Anda di halaman 1dari 29

1

1.1 TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan alkaloida
dalam tanaman.

1.2 TINJAUAN PUSTAKA


1.2.1 Tanaman Lada Hitam (Piper nigrum L.)
Lada hitam adalah buah Piper nigrum L. yang belum masak. Kadar
minyak atsiri tidak kurang dari 1% b.v (DepKes RI Meteria Medica Jilid
VI)
Menurut Tjitrosoepomo (2007), klasifikasi tanaman lada adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae ( tumbuhan )
Subkingdom : Tracheobionta ( Tumbuhan berpembuluh )
Super Divisi : Spermatophyta ( Menghasilkan biji )
Divisi : Magnoliophyta ( Tumbuhan berbunga )
Kelas : Magnoliopsida ( Berkeping dua / dikotil )
Sub Kelas : Piperales
Ordo : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper nigrum L.
Nama Daerah : Lada, Merica
Simplisia : Minyak atsiri mengandung felandren, dipenten,
kariopilen, limonene, alkaloida piperina dan

kavisina
Gambar 1 : Piper nigrum

2
a. Nama Daerah
Merica hitam (Piper nigrum L.) mempunyai nama Sumatera: lada
(Aceh), leudeu pedih (Gayo), lada (Batak), lada (Nias), raro (Mentawai),
lada kecik (Bengkulu), lade ketek (Minangkabau), lada (Lampung). Jawa:
Lada, pedes (Sunda), merica (Jawa). Nusa Tenggara: maicam, mica (Bali),
saha (Bima), saang (Flores). Kalimantan: sahang laut (Dayak), sahang
(Sampit). Sulawesi: kaluya jawa, marisa jawa, malita lodawa (Gorontalo).
Maluku: marisano (Sepa), rica jawa, rica polulu (Ternate), mica jawa, rica
tamelo (Tidore), Indonesia : lada hitam (DepKes RI Materia Medica Jilid
IV)
b. Morfologi Tanaman
Tanaman ini adalah batang pokok berkayu, beruas-ruas dan tumbuh
merambat dengan menggunakan akar pelekat pada tiang panjat atau
menjalar di atas permukaan tanah. Tanaman lada merupakan akar
tunggang dan memiliki daun tunggal, berseling dan tersebar
(Tjitrosoepomo, 2004).
Daun berbentuk bulat telur sampai memanjang dengan ujung
meruncing (Rismunandar, 2007). Buah merupakan produksi pokok
daripada hasil tanaman lada. Buah lada berbentuk bulat, berbiji keras dan
berkulit buah yang lunak. Kulit buah yang masih muda berwarna hijau,
sedangkan yang tua berwarna kuning. Buah yang sudah masak berwarna
merah, berlendir dengan rasa manis. Sesudah dikeringkan lada berwarna
hitam. buah lada merupakan buah duduk, yang melekat pada malai. Besar
kulit dan bijinya 4-6 mm, sedangkan besarnya biji 3-4 mm. Berat 100 biji
kurang lebih 38 gram atau rata-rata 4,5 gram. Kulit buah atau pericarp
terdiri dari 3 bagian, yaitu epicarp (kulit luar), mesocarp (kulit tengah),
endocarp (kulit dalam) (Rismunandar, 2007).
Kulit ini terdapat biji-biji yang merupakan produk dari lada, biji-biji
ini juga mempunyai lapisan kulit yang keras (Sutarno dan Agus Andoko,
2005). Buah lada umumnya dikenal dalam dua jenis, yaitu lada hitam dan
lada puith. Yang membedakan kedua jenis ini adalah proses

3
pembuatannya. Proses pembuatan lada hitam adalah dengan mengambil
buah yang masih hijau, diperam, kemudian dijemur sampai kering. Dari
penjemuran diperoleh buah lada yang keriput dan berwarna kehitam-
hitaman. Sedangkan lada putih diambil dari buah yang hampir masak,
direndam, dan dikupas kulitnya yang kemudian dijemur hingga berwarna
putih (Rismunandar, 2007)

1.2.2 Kandungan Senyawa Tanaman Lada Hitam


Kandungan : Mengandung minyak atsiri dan senyawa alkaloida
piperina dan kavisina
Simplisia : Minyak atsiri mengandung felandren, dipenten,
kariopilen, limonene, alkaloida piperina dan kavisina
Menurut Williamson (2002), susunan kimia lada hitam terdiri dari :
a. Minyak atsiri (Essential oil) diantaranya mengandung 1,2 – 2,6%
minyak atsiri yang terdiri dari sabinine (15-25%), caryophyllene,
α-pinene, dll.
b. Asam Fenolat adalah senyawa yang terdiri dari cincin fenolik dan
gugus asam karboksilat (COOH) dengan struktur kimia C6-C1.
Menurut Meghwal dan Goswami (2012) asam fenolat yang
terkanlldung dalam buah lada hitam memiliki fungsi sebagai
antioksidan.
c. Piperin (1–piperilpiperidin ) C17H19O3N merupakan alkaloid
dengan inti piperidin. Piperin berbentuk ocale berwarna kuning
dengan titik leleh 1270C -1290C, merupakan basa yang tidak optis
aktif, dapat larut dalam ocale, ocale, eter, dan sedikit larut dalam
air (Anwar,dkk. 1994). Piperin terdapat dalam beberapa spesies
piper dan dapat dipisahkan baik dari lada hitam maupun lada putih
perdagangan piperin juga dapat ditemukan pada cabe jawa.
Kandungan piperin biasanya berkisar antara 5-92% (Anwar,dkk.
1994).
Menurut Shingate et al. (2013) lada terdiri dari piperine alkaloid (3-
9%), pungent resin (6.0%), volatile oil (1-2.5%), piperidine dan starch

