Anda di halaman 1dari 57

DOSEN PENGAMPU :

APT.FAJRIAN AULIA PUTRA.,M.FARM


RUTE PEMAKAIAN OBAT

Obat langsung ke dalam pembuluh


darah (sirkulasi sistemik). Contoh :
INTRAVASKULAR Pemberian intravena, intraarterial,
intrathecal, intracardial.

Obat harus melalui fase absorbsi agar


dapat mencapai sirkulasi sistemik.
Contoh : Pemberian peroral, per-rektal,
EKSTRAVASKULAR
subkutan, perinhalasi, bukal, sublingual,
intramuskular, intraperitoneal.
PLASMA CONCENTRATION
TIME PROFILE

concentration

Cmax
AUC

Tmax
IMPORTANT PHARMACOKINETIC
PARAMETERS

 AUC : area under the concentration-time curve 


measure of the extent of bioavailability
 Cmax : the observed maximum concentration of drug 
measure of both the rate of absorption and the extent of
bioavailability
 Tmax : the time after administration of drug at which Cmax
is observed  measure of the rate of absorption
BIOAVAILABILITAS

o Jumlah obat yang terabsorpsi dari bentuk sediaan


farmasetiknya disebut sebagai bioavailablitas produk
tersebut.
o Penentuan bioavailabilitas suatu produk sangat penting
untuk mengetahui jumlah serta kecepatan suatu obat
diabsorpsi. Hal ini akan menggambarkan besarnya
availabilitas sistemik dari suatu bentuk sediaan obat.
o Availabilitas sistemik suatu obat dicerminkan oleh
luasnya area di bawah kurva kadar obat (AUC).
BIOAVAILABILITAS

Bioavailabilitas (ketersediaan hayati) ialah


jumlah relatif (persentase) dari obat yang masuk
ke sirkulasi sistemik sesudah pemberian obat
dalam sediaan tertentu, serta kecepatan
peningkatan kadar obat dalam sirkulasi sistemik.
BIOAVAILABILITAS

 Bila pada absorpsi sempurna (F=1,0),


availabilitas sistemik dari dosis oral ialah 100
%, dimana luas AUC-nya sama dengan luas
AUC pada pemberian IV.
 Dalam hal ini obat secara sempurna, terserap
melalui saluran cerna, dan tidak mengalami
biotransformasi yang berarti pada saat ‘first
pass’ melalui hati.
WHICH FORMULATION HAS HIGHER
BIOAVAILABILITY ?
Ny A datang ke apotek
membeli obat panas
utk anaknya yg Sebagai calon
berusia 3 tahun
tenaga teknis
Tn B datang ke apotek, kefarmasian,
beliau ingin membeli
obat utk
bentuk
menghilangkan nyeri sediaan obat
di punggungnya
apakah yg
Ny D datang ke akan anda
apotek ingin
membeli obat pilek pilihkan
untuk anaknya yg
berusia 5 bulan
Bentuk formulasi obat yang ditujukan
Bentuk sediaan
untuk dapat mencapai tempat aksinya di
obat
dalam tubuh

Efek farmakologi obat berkaitan Efek toksik


dgn konsentrasi obat pada tempat
aksi (site of action)

Efek
terapeutik

Pemilihan bentuk sediaan obat


merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan pengobatan
TUJUAN BENTUK SEDIAAN OBAT PERLU DIKETAHUI

1.Keadaan klinik penderita berpengaruh dalam pemilihan


bentuk obat ( peroral, injeksi ,supp)
2.Bentuk obat mempengaruhi kecepatan kerja obat (peroral,
per injeksi, inhalasi, per anus, topikal)
3.Jenis obat yang sama , bentuk obat berbeda digunakan
untuk tujuan terapi yang berbeda:
- Metronidazol ( tablet, sirup, suppositoria, ovula,injeksi)
- Magnesium sulfat ( pulvers, injeksi )
- Anti Inflamasi Non Steroid ( tablet, injeksi, suppositoria )
4. Bentuk obat sama, efek terapi berbeda (sistemik,lokal )
5. Bentuk obat mempengaruhi “ kepatuhan” pasien dalam menggunakan obat :
• - Anak-anak : pulvers, sirup
• - Dewasa : tablet, kapsul
• - Lansia : sirup, kapsul, pulvers, tablet

6. Jenis obat yang sama pada penyakit yang sama; dapat diberikan bentuk obat
berbeda (Trikomoniasis-Candidiasis dg terapi metronidazol &
ketokonazol/nistattin )
7. Bentuk obat tergantung sifat fisiko kimia bahan obat
FAKTOR PENENTU PEMILIHAN BENTUK SEDIAAN OBAT

