Anda di halaman 1dari 22

JURNAL AWAL

PRAKTIKUM FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN NON STERIL


FORMULA DAN EVALUASI KRIM VITAMIN C

DOSEN PENGAMPU:
Putu Sanna Yustiantara, S.Farm., M.Si., Apt.

KELOMPOK 12
GOLONGAN II

Luh Pande Putu Tirta (1708551087)

Ni Kadek Ayu Pramesti (1708551089)

Desak Putu Putri Satriyani (1708551090)

Luh Vela Septyani (1708551091)

Ni Putu Wahyudewi Primananda (1708551092)

Ni Made Ari Ginarsih (1708551093)

Ni Luh Santyani (1708551094)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
I. PRAFORMULASI
a. Tinjauan farmakologi bahan obat
 Vitamin C
a. Indikasi
Vitamin C merupakan zat antioksidan yang dapat menetralisir radikal
bebas. Vitamin C berperan aktif pada pembentukan kolagen pada kulit, dapat
mencegah dan mengobati hiperpigmentasi dengan cara menghambat kerja
enzim tirosinase sehingga mengurangi produksi melanin. Vitamin C juga
dapat mencegah konversi nitrit dan amin sekunder menjadi nitrosamin yang
bersifat karsinogenik (Pakaya, 2014).
b. Farmakokinetik
Pada keadaan normal, tampak kenaikan kadar vitamin C dalam darah
setelah diabsorbsi. Kadar dalam leukosit dan trombosit lebih besar daripada
dalam plasma dan eritrosit. Distribusinya luas ke seluruh tubuh dengan kadar
tertinggi dalam kelenjar serta terendah dalam otot dan jaringan lemak.
Ekskresi melalui urin dalam bentuk utuh dan bentuk garam sulfatnya terjadi
jika kadar dalam darah melewati ambang rangsang ginjal 1,4 mg. Angka
kecukupan gizi vitamin C adalah 35 mg untuk bayi dan meningkat sampai
kira-kira 60 mg pada dewasa. Efisiensi absorbsi vitamin C akan berkurang,
sedangkan kecepatan ekskresinya akan meningkat jika digunakan dalam dosis
yang lebih besar (Dewoto, 2008).
c. Farmakodinamik
Vitamin C berperan sebagai suatu kofaktor dalam sejumlah reaksi
hidroksilasi dan amidasi dengan memindahkan elektron ke enzim yang ion
logamnya harus berada dalam keadaan tereduksi, dan dalam kondisi tertentu
bersifat sebagai antioksidan. Vitamin C dibutuhkan untuk mempercepat
perubahan residu prolin dan lisin pada prokolagen menjadi hidroksiprolin dan
hidroksilisin pada sintesis kolagen. Dalam sintesis kolagen selain berperan
dalam hidroksilasi prolin, juga berperan menstimulasi langsung sintesis
peptide kolagen. Pemberian vitamin C pada keadaan normal tidak
menunjukkan efek farmakodinamik yang jelas, tapi pada keadaan defisiensi
pemberian vitamin C akan menghilangkan gejala penyakit dengan cepat
(Dewoto, 2008).
d. Efek Samping
Efek samping pada dewasa adalah kulit memerah, pusing, lemah, dan
gangguan tidur. Reaksi toksik yang utama pada bayi baru lahir adalah ruam
kulit. Efek samping lainnya yaitu keracunan besi, karena vitamin C dapat
meningkatkan absorbsi besi (Goodman and Gilman, 2006).
e. Kontraindikasi
Vitamin C dosis tinggi tidak diberikan kepada ibu hamil dengan usia
kehamilan bulan pertama karena dapat meningkatkan produksi progesteron
dari corpus luteum, vitamin C dosis tinggi dapat memblok fungsi tersebut,
sehingga berpotensi mengakibatkan keguguran (Goodman and Gilman,
2006).
f. Peringatan dan Perhatian
Hindari kontak dengan mata, mulut, area kelamin dan anus, serta selaput
lendir (Brunton et al.,2008).
g. Interaksi Obat
Tidak ditemukan interaksi obat yang signifikan namun dihindari
penggunaan bersama obat topikal lainnya.
h. Penyimpanan
Disimpan dalam wadah tertutup rapat tidak tembus cahaya (Depkes RI,
2014).
b. Tinjauan fisikokimia bahan obat
 Vitamin C

