Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN NON STERIL


SIRUP KERING AMOXICILLIN
SIMOXID ®

DOSEN PENGAMPU:
I G. N. JEMMY ANTON PRASETIA, S.Farm., M.Si., Apt.

KELOMPOK 12
GOLONGAN II

LUH PANDE PUTU TIRTA (1708551087)

NI KADEK AYU PRAMESTI (1708551089)

DESAK PUTU PUTRI SATRIYANI (1708551090)

LUH VELA SEPTYANI (1708551091)

NI PUTU WAHYUDEWI PRIMANANDA (1708551092)

NI MADE ARI GINARSIH (1708551093)

NI LUH SANTIYANI (1708551094)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
I. PRAFORMULASI
1.1 Tinjauan farmakologi bahan obat
 Amoksisilin
a. Indikasi
Amoksisilin digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh
bakteri gram negatif seperti Haemophilus Influenza, Escherichia coli, Proteus
mirabilis, Salmonella. Amoksisilin juga dapat digunakan untuk mengatasi
infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif seperti : Streptococcus
pneumoniae, enterococci, nonpenicilinaseproducing staphylococci, Listeria
(Siswandono dan Soekardjo, 2000).
b. Farmakokinetik
Amoksisilin memiliki farmakokinetik yang diawali dengan absorbsi yang
baik di traktus gastrointestinal dengan rasio yang bervariasi. Amoksisilin
memiliki bioavaibilitas sebesar 70-90% dengan kadar puncak plasma dicapai
dalam waktu 1-2 jam. Volume distribusi dari amoksisilin berkisar 0,26 –0,31
L/Kg dan terdistribusi secara luas di jaringan tubuh manusia, termasuk hepar,
pulmo, otot, cairan sinovial dan cairan okular. Amoksisilin terdistribusi secara
rendah di sistem saraf pusat dan dapat terakumulasi didalam cairan amnion.
Konsentrasi amoksisilin di dalam plasma sekitar 17-20% dan terikat dengan
protein plasma, yaitu albumin. Metabolisme amoksisilin diawali dengan
biotrasformasi di hepar. Biotransformasi adalah suatu proses dimana agen
lipofilik akan ditranformasi menjadi hidrofilik oleh hepatosit.Sehingga dapat
diekskresikan melalui urin dan bile. Amoksisilin diekskresikan terutama di
renal dan 80% dari 50-70% yang diadministrasikan secara oral diekskresikan
dalam keadaan tidak berubah. Oleh sebab itu, konsentrasi amoksisilin
ditemukan sangat tinggi di dalam urin. Amoksisilin juga diekskresikan melalui
glandula mamae, termetabolisme menjadi asam penisiloik dan memiliki waktu
paruh sebesar 1-1,5 jam (Kaur et al.,2011).
c. Farmakodinamik
Amoksisilin bekerja dengan mengikat pada ikatan penisilin protein 1A
(PBP-1A) yang berlokasi didalam dinding sel bakteri. Penisillin (amoksisilin)
mengasilasi penisilin mensensitifkan transpeptidase C-terminal domain

1
dengan membuka cincin laktam menyebabkan inaktivasi enzim, dan
mencegah pembentukan hubungan silang dari dua untai peptidoglikan linier,
menghambat fase tiga dan terakhir dari sintesis dinding sel bakteri, yang
berguna untuk divisi sel dan bentuk sel dan proses esensial lain dan lebih
mematikan dari penisillin untuk bakteri yang melibatkan mekanisme keduanya
litik dan non litik (Kaur et al., 2011).
d. Efek Samping
Reaksi efek samping yang terpenting dari amoksisilin adalah reaksi alergi
karena hipersensitasi, shok anafilaksis, diare, mual, muntah,
nefrotoksisitas,dan neurotoksisitas (Indijah dan Fajri, 2016).
e. Kontraindikasi
Pada penderita yang hipersensitif terhadap amoksisilin dan penderita
gangguan faal hati yang berat dan gangguan ginjal yang berat, dapat juga
menyebabkan ruam pada penderita dengan infeksi monokleus sehingga tidak
baik diberikan pada penderita penyakit ini (McEvoy and Gerald, 2002).
f. Peringatan dan Perhatian
Hati-hati pada pasien dengan kelainan Phenylketonuria (defisiensi genetik
homozigot dari Phenylalanin hidroksilase) dan kelainan lain yang intake
Phenylalanin dalam tubuh perlu dibatasi. Amoxicillin pada ibu hamil
diberikan jika benar-benar diperlukan saja. Karena amoxicillin terdistribusi
pada ASI sehingga menyebabkan reaksi sensitivitas pada bayi. Dengan
demikian penggunaan amoxicillin tidak dianjurkan pada ibu menyusui
(McEvoy and Gerald, 2002).. Hati-hati penggunaan pada penderita gangguan
fungsi ginjal dan hati. Tidak untuk pencegahan infeksi, pengobatan influenza,
batuk, dan pilek (Kemenkes RI, 2012).
Amoksisilin termasuk golongan obat keras dan psikotropika. Obat keras
adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Pada logo
obat keras menunjukan tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K
dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. (Gede, 2016).

Gambar 1.1 Logo Obat Keras

2
g. Interaksi Obat
Lama kerja antibiotika golongan penisilin dipengaruhi oleh probenesid,
sulfin pirazon, asetosal, dan indometasin. Efek penisilin dikurangi oleh
antibiotik bakteriostatik,seperti tertrasiklin, kloramfenikol, dan makrolida
(Indijah dan Fajri, 2016). Pada sebagian antibiotik susu dapat mengganggu
penyerapan. Susu dan sebagian antibiotik dapat mengakibatkan terbentuknya
khelatasi sehingga dapat menurunkan kadar dan efektivitas antibiotik di dalam
tubuh. Jadi antibiotik tidak perlu selalu digunakan dengan susu. Selain itu
alcohol juga dapat berinteraksi dengan antibiotik dan dapat mengganggu
absorbsi dan metabolisme di gastrointenstinal (Weathermon, 1999).
1.2 Tinjauan fisikokimia bahan obat
1.2.1 Amoksisilin

Gambar 1.2 Rumus Struktur Amoksisilin (Moffat et al., 2011).


 Rumus Molekul : C16H19N3O2S
 Pemerian : Serbuk hablur putih ; praktis tidak berbau
 Kelarutan : Sukar larut dalam air dan methanol, tidak larut
dalam benzene, manjadi karbon tetrahidroklorida dan dalam kloroform
 Kandungan : Amoxicillin mengandung tidak kurang dari 90,0%
C16H19N3O2S, dihitung terhadap zat anhidrat. Mempunyai potensi yang
setara dengan tidak kurang dari 900 μg dan tidak lebih dari 1050 μg per
mg C16H19N3O2S, dihitung terhadap zat anhidrat
 Wadah dan Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat, pada suhu ruang
terkendali
(Kemenkes RI, 2014).
 Khasiat dan Penggunaan : Antibakteri
(Mofatt et al, 2011)

3
1.3 Tinjauan fisikokimia zat tambahan
1.3.1 Asam Sitrat
Asam sitrat berbentuk anhidrat atau mengandung satu molekul air hidrat.
Mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5% C6H8O7,
dihitung terhadap zat anhidrat (Kemenkes RI, 2014).
 Pemerian : Hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur granul
sampai halus; putih; tidak berbau atau praktis tidak berbau; rasa sangat
asam. Bentuk hidrat mekar dalam udara kering (Kemenkes RI, 2014).
 Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, udah larut dalam etanol,
agak sukar larut dalam eter (Kemenkes RI, 2014).
 Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat (Kemenkes RI, 2014).
 Kegunaan : Menyesuaikan pH larutan/ buffer (Rowe et al., 2009).
 Batas penggunaan : sebagai buffer 0,1-2,0 % (Rowe et al., 2009).
1.3.2 Natrium Sitrat
Natrium sitrat berbentuk anhidrat atau mengandung dua molekul air
dengan kandungan 99,0%-100,5% C6H5Na3O7 yang dihitung dari zat anhidrat.
 Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur, putih (Depkes
RI, 1995).
 Kelarutan : Dalam bentuk hidrat mudah larut dalam air, sangat mudah
larut dalam air mendidih (Depkes RI, 1995).
 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 1995).
 Aplikasi dalam sediaan farmasi : Natrium sitrat dapat digunakan sebagai
buffering agent pada konsentrasi 0,3-2,0% (Rowe et al., 2009).
1.3.3 Natrium Benzoat
Natrium benzoat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari
100,5% C7H5NaO2, dihitung terhadap zat anhidrat (Kemenkes RI, 2014).
 Pemerian : Granul atau serbuk hablur, putih; tidak berbau atau praktis
tidak berbau; stabil di udara.
 Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan
lebih mudah larut dalam etanol 90% (Depkes RI, 1979).
 Penyimpanan : Dalam wadah tetutup baik (Depkes RI, 1979).
 Kegunaan : Pengawet antimikroba (Rowe et al., 2009).