4
(about 30%) yang berkhasiat sebagai CNS stimulant, analgesic, antipyretic
dan antifeedent activities, depressant, anticonvulsant.

1.2.3 Manfaat Tanaman Lada Hitam


Biji kering yang sudah dihaluskan banyak digunakan untuk
pengobatan dan juga menjadi bahan peramu yang ditambahkan dalam
masakan Eropa. Daya tarik Lada sebagai bahan masakan karena adanya
zat piperin.
Lada diketahui berkhasiat dalam menambah nafsu makan,
memperbaiki sistem pencernaan, menambah cita rasa makanan,
meluruhkan keringat, mingkatkan sekresi asam lambung, meluruhkan
flatus, mengurangi rasa mual, menigkatkan suhu tubuh, serta sebagai
stimulan dan antibakteri. Sementara itu, lada hitam dipercaya dapat
digunakan untuk mengobati konstipasi, diare, sakit telinga, gangren,
penyakit jantung, hernia, suara serak, gangguan pencernaan, gigitan
serangga, kesulitan tidur, linu sendi, gangguan hati, paru bisul dalam
mulut dan sakit gigi ( Agoes, 2010 )
Karminative, dan iritasi local (Materia Medica Jilid IV). Piperin
memiliki khasiat sebagai antiinflamasi, antimalaria, menurunkan berat
badan, menurunkan demam, menetralkan racun bisa ular, antiepilepsi,
membantu meningkatkan penyerapan vitamin tertentu (Kolhe et al., 2009).
Piperin memiliki aktivitas sebagai analgesik dan antipiretik pada tikus, dan
menunjukkan hasil yang sebanding dengan indometasin sebagai obat
standar (Sabina et al., 2013). Kualitas ekstrak buah lada dipengaruhi oleh
kandungan dan kadar senyawa kimia di dalamnya. Proses ekstraksi buah
lada hitam dalam skala industri digunakan pelarut etanol 60% (Agoes,
2009). Senyawa piperin merupakan senyawa identitas yang paling banyak
terkandung dalam buah lada serta memiliki beragam khasiat pengobatan,
maka perlu dipisahkan secara selektif melalui penyarian atau ekstraksi.
Piperin yang terkandung dalam lada hitam dapat meningkatkan
bioavaibilitas suatu obat seperti Barbiturates, Coenzyme Q10 (CoQ10),
Curcumin (extract from turmeric), Dapsone, Ethambutol, Atenolol,

5
Phenytoin, Propranolol, Pyrazinamide, Rifampicin, Ampicilin, etc
(Shingate et al., 2013).

1.2.4 Golongan Senyawa (alkaloida)


Alkaloid pertama kali diperkenalkan oleh W. Meisner pada awal abad
19 untuk senyawa bahan alam yang bereaksi seperti basa. Alkaloid adalah
senyawa nitrogen organik, lazimnya bagian cincin heterosiklik, bersifat
basa, sering bersifat optis aktif dan kebanyakan berbentukkristal. Pada
waktu yang lampau sebagian besar sumber alkaloid adalah pada tanaman
berbunga, angiosperma. Pada tahun-tahun berikutnya penemuan sejumlah
besar alkaloid terdapat pada hewan, serangga organisme laut,
mikroorganisme dan tanaman rendah. Karena alkaloid sebagai suatu
kelompok senyawa yang terdapat sebagian besar pada tanaman
berbunga,maka para ilmuwan sangat tertarik pada sistematika aturan
tanaman. Kelompok teretentu alkaloid dihubungkan dengan family atau
genera tanaman tertentu. Kebanyakan family tanaman yang mengandung
alkaloid yang penting adalah Liliaxea, Rubiaceae, Apocynaceae,
Papilionaceae, Ranunculaceae, Solanaceae dan Papaveraceae. Serta
alkaloida tidak terdapat pada tanaman dengan suku Rosaceae dan
Labiatae.

1.2.5 Klasifikasi Senyawa Alkaloid


Alkaloid merupakan sekelompok senyawa, tidak diperoleh definisi
tunggal tentang alkaloid. Banyak usaha untuk mengklasifikasikan alkaloid.
System klasifikasi yang paling banyak diterima, menurut Hegnauer,
alkaloid dikelompokan sebagai:
1) True Alkaloid
Alkaloid sejati adalah senyawa yang mengandung nitrogen pada
struktur heterosiklik, struktur kompleks, distribusi terbatas yang
menurut beberapa ahli hanya ada pada tumbuhan. Alkaloid sejati

6
ditemukan dalam bentuk garamnya dan dibentuk dari asam amino
sebagai bahan dasar biosintesis. Contohnya Atropine.
2) Pseudoalkaloid
Pseudoalkaloid memiliki mengandung nitrogen pada struktur
heterosiklik tetapi tidak diturunkan dari asam amino. Contoh :
isoprenoid, terpenoid (coniin), dan alkaloid steroidal (paravallarine).

