Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MATA KULIAH

BIODETERIORASI
RESUME TENTANG MARINE BIOFOULING

Oleh :
BAMBANG JATI LAKSONO
26040117130109
ILMU KELAUTAN D

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
PENDAHULUAN
Biofouling laut disebabkan oleh teritip ,makroalga dan slime mikroba. Biofouling menjadi
masalah pada sistem laut dunia, bahkan membuat Angkatan Laut AS mengeluarkan biaya hingga
$1 miliar per tahun untuk mengatasinya. Biofouling menghasilkan peningkatan beban kapal yang
pada gilirannya menyebabkan peningkatan gaya hidrodinamik saat kapal bergerak melalui air.
Peningkatan konsumsi bahan bakar, pembersihan lambung, penghilangan cat dan pengecatan
ulang, dan tindakan kepatuhan lingkungan yang terkait semuanya berkontribusi pada biaya
biofouling. Perlu adanya pengendalian biofouling yang efektif dan kompatibel dengan
lingkungan. Penelitian dilakukan untuk mencari solusi dari adanya peristiwa alam ini. Cat
antifouling memiliki efek mendalam pada lingkungan, dan penelitian tentang bioadhesives dapat
berkontribusi pada pengembangan kontrol pengotoran yang ramah lingkungan.

BIOFOULING
Biofouling adalah kumpulan organisme yang hidup melekat pada permukaan benda di bawah air
seperti pipa, kabel, jaring ikan dan pilar bangunan yang dapat menimbulkan masalah tertentu
pada benda tersebut. Lebih dari 4000 jenis spesies biofouling laut telah dilaporkan secara global,
yang sebagian besar hidup di perairan dangkal di sepanjang pantai dan di pelabuhan yang
menyediakan nutrisi berlimpah. Secara umum organisme biodouling dibagi 2, yaitu mikrofouling
dan makrofouling. Contoh Organisme mikrofouling antara lain adalah bakteri dan diatom,
sedangkan contoh organisme makrofouling adalah teritip, kerang, cacing polychaete, bryozoa
dan rumput laut. Proses biofouling dapat disederhanakan seperti gambar 1.

Gambar 1. Proses Biofouling


Proses biofouling berawal dari menempelnya partikel partikel protein, polisakarida dan senyawa
lain yang dibutuhkan oleh organisme untuk hidup di permukaan substrat. Organisme
mikrofouling akan menempel lalu dilanjutkan dengan organisme makrofouling dengan kurun
waktu yang berbeda-beda. Semakin lama permukaan substrat berada di dalam air, maka semakin
banyak juga organisme biofouling yang menempel. Proses biofouling dibagi menjadi 2 reaksi,
yaitu reaksi fisika dan kimia yang diperjelas oleh gambar 2.

Gambar 2. Proses terjadinya Biofouling

Proses penempelan biofouling dibagi menjadi 3, yaitu penempelan bakteri, penempelan


mikroalga, dan penempelan makroorganisme. Penempelan bakteri dapat tejadi karena adanya
interaksi antara sel – sel planktonik dengan permukaan benda dikarenakan adanya interaksi fisik
seperti elektrostatik, gravitasi dan arus. Bakteri akan menempel menggunakan lendir EPS berupa
polimer ekstraseluler yang berisi serat polisakarida dengan berbasis glukosa dan fruktosa lalu
bakteri akan berkembang dan membentuk biofilm. Biofilm adalah komunitas bakteri yang
teroganisir dan menguntungkan bagi mikroorganisme. Setelah pematangan biofilm, mereka akan
menyebarkan selnya ke air untuk memperluas spesiesnya.
Gambar 3. Proses penempelan dan penyebaran biofilm

Mikroalga yang dapat menjadi agen biofouling laut antara lain diatom, jamur dan protozoa.
Diatom menjadi organisme biofouling paling dominan. Penempelan diatom tidak semudah
penempelan bakteri karena sebagian besar diatom tidak memiliki flagella sehingga tidak dapat
mendekati permukaan secara aktif. Diatom dapat menempel karena dipengaruhi oleh efek
gravitasi, arus, gaya tarik coulomb dan kontak elektrostatik.Ketika diatom mendarat di
permukaan, mereka secara aktif membentuk sekresi EPS untuk melakukan penempelan primer
serta bergeser mencari posisi yang nyaman melalui proses diatom gliding. EPS diatom terdiri
dari polisakarida asam karboksilasi atau sulfat yang terlibat dalam penempelan primer serta
proteoglikan yang terlibat dalam proses diatom gliding.