A. Faktor Bahan Obat


1. Sifat fisiko kimia bahan obat
- Higroskopis
- Tidak larut air
- Tidak tahan asam lambung
2. Hubungan struktur kimia dan aktivitas obat
3. Sifat farmakokinetik bahan obat
Menghindari first-pass effect pada hati
4. Kestabilan obat, misalnya vitamin c tidak stabil dalam larutan
B. Faktor Penderita
1. Umur penderita
2. Kecepatan dan lama kerja obat yang dikehendaki
3. Keadaan umum penderita
4. Bentuk terapeutik obat yg optimal dan efek samping yang minimal
5. Bentuk sediaan yg paling diterima pasien, misal rasa obat dan cara
penggunaannya
BENTUK SEDIAAN OBAT

EFEK SISTEMIK

KESEMBUHAN PASIEN
RUTE PEMBERIAN OBAT

Rute pemberian obat adalah cara atau jalur masuknya obat ke


dalam tubuh dengan efek tertentu yang dikehendaki.
Prinsip : pemberian obat dengan rute yang berbeda – beda
akan menghasilkan efek yang berbeda – beda pula dan
dapat mempengaruhi onset of action karena obat mengalami
farmakokinetik dan farmakodinamik yang berbeda.
RUTE PEMBERIAN OBAT

Rute pemberian obat berpengaruh pada:


1. cepat atau lambatnya obat mulai bekerja (onset of
action)
2. lamanya obat bekerja (duration of action)
3. intensitas kerja obat
4. respon farmakologik yang ingin dicapai
5. bioavailabilitas obat
6. dosis yang tepat untuk memberikan respon tertentu
RUTE PEMBERIAN
OBAT
Obat Dosis / Rute Dosis / Rute

Morphine 10 – 20 mg/oral 2.5 – 10


mg/parenteral

Isoprotenol 3 – 20 mg/oral 0.02 – 0.15


mg/IV

Propanolol 10 – 40 mg/oral 1 – 3 mg/IV


RUTE PEMBERIAN OBAT

Secara garis besar, rute pemberian obat terbagi 2, yakni:


I. Intravaskular
II. Ekstravaskular
INTRAVASKULAR
Obat yang diberikan langsung masuk ke dalam pembuluh
darah (vaskular).
Rute pemberian obat secara intravaskular, yakni:
1. Intravenus (I.V.)
2. Intraarterium (I.A.)
INTRAVENUS (I.V.)
I. PARENTERAL

• Tidak ada fase absorbsi,


obat langsung masuk ke
dalam vena (onset of
action)
• Obat bekerja paling
INTRAVEN efisien, b.a 100%
A • Obat harus berada dalam
larutan
• Berupa infus kontinu
untuk obat yang waktu
paruhnya (t1/2) pendek
IV
BOLUS
100

80
Concentration

Area under concentration curve


60 (AUC)

40

20

0
0 5 10 15 20 25 30
Time 15
EKSTRAVASKULAR
Obat yang diberikan tidak langsung masuk ke dalam
pembuluh darah (vaskular).
Dimana obat harus mengalami absorpsi terlebih dahulu,
kemudian baru masuk ke pembuluh darah.
EKSTRAVASKULAR
Rute pemberian obat secara ekstravaskular, yakni:
1. Oral
2. Selaput lendir (mukosa)
3. Transdermal
4. Intradermal
5. Subkutan
6. Intramuskulus
7. Intrakardial (i.k.d.)
8. Intratekal/intraspinal/intradural
9. Intratikulus
10. Subkonjungtiva
11. Intraperitoneal (i.p.)
12. Peridural (p.d.)
13. Intrasisternal (i.s.)
TRANSDERMAL

