Anda di halaman 1dari 17

INFEKSI TIFOID

KELOMPOK 5
AHMAD MIRZA KRIS ANDRIANI
MUH. ALI FAQI UNY KURNIA ANAS
NUR FITRAH SITTI HASNINAL
RIRIN PUTRI YUSTIAN OKWANI
HANDAYANI
RITNA
Pengertian

● Demam tifoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Salmonella enterica khususnya turunannya, Salmonella typhi (Alba, dan Salmonella
paratyphi et al.,2016).
● Salmonella typhi adalah bakteri gram negatif yang menyebabkan spektrum sindrom
klinis yang khas termasuk gastroenteritis, demam enterik, bakteremia, infeksi
endovaskular, dan infeksi fecal seperti osteomielitis atau abses (Naveed and Ahmed,
2016).
Gejala klinis/Manifestasi klinis

 Manifestasi klinis demam tifoid dimulai dari yang ringan


(demam tinggi, denyut jantung lemah, sakit kepala) hingga
berat (perut tidak nyaman, komplikasi pada hati dan
limfa(Pratama dan Lestari, 2015).
 Penyebab yang sering terjadi yaitu faktor kebersihan.Seperti
halnya ketika makan di luar apalagi di tempat-tempat umum
biasanya terdapat lalat yang beterbangan dimana-mana bahkan
hinggap di makanan. Lalat-lalat tersebut dapat menularkan
Salmonella thyphi dari lalat yang sebelumnya hinggap di feses
atau muntah penderita demam tifoid kemudian hinggap di
makanan yang akan dikonsumsi (Padila, 2013).
Patofisiologi

Demam tifoid merupakan suatu permasalahan bagi kesehatan masyarakat dunia


dimana penyakit ini dapat menyebabkan kematian. Angka kejadian demam tifoid di
Indonesia masih tergolong tinggi sekitar 80% angka kejadian tersebut. Penyakit ini
dikaitkan dengan kurangnya higienitas individu, sanitasi lingkungan yang buruk, dan
pelayanan kesehatan yang kurang terjangkau oleh sebagian besar masyarakat.
Demam tifoid apabila tidak segera ditangani atau diobati dapat menyebabkan
timbulnya komplikasi yaitu pendarahan atau perforasi (perlubangan) usus dan
pneumonia.
Epidemiologi

Insiden demam tifoid bervariasi berdasarkan usia. Di negara-


negara endemik, insiden tertinggi terjadi pada anak-anak yang lebih
muda, sedangkan kejadian serupa di semua kelompok usia di
pengaturan beban rendah. Sebuah studi dari tahun 2004 menggunakan
data dari penelitian yang diterbitkan untuk mengekstrapolasikan
tingkat kejadian berdasarkan kelompok usia dan melaporkan insiden
tertinggi pada anak-anak di bawah usia 5 tahun dalam pengaturan
insiden tinggi
Faktor resiko
● Usia
Prevalensi demam tifoid paling tinggi pada usia 3-19 tahun karena pada usia tersebut orang-orang cenderung
memiliki aktivitas fisik yang banyak, dan kurang memperhatikan pola makannya, akibatnya mereka cenderung lebih
memilih makan di luar rumah, atau jajan di sembarang tempat yang kurang memperhatikan higienitas. Insidensi terbesar
muncul pada anak usia sekolah, berkaitan dengan faktor higienitas. Bakteri Salmonella thypi banyak berkembang biak
khususnya dalam makanan yang kurang terjaga higienitasnya (Ramaningrum G dkk, 2009).
● Status gizi
Status gizi yang kurang dapat menurunkan daya tahan tubuh anak, kurangnya nafsu makan (anoreksia),
menurunnya absorbsi zat-zat gizi karena terjadi luka pada saluran pencernaan dan kebiasaan penderita mengurangi
makan pada saat sakit. Peningkatan kekurangan cairan atau zat gizi pada penderita demam tifoid akibat adanya diare,
mual atau muntah dan perdarahan terus menerus yang diakibatkan kurangnya trombosit dalam darah sehingga
pembekuan luka menjadi menurun.
● Kebiasaan jajan
Kebiasaan makan anak yang sering menghabiskan waktu untuk bermain tidak dapat dipantau oleh orang tua
dikarenakan hal tersebut anak akan sangat bebas untuk membeli jajan yang diinginkan tampa memikirkan risiko terhadap
kesehatannya.
● Kebiasaan cuci tangan
Anak dengan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan yang kurang baik saat berada di rumah mempunyai
risiko 4,33 kali mengalami demam tifoid dibandingkan anak dengan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan yang
baik (Nuruzzaman H dan Fariani Syahrul, 2016)
Klasifikasi Menurut WHO (2003)
● Demam tifoid akut non komplikasi
Demam tifoid akut dikarakterisasi dengan adanya demam berkepanjangan abnormalis fungsi bowel (konstipasi
pada pasien dewasa, dan diare pada anak-anak), sakit kepala, malaise, dan anoksia. Bentuk bronchitis biasa terjadi pada
fase awal penyakit selama periode demam, sampai 25% penyakit menunjukkan adanya resespot pada dada, abdomen dan
punggung.
● Demam tifoid dengan komplikasi
Pada demam tifoid akut keadaan ini mungkin dapat berkembang menjadi komplikasi parah. Bergantung pada
kualitas pengobatan dan keadaan kliniknya, hingga 10% pasien dapat mengalami komplikasi, mulai dari melena,
perforasi, susu dan peningkatan ketidaknyamanan abdomen.
● Keadaan karier
Keadaan karier tifoid terjadi pada 1-5% pasien, tergantung umur pasien. Karier tifoid bersifat kronis dalam hal
sekresi Salmenella typhi di feses (WHO, 2003).
Diagnosis
● Diagnosis Infeksi Bakteri Salmonella typhi
a) Anamnesis
Demam yang dialami penderita mulai naik secara bertahap pada minggu pertama lalu
demam menetap (kontinyu) atau remiten pada minggu kedua.Demam muncul pada
sore/malam hari, sakit kepala, mialgia, anoreksia, mual, muntah, serta diare.Demam adalah
keluhan utama dari infeksi bakteri dan gejala klinis terpenting yang timbul pada semua
penderita. Demam dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2 hari akan bertambah parah
dengan gejala yang menyerupai septisemia oleh karena Streptococcus atau Pneumococcus
daripada S. typhi (Parama,Y.C.,2011).
b) Gejala Klinis
Gejala klinis yang biasa ditemukan menurut (Parama,Y.C.,2011). yaitu :
 Demam
 Gangguan pada saluran pencernaan
 Gangguan kesadaran
Lanjutan ……
c) Uji Laboratorium