Gambar 4. Proses penempelan Craspedostauros australis


Penempelan makroorganisme yang telah diketahui secara rinci adalah teritip dan ulva. Teritip
mulai melakukan penempelan ketika mereka masih berupa cyprid. Antena cyprid terdiri dari
empat segmen yang memiliki fungsi perayapan, pelekatan dan sensorik. Ketika cyprid
menemukan tempat melekat, mereka melekat dengan sekresi semen granulasi yang mengandung
protein konsentrasi tinggi. Semen akan mengeras karena polimerisasi protein. Ketika sudah
stabil, cyprid akan bermetamorfosis menjadi terirp remaja dan akan menjadi dewasa.
Penempelan Ulva terjadi ketka mereka masih dalam bentuk spora. Spora ulva melekat pada
permukaan dengan mengeluarkan glikoprotein dan kemudian menarik falgela dan membentuk
dinding. Glikoprotein yang baru dikeluarkan dari spora memiliki kekuatan rekat yang kuat.
Perekat protein dari alga, kerang dan makroorganisme lainnya memiliki beberapa kesamaan
seperti mengandung lisin, glisin dan serin yang tinggi, dan pengulangan polipeptida yang luas
dengan rantai samping dihydroxyphenylalanine (DOPA) yang berlimpah.

ANTIFOULING
Tingkat keparahan biofouling tergantung parameter yang mempengaruhinya seperti suhu,
salinitas, cahaya, geografi, kedalaman dan kecepatan arus. Biofouling mengalami tingkat
keparahan tinggi di daerah yang memiliki suhu air tinggi karena suhu yang tinggi dapat
mempercepat metabolisme tubuh biota. Sayangnya faktor pengaruh ini tidak dapat dimodifikasi
secara luas, sehingga hanya dapat dilakukan pencegahan saja. Metode pencegahan biofouling
atau dikenal dengan antifouling dibagi menjadi 3 kategori yaoitu metode kimia, fisik dan
biologis.

Biofouling sudah menjadi masalah selama lebih dari 200 tahun dan banyak jenis metode
antifouling yang telah digunakan pada jaman dulu. Sejak akhir abad ke-20, timah organik dan
turunannya digunakan sebagai pelapis antifouling karena aktivitasnya melawan berbagai spesies
penempelan. Senyawa organotin seperti tributyltin oxide (TBTO) dan tributyltin fluoride juga
digunakan untuk antifouling karena masuk dalam jenis fungisida yang kuat untuk menghambat
pertumbuhan organisme penempelan pada konsentrasi yang rendah. Cat antifouling dari bahan
senyawa argonotin digolongkan sebagai cat matrik anti larut tetapi sangat beracun bagi biota laut
dan tidak tahan lama (12-18 bulan). Hingga diciptakannya cat antifouling baru pada tahun 1974
oleh Milne dan Hails bernama TBT-SPC (TBT self-polishing copolymer). Cat ini awet, tahan
lama, tahan terhadap oksidasi dan waktu pengeringan singkat sehingga secara luas diterapkan
dalam industri perkapalan. Akan tetapi efek merusak dari TBT pada organisme non-target juga
tinggi, sehingga TBT dibatasi penggunaannya pada konferensi Internasional Maritime
Organization (IMO) pada tahun 1998 dan mulai dilarang sejak 1 januari 2000. Perkembangan cat
antifouling berubah menjadi cat anti TBT atau cat pelapis bebas timah yang terdiri dari CDP
(controlled depletion system) dan SPC bebas timah ( tin-free self-polishing copolymers).
Perbedaan CPD dan SPC anti timah dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Perbedaan CPD dan SPC

Antifouling dapat diciptakan dengan metode biologi, yaitu menggunakan enzim atau metabolit
yang dikeluarkan oleh biota lain dan memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan
biofouling. Fungsi enzim untuk antifouling dapat dibagi menjadi beberapa kategori seperti enzim
yang mendegradasi perekat, enzim yang merusak matriks biofilm, enzim yang menghasilkan
biosida, dan enzim dengan mengganggu komunikasi interseluler.