Gambar 1.1 Rumus Struktur Vitamin C (Depkes RI, 2014)

Rumus Molekul : C6H8O6


Pemerian : Hablur atau serbuk; putih atau agak
kuning; oleh pengaruh cahaya lambat laun
menjadi berwarna gelap. Dalam keadaan
kering, stabil di udara, dalam larutan cepat
teroksidasi. Melebur pada suhu lebih kurang
190OC.
Kelarutan : Mudah larut dalam air; agak sukar larut
dalam etanol; tidak larut dalam kloroform,
dalam eter, dan dalam benzen.
Wadah dan Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat tidak tembus
cahaya.
(Depkes RI, 2014)
Khasiat dan Penggunaan : Antiskorbut.
(Depkes RI, 1979)

c. Tinjauan fisikokimia zat tambahan


1. Asam Stearat
Asam stearate adalah campuran asam organic padat yang diperoleh dari
lemak, sebagian besar terdiri dari okta dekanoat, C16H32O2
Pemerian : Cairan kental seperti minyak, korosif, tidak berwarna, jika
ditambahkan kedalam air menimbulkan panas.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; larut dalam 20 bagian etanol
(95%) P, dalam 2 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian
eter P.
Titik leleh : 69o-70o C
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : zat tambahan
(Depkes RI, 1979)
Inkompatibilitas : asam stearat tidak kompatibel dengan logam hidroksida
dan mungkin tidak kompatibel dengan basa, bahan pereduksm dan
oksidator
(Rowe et al., 2009)
2. Trietanolamina
Trietanolamina adalah campuran dari trietanolamina, dietanolamina,
dan monoetanolamina. Mengandung tidak kurang dari 99% dan tidak lebih
dari 107,4% dihitung terhadap zat anhidrat sebagai trietanolamina
Rumus kimia : (C2H4OH)3
Pemerian : cairan kental, tidak berwarna hingga kuning pucat, bau
lemah mirip amoniak, higroskopik
Kelarutan : mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%) P, larut
dalam kloroform P
Bobot jenis : 1,120 sampai 1,128
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya
Kegunaan : zat tambahan
(Depkes RI, 1979)
3. Setil Alkohol
Setil alkohol memiliki rumus kimia yaitu C16H34O
Gambar 1.2 Struktur Setil Alkohol (Rowe et al., 2009)

Pemerian : berbentuk serpihan putih, licin, granul atau kubus,


berwarna putih, berbau khas lemah, rasa lemah.
Kelarutan : tidak larut dalam air, larut dalam etanol dan eter, kelarutan
bertambah dengan naiknya suhu.
Suhu Lebur : 45°C-50°C.
(Depkes RI, 1995)
Inkompatibilitas : Tidak kompatibel dengan agen pengoksidasi kuat
Stabilitas : Setil alkohol stabil pada keadaan asam,basa dan
udara.
Kegunaan : Setil alkhol dapat meningkatkan konsistensi dari emulsi
atau yang dikenal dengan emulgator.
(Rowe et al., 2009)
4. Parafin Cair
Parafin adalah campuran hidrokarbon padat yang dimurnikan, yang
diperoleh dari minyak tanah.
Pemerian : hablur tembus cahaya atau agak buram, tidak berwarna
atau putih, tidak berbau, tidak berasa, agak berminyak
Kelarutan : tidak larut dalam air dan dalam etanol; mudah larut dalam
kloroform, dalam eter, dalam minyak menguap, dalam
hamper semua jenis minyak lemak hangat; sukar larut
dalam etanol mutlak
Jarak beku : 47o dan 65o
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat dan cegah pemaparan
terhadap panas berlebih
(Depkes RI, 1995)
5. BHT (Butil Hidroksitoluen)

Gambar 1.3 Struktur butyl hidroksitoluena (Rowe et al., 2009)