Dalam menunjang anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pada
penderita akan ditemukan lekopeni, lekositosis, atau lekosit normal, aneosinofilia, limfopenia, peningkatan laju
endap darah, anemia ringan, trombositopenia, gangguan fungsi hati seperti hepatitis tifosabila, hepatomegali,
ikterik, (ditunjukan dengan hasil bilirubin >30,6 umol/1, peningkatan SGOT/SGPT, penurunan indeks PT), serta
kelainan histopatologi(Parama,Y.C.,2011).
Terapi farmakologi dan non farmakologi
● Terapi Farmakologis
a. Terapi antibiotik penyakit demam tifoid kecuali untuk ibu dan ibu menyusui (Grouzard, et al., 2016; Rampengan, 2013)
Antibiotik Dosis Keterangan

PO 5-7 hari Tidak direkomendasikan padak anak - anak usia


dibawah 15 tahun akan tetapi risiko yang mengancam
Ciprofloxacin Dewasa: 1 gram/hari dalam 2 dosis terbagi jiwa dari tyfoid melebihi risiko efek samping (alternatif 2,
Anak – anak : 30 mg/kg/hari dalam 2 dosis terbagi fully sensitive multidrug resistant)
PO 7 hari Dapat menjadi alternatif dari
Cefixime Anak – anak (lebih dari usia3 bulan) : 20 mg/kg/hari Ciprofloxacin bagi anak –
dalam 2 dosis terbagi anak di bawah 15 tahun

PO 14 hari Jika tidak adanya resisten


Amoksisilin (fully sensitive)
Dewasa : 3 gram / haridalam 3 dosis terbagi
Anak- anak : 75-100mg/kg/hari dalam 3 dosisterbagi
PO 10-14 hari (tergantung tingkat keparahan) Jika tidak adanya resisten
Anak – anak 1-12 tahun : 100 mg/kg/hari dalam 3 dosis terbagi
Kloramfenikol
≥ 13 tahun : 3 gram/ hari dalam 3 dosis terbagi (pilihan utama, fully sensitive)

PO 5-6 hari Efek samping hematologis pada penggunaan


Tiamfenikol 75 mg/kgBB/hari tiamfenikol lebih jarang daripada kloramfenikol
(alternatif 1)
PO 6 hari Azitromisin efektif dan aman diberikan pada anak-anak
Azitromisin 20 mg/kg/hari dan dewasa yang menderita demam tifoid tanpa
komplikasi