Enzim protease mampu menghidrolisis ikatan peptida dan mempu mendegradasi lendir
berdasarkan peptida, hal ini dikarenakan protease mampu mengurai protein dan proteoglikan
yang dikeluarkan biota makrofouling. Protein digunakan untuk proses penempelan primer pada
biota. Enzim protease lebih cenderung menghambat daripada meracuni atau mencegah. Enzim
alginase diketahui dapat mengganggu matrik biofilm dan mampu merusak sedikit lapisan biofilm
tetapi tidak memberikan efek yang nyata pada biofilm yang stabil melekat karena biofilm itu
sangat kompleks dan mampu beradaptasi dengan lingkungan luar. Enzim seperti glucose
oxidase, hexose oxidase dan haloperoxidase digunakan untuk menghasilkan hydrogen peroksida
untuk menginduksi kerusakan oksidatif dalam kehidupan sel dan haloperoksida mengkatalis
pembentukan asam hypohalogenik yang biasanya digunakan dalam sistem pengolahan air
sebagai agen desinfektan. Hydrogen peroksida dapat terurai menjadi air dan oksigen. Degradasi
AHL (N-acyl homoserine lactones) pada bakteri gram negatif oleh AHL acylase sehingga
mampu mencegah pertumbuhan bakteri fouling. Jika konsentrasi enzim meningkat maka formasi
biofilm dapat terhambat. Efektivitas dan stabilitas enzim dipengaruhi oleh suhu air laut. Suhu air
laut yang terlalu tinggi akan membuat enzim terurai sehingga kemampuan lapisan antifouling
enzimatik akan menurun.

Penghambatan biofouling secara fisik dapat menggunakan metode elektrolisis dan radiasi
Penggunaan metode elektrokimia mikrokosmos yang didasarkan pada electron langsung yang
mentransfer antara elektroda dan sel-sel mikroba, hal ini menyebabkan oksidasi dari substansi
intersel. Metode kedua yaitu dengan vibrasi (getaran), di mana hydroids, teritip dan kerang dapat
dihambat sampai batas tertentu dengan getaran eksternal atau piezoelektrik. Metode berikutnya
yaitu dengan radiasi sinar ultraviolet dan radioaktif namun metode ini tidak praktis dalam
aplikasinya. Metode lain melibatkan penggunaan substrat dengan berbagai warna yang
mempengaruhi keterikatan dan pertumbuhan spora dan cacing.

Penghambatan juga dapat dilakukan dengan memodifikasi topografi permukaan dan hidrofobik.
permukaan hidrofilik dianggap mampu sebagai antifouling. Misalnya saat menambahkan
nanopartikel logam seperti TiO2, karena bersifat fotokatalitik akan membuat permukaan lebih
hidrofilik sehingga biofilm yang terbentuk dapat tercuci lebih mudah. Permukaan topografi juga
mempengaruhi adhesi organisme fouling. Telah terbukti bahwa permukaan kasar meningkatkan
adhesi Pseudomonas. Penghambatan juga dapat dilakukan dengan perubahan potensi zeta.
Pelekatan biofouling pada substrat dipengaruhi oleh banyak reaksi fisik, seperti melalui interaksi
elektrostatik. Interaksi tersebut dapat diketahui dengan mengukur nilai potensial zeta. Potensial
zeta dapat diubah dengan mengubah nilai pH, semakin rendah nilai potensial zeta maka daya
adhesi akan semakin rendah.

PENUTUP
Biofouling merupakan proses alami yang terjadi di dalam laut. Biofouling melakukan
penempelan karena memang siklus hidup mereka. Sudah semestinya kita sebagai manusia tidak
mementingkan ego kita untuk menguasai lautan dengan cara membasmi organisme biofouling
karena mengganggu. Semua yang terjadi di laut merupakan cara alam untuk menyeimbangkan
ekosistemnya sendiri sehingga kita perlu untuk menjaga alam tetap ada didalam
keseimbanganya.

DAFTAR PUSTAKA

Cao, S., Wang, J., Chen, H., & Chen, D. (2011). Progress of marine biofouling and antifouling
technologies. Chinese Science Bulletin, 56(7), 598-612.
Galil, B. S., McKenzie, C., Bailey, S., Campbell, M., Davidson, I., Drake, L., ... & Piola, R.
(2019). ICES AD HOC REPORT 2019. ICES.dk
Holm, E. R. (2012). Barnacles and biofouling. Integrative and Comparative Biology, volume 52,
number 3, pp. 348–355
McCollin, T., & Brown, L. (2014). Native and non native marine biofouling species present on
commercial vessels using Scottish dry docks and harbours. Manag Biol Invasions, 5,
85-96.
Xiao, K., Cao, W. B., Rong, C. H., Chen, L. G., Yang, X. X., Wen, W. J., ... & Zhang, Y. (2018).
A novel assessment of the traction forces upon settlement of two typical marine
fouling invertebrates using PDMS micropost arrays. Biology open, 7(1).

Anda mungkin juga menyukai