4
 Batas penggunaan : 0,02-0,5% (Rowe et al., 2009).
1.3.4 PVP
Povidon adalah hasil polimerasi 1-vinilpirolid-2-on. Dalam berbagai
bentuk polimer dengan rumus molekul (C6H9NO)n dengan bobot molekul berkisar
antara 10,000 hingga 700.000 (Depkes RI, 1979).
 Pemerian : serbuk putih atau putih kekuningan; berbau lemah atau
tidak berbau, higroskopik (Depkes RI, 1979).
 Kelarutan : mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P dan dalam
kloroform P. kelarutan tergantung dari bobot molekul rata – rata; praktis
tidak larut dalam eter P (Depkes RI, 1979).
 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 1979).
 Kegunaan : Pengikat (Rowe et al., 2009).
 Batas Penggunaan : Suspending agent (0,5-5%) (Rowe et al., 2009).
1.3.5 Primojel (Sodium Starch Glyconate)
 Pemerian : Berwarna putih dan bersifat higroskopis
 Inkompatibilitas : Inkompatibilitas terhadap asam askorbat
 Penggunaan : Desintegran dengan konsentrasi 2-8 %
(Rowe et al., 2009).
1.3.6 Sukrosa
 Pemerian : Sukrosa adalah gula yang diperoleh dari Saccharum
officinarum Linn. (Famili Gramineae), Beta vulgaris Linn. (Famili
Chenopodiaceae) dan sumber sumber lain. Tidak mengandung bahan
tambahan. Hablur putih atau tidak berwarna; massa hablur atau berbentuk
kubus, atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa manis, stabil di udara.
Larutannya netral terhadap lakmus (Kemenkes RI, 2014).
 Kelarutan : sangat mudah larut dalam air; lebih mudah larut dalam air
mendidih; sukar larut dalam etanol; tidak larut dalam air mendidih; sukar
larut dalam etanol; tidak larut dalam kloroform dan dalam eter (Kemenkes
RI, 2014).
 Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik (Kemenkes RI, 2014)
 Kegunaan :

5
Kegunaan Konsentrasi (% v/v)
Sirup untuk formulasi oral cair 67
Bahan pemanis 67
Pengikat tablet (granulasi kering) 2-20
Pengikat tablet (granulasi basah) 50-67
Bahan penyalut 50-67
(Rowe et al., 2009)
1.3.7 Aerosil (Silika)
Aerosil memiliki rumus molekul SiO2 dengan berat molekul 60,08
gram/mol (Rowe et al., 2009).
 Pemerian : terhidrat sebagian, amorf, terdapat dalam bentuk granul
seperti kaca dengan berbagai ukuran (Kemenkes RI, 2014).
 Kegunaan : Meningkatkan sifat aliran (Rowe et al., 2009).
 Batas Penggunaan : Glidan (0,1-1%) (Rowe et al., 2009).
1.3.8 Strawberry Flavour
 Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna
 Kegunaan : Flavoring agent
 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
(Sweetman, 2009).
1.3.9 Air suling
Air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum (Depkes RI,
1979)
 Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak
mempunyai rasa (Depkes RI, 1979)
 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1979)
 Kegunaan : Pelarut (Depkes RI, 1979)

1.4 Bentuk Sediaan, Dosis, dan Cara Pemakaian


1.4.1 Bentuk sediaan
Bentuk sediaan berupa sirup kering. Sirup kering merupakan formulasi
yang dapat meningkatkan laju alir dan stabilitasnya untuk menghindari
dekomposisi zat aktif, dalam formulasi ini adalah amoxicillin, serta dapat

6
digunakan untuk zat aktif yang memiliki kelarutan yang kurang baik. Sediaan
sirup kering juga dapat menutupi rasa pahit yang dimiliki oleh zat aktif dengan
penambahan pemanis (Scheler et al., 2017).
Sirup kering adalah sediaan berbentuk suspensi yang harus
direkonstitusikan terlebih dahulu dengan sejumlah air atau pelarut lain yang sesuai
sebelum digunakan (Depkes RI, 1995). Sirup merupakan larutan oral yang
mengandung sakarosa, kecuali dinyatakan lain, kadar sakarosa C12H22O11 tidak
kurang dari 64,0% dan tidak lebih dari 66,0% (Depkes RI, 1979). Komposisi
suspensi sirup kering biasanya terdiri dari bahan pensuspensi, pembasah, pemanis,
pengawet, penambah rasa/aroma, buffer, dan zat warna (Depkes RI, 1995).
1.4.2 Dosis
Suspensi kering yang dibuat mengandung amoxicillin 125 mg/5 mL.
Menurut Tjay dan Rahardja (2008), dosis per oral 375 – 1000 mg. Dosis untuk
anak anak:
0-1 tahun : 100 mg x 3 (setiap 8 jam)
1-3 tahun : 125 mg x 3 (setiap 8 jam)
3-10 tahun : 250 mg x 3 (setiap 8 jam)
(Tjay dan Rahardja, 2008)
1.4.3 Cara Pemakaian
Sirup kering adalah sediaan berbentuk suspensi yang harus
direkonstitusikan terlebih dahulu. Cara pemakaian sirup kering adalah sebelum
digunakan perlu dilakukan rekonstitusi dengan penambahan sedikit air kemudian
dikocok ringan, kemudian di beri air hingga tanda batas pada sediaan setelah itu
diminum secara oral (Ansel, 2008). Sirup kering amoxicillin yang telah dicampur
dengan air sebaiknya tidak digunakan lagi setelah lebih dari satu minggu (Rashati
dan Indriaweni, 2016).

II. FORMULASI
2.1 Formula
Formula Standar
R/ Cephalexin 2,5 %
Sukrosa 62,5 %

7
PVP 1%
Sodium Starch Glycolate 1%
Natrium Sitrat 0,2 %
Asam Sitrat 0,4 %
Natrium Benzoat 0,2%
Aerosil 0,5%
Sunset yellow q.s
Perasa Lemon q.s
(Shanbhag dan Bhalerao, 2010)
Formula yang digunakan
R/ Amoxicillin 125 mg/5ml
Sukrosa 62,5 %
PVP 1%
Sodium Starch Glycolate 1%
Aerosil 0,5 %
Asam sitrat 0,4 %
Natrium sitrat 0,2 %
Natrium benzoat 0,2 %
Perisa Stroberi q.s
Aquades ad 60 ml

2.2 Pemasalahan dan Pencegahan Masalah dalam Formulasi


Tabel 2.1 Permasalahan dan pencegahannya dalam formulasi sirup kering
Amoxicillin
No. Permasalahan Pencegahan
1. 1. Kestabilan Amoxicillin sangat Amoxicillin merupakan golongan
buruk di dalam air Penicillin yang memiliki stabilitas
yang buruk pada air. Senyawa
golongan ini mengalami hidrolisis
oleh air dengan mendegradasi cincin
β-laktam yang diproduksi. Sehingga
p Untuk melihat homogenitas

8
amoxicillin dan zat tambahan
lainnya, ditambahkan pewarna
secukupnya dalam sediaan.
engatasan masalah ini yaitu dengan
cara membuat sediaan amoxicillin
dalam bentuk sirup kering.
Alasannya karena stabilitas yang
dimiliki amoxicillin dalam air adalah
14 hari, sehingga dengan dibuat
dalam bentuk sirup kering maka
kemungkinan degradasi cincin β-
laktam yang ada dapat dihindari
(Ansel, 2008).

2. pH amoxicillin selama Stabilitas pH amoxicillin berkisar


penyimpanan bisa berubah dari 5,0 sampai 7,0 (Kohli dan Shah,
1998), sehingga untuk mencegah
terjadinya perubahan pH yang
ekstrim selama proses produksi dan
pemasaran, maka pada pembuatan
sirup kering ditambahkan buffer
asam sitrat untuk menjaga kestabilan
pH.