Butil hidroksitoluen mengandung tidak kurang dari 99% C15H24O
Pemerian : hablur padat, putih, bau khas lemah
Kelarutan : tidak larut dalam air dan dalam propilenglikol, mudah
larut dalam etanol, dalam kloroform dan dalam eter
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
(Kemenkes RI, 2014)
o
Titik lebur : 70 C
Titik didih : 265 oC
Kegunaan : BHT digunakan sebgai anti oksidan dalam kosmetik,
makanan, dan obat-obatan, dapat digunakan juga sebagai
anti virus. Pada sediaan topikal, BHT digunakan sebagai
anti oksidandengan kadar 0,0075-0,1%
(Rowe et al., 2009)
6. Gliserin
Gliserin mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari
101,0% C3H6O3.
Berat molekul : 92,09 g/mol
Pemerian : cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna; rasa manis;
hanya boleh berbau khas lemah (tajam atau tidak enak).
Higroskopik, netral terhadap lakmus.
Kelarutan : dapat bercampur dengan air dan dengan etanol; tidak larut
dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak, dan
dalam minyak menguap.
Bobot Jenis : tidak kurang dari 1,249.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
(Depkes RI, 1995)
Kegunaan : Pengawet antimikroba; cosolvent; yg melunakkan;
humektan; pelarut; agen pemanis; agen tonisitas. Sebagai
humektan dengan konsentrasi ≤ 30%(Rowe et al ., 2009).
Zat tambahan (Depkes RI, 1979).
7. Minyak mawar
Minyak mawar adalah minyak atsiri yang diperoleh dengan
penyulingan uap bunga segar Rosa gallica L., Rosa damascena Miller,
Rosa alba L., dan varietas Rosa lainnya (Depkes RI, 1995)
Pemerian : cairan tidak berwarna atau kuning, bau menyerupai
bunga mawar, rasa khas, pada suhu 25oC kental, dan jika
didinginkan perlahan-lahan berubah menjadi massa hablur
bening yang jika dipanaskan mudah melebur
Kelarutan : larut dalam kloroform
Penggunaan : sebagai pemberi aroma pada sediaan krim
(Depkes RI, 1995)
8. Akuades
Rumus kimia : H2O
Berat molekul : 18,02 gram/mol
Definisi : air murni yang dimurnikan dengan destilasi, perlakuan
menggunakan penukar ion, osmosis balik, atau proses lain
yang sesuai. Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air
minum. Tidak mengandung zat tambahan lain
Pemerian : cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak
mempunyai rasa.
pH : antara 5 – 7
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
(Depkes RI, 1995)
d. Bentuk sediaan, dosis dan cara pemakaian
1. Bentuk Sediaan
Sediaan vitamin C akan dibuat dengan bentuk krim. Menurut Farmakope
Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu
atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai
(Depkes RI, 1995). Sedangkan menurut Anief (2008), krim adalah sediaan
setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak kurang dari 60% air,
dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Krim digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi
relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak (a/m) atau minyak dalam
air (m/a). Emulgator adalah surfaktan yang mengurangi tegangan antarmuka
antara minyak dan air, mengelilingi tetesan-tetesan terdispersi dengan lapisan
yang kuat sehingga mencegah koalesensi dan pemecahan fase terdispersi.
Kestabilan emulsi terutama dipengaruhi oleh variasi dan jumlah emulgator (Anief,
2008).
Sifat fisik dan stabilitas sediaan krim akan menentukan keefektifan sediaan
saat diaplikasikan pada kulit. Salah satu bahan yang biasa digunakan sebagai
emulgator dalam sediaan krim adalah asam stearat dan trietanolamin. Asam
stearat digunakan dalam krim yang mudah dicuci dengan air, sebagai zat
pengemulsi untuk memperoleh konsistensi krim tertentu serta untuk memperoleh
efek yang tidak menyilaukan pada kulit. Jika asam stearat digunakan sebagai
pengemulsi, maka umumnya kalium hidroksida atau trietanolamin ditambahkan
secukupnya agar bereaksi dengan 8% sampai 20% asam stearat (Lachman, 2008).
Krim biasanya dikemas baik dalam botol, pot atau dalam tube, botol dapat
dibuat dari gelas tidak berwarna, warna hijau, amber atau biru atau buram dan
porselen putih. Botol plastik juga dapat digunakan. Wadah dari gelas buram dan
berwarna berguna untuk krim yang mengandung obat yang peka terhadap cahaya.
Tube krim untuk pemakaian topikal lebih sering dari ukuran 5 sampai 30 gram
(Ansel, 1989).
2. Dosis
Topikal vitamin C sering digunakan dalam praktik dermatologi karena selain
sebagai antioksidan, vitamin C juga dapat digunakan sebagai agen depigmentasi
kulit area mata. Selain itu, topikal vitamin C relatif aman digunakan dalam jangka
waktu yang panjang. Zat ini juga dapat dengan aman dikombinasikan bersama
dengan topikal agen anti penuaan umum lainnya seperti tabir surya,tretinoin,
antioksidan lainnya, dan alfa hidroksi asam seperti asam glikolat (Utami dan Tri,
2016). Vitamin C dalam sediaan krim merupakan obat luar sehingga
penggunaannya tanpa menggunakan dosis tertentu (Arvin, 2000).
3. Cara Pemakaian
Cara penggunaan krim yaitu dengan cara dioles. Pengolesan dilakukan pada
lokasi lesi atau menyesuaikan dengan luas kelainan kulit. Krim juga dapat
digunakan dengan cara menggosok dan menekan yang bertujuan untuk
memperluas daerah aplikasi. Penggosokkan ini mengakibatkan efek eksfoliatif
lokal yang meningkatkan penetrasi obat (Schaefer et al., 2008).
II. FORMULASI
a. Formula
R/ Vitamin C 3%
Asam Stearat 12 %
Trietanolamin 3%
Setil alkohol 2%
Parafin cair 2%
BHT 0,20 %
Gliserin 10 %
Minyak mawar 0,5 %
Akuades ad 100
(Hasniar dkk., 2015).

