritime (L.) Baker
Scopolamine Sedative Datura metel L.
Sennosides A&B Laxative Cassia spp.
Silymarin antihepatotoxic Silybum marianum (L.) Gaertn.
Stevioside Sweetener Stevia rebaudiana Bertoni
Strychnine CNS stimulant Strycnos nux-vomica L.
Teniposide Antitumor agent Podophyllum peltatum L.
Theobromine Diuretic; bronchodilator Theobroma cacao L.
Theophylline Diuretic; bronchodilator Camellia sinensis (L.) Kuntze
Trichosanthin Abortifacient Thymus vulgaris L.
Tubocuarine Skeletal muscle relaxant Chondodendron tomentosum R. & P.
Valepotriates Sedative Valeriana officinalis L.
Vincamine Cerebral stimulant Vinca minor L.
Xanthotoxin Leukoderma, vitiligo Ammi majus L.
Sumber: Lahlou, 2013.
2.7. Produk Kosmetik (Cosmetics)

Produk kosmetik adalah produk utilitas atau pendukung yang ditujukan


untuk menjaga, merawat, atau meningkatkan penampilan dari wajah dan bagian
tubuh lain, seperti mulut, kuku tangan, mata, rambut, dsb. Bentuk-bentuk sediaan
produk kosmetik antara lain dalam bentuk krim, bedak, lotion, pelembab, shampo,
minyak rambut, conditioner, cat kuku, dll. Paparan dari berbagai sumber polusi
seperti bahan kimia beracun, mikroorganisme, logam, debu, serta sinar UV
menjadi penyebab utama kerusakan kulit. Produk-produk kosmetik berbasis
bahan alami saat ini sedang menjadi tren sebagai produk yang dinilai lebih aman.
Industri-industri kosmetik dan perawatan tubuh saat ini mulai berkonsentrasi
dalam mengembangkan produk-produk alami, seiring dengan meningkatnya tren
penggunaan produk-produk alami.

Kosmetik sendiri tidak mampu merawat atau memperbaiki kondisi kulit atau
bagian tubuh lainnya. Kosmetik memerlukan bahan aktif lain yang mampu
menjaga dan memperbaiki kulit. Ada dua mekanisme dari bahan alam sebagai
bahan aktif dalam sebuah produk kosmetik, yaitu sebagai zat yang mampu
menjaga kulit atau bagian lainnya dari pengaruh luar, seperti paparan UV, logam,
dan lainnya. Yang kedua adalah dengan mempengaruhi atau merangsang fungsi-
fungsi biologis dari sel dan jaringan serta menyediakan nutrisi yang cukup bagi sel
atau jaringan tersebut. Bentuk-bentuk bahan alam dalam produk kosmetik antara
lain dalam bentuk vitamin, senyawa antioksidan, minyak atsiri atau, hidrokoloid,
terpenoid, dll. Pada Tabel 3.2 dan Tabel 3.3 disajikan beberapa contoh bahan
alam dari tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai produk kosmetik dan perawatan
pribadi.
Tabel 3.2. Contoh bahan alam yang dimanfaatkan sebagai produk perawatan kulit
(Kapoor, 2005).

Spesies Tanaman Ekstrak Penggunaan


Allium Sativum Linn. (bawang) minyak atsiri lotion kulit, krim
Aloe vera Linn. (lidah buaya) daun pelembab, lotion, krim
Carica papaya Linn. (pepaya) getah pelembut kulit
Citrus limon Linn. (lemon) minyak atsiri vitamin kulit
Cucumis sativus Linn. (mentimun) buah anti UV
Curcuma longa Linn. (kunyit) rimpang krim wajah
Lavandula vera DC. (lavender) minyak atsiri krim kulit, anti jerawat
Mangifera indica Linn. (mangga) buah antioksidan
Matricaria chamomilla Linn. (chamomile) daun krim kulit, anti jerawat
Momordica charantia Linn. (pare) buah antioksidan
Phyllanthus emblica Linn. (belimbing usu) buah antioksidan
Zea Mays Linn. (jagung) rambut peremajaan kulit

Tabel 3.3. Contoh bahan alam yang dimanfaatkan sebagai produk perawatan
rambut (Kapoor, 2005).