IM/IV (3 menit) Infus (30 menit) 10 – 14 hari Salmonella typhi dengan cepat berkembang
Ceftriaxone* (tergantung tingkat keparahan) resisten terhadap kuinolon (quinolone resistant).
Dewasa : 2-4 gram sehari sekali Pada kasus ini gunakan ceftriaxone
Anak – anak: 75 mg/kg sehari sekali
b. Terapi antibiotik penyakit demam tifoid untuk ibu dan ibu menyusui

Antibiotik Dosis Keterangan


Amoksisilin PO 14 hari Jika tidak adanya resisten
Dewasa : 3 gram/hari dalam 3 dosis
terbagi
IM/IV (3 menit) Jika adanya resisten Namun jika gagal
Infus (30 menit)10 – 14 hari direkomendasikan Ciprofloxacin
Ceftriaxone* (tergantungtingkat keparahan) (umumnya tidak direkomendasikan
Dewasa : 2-4 gram sehari Sekali bagi ibu hamil dan menyusui)
PO 5-7 hari
Dewasa: 1 gram/hari dalam 2 dosis
terbagi akan tetapi risiko yang
mengancam jiwa dari typhoid melebihi
risiko efek samping

(Grouzard, et al., 2016; Rampengan, 2013)

*) Pelarut ceftriaxone untuk injeksi IM menggunakan Lidocaine (tidak boleh diberikan dengan rute IV : untuk pemberian IV menggunakan
pelarut air untuk injeksi)
c) Terapi kortikoteroid penyakit demam tifoid

Kortikosteroid Dosis Keterangan

Pada pasien yang


IV 2 hari mengalami tifoid berat
Dosis awal : 3 mg/kg dan dengan keadaan
Dexamethasone (halusinasi, perubahan
kemdian 1 mg/kg setiap 6 kesadaran atau
jam pendarahan usus)

(Grouzard, et al., 2016; Rampengan, 2013)


● Terapi Non Farmakologis

Non Farmakologis Keterangan


Dilakukan sampai minimal 7 hari bebas
Tirah baring demam atau kurang lebih sampai 14 hari

Asupan serat maksimal 8 gram/hari,


Diet lunak rendah serat menghindari susu, daging berserat kasar,
lemak, terlalu manis, asam, berbumbu
tajam serta diberikan dalam porsi kecil.
Tangan harus dicuci sebelum menangani
Menjaga kebersihan makanan, selama persiapan makan, dan
setelah menggunakan toilet.

(Sakinah dan Indria, 2016; Upadhyay, et al., 2015


Monitoring perkembangan penyakit
Menurut Marni (2016)

Fever treatment:

 Monitor suhu sesering mungkin


 Monitor IWL
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor vital sign
 Monitor tingkat kesadaran
 Monitor input dan output
 Kolaborasi pemberian antipiretik
 Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
 Selimuti pasien
 Lakukan tepid sponge
 Kolaborasi dengan dokter mengenai pemberian cairan intravena sesuai program
 Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
 Tingkatkan sirkulasi udara
 Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya mengigil
 Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
 Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adequate, tekanan darah ortostatik)
 Monitor vital sign
 Monitor masukan makanan atau cairan dan hitung intake kalori harian
Lanjutan…..
Temperature Regulation:
 Monitor suhu minimal tiap 2 jam
 Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
 Monitor TD, Nadi, RR
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi  
 Tingkatkan intake cairan dan nutrisi  
 Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh  
 Ajarkan pada pasien untuk mencegah keletihan akibat panas  
 Diskusikan pentingnya tentang pengaturan suhu dan kemungkinan  efek negatif dari kedinginan  
 Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan  
 Berikan antipiretiknjika perlu

Vital Sign Monitoring:


 Monitor TD, Suhu, Nadi, RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien duduk, berbaring dan berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
 Monitor TD, Nadi, RR sebelum, selama dan sesudah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama pernafasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik).
monitor efek samping obat
● Kloramfenikol merupakan antimikroba yang sangat efektif menurunkan demam pada penderita demam tifoid hanya saja memiliki efek
samping yang sangat berat yaitu amnesia aplastic atau biasa dikenal dengan depresi sumsum tulang dan jika diberikan pada bayi < 2
minggu dengan gangguan hepar dan ginjal, kloramfenikol akan terakumulasi dengan darah pada bayi khususnya pada pemberian dosis
tinggi akan menyebabkan gray baby sindrom, serta dapat menghambat pembentukan sel-sel darah yang timbul dalam waktu 5 hari sesudah
dimulainya terapi, dari efek samping yang timbul sehingga kloramfenikol memiliki presentase nomor dua dibandingkan penggunaan
sefalosporin.

● Ciprofloxacin ini tidak di anjurkan untuk anak-anak, karena dapat menimbulkan efek samping pada tulang dan sendi, bila diberikan pada
anak akan mengganggu pertumbuhan anak.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai