Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH MALEFIT DAN BENEFIT MIKROBA LAUT

MIKROBIOLOGI LAUT A

NURUL RIFQAH FAHIRA


H041191088

DEPARTEMEN BILOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mikroorganisme laut merupakan organisme mikroskopis yang tersebar di perairan,


pesisir hingga lepas pantai, dan daerah berkondisi khusus seperi gunung api bawah laut. Pada
lautan telah dihitung terdapat 3,6 x 1029 sel mikroba. Sebagian besar biomassa ini terdiri dari
eubacteria, archaebacteria, dan mikroorganisme lainnya (Hamidi et al., 2019). Sedimen laut
dalam mengandung mikroba terbesar di bumi. Lebih dari sepertiga biomassa mikroba ada di
bumi (Syafrizal et al., 2020).

Mikroorganisme laut memiliki toleransi garam yang berbeda-beda sehingga dapat


dibedakan menjadi beberapa kelompok. Mikroba yang tahan terhadap kadar garam tinggi
disebut bakteri halofilik. Adapun mikroba yang tidak bisa mentolerir salinitas tinggi disebut
non-halofilik. Toleransi garam yang tinggi dapat timbul karena adanya kemampuan untuk
mengakumulasi zat organik terlarut dalam sitoplasmanya, sehingga dapat mencegah
kehilangan garam (Budiharjo et al., 2017)

Kesinambungan kehidupan laut dapat terjaga atas peran dari mikroorganisme laut.
Mikroba laut umumnya dapat mendegradasi senyawa organik menjadi senyawa anorganik
(Ginting et al., 2019). Mikroorganisme hidrokarbonoklastik mampu mendegradasi
hidrokarbon dan memanfaatkannya sebagai sumber energi yang diperluka untuk
pertumbuhannya (Puspitasari et al., 2020). Selain dari peran ekologinya, mikroba laut juga
memiliki peran ekonomi bagi manusia. Mikroba laut menghasilkan berbagai metabolit
sekunder yang bermanfaat. Selain itu, beberapa bakteri laut diketahui memproduksi beragam
pigmen warna seperti karoten, melanin, phenazine, pirol, violacein, dan quinon (Velmurugan
et al., 2020)

Berdasarkan uraian di atas telah diketahui bahwa mikroba merupakan salah satu
komponen ekologis dengan peran yang sangat penting. Oleh karena itu disusunlah makalah
ini. Hal ini ditujukan agar dapat dikaji lebih dalam manfaat yang dimiliki oleh tiap mikroba
laut (baik bakteri, jamur ataupun virus).

1.2 Rumusan Masalah

A. Bagaimana malefit (dampak buruk) yang dapat ditimbulkan oleh mikroba laut?
B. Bagaimana benefit (manfaat) yang dapat ditimbulkan oleh mikroba laut?

1.3 Tujuan Penulisan

A. Mengetahui malefit (dampak buruk) yang dapat ditimbulkan oleh mikroba laut
B. Mengetahui benefit (manfaat) yang dapat ditimbulkan oleh mikroba laut
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Malefit Mikroba Laut

A. Biofouling

Gambar 1. Mekanisme Biofouling

Biofouling merupakan organisme mikro dan makrofouling yang menempel pada


substrat terendam yang berada di ekosistem perairan, seperti pada lambung kapal, dan
dermaga (Ramasubburayan et al., 2017). Penumpukan biofouling sering terjadi pada moda
transportasi laut yaitu kapal laut, hal ini dapat menyebabkan kecepatan kapal berkurang
hingga 40% sehingga konsumsi bahan bakar meningkat sampai dengan 30%. Berkurangnya
kecepatan kapal mengakibatkan tertundanya waktu berlayar (Sa’adah & Novitasari, 2022).

B. Waterborne disease

Gambar 2 Penyebab Waterborne disease

Tingginya eksistensi bakteri E. coli pada perairan wisata pantai atau kawasan renang
dapat mengancam kesehatan secara waterborne. Penelitian Fleisher et al. (2010), paparan air
laut di kawasan wisata bahari menunjukkan adanya peningkatan penularan resiko penyakit
gastrointestinal, infeksi kulit, dan infeksi pernafasan akut. Sementara itu, pada penelitian
Heaney et al. (2012) disebutkan bahwa kontak pada pasir pantai yang terkontaminasi dapat
memberikan efek kesehatan terhadap masyarakat dimana menunjukkan adanya korelasi
antara enterococci dengan peningkatan penyakit saluran pencernaan. Risiko terpapar
enterococci selama berenang didapatkan dari konsumsi air yang tidak sengaja melalui rute
transmisi fecal-oral, sehingga perenang rekreasi di pantai kemungkinan menderita penyakit
gastrointestinal. Studi epidemiologis menunjukkan bahwa antara 2 dan 5% perenang menjadi
sakit setelah terpapar air pantai (Ismita, n.d.) Menjaga kebersihan tubuh dapat menjadi
langkah pertama dalam melakukan antisipasi terhadap kontaminasi bakteri Escherichia coli.
Menurut Lee et al. (2017), usaha untuk tidak menelan air laut dan membersihkan tubuh dapat
meminimalisir dampak negatif terhadap kesehatan akibat aktivitas dikawasan wisata pantai.
(Setyati et al., 2022)

C. Gangguan Pertumbuhan Biota Laut

1) Penyakit Pada Karang

Karang merupakan biota laut yang hidup di perairan oligotrofik. Karang merupakan
biota penting yang menjadi habitat bagi biota lainnya. Keberadaan mikroorganisme laut yang
bersimbiosis dengan karang dapat memberi dampak positif dan negative. Beberapa virus dan
bakteri dapat menimbulkan penyakit pada karang.