3) Protoalkaloid
Protoalkaloid diturunkan dari asam amino tetapi tidak mengandung
nitrogen pada cincin heterosiklik. Contoh : mescaline, betanin, dan
serotonin (Swastini, Dewa Ayu.2007).
4) False alkaloid
Senyawa bukan alkaloid tetapi memberikan rekasi positive terhadap
alkaloid.
a. Penamaan Alkaloid
 Berdasarkan sumber/asalnya (genus dan spesies)
contoh: papaverin,efedrin, atropin, cocain
 Berdasarkan aktivitas farmakologi
contoh : emetine untuk muntah
 Berdasarkan penemunya
contoh : pelleterine (P.J.Pelletier)
 Nama simplisia digunakan
Contoh : ergotamina - ergot
b. Sifat-sifat fisika
Kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan Kristal
dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Sedikit
alkaloid berbentuk amorf (emetin), dan beberapa seperti nikotin dan konini
berupa cairan.
Kebanyakan alkaloid tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa yang
kompleks, spesies aromatic berwarna. Pada umumnya basa bebas alkaloid
hanya larut dalam pelarut organic, meskipun beberapa pseudoalkaloid dan

7
protoalkaloid larut dalam air. Garam alkaloid dan alkaloid quartener
sangat larut dalam air.
c. Sifat-sifat kimia
Kebanyakan alakaloid bersifat basa. Sifat tersebut tergantung pada
adanya pasangan electron pada nitrogen. Jika gugus fungsional yang
berdekatan dengan nitrogen bersifat melepaskan electron, sebagai contoh
gugus alkil maka ketersediaan electron pada nitrogen naik dan senyawa
lebih bersifat basa.
Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa tersebut sangat mudah
mengalami dekomposisi, terutama oleh panas dan sinar dengan adanya
oksigen. Dalam Hasil dari reaksi ini sering berupa N-oksida. Dekomposisi
alkaloid selama atau setelah isolasi dapat menimbulkan berbagai persoalan
jika penyimpanan berlangsung dalam waktu yang lama. Pembentukan
garam dengan senyawa organic atau anorganik sering mencegah
dekomposisi. Itulah sebabnya dalam perdagangan alkaloid lazim berada
dalam bentuk garamnya.

1.2.6 Cara Identifikasi Senyawa Alkaloida


a. Reaksi pengendapan
Terbentuknya endapan pada uji Mayer, Wagner dan Dragendorf
berarti terdapat alkaloid didalamnya. Tujuan penambahan HCl adalah
karena alkaloid bersifat basa sehingga biasanya diekstrak dalam pelarut
yang mengandung asam (Harborne, 1987)
Uji Pereaksi Hasil
Fitokimia
Alkaloid Mayer Terbentuk endapan putih
Wagner Terbentuk warna coklat
kemerahan
Dragendroff Terbentuk warna jingga
Flavonoid Mg + HCl pekat Terbentuk warna jingga
Saponin Air + HCl Terbentuk Busa stabil
Steroid Liebermann-burchard Terbentuk warna Hijau
Triterpenoid Liebermann-burchard Terbentuk warna coklat

8
kemerahan
Tanin FeCl3 1% Terbentuk warna hijau
kehitaman

Hasil positif alkaloid pada uji Mayer ditandai dengan terbentuknya


endapan putih. Diperkirakan endapan tersebut adalah kompleks
kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi Mayer, larutan
merkurium(II) klorida ditambah kalium iodida akan bereaksi
membentuk endapan merah merkurium(II) iodida. Jika kalium iodida
yang ditambahkan berlebih maka akan terbentuk kalium
tetraiodomerkurat(II) (Svehla, 1990)

Alkaloid mengandung atom nitrogen yang mempunyai pasangan


elektron bebas sehingga dapat digunakan untuk membentuk ikatan
kovalen koordinat dengan ion logam (Marliana dkk., 2005)

Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen

pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium


tetraiodomerkurat(II) membentuk kompleks kalium-alkaloid yang
mengendap. Perkiraan reaksi yang terjadi pada uji Mayer ditunjukkan
pada Gambar 1.

Gambar 2 : Reaksi Alkolid dengan Reagen Mayer

Hasil positif alkaloid pada uji Wagner ditandai dengan


terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning. Diperkirakan

9
endapan tersebut adalah kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi

Wagner, iodin bereaksi dengan ion I - dari kalium iodide menghasilkan

ion I3- yang berwarna coklat. Pada uji Wagner, ion logam K + akan
membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen pada alkaloid
membentuk kompleks kalium- alkaloid yang mengendap. Reaksi yang
terjadi pada uji Wagner ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 : Reaksi Alkolid dengan reagen Wagner

Hasil positif alkaloid pada uji Dragendorff ditandai dengan


terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning. Endapan tersebut
adalah kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi Dragendorff, bismut
nitrat dilarutkan dalam HCl agar tidak terjadi reaksi hidrolisis karena
garam-garam bismut mudah terhidrolisis membentuk ion bismutil

(BiO+). Agar ion Bi3+ tetap berada dalam larutan, maka larutan itu
ditambah asam sehingga kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri.