Spesies tanaman Ekstrak Penggunaan


Apium graveolens Linn. (seledri) daun penguat rambut
Aloe vera Linn. (lidah buaya) daun sampo, penguat rambut
Brassica spp. (kubis-kubisan) Biji vitamin rambut
Calendula officinalis Linn. (kalendula) bunga krim rambut, pelembut
Carthamus tinctorius Linn. (safflower) bunga penguat rambut
Cantella asiatica Linn. (pegagan) daun perawatan rambut
Cocos nucifera Linn. (kelapa) minyak pelembut rambut
Eclipta alba Linn. (urang aring) daun penghitam rambut
Lawsonia intermis Linn. daun pewarna rambut
Phyllanthus emblica Linn. (belimbing usu) buah penumbuh rambut
Salvia officinalis Linn. (daun sage) daun pelembab rambut
2.8. Produk Nutrasetik (Nutraceuticals)

Produk nutrasetik (nutraceuticals) secara fungsi dan karakteristiknya dapat


diposisikan menjadi produk transisi antara produk pangan umum (food) dengan
produk obat-obatan/farmasetik (pharmaceutical). Produk nutrasetik dapat
diartikan sebagai produk yang mengandung komponen-komponen yang tidak
terkandung atau terkandung tapi dalam jumlah minim pada produk pangan
umum, seperti komponen metabolit sekunder, vitamin, mineral, ataupun asam
amino tertentu, yang memberikan efek kesehatan tertentu tetapi tidak ditujukan
sebagai obat untuk penyembuhan suatu penyakit. Sementara itu produk pangan
(food) merupakan produk yang memiliki kandungan nutrisi pokok (karbohidrat,
lemak, protein, vitamin atau mineral) yang dibutuhkan dalam metabolisme tubuh
untuk pertumbuhan normal.

Sebuah produk yang dihasilkan dari proses ekstraksi atau isolasi komponen
dari tumbuhan yang memiliki efek perlindungan kesehatan yang kemudian
dikemas dalam bentuk kapsul, tablet, sirup atau serbuk juga dikategorikan sebagai
produk nutrasetik. Gambar 3.2 berikut ini memberikan gambaran tentang
perbedaan mendasar antara produk nutrasetik dengan produk farmasetik.

Gambar 3.2. Perbedaan produk farmasetik dan nutrasetik.


Produk nutrasetik memiliki fungsi memberikan efek fisiologi bagi tubuh,
seperti meningkatkan kesehatan, menjaga stamina, meningkatkan performa fisik
dan mental, serta untuk meningkatkan daya kekebalan tubuh atau mengurangi
resiko terkena penyakit. Walaupun demikian, produk ini masih dikategorikan ke
dalam produk pangan, sehingga produsen tidak perlu melakukan pengujian ketat
terkait dengan keamanan dalam dosis penggunaannya seperti pada produk-
produk obat. Tetapi beberapa negara di Eropa sangat ketat terhadap produsen
dalam distribusi produk nutrasetik ini. Hanya produk yang sudah teruji ketat yang
dapat dipasarkan tanpa harus menggunakan resep, tetapi dalam label produk
harus dicantumkan bahwa fungsi produk bukan untuk menyembuhkan atau
mengobati penyakit, tetapi hanya untuk menjaga kesehatan.

Beberapa kelompok produk yang termasuk dalam nutrasetik antara lain:


suplemen (dietary supplements), pangan fungsional (functional foods), makanan
obat (medical foods), farmasetikal (farmaceuticals), dan di Indonesia kita juga
mengenal adanya produk Jamu, karena jamu tidak dapat dikategorikan sebagai
produk obat (drugs).

2.9. Produk Herbal di Indonesia

Sebagai negara yang membentang luas di wilayah tropis, Indonesia menjadi


tempat tumbuh flora dan fauna yang sangat beragam, sehingga menjadi negara
yang dengan tingkat biodiversitas terkaya ke dua di dunia yang memiliki lebih dari
30.000 spesies tumbuhan. Dari jumlah itu tentu saja memiliki peluang yang besar
menjadi bahan baku produk-produk berkhasiat yang alami baik digunakan sebagai
bahan farmasetik, nutrasetik, maupun kosmetik. Tercatat ada sekitar 940 spesies
tumbuhan di Indonesia yang terdeteksi sebagai tumbuhan berkhasiat, di mana
baru 180 spesies yang telah dimanfaatkan sebagai bahan dalam industri jamu
tradisional.
Badan POM mengelompokkan produk-produk bahan alam di Indonesia
menjadi tiga kelompok yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.
Pengelompokan ini sebenarnya didasarkan pada metode pembuatan, klaim
pengguna, serta tingkat pembuktian khasiat. Ketiga kelompok produk bahan alam
tersebut dibedakan berdasarkan logo/lambang yang menempel pada kemasan
produk dengan logo seperti tertera pada Gambar 3.3 di bawah ini.