3. Amoxicillin tidak stabil Amoxicillin dikemas dalam wadah


terhadap cahaya matahari gelap dan terlindung dari cahaya.
4. Amoxicillin terurai pada suhu Amoxicillin disimpan dalam suhu
30oC - 35oC kamar (15-30°C)
5. Bahan tambahan CMC Na Setelah pencampuran seluruh bahan,
bersifat higroskopis sehingga kecuali amoxicillin, campuran
kurang stabil jika digunakan serbuk dioven pada suhu 100°C
sebagai sirup kering. selama kurang lebih 15 menit untuk
menghilangkan kandungan air di

9
dalam serbuk (Kohli dan Shah,
1998). Amoxicillin tidak ikut dioven
karena dapat terurai pada suhu lebih
dari 30°C.

6. Amoxicillin berupa serbuk Untuk melihat homogenitas


hablur berwarna putih begitu amoxicillin dan zat tambahan
pula zat lainnya, sehingga sulit lainnya, ditambahkan pewarna
untuk menentukkan secukupnya dalam sediaan.
homogenitasnya pada sediaan.
7. Air merupakan media yang Digunakan Natrium Benzoat sebagai
baik untuk pertumbuhan zat pengawet karena kelarutannya
mikroorganisme dalam air tinggi. Dalam penggunaan
natrium benzoat pada pembuatan
suspensi dengan konsentrasi 0,02-
0,5% aman untuk tubuh dan dapat
mencegah pertumbuhan mikroba
(Rowe et al., 2009).
8. Amoxicillin memiliki rasa Untuk mengatasi rasa yang pahit,
yang pahit. ditambahkan sejumlah pemanis
seperti sukrosa.

9. Formula mengandung gula Untuk menghindari cap-locking oleh


dalam jumlah yang cukup adanya gula dalam sediaan, maka
besar sehingga bisa perlu ditambahkan anticaplocking
menimbulkan caplocking yaitu asam sitrat.
10. Amoxicillin sukar larut dalam Dalam formulasi perlu ditambahkan
air (Kemenkes RI, 2014). suspending agent. Penambahan
suspending agent dapat menurunkan
tegangan permukaan, sehingga
amoxicillin yang tidak larut dalam
air dapat terdispersi homogen dalam
pelarutnya. Selain itu suspending

10
agent juga dapat meningkatkan
viskositas larutan.

III. PRODUKSI
3.1 Perhitungan Bahan
Volume dry syrup yang akan dibuat adalah 60 mL dalam 1 sediaan (untuk
pemakaian 3 kali sehari selama 4 hari). Untuk evaluasi sediaan, maka dibuat 3
sediaan tambahan, sehingga total dibuat 4 sediaan.
1. Amoxicillin
Kadar Amoxicilin pada sediaan yaitu 125 mg/5mL. Maka :
125 mg
Untuk membuat 1 buah sediaan : × 60 mL = 1500 mg = 1,5 gram
5m

Untuk membuat 4 buah sediaan: 1,5 gram × 4 = 6 gram


2. Sukrosa
Jumlah sukrosa pada sediaan yaitu 62,5%. Dibuat sukrosa sebanyak 15 mL
dalam satu sediaan, maka :
62 5 g
Untuk membuat 1 buah sediaan : 100 m × 15 mL = 9,375 gram

Untuk membuat 4 buah sediaan: 9,375 gram × 4 = 37,5 gram


3. PVP
Jumlah PVP pada sediaan yaitu 1%. Dibuat PVP sebanyak 15 mL dalam
satu sediaan, maka :
1g
Untuk membuat 1 buah sediaan : 100 m × 15 mL = 0,15 gram

Untuk membuat 4 buah sediaan: 0,15 gram × 4 = 0,6 gram


4. Sodium Starch Glycolate (Primojel)
Jumlah primojel pada sediaan yaitu 1%. Dibuat primojel sebanyak 15 mL
dalam satu sediaan, maka :
1g
Untuk membuat 1 buah sediaan : 100 m × 15 mL = 0,15 gram

Untuk membuat 4 buah sediaan: 0,15 gram × 4 = 0,6 gram


5. Aerosil
Jumlah aerosil pada sediaan yaitu 0,5%. Dibuat aerosil sebanyak 15 mL
dalam satu sediaan, maka :
05g
Untuk membuat 1 buah sediaan : 100 m × 15 mL = 0,075 gram

11
Untuk membuat 4 buah sediaan: 0,075 gram × 4 = 0,3 gram
6. Asam Sitrat
Jumlah asam sitrat pada sediaan yaitu 0,4%. Dibuat asam sitrat sebanyak 15
mL dalam satu sediaan, maka :
04g
Untuk membuat 1 buah sediaan : 100 m × 15 mL = 0,06 gram

Untuk membuat 4 buah sediaan: 0,06 gram × 4 = 0,24 gram


7. Natrium Sitrat
Jumlah natrium sitrat pada sediaan yaitu 0,2%. Dibuat natrium sitrat
sebanyak 15 mL dalam satu sediaan, maka :
02g
Untuk membuat 1 buah sediaan : 100 m × 15 mL = 0,03 gram

Untuk membuat 4 buah sediaan: 0,03 gram × 4 = 0,12 gram


8. Natrium Benzoat
Jumlah natrium benzoat pada sediaan yaitu 0,2%. Dibuat natrium benzoat
sebanyak 15 mL dalam satu sediaan, maka :
02g
Untuk membuat 1 buah sediaan : 100 m × 15 mL = 0,03 gram

Untuk membuat 4 buah sediaan: 0,03 gram × 4 = 0,12 gram


3.2 Penimbangan
Jumlah Bahan Jumlah Bahan Persentase
Bahan Fungsi
(60 mL) (240 mL)

Amoxicillin Bahan Aktif 1,5 gram 6 gram 125g/5mL

Pemanis, 62,5%
Sukrosa 9,375 gram 37,5 gram
Pengikat
Suspending 1%
PVP 0,15 gram 0,6 gram
agent

Primojel Desintegran 0,15 gram 0,6 gram 1%

Aerosil Glidan 0,075 gram 0,3 gram 0,5%

Asam Sitrat Buffer 0,06 gram 0,24 gram 0,4%

Natrium 0,2%
Buffer 0,03 gram 0,12 gram
Sitrat

12
Natrium 0,2%
Pengawet 0,03 gram 0,12 gram
Benzoat
Perisa q.s
Perasa q.s q.s
Stroberi

3.3 Cara Kerja


3.3.1 Alat dan Bahan
1. Alat
a. Timbangan analitik
b. Gelas ukur
c. Gelas beaker
d. Sendok tanduk
e. Batang pengaduk
f. Pipet tetes
g. Oven
h. Mortir dan stamper
i. Sudip
j. Botol kaca gelap 60 mL
k. pH meter
l. Viskometer brookfield
m. Kertas perkamen
2. Bahan
a. Amoxicillin
b. Sukrosa
c. PVP
d. Primojel
e. Aerosil
f. Asam Sitrat
g. Natrium Sitrat
h. Natrium Benzoat
i. Perisa Stroberi
j. Akuades

13
3.3.2 Cara Kerja

Ditimbang semua bahan sesuai hasil perhitungan

Dicampur sukrosa, primojel, asam sitrat, natrium sitrat, natrium benzoat dalam
mortir (Campuran I)

Dibasahi PVP dengan etanol dalam cawan porselen

PVP yang telah dibasahi kemudian dicampur dengan campuran I serta


ditambahkan perisa stroberi

Massa granul yang diperoleh kemudian diayak dengan ayakan no. 10

Dilakukan pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu 40ºC selama 24


jam

Dilakukan uji kadar air, jika diperoleh kadar air lebih dari 5% maka granul
dikeringkan kembali pada oven suhu 40ºC

Setelah diperoleh kadar air kurang dari 5%, ditambahkan amoxicillin dan aerosil

Granul diayak kembali dengan ayakan no. 20

Dilakukan uji pada granul dan dimasukkan ke dalam botol, dikemas dengan
kemasan sekunder lalu diberi etiket dan brosur

14
IV. PENGEMASAN
4.1 Kemasan Primer

4.2 Kemasan Sekunder

15
4.3 Etiket

4.4 Brosur

16
V. EVALUASI
5.1 Uji Evaluasi Terhadap Granul
5.1.1 Uji Kompresibilitas

Dimasukkan seluruh granul ke dalam gelas ukur 100 mL

Kemudian diatur jumlah ketukan sebanyak 10, 150, dan 1250 ketukan

Hitung perbedaan volume yang diperoleh dari 150 ketukan dan 1250
ketukan

Jika perbedaan antara kedua volume yang diperoleh dari 150 ketukan dan
1250 ketukan melebihi 1 mL dilakukan pengulangan menggunakan 1250
ketukan sampai didapatkan selisih volume kurang dari 1 mL