Transdermal Patch
Some drugs can be absorbed well into the body through the skin. A transdermal patch allows controlled release of small
amounts of a drug over a long period of time. Drugs applied in this way include heart medications for angina pectoris,
antinausea drugs for travel sickness, and hormone replacements. One of the more popular uses of drug patches is the
nicotine patch, used in stop-smoking programs as a way to gradually decrease the amount of nicotine needed by addicted
smokers.
INTRADERMAL (I.D.)
• Variasi dari obat suntik dengan tujuan
memberikan efek yag lama (berbulan-
bulan sampai tahunan)
• Sediaan steril, umumnya berupa silinder
kecil, panjang 8 mm dan diameter 3 mm
TABLE • Obat dibebaskan secara terkontrol
• Tablet diimplantasi/ditanam secara
T subkutan
• Obat dibebaskan dari matriks polimer,
IMPLA berdifusi dari permukaan masuk dalam
peredaran darah untuk selanjutnya
N dibawa ke organ atau reseptor
• Efek obat lama
• Kadar obat dalam plasma darah secara
berkelanjutan dipertahankan dalam batas
kada terapeutik yang diinginkan
INTRAMUSKULAR
• Onset off action bervariasi
• Obat berupa larutan dalam air
lebih cepat diabsorbsi daripada
obat berupa larutan dalam
minyak dan juga dalam bentuk
sediaan suspensi
• Kecepatan penyerapan obat
INTRAMUSKULA dari sediian suspensi
R tergantung pada besar kecilnya
partikel yang tersuspensi:
bertambah kecil partikel,
bertambah cepat absorpsoi
• IM baik untuk obat yang tidak
diabsrorpsi dari saluran atau
karena faktor lain absorpsi
obat terganggu
SUBKUTAN (S.C.)
• Onset of action
obat berupa
larutan dalam
SUBKUTA air lebih cepat
N
daripada
sediaan
suspensi
PERIDURAL (P.D.)

Gambar:
Pelaksanaan anastesi pada ruang epidural.
II. ORAL
A. BENTUK SEDIAAN CAIRAN/LIQUID

• Obat terdispersi
dalam air secara
molekuler, absorpsi
SOLUTI baik cepat melalui
dinding saluran cerna
O masuk ke dalam
peredaran sistemik
• Onset of action obat
relatif cepat
• kecepatan absorpsi
kurang daripada sediaan
solutio, karena suspensi
obat berupa partikel-
partikel dalam campuran
SUSPEN air, partikel-partikel
harus larut dalam cairan
SI gastro-intestinal sebelum
diserap melalui dinding
lambung/usus
• Onset of action obat
relatif lebih lama dai
bentuk solutio
• Kecepatan absorpsi
obat dari bentuk
emulsi kurng dari
bentuk solutio,
EMUL kepindahan dari
fase minyak ke fase
SI air merupakan
faktor penghambat
• Onset of action
relatif lebih lama
dari solutio
B. BENTUK SETENGAH PADAT-
SEMI SOLIDA
• Tidak untuk pemberian oral tetapi sebagai obat luar
• Absorpsi terjadi di kulit
C. BENTUK PADAT/SOLIDA

PUL • Absorpsi dipenegaruhi beberapa faktor:


• Obat terlebih dahulu harus mengalami fase

PIS
disolusi dalamcairan gastro-intestinal
• Ada/tidaknya interaksi zat bahan tambahan
• Besar atau kecilnya partikel serbuk

& • Ada/tidak adanya bahan yang bekerja


sebagai adsorbent
• Mudah/tidaknya obat dibasahi
PUL
VER
ES
• Kecepatan
absorpsi kapsul
CA lebih lama
daripada bentuk
PSU serbuk/puyer
LE
TABLET
• Absorpsi lebih lama dari bentuk sediaan puyer, karena harus mengalami fase
disintegrasi dan fase disolusi dalam cairan gastro-intestinal
• Faktor-faktor yang mempengaruhiabsorpsi:

1. Cara manufaktur/pembuatan tablet


2. Kekerasan tablet
3. Ada/tidaknya pengaruh bahan tambahan yang digunakan untuk pencetakan
tablet
4. Kecepatan disintegrasi dan disolusi
5. Modifikasi tablet
TABLET SALUT
• Kecepatan absorpsi tergantung drai bahan penyalut yang dipergunakan.
Bahan penyalut gula lebih cepat larut dlm saluran cerna dibanding film,
setelah penyalut larut baru obat dilepaskan baru mengalami fase disintegrai,
disolusoi dan absorpsi
• Faktor-faktor yg mempengaruhi absorpsi:
1. Bahan penyalut
2. Sm pada tablet san serbuk
TABLET SUSTAINED RELEASE
• Daya kerjanya lama karena bahan obat diabsorpsi sebagian2
• Penyerapan pertama meberikan respon farmakologis agar tercapai kadar
dalam darah
• Penyerapan ekdua mempertahankan kadar dalam darah karena penyerapan
terjadi dengan keepatan konstan, kecepatan absorpsi sebanding dengan
kecepatan keluarnya obat dai peredaran sistemik.
• Kadar obat dalam darah dapat dipertahan selama 12-24 jam
• Absorpsi tergantung pada pH lambung dan usus
• B.A hanya 70-80%
ORAL DOSAGE FORM
(PRODUCT A)

100

80
Area under concentration
Concentration

60 curve (AUC)