Selanjutnya ion Bi3+ dari bismut nitrat bereaksi dengan kalium iodide
membentuk endapan hitam Bismut(III) iodida yang kemudian melarut
dalam kalium iodida berlebih membentuk kalium tetraiodobismutat.

Pada uji alkaloid dengan pereaksi Dragendorff, nitrogen digunakan

untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan K + yang


merupakan ion logam. Reaksi pada uji Dragendorff ditunjukkan pada
Gambar 4.

10
Gambar 4 : Reaksi Alkoloid dengan Reagen Dragendorff
1) Cara percobaan
Timbang 500 mg serbuk simplisia, tambahkan 1 ml asam klorida 2
N dan 9 ml air, panaskan di atas tangas air selama 2 menit, dinginkan
dan saring. Pindahkan masing-masing 2 tetes filtrate pada dua kaca
arloji. Tambahkan 2 tetes Mayer LP pada kaca arloji pertama dan 2
tetes Bouchardat LP pada kaca arloji kedua.
Jika pada kedua percobaan tidak terjadi endapan, maka serbuk
tidak mengandung alkaloida.
Jika dengan Mayer LP terbentuk endapan menggumpal berwarna
putih atau kuning yang larut dalam methanol P dan dengan Bouchardat
LP terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam, maka ada
kemungkinan terdapat alkaloida.
Lanjutkan percobaan dengan mengocok sisa filtrate dengan 3 ml
ammonia pekat P dan 10 ml campuran 3 bagian volume eter P dan 1
bagian volume kloroform P. ambil fase organic, tambahkan natrium
sulfat anhidrat P, saring. Uapkan filtrate di atas tangas air. Larutkan
sisa dalam sedikit asam klorida 2 N. lakukan percobaan dengan
keempat golongan larutan percobaan. Serbuk mengandung alkaloida
jika sekurang-kurangnya terbentuk endapan dengan menggunakan 2
golongan larutan percobaan yang digunakan.
b. Reaksi warna
1) Cara percobaan
Lakukan penyarian dengan campuran eter-kloroform seperti pada
cara Reaksi pengendapan. Pindahkan beberapa ml filtrate pada cawan

11
porselin, uapkan. Pada sisa tambahkan 1 sampai 3 tetes larutan
percobaan seperti yang tertera pada masing-masing monografi.
c. Identifikasi
1) Pada 2 mg serbuk buah tambahkan 5 tetes asam sulfat P; terjadi warna
coklat tua .
2) Pada 2 mg serbuk buah tambahkan 5 tetes asam sulfat 10 N; terjadi
warna kuning.
3) Pada 2 mg serbuk buah tambahkan 5 tetes asam klorida pekat P; terjadi
warna coklat tua.
4) Pada 2 mg serbuk buah tambahkan 5 tetesasam klorida encer P; terjadi
warna kuning.
5) Mikrodestilasikan 20 mg serbuk buah pada suhu 240˚ selama 90 detik
menggunakan tanur TAS, tempatkan hasil mikrodestilasi pada titik
pertama dari lempeng KLT silica gel GF2 5 4P. Timbang 500 mg serbuk
buah, campur dengan 5 ml methanol P dan panaskan di atas tangas air
selama 2 menit, dinginkan. Saring, cuci endapan dengan methanol P
secukupnya sehingga diperoleh 5 ml filtrate. Pada titik kedua dari
lempeng KLT tutulkan 15 μl filtrate dan pada titik ketiga tutulkan 2 μl
larutan piperina P 0.1% b/v dalam etanol P. eluasi dengan campuran
etil asetat P-benzen P (30 + 70) dengan. Jarak rambat 15 cm, keringkan
lempeng di udara selama 10 menit. Amati dengan sinar biasa dan
dengan sinar ultraviolet 366 nm. Semprot lempeng dengan anisaldehid-
asam sulfat LP, panaskan pada suhu 110˚ selama 10 menit. Amati
dengan sinar biasa dan dengan sinar ultraviolet 366 nm (Hardjono,
1996)
Pada kromatogram tampak bercak-bercak dengan warna dan hRf
sebagai berikut:

Dengan sinar biasa Dengan sinar UV 366 nm


No hRf Tanpa
Dengan pereaksi Tanpa pereaksi Dengan pereaksi
pereaksi
1 4–6 - Merah muda Ungu Biru

12
2 9 – 13 - Biru hijau - Biru muda
3 24 – 30 - Kuning hijau Kuning hijau Kuning hijau terang
4 30 – 33 - Kuning hijau Biru Kuning hijau terang
5 35 – 38 - Biru Biru Ungu muda
6 40 – 44 - Ungu - Ungu kelabu
7 47 – 51 - Biru ungu - Ungu kecoklatan
8 55 – 59 - Merah lembayung - Merah lembayung
9 62 – 66 - Ungu Ungu Ungu terang
10 68 – 70 - Biru ungu - kelabu
Catatan : piperina sebagai pembanding tampak sebagai bercak berwarna kuning
hijau dengan harga hRf 27.