Penentuan Kompresibilitas
Kompresibilitas dapat dihitung dengan menggunakan dengan persamaan sebagai
berikut :

Indeks Kompresibilitas =

Keterangan :
Vf : bobot jenis setelah pengetapan
V0 : Bobot jenis sebelum pengetapan (USP, 2007)

5.1.2 Uji Kadar Air


Kadar air pada granul yang dipersyaratkan yaitu <5% (Kemenkes RI, 2014)
Sebanyak 1 gram granul ditimbang, kemudian dipersiapkan alat uji kadar air

Granul dimasukkan ke dalam alat dan dilakukan pengujian terhadap kadar air

5.1.3 Uji Sudut Diam dan Laju Alir


Seluruh granul dimasukkan ke dalam corong yang telah tertutup pada bagian
bawahnya

17
Diletakkan millimeter block pada bagian bawah corong

Disiapkan stopwatch untuk mengukur waktu alir

Penutup corong dibuka dan dicatat waktu alir granul

Dihitung laju alir granul dengan persamaan massa/waktu alir

Granul yang baik memiliki waktu alir <10 g/s (Mulyadi et al., 2011)
Rumus perhitungan laju alir :

Uji Sudut Diam

Seluruh granul dimasukkan ke dalam corong yang telah tertutup pada


bagian bawahnya

Diletakkan millimeter block pada bagian bawah corong

Penutup corong dibuka

Dihitung tinggi dan diamter granul untuk menghitung sudut diam dengan
rumus [sudut diam α = tan-1 (tinggi/jari-jari)]

Granul yang baik memiliki nilai sudut diam < 250 (Banker and
Rumus untuk menghitung sudutAnderson,
diam : 1986)

18
Rumus untuk menghitung sudut diam :

5.1.4 Uji Distribusi Ukuran Partikel

Seluruh granul digunakan untuk uji distribusi ukuran partakel

Disiapkan ayakan dan dipasang ayakan dengan mesh 20, 40, 60, dan 80
mesh

Serbuk dimasukkan ke dalam ayakan dan dilakukan pengayakan selama


30 menit dengan getaran 30 rpm

Bobot granul pada masing-masing ayakan ditimbang

5.2 Uji Evaluasi pada Sirup Kering


5.2.1 Uji Organoleptis

Dry syrup direkonstitusi dengan air pada tanda batas

Diamati warna, bau, dan serta rasa sediaan

5.2.2 Uji Homogenitas

Sediaan suspensi kering dilarutkan dengan air hingga mencapai volume


60 mL

Dikocok perlahan-lahan, zat terdispersi halus dan tidak cepat mengendap

Dikocok perlahan-lahan, endapan segera terdispersi kembali

19
5.2.3 Uji Volume Terpindahkan

Dituangkan suspensi secara perlahan-lahan ke dalam gelas ukur dengan


kapasitas tidak lebih dari dua setengah kali volume yang diukur

Volume rata-rata suspensi yang diperoleh dicatat

5.2.4 Uji Penetapan pH

Sirup dimasukkan ke dalam gelas beaker

Dicelupkan pH meter yang sebelumnya telah dikalibrasi ke dalam sirup

Dicatat pH yang ditunjukkan oleh pH meter

5.2.5 Uji Penetapan Waktu Rekonstitusi

Ditimbang granul sebanyak 15 gram

Dimasukkan ke dalam 60 mL air

Diamati kecepatan granul kering tersuspensi, semakin cepat waktu


rekonstitusi menandakan bahwa sediaan tersebut semakin baik

5.2.6 Uji Kemampuan Redispersi

Suspensi dikocok hingga homogen

Dibiarkan beberapa waktu hingga terbentuk sedimentasi

20
Dilakukan pengocokan dengan cara dibolak-balik 90o

Dicatat waktu yang dibutuhkan hingga suspensi terdispersi sempurna

(Lidia dan Kurniawan, 2017)


5.2.7 Uji Volume Sedimentasi

Suspensi dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 mL dan diukur volume


awal (V0)

Dibiarkan selama 1 hari

Diamati sedimentasi yang terjadi, diukur volume akhir (Vu) dan dihitung
volume sedimentasi (F)

5.2.8 Uji Penetapan Bobot Jenis Sediaan dengan Piknometer

Dilakukan Pengukuran massa jenis menggunakan piknometer kosong,


kering, dan bersih diisi engan air kemudian ditimbang untuk kalibrasi

Sirup kering yang sudah dilarutkan dimasukkan ke dalam piknometer

Masing-masing pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali

Dihitung bobot jenis sediaan yang diperoleh dari selisih bobot


piknometer yang telah diisi zat uji dengan bobot piknometer kosong

21
5.2.9 Uji Viskositas

Sirup kering yang telah direkonstitusi dimasukkan ke dalam beaker glass


250 mL

Disiapkan alat viscometer Brookfield dan dipasang spindle no. 2,


kemudian dimasukkan spindle tersebut pada gelas beker yang telah berisi
sirup kering

Alat dinyalakan dan diatur kecepatan pada alat yaitu dari 10, 20, 30, 50,
dan 100 rpm dilakukan replikasi dari 100 rpm hingga 10 rpm

Dicatat angka yang muncul pada alat, seperti nilai viskositas (Cp),
kecepatan geser (rpm), dan nomor spindle yang digunakan

Dibuat rheogram (kurva aliran) yang merupakan hubungan antara


tekanan geser dengan kecepatan geser, untuk mengetahui tipe aliran
yang terbentuk.

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN


6.1 Hasil
6.1.1 Evaluasi Granul
1. Uji Kadar Air
Kadar air granul yang dihasilkan = 2,68%
2. Uji Densitas
Diketahui: Massa granul yang digunakan untuk uji = 33,0755 gram
Volume sebelum di Tap = 73 mL
Volume sesudah di Tap 10x = 72 mL
Volume sesudah di Tap 500x = 68 mL
Volume sesudah di Tap 1250x = 67 mL
a. Bulk Density
massa granul
Bulk density =
olume sebelum di ap

22
33 0755 gram
=
73 m
= 0,4530 g/mL
b. Tap Density
- 10 ketukan
33 0755 gram
Tap density =
72 m
= 0,4593 g/mL
- 500 ketukan
33 0755 gram
Tap density =
68 m
= 0,4864 g/mL
- 1250 ketukan
33 0755 gram
Tap density =
67 m
= 0,4936 g/mL
c. Indeks kompresibilitas
- 10 ketukan
tap densit -bulk densit
IK = 100
tap densit

0 4593 - 0 4530
= 100
0 4593
= 1,3716 %
- 500 ketukan
tap densit -bulk densit
IK = 100
tap densit

0 4864 - 0 4530
= 100
0 4864
= 6,866%
- 1250 ketukan

tap densit -bulk densit


IK = 100
tap densit

23
0 4936 - 0 4530
= 100
0 4936
= 8,225 %
d. Hausaner’s ratio
- 10 ketukan
tap densit
Hausaner’s ratio =
bulk densit
0 4593 g m
=
0 4530 g m
= 1,0139
- 500 ketukan
tap densit
Hausaner’s ratio =
bulk densit
0 4864 g m
=
0 4530 g m
= 1,073
- 1250 ketukan
tap densit
Hausaner’s ratio =
bulk densit
0 4936 g m
=
0 4530 g m
= 1,089
3. Uji Laju Alir
Diketahui : t1 = 5 detik
t2 = 4,8 detik
t3 = 5 detik
Bobot granul = 33,0755 gram
Ditanya : Laju alir = ...?
Jawab :

Laju alir =

Laju alir =

= 6,6151 gram/detik

24
Laju alir =

= 6,8907 gram/detik
Laju alir =

= 6,6151 gram/detik

Rata-rata laju alir =

= 6,7069 gram/detik
4. Uji Sudut Diam
Diketahui : d1 = 10 cm ; r = 5 cm
h1 = 2,1 cm
d2 = 10 cm ; r = 5 cm
h2 = 2,6 cm
d3 = 10 cm ; r = 5 cm
h3 = 2,1 cm
Ditanya : Sudut diam = ...?
Jawab :