b. Pemasalahan dan Pencegahan Masalah dalam Formulasi


 Permasalahan
a. Sediaan krim mengandung minimal 60 % air sehingga mudah
ditumbuhi mikroba.
b. BHT (Butil Hidroksitoluen) tidak larut dalam air.
c. Asam stearat dan BHT (Butil Hidroksitoluen) berbentuk hablur.
 Pencegahan
a. Ditambahkan bahan pengawet berupa BHT (Butil Hidroksitoluen).
b. BHT (Butil Hidroksitoluen) sukar larut dalam air, sehingga BHT dapat
dilarutkan terlebih dahulu dengan etanol 95%.
c. Dilakukan pengecilan ukuran partikel dengan cara digerus.
d. Fase air dan minyak dicampur selagi hangat, untuk menghindari krim
pecah.

III. PRODUKSI
a. Penimbangan
Adapun krim yang akan dibuat sebanyak 3 buat dengan bobot masing-masing
seberat 50 gram sehinga bahan-bahan yang diperlukan dapat dihitung sebagai
berikut:
3
Vitamin C : x 150 gram  4,5 gram
100
12
Asam Stearat : x 150 gram  18 gram
100
3
Trietanolamin : x 150 gram  4,5 gram
100
2
Setil alkohol : x 150 gram  3 gram
100
2
Parafin cair : x 150 gram  3 gram
100
0,20
BHT : x 150 gram  0,3 gram
100
10
Gliserin : x 150 gram  15 gram
100
0,5
Minyak mawar : x 150 gram  0,75 gram
100
Akuades : 150 – (4,5+18+4,5+3+3+0,3+15+0,75) = 100,95
mL
b. Cara Kerja
 Alat dan Bahan
1. Alat
- Alat-alat gelas
- Mortir dan stamper
- Timbangan analitik
- Kertas perkamen
- Penangas air
- Thermometer
- Sudip
- Sendok tanduk
2. Bahan
- Vitamin C
- Aquadest
- Trietanolamin
- BHT 0,18%
- BHT 0,02%
- Setil alcohol
- Asam stearate
- Parafin cair
 Cara Kerja
Ditimbang dan diukur bahan-bahan yang digunakan untuk membuat
krim