1.2.7 Kromatografi Lapis Tipis ( KLT )


Kromatografi lapisan tipis digunakan pada pemisahan zat secara
cepat, dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang
dilapiskan serba rata pada lempeng kaca. Elmpeng yang dilapis, dapat
dianggap sebagi “kolom kromatografi terbuka” dan pemisahan didasarkan
pada penyerapan, pembagian, atau gabungnya, tergantung dari jenis zat
penyerap dan cara oembuatan lapisan zat penyerap dan jenis pelarut.
Kromatografi lapis tipis dengan penyerap dan jenis pelarut. Kromatografi
lapis tipis dengan penyerap penukar ion dapat digunakan untuk pemisahan.
Senyawa polar. Harga Rf yang diperoleh pada kromatografi lapis tipis,
tidak tetap jika dibandingkan dengan yang diperoleh pada kromatografi
kertas. Karena itu pada lempeng yang sama disamping kromatogram dari
zat pembanding kimia, lebih baik dengan kadar yang berbeda – beda.
Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan 2 bercak dengan
harga Rf dan ukuran yang lebih kurang sama. Ukuran dan itensitas bercak
dapat digunakan untuk memperkirakan kadar. Penetapan kadar yang lebih
teliti dapat dilakukan dengan cara spektrofotometri. Pada kromatografi
lapis tipis dua dimensi, lempeng yang telah dieluasi diputar 90° dan

13
dieluasi lagi, umumnya menggunakan bejana lain yang berisi pelarut lain
(Depkes RI Materia Medika jilid VI)
a. Alat
 Lempeng kaca: tebal seluruh permukaan lempeng kaca sama, umunya
berukuran 20cm x 20cm; sebagai lempeng tapi digunakan lempeng
kaca berukuran 5cm x 20cm.
 Baki lempeng. Umumnya baki lempeng berukuran 122cm x 23cm
dengan satu sisi panjang dan satu sisi pendek yang berbingkai untuk
menahan lempeng kaca. Baki digunakan untuk meletakkan dan
mengatur lempeng kaca pada waktu membuat lapisan zat penyerap
hingga diperoleh permukaan yang rata.
 Rak penyimpanan. Rak penyimpanan dipergunakan untuk tempat
lempeng tang telah dilapisi zat penyerap pada waktu pengeringan atau
pemindahan. Rak mempunyai ukuran yang cocok sehingga dapat
masuk kedalam lemari pengering. Dapat memuat lebih kurang 10
lempeng dengan jarak tertentu.
 Zat penyerap. Zat penyerap yang terdiri dari zat penyerap
kromatografi yang halus. Zat penyerap yadapat dilapiskan langsung
pada lempeng kaca atau dengan pertolongan zat perekat, misalnya
kalsium sulfat anhidrat 5% sampai 15% atau kanji. Kalsium sulfat
tidak dapat memberikan permukaan yang keras seperti kanji, tetapi
tidak terpengaruh pereaksi semprot yang bersifat oksidator kuat.
 Alat pembuat lapisan. Berbentuk bak panjang yang dibuat dengan
teliti mempunyai celah memanjang pada dasarnya. Bobot alat
sedemikian rupa, sehingga jika digerakkkan ke atas lempeng kaca,
akan memberikan lapisan zat penyerap pada seluruh permukaan
lempeng setebal 0m25 mm. Untuk memperoleh tebal lapisan yang
lain, digunakan alat pembuat lapisan yang dapat diatur.
 Bejana Kromatografi. Umumnya dapat memuat 2 lempeng kaca dab
dapat tertutup rapat. Kedalam bejana dapat dimasukkan sebuah rak
penyangga terbuat dari baja tahan kaat tang dapat emuat 2 lempeng
kaca sebelah menyebelah. Bagian atas bejana terasah halus dan rata