= 22,7824º

= 27,2744º

= 22,7824º

 Rata-rata sudut diam =

= 24,3475º
5. Uji Distribusi Ukuran Partikel
Diketahui :
Massa granul yang digunakan : 33,0755 gram
Waktu pengujian : 15 menit
Sisa granul pada ayakan 20 : 1,7059 gram

25
Sisa granul pada ayakan 40 : 11,3935 gram
Sisa granul pada ayakan 60 : 6,8326 gram
Sisa granul pada ayakan 80 : 4,5273 gram
Granul yang lolos dari semua ayakan : 8,2315 gram
Ditanya : % granul dari hasil pengujian = ...?
Jawab :
 % bobot diatas ukuran

% granul = x 100%
gram
 % granul pada ayakan no. 20 = x 100%
gram

= 5,157 %
gram
 % granul pada ayakan no. 40 = gram
x 100%

= 34,446 %
gram
 % granul pada ayakan no. 60 = x 100%
gram

= 20,657 %
gram
 % granul pada ayakan no. 80 = x 100%
gram

= 13,687 %
 % bobot dibawah ukuran

% granul = x 100%
gram
 % granul pada ayakan no. 20 = x 100%
gram

= 94,842 %
gram
 % granul pada ayakan no.40 = x 100%
gram

= 65,553 %
gram
 % granul pada ayakan no. 60 = x 100%
gram

= 79,342 %
gram
 % granul pada ayakan no. 80 = x 100%
gram

= 86,312 %

26
6.1.2 Evaluasi Sediaan Sirup Kering
1. Uji Massa Jenis
Diketahui :
 Massa Piknometer kosong (Wo) 1 : 15,687 gram
 Massa Piknometer kosong (Wo) 2 : 15,680 gram
 Massa Piknometer kosong (Wo) 3 : 15,685 gram
 Massa rata-rata piknometer kosong : 15,684 gram
 Massa Piknometer + air (W1) 1 : 25,671 gram
 Massa Piknometer + air (W1) 2 : 25,693 gram
 Massa Piknometer + air (W1) 3 : 25,709 gram
 Massa rata-rata piknometer + air : 25,691 gram
 Massa Piknometer + sediaan (W2) 1 : 26,428 gram
 Massa Piknometer + sediaan (W2) 2 : 26,412 gram
 Massa Piknometer + sediaan (W2) 3 : 26,394 gram
 Massa rata-rata piknometer + sediaan : 26,411 gram
Ditanya : Massa jenis sediaan sirup kering = ...?
Jawab :
 Massa Jenis :

 Massa Jenis =

= 1,071 ⁄
Interpretasi : Bobot jenis sediaan yang diperoleh sebesar 1,071 g/mL maka sirup
kering dikategorikan baik karena bobot jenisnya lebih besar dari 1 g/mL.

2. Uji Volume Terpindahkan


Volume terpindahkan I = 60 mL
Volume terpindahkan II = 59 mL
60 59 m
Rata-rata volume terpindahkan = 59,5 mL
2
59 5 m
x 100 % = 99,167 %
60 m

Maka volume terpindahkan = 99,167%

27
Volume awal sediaan yaitu 60 mL, setelah dipindahkan ke gelas ukur 100
mL, volumenya 59 mL sehingga volume sediaan terpindahkan 99,167%.
3. Uji pH
pH sediaan sirup kering yang diperoleh = 2,88
4. Uji Waktu Rekonstitusi
Volume aquadest = ad 60 mL
Bobot granul = 15 gram
Waktu rekonstitusi = 13 detik
5. Uji Homogenitas
Sediaan yang diperoleh homogen
6. Uji Organoleptis
Berdasarkan data yang diperoleh :
Warna : merah kecoklatan
Rasa : strowberi
Bau : bau amoksisilin kuat
7. Uji Viskositas
Menggunakan spindel no. 02. data sebagai berikut :
Tabel 6.2 Hasil Uji Viskositas
Kecepatan geser Viskositas Tekanan geser
(rate of shear) (Cps) (shearing stress)
(rpm) F/A ( dyne/cm.s-1)
10 1050 10500
20 900 18000
30 852 25560
50 603 30150
60 523 31380
100 355.8 35580
60 531.33 31880
50 606 30300
30 850 25500
20 905 18100
10 1030 10300

28
Perhitungan Tekanan Geser :
a. Tekanan geser pada kecepatan 10 rpm

= 1050 cPs. 10 rpm = 10500 dyne/cm.detik

b. Tekanan geser pada kecepatan 20 rpm

= 900 cPs. 20 rpm = 18000 dyne/cm.detik

c. Tekanan geser pada kecepatan 30 rpm

=852 cPs. 30 rpm = 25560 dyne/cm.detik

d. Tekanan geser pada kecepatan 50 rpm

= 603 cPs. 50 rpm = 30150 dyne/cm.detik

e. Tekanan geser pada kecepatan 60 rpm

= 523 cPs. 60 rpm = 31380 dyne/cm.detik

f. Tekanan geser pada kecepatan 100 rpm

= 355.8 cPs. 100 rpm = 35580 dyne/cm.detik

g. Tekanan geser pada kecepatan 60 rpm

= 531.33 cPs. 60 rpm = 31880 dyne/cm.detik

h. Tekanan geser pada kecepatan 50 rpm

= 606 cPs. 50 rpm = 30300 dyne/cm.detik

i. Tekanan geser pada kecepatan 30 rpm

= 850 cPs. 30 rpm = 25500 dyne/cm.detik

j. Tekanan geser pada kecepatan 20 rpm

= 905 cPs. 20 rpm = 18100 dyne/cm.detik

k. Tekanan geser pada kecepatan 10 rpm

= 1030 cPs. 10 rpm = 10300 dyne/cm.detik

29
KURVA HUBUNGAN TEKANAN GESER
DENGAN KECEPATAN GESER
120
100
KECEPATAN GESER

80
60
40
20
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000
TEKANAN GESER

Gambar Kurva Hubungan Tekanan Geser Terhadap Kecepatan Geser

KURVA HUBUNGAN TEKANAN GESER


DENGAN VISKOSITAS
1200
1000
VISKOSITAS

800
600
400
200
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000
TEKANAN GESER

Gambar Kurva Hubungan Tekanan Geser Terhadap Viskositas

8. Uji Sedimentasi
Volume sediaan = 60 mL
Waktu pengujian = 1 hari (24 jam)
Interpretasi : Hasil yang didapatkan yaitu timbulnya endapan (sedimen)
dengan tinggi 1 cm dan tinggi air adalah 8,4 cm sehingga tinggi totalnya
9,4 cm. Sediaan yang telah didiamkan selama 24 jam di gojog kembali
diperoleh hasil yaitu sediaan sirup kering terekonstitusi dengan baik.

30
6.2 Pembahasan
Dalam praktikum kali ini dilakukan formulasi dan evaluasi sirup kering
amoksisilin. Sirup kering adalah sediaan berbentuk suspensi yang harus
direkonstitusikan terlebih dahulu dengan sejumlah air atau pelarut lain yang
sesuai sebelum digunakan dan komposisi sirup kering biasanya terdiri dari bahan
pensuspensi, pembasah, pemanis, pengawet, penambah rasa atau aroma, buffer
dan zat warna (Depkes RI, 1995). Tujuan dari praktikum ini yaitu mampu
memformulasikan sediaan sirup kering amoxicillin, mengetahui tahapan-tahapan
pembuatan sediaan sirup kering amoxicillin, membuat sediaan sirup kering
amoxicillin dalam skala laboratorium sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan dan dapat melakukan evaluasi terhadap granul dan sediaan sirup kering
amoxicillin yang dihasilkan. Bahan aktif yang digunakan adalah amoxicillin yang
memiliki fungsi sebagai antibiotik spektrum luas yang sering diresepkan pada
anak untuk pengobatan pneumonia dan penyakit lain termasuk infeksi bakteri
pada telinga, sinus, tenggorokan, saluran kemih, kulit abdomen dan darah
(Newman et al., 2002). Antibiotik amoxicillin dibuat dalam bentuk sediaan
larutan untuk mempercepat proses absorpsi, sehingga efek yang ditimbulkan lebih
cepat. Namun umumnya antibiotik memiliki stabilitas yang terbatas di dalam
pelarut air, sehingga dibuat dalam bentuk sediaan sirup kering (Kemenkes RI,
2014).
Pembuatan amoksisilin dalam bentuk sediaan sirup kering dilakukan
dengan menggunakan metode granulasi basah, namun suhu dalam pemanasan
digunakan hanya 300 C untuk menjaga stabilitas zat aktif. Granulasi basah adalah
metode pembuatan granulasi dengan menggunakan zat pengikat berupa cairan
hingga diperoleh serbuk yang terikat dan massa lembab. Pembuatan granul juga
memiliki tujuan untuk memperbaiki sifat aliran serbuk serta mencegah
terbentuknya flokulasi dan sedimentasi akibat terbentuknya sediaan suspensi yang
kurang stabil saat penggojogan. Granul merupakan sediaan yang lebih mudah
terbasahi oleh pelarut bila dibandingkan dengan sediaan serbuk (Ansel, 2008)
karena granul memiliki ukuran yang lebih besar dan terdapat porus yang dapat
dilewati oleh pelarut.