Dileburkan berturut-turut fase minyak asam stearat, setil alkohol, BHT


0,02%, parafin cair di atas penangas air pada suhu 50o C

Pada wadah lain, dibuat fase air dengan cara dilarutkan BHT 0,18%
dan trietanolamin dalam aquadest dan dipanaskan hingga suhu 70o C

Dimasukkan Vitamin C ke dalam mortir dan dilarutkan dengan


gliserin

Ditambahkan fase air sedikit demi sedikit digerus sampai homogen

Ditambahkan fase minyak sedikit demi sedikit lalu digerus sampai


homogen

Ditambahkan minyak mawar secukupnya, setelah itu dihomogenkan

Dimasukkan krim ke dalam wadah.


IV. PENGEMASAN
a. Kemasan Primer

b. Kemasan Sekunder

c. Etiket
d. Brosur

V. EVALUASI
5.1.1 Uji Organoleptis

Dilakukan pengamatan organoleptis melalui perubahan penampilan fisik


meliputi warna, bau, dan homogenitas dari krim

Dicatat data hasil organoleptis.

(Wibowo et al., 2017)


5.1.2 Uji Homogenitas

Ditimbang 1 gram krim dan dioleskan pada plat kaca dan ditutup
menggunakan objek glass.
Apabila krim yang dibuat homogen maka krim tidak tersisa butiran padat.

(Wibowo et al., 2017)


5.1.3 Uji Daya Sebar

Ditimbang 1 gram krim kemudian diletakkan di atas plat kaca transparan


yang di bawahnya ditambahkan kertas berskala kemudian disebarkan dan
didiamkan selama satu menit.

Ditambahkan kembali kaca transparan di bagian atasnya, kemudian diberi


beban bertingkat 1, 2, 5 gram.

Krim disebarkan dan diukur penambahan diameternya.

Dilakukan sebanyak tiga kali dan dicatat data yang diperoleh

(Rahmawati dkk., 2010)


5.1.4 Uji Daya Lekat

Krim ditimbang 1 gram lalu dioleskan pada plat kaca.

Kedua plat ditempelkan sampai plat menyatu dan diletakkan beban seberat
1 kg selama 5 menit setelah itu dilepaskan lalu diberi beban pelepasan 80
gram untuk pengujian.

Waktu dicatat sampai kedua plat saling lepas. Hal ini dilakukan replikasi
sebanyak 3 kali.
Persyaratan daya lekat yang baik untuk sediaan topikal adalah lebih dari 4
detik.

(Wibowo et al., 2017)


5.1.5 Uji Pengukuran Viskositas Sediaan

Disiapkan alat dan bahan, dipastikan dalam keadaan bersih. Dipasang stop
kontak pada alat

Dimasukkan sediaan krim ke dalam gelas beaker 100 mL


Diatur nomor spindel.

Dipilih spindel yang sesuai dengan mengatur kecepatan 100 rpm

Spindel yang terpilih digantung pada gantungan spindle dandiatur nomor


spindle pada alat

Diturunkan spindle hingga tercelup ke sediaan krim

Pengukuran dilakukan pada kecepatan 10; 20; 30; 40; dan 50 rpm dan
Dicatat cp dan % yang didapat

Penentuan viskositas dilakukan pada suhu ruangan. Data viskositas diplot


pada rheogram.
(Purushothamrao et al., 2010)
5.1.6 Uji Pengukuran pH

Ditimbang dengan seksama 5 gram krim di dalam beaker glass.

Ditambahakan 45 mL air dan dicampurkan di dalamnya.

Elektrode pada pH meter dicuci terlebih dahulu dengan akuades dan


dilakukan standarisasi dengan larutan standar pH 7, pH 4, dan pH 10.

Elektorda dicelupkan ke dalam sampel dan dicatat pH yang ditunjukan


oleh jarum pH meter

(Wibowo et al., 2017).


5.1.7 Uji Tipe Emulsi

Diambil sedikit krim yang akan diuji.