14
dan dapat ditutup rapat dengan tutup kaca dengan pertolongan lemak
penutup
 Sablon. Umunya dibuat dari plastik, digunakan untuk membantu
memberi tanda pada lempeng, misalnya untuk memberi tanda pada
tempat penutulan dengan jarak tertentu dan untuk membantu memberi
tanda – tanda lain pada lempeng.
 Pipet mikro. Pipet mikr berskala 10µl untuk memindahkan cairan.
Jumlah larutan zat yang diperiksa dan larutan baku yang harus
ditutulkan, tertera pada masing – masing monografi.
 Alat penyemprot pereaksi.alat penyemptoy tahann terhadap pereaksi
dan dapat menyemprotkan pereaksi dalam bentuk butir – butir halus.
 Pelarut; larutan pembanding; larutan zat yang diperiksa; pereaksi.
Tertera pada masing – masing monografi.
 Lampu ultraviolet. Lampu ultraviolet yang cocok untuk pengamatan
dengan panjang gelombang pendek ( 254nm ) dan dengan panjang
gelombang panjang ( 366nm ).
b. Cara kerja
Bersihkan lempeng kaca dengan cara memcelup kedalam asam
pencuci, bilas dengan air secukupnya hingga air mengalir dari lempeng
kaca tanpa meninggalkan tetesan air atau noda minyak, keringkan dengan
lap bersih. Pada waktu melapiskan zat penyerap, lempeng harus bebas dari
serat atau debu. Atur lempeng kaca di atas baki lempeng, letakkan
lempeng tepi berukuran 5cm x 20cm pada ujung dan pangkal baki
usahakan agar pada waktu melapisi semua lempeng tidak ada yang
tergeser. Letakkan alat pembuat lapisan pada ujung baki. Kecuali
dinyatakan lain, campur satu bagian zat penyerap dengan dua bagian
volume air, kocok kuat – kuat dalam labu Erlenmeyer bersumbat kaca
sekama 30 detik. Tuangkan massa kental kedalam alat pembuat lapisan,
umumnya 30g zat penyerap dan 60ml air cukup untuk 5 lempeng
berukuran 20cm x 20cm. Pekerjaan melapisi ini harus selesai dalam waktu
2 menit sejak penambahan air, karena setelah 2 menit campuran mulai
menjadi keras. Geser hati – hati alat pembuat lapisan diatas lemepng kaca

15
ke arah sisi pendek baki yang berbingkai. Jika telah sampai pada lempeng
tepi terakhir, angkat alat pembuat lapisan. Cuci segera alat pembuat
lapisan. Biarkan lempeng selama 5 menit kemudian pindahkan lempeng,
dengan lapisan menghadap ke atas, pada rak penyimpanan, keringkan pada
suhu 105° selama 30 menit. Setelah lempeng kering, biarkan dingin hingga
suhu kamar dan amati serba ratanta pembagian dan susunan zat penyerap.
Cahaya yang ditransmisikan akan menunjukkan keserba rataan susunan.
Simpan lempeng yang baik dalam eksikator yang cocok. Kecuali
dinyatakn lain pada masing – masing monografi tempatkan pada sisi
bejana kromatografi, 2 helai kertas saring, tinggi 18cm lebar sama dengan
panjang bejana.
Masukkan lebih kurang 100ml pelarut kedalam bejana kromatografi
hingga tinggi pelarut 0,5 cm sampai 1 cm, tutup rapat, biarkan sistem
mencapai kesimbangan, kertas saring harus basah seluruhnya. Keempat
sisi bejana dapat juga dilapisi dengan kertas saring. Kertas saring pada
dasar bejana harus tercelup kedalam pelarut. Tutulkan terpisah dengan
jarak lebih kurang 1,4cm larutan zat yang diperiksa dan larutan
pembanding, menurut cara yang tertera pada masing – masing monografi
pembanding, menurut cara yang tertera pada masing – masing monografi
dan terletak lebih kurang 2cm dari tepi bawah lempeng, biarkan kering.
Tepi bawah lempeng adalah bagian lempeng yang terdahulu dilalui alat
pembuat lapisan pada waktu melapiskan zat penyerap. Sablon untuk
membantu menentukkan titik tempat penutulan dan jarak yang harus
dilalui pelarut. Tempatkan lempeng pada rak penyangga, hingga tempat
penutulan terletak disebalah bawah, masukkan rak penyangga ke dalam
bejana. Pelarut yang ada didalam bejana harus mencapai tepi bawah
lapisan penyerap, tempat penutulan tidak boleh terendam. Tutup rapat
dengan pertolongan zat lemak penutup, biarkan hingga pelarut merambat
lebih kurang 10cm di atas titik penutulan; umumnya berlangsung selama
15 menit sampai 1 jam; keluarkan lempeng.

16
Keringkan diudara, amati bercak mula – mula dengan sinar ultraviolet
gelombang pendek (254 nm) kemudian dengan sinar ultraviolet
gelombang panjang (366 nm).
Ukur dan catat jarak bercak dari titik penutulan, dan catat panjang
gelombang untuk tiap bercak yang tampak. Jika perlu, semprot bercak
dengan pereaksi yang tertera pada monografi, amati dan bandingkan
kromatogram zat yang diperiksa dengan kromatogram zat pembanding.
Hitung harga Rf seperti pada Kromatografi kertas.

1.3 PROSEDUR KERJA


1.3.1 Preparasi Sampel
a. Ekstrak sebanyak 0,9 gram ditambah etanol ad larut, ditambah 5 ml
HCl 2N, dipanaskan diatas penangas air selama 2 – 3 menit, sambil
diaduk.
b. Setelah dingin ditambah 0,3 gram NaCl, diaduk rata kemudian
disaring.
c. Filtrat ditambah 5 ml HCl 2N. Filtrat dibagi menjadi 3 bagian dan
disebut sebagai larutan IA, IB, dan IC.

1.3.2 Reaksi Pengendapan


a. Larutan IA ditambah pereaksi Mayer, larutan IB ditambah dengan
pereaksi Wagner dan laturan IC dipakai sebagai blanko.
b. Adanya kekeruhan atau endapan menunjukan adanya alkaloid.