31
Formula dan banyaknya bahan yang digunakan dalam pembuatan sirup
kering sebanyak 60 mL adalah sebagai berikut: amoxicillin 6 gr, sukrosa 37,5 gr,
PVP 0,6 gr, primogel 0,6 gr, aerosil 0,3 gr, asam sitrat 0,24 gr, natrium sitrat 0,12
gr, natrium benzoate 0,12 gr, orange flavour 8 tetes, dan direkonstitusi hingga
tanda batas 60 mL. Dalam praktikum ini dibuat sediaan sebanyak 3 botol dan
didapat bobot granul untuk tiap botol yaitu 15 gram. Fungsi dari masing-masing
bahan adalah asam sitrat dan natrium sitrat sebagai buffer, natrium benzoate
sebagai pengawet, PVP sebagai suspending agent, primogel sebagai desintegran,
sukrosa sebagai pemanis dan pengikat, aerosol sebagai pelican atau glidan dan
orange flavor sebagai perasa.
Pertama yang dilakukan pada praktikum kali ini kalibrasi botol 60 mL
dengan aquadest lalu diberi tanda setelah itu ditimbang semua bahan yang
diperlukan sesuai dengan perhitungan untuk pembuatan sirup kering. Dicampur
sukrosa, primogel, asam sitrat, natrium sitrat dan natrium benzoate (campuran I)
dalam mortir lalu digerus. Langkah selanjutnya, dibasahi PVP dengan etanol 3
mL dalam cawan porselen lalu PVP tersebut dicampur dengan campuran I sambil
ditambahkan perasa jeruk, digerus semua bahan hingga homogen. Masa granul
yang diperoleh kemudian diayak pada ayakan no. 10 lalu dihitung kadar air, jika
lebih dari 5% maka granul dilakukan pengeringan dengan menggunakan oven
pada suhu 30°C selama 24 jam. Setelah 24 jam, dihitung lagi kadar airnya, jika
sudah sesuai maka amoxicillin dan aerosil dapat ditambahkan pada masa granul
lalu diayak kembali menggunakan ayakan no. 20 dan ditimbang. Setelah itu dapat
dilakukan uji evaluasi.
Evaluasi sediaan sirup kering dibagi menjadi dua yaitu evaluasi pada
sediaan granul dan evaluasi pada sediaan sirup kering. Tahap awal pengujian
sediaan dilakukan pengujian evaluasi granul. Tujuan evaluasi granul adalah untuk
menilai apakah granul yang dihasilkan telah memenuhi kriteria sebagai granul
yang baik atau tidak. Beberapa evaluasi granul yang dilakukan antara lain
meliputi uji kadar air, laju alir, kompresibilitas, dan distribusi ukuran partikel. Uji
pertama yang dilakukan adalah uji kadar air dimana berdasarkan pustaka,
persyaratan kadar air suspensi kering pada sediaan adalah tidak lebih dari 5%
(Kemenkes RI,1995). Setelah dibuatnya massa granul, diuji kadar air dan

32
didapatkan hasil 2,68% sehingga granul siap diujikan karena telah memenuhi
syarat. Hal ini disebabkan karena adanya air dapat mengganggu stabilitas fisik
maupun kimia dari sediaan yang dalam hal ini adalah suspensi kering. Selain itu
air juga dapat merusak kandungan zat aktif yang tidak stabil dalam air.
Uji selanjutnya yaitu uji laju alir dilakukan dengan menggunakan corong
tertutup. Nilai uji alir dapat ditentukan dengan membagi banyaknya granul yang
diuji dengan waktu yang dibutuhkan granul agar semuanya dapat mengalir
melewati corong. Penentuan sifat alirnya dapat diketahui dengan
mencocokkannya pada tabel berikut.
Tabel Hubungan Laju Alir dengan Sifat Aliran
Laju Alir (g/s) Sifat Aliran
>10 Sangat baik
4 – 10 Baik
1,6 – 4 Sukar
<1,6 Sangat sukar
(Aulton, 1988)
Setelah dilakukan pengujian, didapatkan waktu laju alir granul pada
pengujian pertama yaitu 5 s; kedua yaitu 4,8 s; dan ketiga yaitu 5 s, dengan rata-
rata nilai laju alir sebesar 6,7069 gram/detik sehingga sifat aliran dari sirup kering
yang dibuat masuk di dalam kategori baik. Granul yang baik memiliki nilai sudut
diam < 250 (Banker and Anderson, 1986). Sudut diam granul sediaan sirup kering
memiliki sudut diam 24,3475º sehingga granul dikatakan baik karena sudut diam
< 250 .
Uji selanjutnya adalah kompresibilitas yang dilakukan dengan alat tap
density. Uji kompresibilitas dilakukan dengan alat tap density. Pengujian
kompresibilitas dilakukan untuk mengatahui harga bulk density, tap density,
indeks kompresibilitas serta rasio Hausner yang digunakan sebagai parameter
evaluasi terhadap sirup kering. Bulk density atau bobot jenis nyata ditentukan
tanpa melakukan pemanpatan (tapping). Pada bulk density, bobot jenis granul
ditentukan hanya bedasarkan pada bobot granul serta volumenya. Sementara, tap
density atau bobot jenis mampat diperoleh bedasarkan proses pemampatan dengan
frekuensi tertentu. Tap density diperoleh bedasarkan bobot granul serta volume

33
setelah pemampatan. Rasio antara tapped density dan bulk density dikenal sebagai
rasio Hausner dan sering digunakan sebagai indeks gesekan internal serbuk
kohesif, sedangkan indeks Carr dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
Indeks Carr =

(Arunachalam dan Mazumder, 2011)


Uji kompresibiltas dilakukan dengan menggunakan alat Tap Density USP
tipe II, dimana digunakan gelas ukur 250 mL dan massa granul 33,0755 gram.
Berdasarkan pengamatan awal diketahui volume granul yaitu 73 mL dan menjadi
67 mL setelah di ketuk 1250x. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai bulk
density sebesar 0,4530 gram/mL dan nilai tap density berturut-turut sebesar
0,4593 g/mL; 0,4864 g/mL; 0,4936 g/mL. Berdasarkan nilai bulk density dan tap
density yang diperoleh dapat ditentukan nilai indeks kompresibiltas (Carr’s Index)
yaitu secara berturut-turut sebesar 1,3716 %; 6,866%; 8,225%. Nilai Hausner’s
Ratio yang diperoleh secara berturut-turut yaitu sebesar 1,0139; 1,073; 1,089.
Parameter tersebut dapat menentukan sifat kompresibilitas dari granul. Berikut
adalah tabel nilai kompresibilitas:
Indeks Rasio Hausner Sifat alir
Kompresibilitas (%)
<10 1,00-1,11 Istimewa
11-15 1,12-1,18 Baik
16-20 1,19-1,25 Cukup baik
21-25 1,26-1,34 Agak baik
26-31 1,35-1,45 Buruk
32-37 1,46-1,59 Sangat buruk
>38 >1,60 Sangat buruk sekali
Tabel Nilai Kompresibilitas dan Rasio Hausner
(USP, 2007).
Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas granul yang
baik dimana kompresibilitas kurang dari 10% termasuk pada parameter yang baik.
Kompresibilitas akan sangat berpengaruh pada keseragaman bobot pada sediaan.
Sedangkan rasio Hausner juga mempengaruhi sifat alir dari granul, jika nilai rasio