Dioleskan pada kaca objek kemudian diteteskan sedikit metilen biru.

Jika warna biru segera terdispersi ke seluruh emulsi maka tipe emulsinya
adalah tipe M/A (minyak dalam air) sebaliknya jika tidak terdispersi maka
tipe emulsinya A/M (air dalam minyak).

5.1.8 Uji Pelepasan dan Penetapan Kadar Vitamin C


1. Pembuatan Buffer Dapar Fosfat pH 7,4

Ditimbang NaOH sebanyak 0,3339 gram dan KH2PO4 sebanyak 1,3115 g


NaOH dimasukkan ke gelas beker, ditambahkan akuades secukupnya
hingga larut

Dimasukkan ke labu ukur 100 mL

KH2PO4 dimasukkan ke gelas beaker, ditambahkan akuades secukupnya


hingga larut

Dimasukkan ke dalam labu ukur yang berisi NaOH. Akuades


ditambahkan sapai batas 100 mL, kemudian digojog hingga homogen

Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Diukur akuades dengan labu ukur 100


mL, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Kemudian digojog hingga
tercampur homogen

2. Pembuatan Larutan Standar Na2S2O3 0,05 M

Na2S2O3 ditimbang sebanyak 3,1030 gram diatas kertas perkamen pada


neraca analitik

Dimasukkan ke dalam gelas beaker, ditambahkan aquadest secukupnya,


diaduk hingga larut. Dipindahkan larutan ke dalam labu ukur 250 mL

Ditambahkan aquadest hingga tanda batas 250 mL dan digojog hingga


homogen

Diberi label pada labu ukurnya


3. Pembuatan Larutan Standar KIO3 0,02 M

Kristal KIO3 ditimbang sebanyak 1,0773 gram pada beaker glass

Ditambahkan aquadest secukupnya, diaduk hingga larut

Dipindahkan larutan KIO3 ke dalam labu ukur 250 mL

Ditambahkan aquadest hingga tanda batas 250 mL dan digojog hingga


homogen

4. Pembuatan Larutan Indikator Kanji 1%

Ditimbang Pati sebanyak 0,2503 gram, dimasukkan ke dalam beaker


glass

Ditambahkan 25 mL aquadest sambil diaduk hingga larut

Dididihkan beberapa menit, didinginkan.

5. Pembuatan Larutan Asam Sulfat 0,5 M

Dimasukkan sedikit aquadest ke dalam labu ukur 100 mL

Dipipet 2,75 mL H2SO4 98% b/b dan dimasukkan ke dalam labu ukur
100 mL dengan hati-hati

Ditambahkan aquadest hingga tanda batas 100 mL dan digojog hingga


homogen
Dipindahkan ke dalam botol coklat dan dilapisi dengan aluminium foil.

6. Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,05 M

Larutan standar KIO3 0,02 M sebanyak 6,25 mL dimasukkan ke dalam


labu Erlenmeyer

Ditambahkan 0,5 gram KI dan 2,5 mL H2SO4 0,5 M

Dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,05 M hingga larutan


berwarna kuning pucat

Ditambahkan 5 tetes indikator kanji, Dilanjutkan titrasi hingga warna


biru hilang

Dicatat volume Na2S2O3 yang digunakan

Titrasi diulangi sebanyak 2 kali

Dicatat volume Na2S2O3 yang digunakan dan dihitung Molaritas rata-


rata Na2S2O3.

7. Pengukuran Difusi Vitamin C dari sediaan Krim

Dimasukkan larutan dapar fosfat pH 7,4 ke dalam alat (hingga tanda


batas pemisah kompartemen reseptor dan kompartemen donor dengan
membrane selovan)
Dijalankan magnetic stirrer pada kecepatan 250 rpm dan dijaga suhu
kompartemen reseptor agar 37 ± 0,50C

Diambil sampel sebanyak 3 mL yang dilakukan pada kompartemen


reseptor setiap waktu tertentu yaitu pada menit ke- 15, 30, 60, 90, dan
120 menit