Gambar 3.3. Logo jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.

3.9.1. Jamu

Jamu merupakan bahan obat alam yang sediaannya masih berupa


simplisia sederhana, seperti irisan rimpang, daun, atau akar yang
dikeringkan. Sementara itu khasiat dan keamanannya baru dibuktikan
secara empiris melalui penggunaan selama bertahun-tahun secara turun
temurun. Sebuah ramuan dapat dikategorikan sebagai jamu jika telah
digunakan melewati tiga generasi, dalam artian jika tiap generasi memiliki
umur 60 tahun, maka jamu harus terbukti aman dikonsumsi tanpa
memberikan efek samping selama 180 tahun.
Gambar 3.4. Logo jamu.

Sebagai salah satu contoh adalah rimpang temulawak yang


digunakan untuk mengatasai penyakit hepatitis selama ratusan tahun.
Pembuktian khasiat tersebut baru sebatas pengalaman. Selama belum
ada penelitian ilmiah yang membuktikan khasiat rimpang temulawak
sebagai anti hepatitis, maka Curcuma xanthorriza masih tetaplah
sebagai jamu. Maka jika diolah, dikemas dan dipasarkan, maka
produsen dilarang mengklaim temulawak sebagai obat, tetapi hanya
sebagai jamu. Produk jamu diberikan logo berupa ranting daun
berwarna hijau dalam sebuah lingkaran hijau (Gambar 3.4). Saat ini di
pasaran banyak ditemukan produk jamu yang diproduksi oleh
perusahaan-perusahaan besar dengan standarisasi yang baik, seperti
beberapa produk minyak kayu putih (Cap Lang dan Cap Gajah), Tablet
Herbal Antangin JRG, Ekstrak Kulit Manggis Garcia, Pil Binari, dll.

3.9.2. Obat Herbal Terstandar (OHT)

Jamu dapat dinaikkan kelasnya menjadi obat herbal terstandar (OHT)


dengan syarat bentuk sediaanya adalah berupa ekstrak serta dengan bahan
dan proses pembuatan yang terstandar. Selain itu untuk dapat
dikategorikan sebagai OHT, harus melewati uji praklinis seperti uji toksisitas
(keamanan), kisaran dosis, farmakodinamik (kemanfaatan), dan teratogenik
(keamanan terhadap janin). Uji praklinis ini meliputi uji secara in-vitro
maupun in-vivo, dengan uji in-vivo dilakukan terhadap hewan uji seperti
pada mencit, tikus, kelinci, atau tingkat yang lebih tinggi. Sedangkan uji in-
vitro dilakukan pada sebagian organ yang terisolasi, kultur sel, ataupun
mikroba. Riset in-vitro bersifat parsial, dalam arti baru diuji pada sebagian
organ atau pada cawan petri, sehingga efek keseluruhan terhadap tubuh
belum dapat diamati.

Gambar 3.5. Logo obat herbal terstandar.

Walaupun telah diuji secara praklinis, OHT belum dapat diklaim


sebagai obat, namun konsumen dapat mengkonsumsinya pada dosis yang
tepat karena telah terjamin keamanan dan khasiatnya. Produk OHT memiliki
logo berupa jari-jari daun berjumlah tiga dalam sebuah lingkarang warna
hijau (Gambar 3.5). Saat ini telah banyak beredar di pasaran produk OHT,
seperti Diapet, Mastin, Tolak Angin, Kiranti, Lelap, dll.

3.9.3. Obat Fitofarmaka

Fitofarmaka merupakan kategori dan status tertinggi dari produk


bahan alam. OHT dapat dinaikkan statusnya menjadi fitofarmaka setelah
melalui uji klinis pada manusia. Dosis dari hewan uji dikonversi ke dosis
aman bagi manusia. Dari uji klinis inilah didapatkan kesamaan efek antara
hewan coba dengan pada manusia. Sebuah produk yang belum teruji secara
klinis bisa saja ampuh ketika diuji pada hewan coba, tetapi tidak ampuh
ketika diujicobakan pada manusia. Uji klinis dapat terdiri dari atas single
center yang dilakukan di laboratorium penelitian dan multi center di
berbagai lokasi agar lebih objektif.

Gambar 3.6. Logo obat fitofarmaka.