1.3.3 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

17
a. Larutan IC ditambah NH4OH pekat 28% sampai larutan menjadi basa,
kemudian diekstraksi dengan 5 ml kloroform (dalam tabung reaksi).
b. Filtrat (fase CHCL3) diuapkan sampai 1/3 bagian, kemudian untuk
pemeriksaan KLT.
Fase diam : Kiesel gel GF 254
Fase gerak : CHCL3 – Etil asetat (1:1)
Penampak noda : Pereaksi Dragendorf
c. Jika timbul warna jingga menunjukan adanya alkaloid dalam ekstrak.

18
1.4 SKEMA KERJA
1.4.1 Preparasi Sampel

Ekstrak sebanyak 0,9 Ditambah etanol ad Ditambah 5 ml HCl


gram tepat larut 2N

Filtrat ditambah 5 ml HCl 2N, Setelah dingin, ditambah 0,3


kemudian dibagi menjadi 4 Dipanaskan diatas
gram NaCl, diaduk rata
bagian : IA, IB, IC, ID. penangas air selama
kemudian disaring
2-3 menit, sambil
diaduk
1.4.2 Reaksi Pengendapan

Larutan IA ditambah Adanya alkaloid


pereaksi Mayer, ditunjukan dengan
larutan IB ditambah adanya kekeruhan
dengan pereaksi atau endapan.
Wagner, dan larutan
IC sebagai blanko.

19
1.4.3 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Larutan ID Lalu dicek menggunakan Direaksikan


ditambah kertas lakmus sampai larutan dengan 5 ml
NH4OH, menjadi basa. kloroform

Kemudian siap untuk


pemeriksaan KLT :

Fase diam : Kiesel gel GF 254

Fase gerak : CHCL3 – Etil


Filtrat diuapkan
Salisilat (1:1)
sampai 1/3
bagian Penampak noda : Pereaksi
dragendorf

Jika timbul warna jingga menunjukan adanya alkaloid dalam ekstrak.

20
1.5 BAGAN ALIR
1.5.1 Preparasi Sampel

Ekstrak sebanyak 0,9 gram

Ditambah etanol ad tepat larut

Ditambah 5 ml HCl 2N

Dipanaskan diatas penangas air selama 2-3


menit, sambil diaduk

Setelah dingin, ditambah 0,3 gram NaCl, diaduk rata


kemudian disaring

Filtrat ditambah 5 ml HCl 2N, kemudian dibagi menjadi 4 bagian :


IA, IB, IC, ID.

1.5.2 Reaksi Pengendapan

Larutan IA ditambah pereaksi Mayer, larutan IB ditambah dengan pereaksi Wagner, dan
larutan IC sebagai blanko.

Adanya alkaloid ditunjukan dengan


adanya kekeruhan atau endapan.

2 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Larutan ID ditambah NH4OH,, lalu dicek menggunakan kertas lakmus sampai larutan menjadi basa.

Direaksikan dengan 5 ml kloroform

Filtrat diuapkan sampai 1/3 bagian

Kemudian siap untuk pemeriksaan KLT :


Fase diam : Kiesel gel GF 254
Fase gerak : CHCL3 – Etil Salisilat (1:1)
Penampak noda : Pereaksi dragendorf
21
Jika timbul warna
jingga menunjukan
adanya alkaloid dalam
ekstrak.
1.6 HASIL PENGAMATAN

Larutan IA positif
Setelah eluasi,
alkaloid (endapan putih)
menggunakan
Larutan I B + pereaksi UV 254
wagner (endapan coklat)