Dilakukan penggantian volume media dengan jumlah yang sama pada


setiap pengambilan sampel

8. Penetapan Kadar Iodometri

Dipipet sampel sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer

Ditambahkan 10 mL H2SO4 0,5 M dan 5 mL aquadest

Ditambahkan 0,5 gram KI dan 6,25 mL larutan standar KIO3 0,02 M

Dilakukan titrasi dengan larutan standar Na2S2O3 sampai terbentuk


warna kuning pucat

Ditambahkan 5 tetes indikator kanji

Dilanjutkan titrasi hingga warna larutan menjadi bening


Dicatat volume Na2S2O3 yang digunakan

Titrasi diulangi pada seluruh sampel

Dihitung kadar vitamin C serta dihitung jumlah vitamin C yang terdifusi

5.1.9 Uji Aseptabilitas

Dioleskan krim pada punggung tangan beberapa orang

Dilakukan penilaian dengan menggunakan kuisioner dengan beberapa


kriteria yaitu kelembutan, kemudahan pemakaian, sensasi yang
ditimbulkan dan kemudahan pencucian

Dilakukan skoring pada data yang didapatkan.


DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 2008. Ilmu Meracik Obat: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.

Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press.

Arvin, B.K. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Ed.5 Vol.3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Brunton, L., K. Parker, D. Blumenthal, L. Buxton. 2008. Goodman & Gilman’s
Manual of Pharmacology and Therapeutic. NewYork: McGrawHill.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta : Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta : Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.

Dewoto, H.R. 2008. Vitamin dan Mineral : Farmakologi dan Terapi. Edisi V.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Goodman and Gilman. 2001. The Pharmacological Basis of Therapeutics. 10’s


Edition. New York : McGraw-Hill.

Hasniar., Yusriadi., A. Khumaidi. 2015. Formulasi Krim Antioksidan Ekstrak


Daun Kapas (Gossypium sp.) Antioxidant Cream Formulation of
Gossypium sp. Leaf Extract. Journal of Pharmacy. 1 (1) : 9 – 15.

Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi Kelima. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Lachman, L. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri II. Jakarta: UI Press.

Pakaya, D. 2014. Peranan Vitamin C pada Kulit. Medika Tadulako, Jurnal Ilmiah
Kedokteran. Vol. 1 (2) : 45 – 54.

Purushothamrao, K., K. Khaliq, P. Sagare, S. K. Patil, S. S. Kharat, K. Alpana..


2010. Formulation and Evaluation of Vanishing Cream for Scalp Psoriasis.
Int J Pharm Sci Tech. Vol (1):33-41.
Rahmawati D., Sukmawati A., Indrayudha P. (2010) Formulasi krim minyak atsiri
rimpang temu giring (Curcuma heyneana Val & Zijp): uji sifat fisik dan
daya antijamur terhadap Candida albicans secara in vitro. Maj. Obat Trad.
Vol 15 : 56-63.

Rowe, Raymond C., Paul J. S., Paul J. W. 2009. Handbook of Pharmaceutical


Exipient. London: Pharmaceutical Press

Schaefer, H., T.E. Redelmeier, G.J. Ohynek, J. Lademann. 2008.


Pharmacokinetics and Topical Aplication of Drugs. 7th ed. New York: Mc
Graw-Hill.

Utami N., dan Tri N.S. 2016. Kegunaan Topikal Vitamin C untuk Menghilangkan
Hiperpigmentasi Periorbital. Majority. Vol 5(3).

Wibowo, S.A., A. Budiman., D. Hartanti. 2017. Formulasi dan Aktivitas Anti


Jamut Sediaan Krim M/A Ekstrak ETanol Buah Takokak (Solanum torvum
Swartz) Terhadap Candida albicans. Jurnal Riset Sains dan Teknologi.Vol
1(1) : 15-21.
Wibowo, S.A., A. Budiman., D. Hartanti. 2017. Formulasi dan Aktivitas Anti
Jamut Sediaan Krim M/A Ekstrak ETanol Buah Takokak (Solanum torvum
Swartz) Terhadap Candida albicans. Jurnal Riset Sains dan Teknologi.Vol
1(1) : 15-21.

Anda mungkin juga menyukai