40

20

0
0 5 10 15 20 25 30
Time 16
ABSOLUTE
BIOAVAILABILITY

100 For the same dose (IV


vs. Oral), the
80 bioavailability is given by:
Concentration

60

AUCoral
40 F  AU
IV
20 C
0
0 5 10 15 20 25 30
Time 17
• Penyerapan pil paling
lama dibanding sediaan
lainnya
• Pil yg disimpan lama
dapat menjadi keras
PIL • Mudah ditumbuhi
jamur
III. REKTAL

• Untuk mendapatkan efek lokal dari obat,


• Untuk efek sistemik pemebrian obat secara rektal bila
kondisi medikasi oral tidak memungkinkan, misal:
1. Penderita tidak dapat menelan atau terus muntah-muntah
2. Obat dirusak karena getah atau pH lambung dan/atau
enzim yang ada dalam saluran cerna
3. Penderita tidak kooperatif, misalnya anak-anak
• Untuk mendapatkan efek sistemik kurang
menguntungkan
• Absorpsi obat dari sediaan suppositoria tidak
konsisten
• Cairan dlm rektum relatif sedikit dibanding
dgn cairan dlm sal.cerna. Kekurangan cairan
dlm rektum menghambat proses disintegrasi
dan disolusi
Bentuk padat • difusi/absorpsi obat melalui mukosa rektum
terbatas karena luas area absorpsi juga
(suppositoria) terbatas, dibandingkan dengan luas area untuk
absorpsi dari usus
• Obat u/ efek sistemik yang dapat diberikan
dlm bentuk suppo alah obat yg kelarutannya
dlm air tinggi
• Obat yg terbagi harus berupa partikel yg
sangat halus u/mempercepat disolusi dan
difusi/absorpsi
• Hanya diberikan
untuk mencapai
efek lokal,
Bentuk cair
(enema/clscma)
misalnya
u/mengosongkan
usus besar pd
konstipasi
IV. LOKAL

• Terjadi bila obat berpenetrasi masuk


ke dalam kulit dan melalui kulit
masuk kedalam tubuh
• Dipengaruhi oleh struktur kulit, cara
Absorpsi difusi pasif, karekteristik kelarutan
obat, konsentrasi obat dlm bentuk
perkutan sediaan, hidrasi kulit sebagai
pembawa obat, kondisi kulit dan
kehadiran bahan/zat pendorong
penetrasi
BIOEKIVALEN
SI
Dua sediaan dikatakan bioekivalen apabila nilai
parameter-parameter farmakokinetika yang
dibandingkan tidak menunjukkan perbedaan
yang bermakna secara statistik, terutama
Cmax, Tmax dan AUC, ataupun kalau ada
perbedaan tersebut tidak lebih dari 20 %.
BIOEKIVALEN
SI
Biokivalensi juga mencakup pengertian
kemanfaatan atau efek suatu produk obat.
Namun ketersediaan hayati tidak selalu identik
dengan kemanfaatan hayati obat, oleh karena
pada uji ketersediaan hayati, yang diukur adalah
parameter-parameter jumlah atau kadar obat,
bukan parameter-parameter efek obat.
CONTOH UJI
BIOEKIVALENSI
OBAT UJI T max (jam) Cmax (µg/ml) AUC
(mg/ml.jam)

Generik 0,8 ± 0,1 2,0 ± 0,1 5,8 ± 0,7

Non 1,0 ± 0,0 2,4 ± 0,2 6,9 ± 0,8


Generik/Pembanding
Tabel : Uji Bioekivalensi dar i Furosemid ik dan Non Gene rik
Gener
CONTOH UJI
BIOEKIVALENSI

Dari data uji bioekivalensi di atas dapat disimpulkan


sebagai berikut :
 Nilai ketiga parameter ketersediaan
menunjukkan pembanding cenderung hayati
mem-
berikan derajat ketersediaan hayati yang sedikit
lebih baik. Ini dapat dilihat dari C max dan AUCo
yang sedikit lebih tinggi. Tetapi nilai ini tidak
mencapai kebermaknaan statistik. (digunakan uji
t-pasangan, p > 0,05).
CONTOH UJI
BIOEKIVALENSI

Lanjutan
 Dari segi kecepatan (rate),
generik nampaknya sedikit lebih baik,
ditunjuk-kan
dengan nilai T yang lebih singkat.
max Tetapi
perbedaan juga tidak
bermakna secara statistik.
inipun
 Kecepatan eliminasi kedua sediaan
didapatkan waktu paro
sama,
adalah 1,8 ± 0,2 jam eliminasi
dan 1,9 ± 0,3
jam untuk Generik dan Non Generik.
CONTOH UJI
BIOEKIVALENSI

Profil kadar Furosemid kedua sediaan menunjukkan kurva


yang
identik

Anda mungkin juga menyukai