22
Setelah penambahan Sebelum eluasi,
pereaksi dragendorf, menggunakan
menggunakan UV 254 UV 365

Setelah penambahan Setelah eluasi,


pereaksi dragendorf, menggunakan
menggunakan UV 365 UV 365

Sebelum eluasi, Garis titik noda


menggunakan untuk menentukan
UV 254 harga Rf

1.6.1 Perhitungan Rf

a. Rf = 1,2 / 8 = 0,15 cm

b. Rf = 4,88 / 8 = 0,61 cm

c. Rf = 5,28 / 8 = 0,66 cm

23
1.7 PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa alkaloid
pada tanaman lada hitam (Piper nigrum). Untuk mengetahui ada tidaknya
alkaloid pada tanaman lada hitam (Piper nigrum) diidentifikasi dengan cara
reaksi pengendapan dan kromatografi lapis tipis (KLT).
Pada ekstrak lada hitam (Piper nigrum) hasil analisis terdapat golongan
senyawa alkaloid dengan tes uji warna menggunakan pereaksi Mayer dan
Wagner. Pada tabung IIA diberikan pereaksi Mayer dan tabung IIB diberikan
peraksi Wagner. Adanya alkaloid tersebut dapat dilihat dari terbentuknya
endapan dan warna yang keruh pada uji Mayer maupun pada uji Wagner.
Sebelum penambahan pereaksi ada penambahan HCl yang tujuanya adalah
karena alkaloid bersifat basa sehingga biasanya diekstrak dengan pelarut yang
mengandung asam, kemudian perlakuan ekstrak dengan NaCl setelah
penambahan HCl dilakukan untuk menghilangkan protein. Adanya protein
yang mengendap pada penambahan pereaksi yang mengandung logam berat
(pereaksi Mayer) dapat memberikan reaksi positif palsu pada beberapa
senyawa.
Hasil yang didapat pada tabung IIA adalah positif alkaloid karena pada uji
Mayer ditandai dengan terbentuknya endapan putih. Diperkirakan endapan
tersebut adalah kompleks kalium-alkaloid. Pada uji alkaloid dengan pereaksi
Mayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam
K+ dari kalium tetraiodomerkurat(II) membentuk kompleks kalium-alkaloid
yang mengendap.
Hasil pada tabung IIB dengan uji Wagner adalah positif alkaloid hal ini
ditandai dengan terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning.
Diperkirakan endapan tersebut adalah kalium-alkaloid.. Pada uji Wagner, ion
logam K+ akan membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen pada
alkaloid membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap.
Selanjutnya dilakukan uji dengan Kromatografi Lapis Tipis. Pada hasil
identifikasi senyawa alkaloid pada ekstrak Piper nigrum L. dengan
menggunakan KLT didapatkan 3 noda berwarna jingga. Pada identifikasi ini
digunakan pemisahan senyawanya dengan menggunakan KLT karena salah

24
satu keunggulannya yaitu pemisahan dapat dilakukan dengan cepat. Pada saat
mengambil filtrat selanjutnya akan tercampur dengan fase lain. Dalam proses
ektraksi digunakan kloroform karena memiliki kemmapuan untuk mengambil
senyawa yang bersifat non polar, maka hal ini sesuai dengan pengujian yang
dilakukan kali ini. Setelah dilakukan pengambilan filtrat kemudian kemudian
diuapkan hal ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi dari senyawa yang
akan diidentifikasi lebih pekat sehingga mempermudah untuk pengamatan.
Setelah diuapkan dilakukan penotolan pada plat KLT yang kemudian
dilakukan eluasi, hal ini bertujuan untuk menarik senyawa alkaloida. Setelah
dieluasi sampel diamati dibawah sinar UV 254 nm dan 365 nm maka noda
akan tampak berwarna jingga. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak Piper
nigrum L. positif mengandung alkaloida. Digunakan pereaksi dragendorf
karena pereaksi ini untuk mengetahui bahwa tanaman yang diamati
mengandung alkaloida atau tidak. Jika positif megandung alkaloida
menghasilkan warna orange hal ini dibukatikan karena pada senyawa basa
pada tanaman sehingga akan membentuk senyawa garam. Dari noda yang
tampak maka dapat diketahui harga Rf nya yang pada praktkum kali ini harga
Rf yang dihasilkan yaitu 0,15; 0,61 dan 0,66. Harga Rf merupakan parameter
karakteristik dari KLT. Harga ini merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu
senyawa pada kromatogram.

25
1.8 KESIMPULAN
 Pada uji reaksi pengendapan dengan reaksi mayer dan wagner,
didapatkan hasil positif bahwa ekstrak Piper Nigrum L mengandung
alkaloid. Pada uji KLT, menunjukkan adanya warna jingga pada lempeng
KLT maka dapat disimpulkan bahwa sampel ekstrak tanaman Piper
Nigrum L mengandung senyawa golongan alkaloida dengan nilai Rf I
0,15, Rf II 0,61, dan Rf III 0,66.
 Dari hasil identifikasi senyawa alkaloida pada ekstrak Piper nigrum L.
dengan ,enggunakan reaksi pengendapan maupun KLT menunjukkan
bahwa ekstrak Piper nigrum L. mengandung atau terdapat senyawa
alkaloida.

26
DAFTAR PUSTAKA
Agoes,Azwar.2010.Tanaman Obat Indonesia.Jakarta : Salemba Medika
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1979.Materia Medica Indonesia Jilid
III.Jakarta : Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan
Harborne,J.B.1987.Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, diterjemahkan oleh Padmawinata, K. Bandung : ITB
Hikmawati, Ni Putu.dkk.2016. Kandungan Piperin Dalam Ekstrak Buah Lada
Hitam Dan Buah Lada Putih (Piper nigrum L.) Yang Diekstraksi Dengan
Variasi Konsentrasi Etanol Menggunakan Metode Klt-Densitometri. Jakarta :
Media Farmasi Vol. 13
Sastrohamidjojo, Hardjono. 1996. SINTESIS BAHAN ALAM. Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta.
Svehla.1990.Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka.

27
LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

Tugas 1 :

OLEH :

KELAS : FARMASI B

1. Titan Octavia Kurnia Putri 201410410311084


2. Salsabila Az Zahra 201510410311057
3. Dewi Ayu Safitri 201510410311069
4. Ayu Isnawati Abdjulu 201510410311084
5. Trimianti Hidahyatun Nazah 201510410311100

DOSEN PEMBIMBING :
Drs. Herra Studiawan, M.si., Apt
Siti Rofida, M.Farm., Apt

PRODI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018

28
29

Anda mungkin juga menyukai