Setelah lolos uji fitofarmaka, maka produsen dapat mengklaim


produknya sebagai sebuah obat, dengan klaim yang tidak boleh
menyimpang dari materi uji klinis sebelumnya. Sebagai contoh, ketika diuji
sebagai materi anti hipertensi maka tidak boleh mengklaim sebagai anti
hipertensi dan anti kanker. Logo obat fitofarmaka yang menempel pada
kemasan berupa bentuk kristal salju warna yang berada dalam sebuah
lingkaran warna hijau seperti terlihat pada Gambar 3.6.

2.10. Rangkuman

1. Beberapa ragam produk pemanfaatan bahan alam meliputi produk


minyak atsiri, produk farmasetik, produk nutrasetik, produk kosmetik
dan perawatan, jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.
2. Minyak atsiri (essential oils) adalah kelompok senyawa metabolit
sekunder yang dihasilkan oleh tumbuhan yang memiliki ciri berupa
cairan kental mudah menguap pada suhu ruang yang memberikan efek
aromatik.
3. Produk farmasetik (pharmaceuticals) adalah produk-produk yang
berfungsi sebagai obat, baik sebagai bahan baku atau senyawa aktif
obat, atau bentuk ekstrak yang berkhasiat sebagai obat. Obat adalah
suatu zat atau kombinasi dari beberapa zat yang memiliki kemampuan
untuk mencegah atau menyembuhkan suatu penyakit melalui suatu
mekanisme dengan mempengaruhi fungsi dari suatu sistem kerja tubuh.
4. Produk kosmetik (cosmetics) adalah produk utilitas atau pendukung
yang ditujukan untuk menjaga, merawat, atau meningkatkan
penampilan dari wajah dan bagian tubuh lain, seperti mulut, kuku
tangan, mata, rambut, dsb.
5. Produk nutrasetik (nutraceuticals) secara fungsi dan karakteristiknya
dapat diposisikan menjadi produk transisi antara produk pangan umum
(food) dengan produk obat-obatan (pharmaceuticals).
6. Jamu adalah obat alam yang sediaannya masih berupa simplisia
sederhana, di mana khasiat dan keamanannya dibuktikan dari
pengalaman empiris melalui penggunaan secara turun temurun minimal
selama tiga generasi.
7. Obat herbal terstandar adalah produk pengembangan dari jamu yang
bentuk sediaannya sudah berupa ekstrak dengan bahan dan proses
pembuatan yang terstandar serta telah melewati uji praklinis seperti uji
toksisitas, kisaran dosis, farmakodinamik, dll.
8. Obat fitofarmaka adalah pengembangan dari obat herbal terstandar
yang telah melalui uji klinis pada manusia.
2.11. Latihan

1. Sebutkan contoh-contoh dari produk-produk berbasis bahan alam!


2. Jelaskan definisi minyak atsiri dan berikan karakteristiknya, serta
jelaskan letak perbedaannya dengan minyak/lemak!
3. Jelaskan mengenai produk nutrasetik serta jelaskan apa yang
membedakan produk nutrasetik dan produk farmasetik!
4. Jelaskan konsep perbedaan antara produk dengan status jamu, obat
herbal terstandar, dan obat fitofarmaka!
5. Jelaskan persyaratan mutlak yang harus dipenuhi untuk mendapatkan
status sebagai obat fitofarmaka untuk suatu bahan alam!

2.12. Bahan Bacaan yang Dianjurkan

Agusta, A., 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropis Indonesia. ITB, Bandung.
Baser, K.H. dan Buchbauer, G., 2010. Handbook of Essential Oils: Science,
Technology, and Applications. CRC Press, Florida.
Dias, D.A., Urban, S., dan Roessner, U., 2012. A Historical Overview of Natural
Products in Drug Discovery. Metabolites, 2: 303-336.
Gunawan, D. dan Mulyani, S., 2004. Ilmu Obat Alam. Penebar Swadaya, Jakarta.
Hariana, A., 2005. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 2. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Harris, R., 1987 Tanaman Minyak Atsiri. Penebar Swadaya, Jakarta.
Imanshahidi, M. dan Hosseinzadeh, H., 2008. Pharmacological and Therapeutic
Effects of Berberis vulgaris and Its Active Constituent, Berberine.
Phytotherapy Research, 22: 999-1012.
Kapoor, V.P., 2005. Herbal Cosmetics for Skin and Hair Care. Natural Product
Radiance, 4: 306-314.
Lahlou, M., 2013. The Success of Natural Products in Drug Discovery.
Pharmacology and Pharmacy, 4: 17-31.
Pandey, N., dkk., 2011. Medicinal Plants Derived Nutraceuticals: A Re-emerging
Health Aid. International Journal of Pharma and Bio Sciences. 4: 419-
441.

Anda mungkin juga menyukai