34
Hausner tinggi maka granul susah mengalir. Adapun hasil yang diperoleh yang
menunjukkan granul mudah mengalir.
Selanjutnya adalah uji distribusi ukuran partikel pada sediaan sirup kering
dilakukan dengan menggunakan mesin sieve shaker. Pengujian dilakukan dengan
menyusun ayakan nomor 20, 40, 60 dan 80 secara menurun dari ukuran lubang
ayakan yang paling besar yakni ayakan nomor 20. Sediaan sirup kering yang
masih berupa granul ditempatkan dalam ayakan dan mesin pengayak dijalankan
selama 30 menit. Berdasarkan pengukuran dengan menggunakan alat sieve
shaker, diperoleh bobot granul yang tertahan di tiap ayakan sebagai berikut.
Terdapat sebanyak 1,7059 gram granul melewati ayakan nomor 20, pada ayakan
nomor 40 terdapat granul sebanyak 11,3935 gram, pada ayakan nomor 60 terdapat
granul sebanyak 6,8326 gram, dan pada ayakan nomor 80 terdapat granul
sebanyak 4,5273 gram.
Evaluasi kemudian dilanjutkan dengan evaluasi sediaan, dengan terlebih
dahulu merekonstitusi sediaan granul sirup kering dengan air hingga volume 60
mL. Evaluasi pertama yang diperhatikan yaitu evaluasi organoleptis meliputi
warna, bau dan rasa. Warna sirup yang dihasilkan setelah direkonstitusi adalah
merah kecoklatan dengan rasa strawberry hal ini disebabkan oleh perisa
strawberry yang digunakan. Bau yang dihasilkan yaitu bau amoksisilin yang kuat.
Selanjutnya dilakukan uji homogenitas dimana sediaan suspensi direnkontitusi
dengan air hingga 60 ml lalu dikocok perlahan. Diamati dan terlihat bahwa
partikel terdistribusi merata. Pada uji homogenitas diperoleh bahwa granul yang
dihasilkan telah homogen dilihat dari segi pewarnaan. Warna yang dihasilkan
yakni merah muda merata pada setiap granul tanpa adanya granul yang tidak
berwarna. Dilihat dari ukuran partikel granul yang dihasilkan kurang merata
karena masih ada yang berbentuk serbuk akibat kurangnya bahan pengikat yang
digunakan. Ketika direkonstitusi suspensi yang dihasilkan cair dan tanpa adanya
butiran granul yang tertinggal yang menggumpal hal ini menunjukkan granul telah
terdistribusi merata dan menunjukkan homogenitas yang baik.
Uji volume terpindahkan merupakan evaluasi terhadap sediaan yang
bertujuan untuk melihat kesesuaian volume sediaan jika dipindahkan dari wadah
asli dengan volume yang tertera di etiket (Depkes RI, 1995). Volume awal

35
suspensi yang digunakan sebanyak 60 ml, setelah dipindahkan ke gelas ukur 100
ml volume suspensi menunjukkan 60 ml. Setelah dipindahkan kembali ke gelas
ukur 100 ml, volume suspensi menjadi 59 mL. Maka diperoleh persentase volume
terpindahkan yaitu 99,167%, hasil yang didapat menunjukan bahwa volume
terpindahkan yang didapat sudah baik karena menurut Depkes RI (1995) volume
yang harus terpindahkan adalah 95-110%.
Uji evaluasi sediaan selanjutnya adalah uji pH. Uji ini dilakukan pada saat
sirup kering telah direkonstitusi. Tujuan dari uji pH berkaitan dengan kenyamanan
pasien saat mengkonsumsi larutan suspensi tersebut dan pH yang terlalu asam
atau terlalu basa dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat aktif. Hasil pengukuran
pH sediaan dengan pH meter menunjukkan nilai pH sediaan adalah 2,88. Hasil ini
menunjukkan sediaan yang dibuat tidak masuk dalam rentang pH stabil sediaan
amoxicillin yaitu 3,5-6 (Depkes RI, 1995).
Sediaan suspensi sirup kering merupakan sediaan suspensi yang mudah
mengendap sehingga dilakukan uji sedimentasi dan uji redispersi (pengocokan
kembali). Uji redispersi atau pengocokan kembali sediaan yang telah mengendap
dengan pengocokan dan dihitung waktu yang dibutuhkan suspensi terdisperdi
kembali dengan baik. Uji sedimentasi yang dilakukan dengan melarutkan granul
dalam 60 mL air dan didiamkan selama 24 jam diperoleh hasil berupa tinggi total
sediaan pada gelas ukur 100 mL adalah 9,4 cm, tinggi endapan (sedimen) adalah 1
cm, dan tinggi volume air adalah 8,4 cm. Selanjutnya dilakukan pengujian
redispersi dengan mengocok kembali sediaan yang telah mengendap. Hasil yang
didapat setelah di gojog kembali adalah sediaan sirup kering terekonstitusi dengan
baik. Hal ini menandakan bahwa sirup kering dikategorikan baik karena pada saat
disuspensikan dapat dengan cepat terdispersi homogen (Depkes RI, 1995).
Uji viskositas sediaan sirup kering yang telah rekonstitusi menggunakan alat
viskosimeter Brookfield tipe DV-E VISCOMETER Alat ini dilengkapi dengan
motor dan spindel ,spindel yang berfungsi sebagai pengukur kekentalan larutan
yang berbeda untuk tiap jenis larutan. Diameter spindel yang digunakan
berbanding terbalik dengan viskositas sampel, semakin tinggi viskositas sampel
maka diameter spindel yang digunakan semakin kecil namun bila viskositas
sampel lebih rendah maka dapat digunakan diameter spindel yang besar. Sampel

36
sirup kering yang telah direkonstitusi kemudian dimasukkan ke dalam gelas
Beaker 100mL. Pengunaan gelas Beaker karena diameter gelas Beaker yang besar
dan dapat mempermudah memasukkan spindel ke dalam sampel. Untuk
memperoleh pengukuran yang tepat, alat sebaiknya diatur terlebih dahulu
kecepatan putar dan nomor spindel yang digunakan. Saat pemasangan spindle,
dipastikan spindel yang tercelup pada cairan sampel hingga tanda batas serta
hindari spindel menyentuh dasar gelas beaker agar tidak diperoleh gesekan antara
spindel dengan dasar gelas beaker sehingga kecepatan pengadukan tidak akan
berubah.
Pengukuran viskositas sediaan sirup kering digunakan spindle nomor 2 dan
kecepatan putar yang digunakan ada enam titik yaitu 10 rpm, 20 rpm, 30 rpm, 50
rpm, 60 rpm, dan 100 rpm. Berdasarkan pengukuran didapatkan nilai viskositas
dari masing-masing kecepatan geser (rate of shear) yang digunakan, dan nilai
viskositas ini digunakan dalam perhitungan nilai tekanan geser (shearing stress)
cairan uji. Dari analisis data perhitungan diperoleh kurva (rheogram) yang
merupakan hubungan antara rate of shear dengan shearing stress, serta hubungan
antara viskositas dengan shearing stress. Hampir seluruh sistem dispersi termasuk
sediaan-sediaan farmasi yang berbentuk emulsi dan suspensi tidak mengikuti
hukum Newton. Suspensi sebagian besar memberikan aliran plastis, pseudoplastis
dan tiksotropik (Uddin et al., 2016). Kurva yang diperoleh terlihat bahwa untuk
pengukuran viskositas rheologi sediaan suspensi sirup kering yang dibuat
memiliki sifat aliran pseudoplastis. Aliran pseudoplastik memiliki sifat yaitu
seiring meningkatnya kecepatan gesernya maka viskositasnya akan semakin
menurun. Hal ini telah sesuai dengan persyaratan sediaan sirup kering bahwa
dengan adanya pengocokan maka viskositasnya akan menurun sehingga mudah
dituangkan dari wadahnya. Aliran pseudoplastik diperlihatkan oleh polimer-
polimer dalam larutan, yang merupakan kebalikan dari sistem plastik, yang
tersusun dari partikel-partikel yang terflokulasi dalam suspensi (Martin dkk.,
2008). Hasil yang diperoleh pada uji viskositas adalah terbentuknya kurva
hubungan yang sesuai dengan sifat aliran hukum Non Newton pseudoplastik
seperti dibawah ini:

37
KURVA HUBUNGAN TEKANAN GESER
DENGAN KECEPATAN GESER
120
100
KECEPATAN GESER

80
60
40
20
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000
TEKANAN GESER

Gambar Kurva Hubungan Tekanan Geser Terhadap Kecepatan Geser

KURVA HUBUNGAN TEKANAN GESER


DENGAN VISKOSITAS
1200
1000
VISKOSITAS

800
600
400
200
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000
TEKANAN GESER

Gambar Kurva Hubungan Tekanan Geser Terhadap Viskositas


Uji selanjutnya adalah bobot jenis sediaan sirup kering dilakukan dengan
alat piknometer dimana pengujian dilakukan dengan menimbang bobot
piknometer kosong, selanjutnya ditimbang piknometer yang telah berisi air, dan
ditimbang piknometer yang berisi sediaan. Tujuan dilakukan pengujian bobot
jenis yaitu untuk mengetahui bobot jenis sediaan. Hasil pengujian bobot jenis
sediaan sebesar 1,071 g/mL. Hal ini menandakan sediaan sirup kering amoksisilin
dalam keadaan yang baik karena memenuhi persyaratan bobot jenis suspensi yang
baik yaitu harus lebih dari 1 g/mL. Suspensi yang baik dinyatakan harus lebih dari

38
1 g/mL karena zat pembawa pada sediaan suspensi yang digunakan adalah air
maka bobot jenis yang diperoleh harus lebih besar daripada bobot jenis zat
pembawanya (Ansel, 1989).

VII. KESIMPULAN DAN SARAN


7.1 Kesimpulan
1. Amoksisilin merupakan obat semisintetis yang termasuk dalam antibiotik
kelas penisilin (antibiotik beta-laktam). Obat ini diketahui memiliki
spektrum antibiotik yang luas terhadap bakteri gram positif dan gram
negatif pada manusia maupun hewan.
2. Amoksisilin dibuat dalam bentuk sirup kering karena obat ini memiliki
rasa yang pahit kestabilan Amoxicillin sangat buruk di dalam air.
Pembuatan amoxicillin yang dikemas dalam bentuk sediaan sirup kering
dilakukan dengan metode granulasi basah. Metode granulasi basah juga
bertujuan untuk mencegah terbentuknya flokulasi dan sedimentasi karena
terbentuknya sediaan suspensi yang kurang stabil saat penggojogan.
3. Evaluasi granul dilakukan beberapa uji yaitu uji kadar air, uji
kompresibilitas, uji sudut diam & laju alir, dan uji distribusi ukuran
partikel. Semua uji evaluasi granul yang dilakukan telah memenuhi
persyaratan yang ditentukan.
4. Evaluasi pada sirup kering dilakukan uji organoleptis, uji homogenitas, uji
volume terpindahkan, uji Ph, uji waktu rekonstitusi, uji kemampuan
redispersi , uji volume sendimentasi, uji penetapan bobot jenis sediaan,
dan uji viskositas. Uji evaluasi pada sediaan sirup kering yang tidak
memenuhi persyaratan hanya uji pH yang mana pH 2,88 berada diluar
rentang persyaratan pH amoksisilin dalam farmakope yaitu 5-7.
7.2 Saran
Saran yang dapat kelompok kami berikan adalah diharapkan alat untuk
menimbang dan alat gelas disediakan lebih banyak agar waktu pengerjaan lebih
efisien. Praktikan sebelum praktikum dianjurkan untuk membaca literature / cara
menggunakan alat terlebih dahulu sehingga pada saat pengerjaan lebih jelas dan
dapat dilakukan dengan baik.

39
DAFTAR PUSTKA

Ansel, H. C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta:


UI-Press.
Arunachalam, A. dan Mazumder, A. 2011. The Outcome of Formulation and In
Vitro Release Studies of Levothyroxine Sodium Tablets. Asian Journal of
Pharmaceutical Science & Technology (1):33-39.
Aulton, M. E. 1988. Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design. Second
Edition. New York: Churchill Livingstone.
Banker, S. G. and R. N. Anderson. 1986. Tablet In Lachman, L. Lieberman, The
Theory and Practice of Industrial Pharmacy. 3rd ed. Philadelphia : Lea and
Febiger.
Convention U.S.P. 2009. United States Pharmacopoeia and National Formulary .
Vol 2. Rockville : United States Pharmacopoeia Convention.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Gede, S. R. 2016. Identifikasi Jenis Obat Berdasarkan Logo Pada Kemasan
Menggunakan Metode Naïve Bayes. Jurnal Sisfo 6(1): 17-32.
Indijah, S. W dan P. Fajri. 2016. Farmakologi. Jakarta : Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kaur, S. P., Rao, R. dan Nanda S, 2011. Amoxicillin : A Broad Spectrum
Antibiotik. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences 3(3): 30-37.
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Lidia dan D. Kurniawan, 2017. Penentuan Perbedaan Stabilitas Fisik Suspensi
Kering Ampisilin Generik dan Nama Dagang Setelah Direkonstitusi
dengan Air Suling. Jurnal Ilmiah Bakti Farmasi 2(1):21-26.
Martin, A., J. Swarbrick, dan A. Cammarata. 2008. Farmasi Fisika 2. Edisi
Ketiga. Jilid Kedua. Jakarta: UI Press.

40
McEvoy and K. Gerald. 2002. AHFS Drug Book 4. USA: American Society of
Health System Pharmacist.
Moffat, A. C., M. D. Osselton., B. Widdop., dan L. Y. Galichet. 2011. Clarke's
Analysis of Drugs and Poisons, Third Edition. London: Pharmaceutical
Press Publication.
Mulyadi, M. D., I. Y. Astuti, B. A. Dhiani. 2011. Formulasi Granul Instan Jus
Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dengan Variasi
Konsentrasi Povidon sebagai Bahan Pengikat serta Kontrol Kualitasnya.
Pharmacy 8(3): 29-42.
Newman, M. G., H. Takei, and F. A. Carranza. 2002. Clinical Periodontology. 9th
ed. Philadelphia - London - New York: WB Saunders Co.
Rashati, D. dan A. Indriaweni. 2016. Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang
Pemakaian Antibiotika Amoxicillin Di Rumah Sakit Umum Dr. H.
Koesnadi Bondowoso Tahun 2014. Jurnal Ilmiah Kesehatan Rustida 2(2) :
216-225.
Rowe, R. C., J. S. Paul, J. W. Paul. 2009. Handbook of Pharmaceutical Exipients.
Edisi Keenam. London: Pharmaceutical Press.
Scheler, S., J. Raneburger., F. X. Schwarz, and F. Kern. 2017. Powder Mixtures
for Antibiotik Dry Syrup Formulation 2013(1): 1-5.
Shanbhag, P. P and S. S Bhalerao. 2010. Development and Evaluation of oral
reconstitutable systems of Cephalexin. International Journal of
PharmTech Research 2(1): 502-506.
Siswandono dan B. Soekardjo. 2000. Kimia Medisinal edisi 1. Surabaya:
Airlangga University.
Sweetman, S. C. 2009. Martindale 36 The Complete Drug Reference. London:
Pharmaceutical Press.
Tjay, T. H. dan K. Rahardja. 2008. Obat-Obat Penting. Jakarta : PT. Elex Media
Komputindo.
Uddin, M. S., A. A. Mamun, N. Akter, M. S. Sarwar, M. Rashid, M. S. Amran.
2016. Pharmacopoeial Standards and Spesifications for Pharmaceutical
Oral Liquid Preparations. Archives of Current Research International 3(2):
1-12.

41
United States Pharmacopoeia NF. 2007. This Unique E-Book Of The US
Pharmacopoeiac 30th is Made Especially for : Arabswell.
Weathermon, R. 1999. Alcohol and Medication Interaction. Alcohol Res Health
23(1): 41-52.

42
LAMPIRAN GAMBAR

Uji kompresibilitas Bobot granul sebelum Uji sediaan sirup


granul evaluasi dengan pH-meter

Penimbangan aerosil Kadar air granul Granul diayak dengan


ayakan 20 mesh

Proses penggerusan Penimbangan asam Penimbangan sukrosa


sitrat

43
Sisa granul pada Sisa granul pada Sisa granul pada
ayakan 20 mesh ayakan 40 mesh ayakan 60 mesh

Sisa granul pada Granul yang melewati Penimbangan


ayakan 80 mesh ayakan 20,40,60,80 piknometer berisi air

Penimbangan Rekonstitusi sirup Uji viskositas sediaan


piknometer kosong kering dengan air sirup kering

44
Uji distribusi ukuran Uji volume Sirup kering yang
partikel granul terpindahkan sudah direkonstitusi

Kemasan sirup kering

45

Anda mungkin juga menyukai