Gambar 3. Interaksi Virus terhadap Kesehatan Karang

Virus dapat berkontribusi atau mengganggu patogenesis penyakit, misalnya melalui


proses langsung dan tidak langsung. Proses langsung termasuk virus eukariotik yang
menargetkan hewan karang. Misalnya dalam kasus pemutihan karang yang disebabkan oleh
virus dan penyakit bercak kuning, virus itu sendiri akan menyebabkan penyakit, oleh karena
itu interaksi langsung. Proses tidak langsung termasuk bakteriofag yang berinteraksi dengan
komunitas prokariota, yang kemudian memiliki pengaruh sekunder pada hewan karang atau
endosimbion alga (Symbiodinium spp.). Bakteriofag dapat meningkatkan virulensi bakteri
yang terinfeksi melalui transfer gen horizontal gen virulensi, yang kemudian menyebabkan
penyakit pada karang. Selain itu, bakteriofag dapat menginfeksi dan melisiskan bakteri
patogen, mengurangi dampak penyakit sebagai bagian dari mikrobioma karang, atau
eksternal dari holobion karang. Bakteriofag juga dapat berinteraksi dengan komunitas
prokariota karang dan melisiskan bakteri probiotik, yang dapat membuka relung untuk
patogen karang (Buerger et al., 2018)

Lebih dari 10.000 jenis bakteri diketahui bersimbiosis dalam sedimen, terumbu,
maupun di dalam jaringan karang itu sendiri (Carter 2013). Sebagai contoh bakteri
Alteromanadaceae, Amoebophilus, Endozoicomonas, Flavobacteriaceae, Cryomorphaceae,
dan Methylobacteriaceae bersimbiois pada mucus, dan skeleton karang (Pollock et al. 2018).
Jenis bakteri tersebut dapat bersifat menguntungkan maupun merugikan. Bakteri yang
merugikan inilah yang bersifat patogen dan menyebabkan penyakit pada karang. Sebagai
contoh, bakteri jenis Myroides odoratimimus, Bacillus algicola, dan Marine Alcaligenaceae
bacterium merupakan bakteri penyebab penyakit black band (BBD) pada karang Acropora di
Karimun Jawa Jawa Tengah. (Palupi et al., 2019). Arulazhagan et al. (2010) dalam
penelitiannya mengisolasi bakteri dari lingkungan laut menyebutkan bahwa bakteri jenis
Enterobacter cloacae mengandung senyawa organic polycyclic aromatic hydrocarbons yang
bersifat toksik. Beberapa bakteri yang masuk dalam jenis halotoleran juga mempunyai spora
yang bersifat patogen. Diduga pathogen atau toksik yang dikeluarkan oleh bakteri yang
bersimbiosis di jaringan karang menyebabkan karang uji terkena PS (Palupi et al., 2019)

2) Penyakit pada Rumput Laut

Gambar 4 diagram model interaksi antara rumput laut, kondisi lingkungan dan bakteri
patogen oportunistik dalam menyebabkan penyakit pada rumput laut

Garis solid menunjukkan tindakan langsung yang dapat merusak rumput laut, sedangkan
garis putus-putus) menunjukkan tautan yang memodulasi tindakan ini dengan cara positif (+)
atau negatif (-)

Rumput laut yang memiliki nilai ekonomi penting, berpotensi mengalami penyakit
akibat ancaman bakteri pathogen. Mekanisme infeksi rumput laut oleh patogen dilaporkan
oleh Largo et al. (1999) melalui kemampuan bakteri dalam melakukan inisiasi di permukaan
rumput laut. Permukaan thallus yang kasar memungkinkan mikroorganisme mudah untuk
menempel kemudian terjadi penetrasi menembus lapisan korteks dan medulla pada thallus.
Hal ini menyebabkan thallus menjadi lebih lemah dan akan memburuk ketika rumput laut
sedang dibawah tekanan sehingga rumput laut akan mengeluarkan zat organik lembab yang
dapat menarik bakteri di dalam air dan menginduksi pemutihan (depigmentasi) dan
pengerasan cabang hingga terjadi kerusakan (Alibon et al., 2019; Solis et al., 2010). Salah
satu bakteri yang diketahui mampu menginfeksi rumput laut adalah Vibrio sp. yang dapat
menempel pada permukaan thallus (Largo, 1999). Selain itu, Vibrio sp. juga memiliki
kemampuan untuk menghidrolisis karaginan dan selulosa pada dinding sel rumput laut
melalui aktivitas karaginase dan selulase (Largo, 1999; Zhu dan Ning, 2016). Karaginan dan
selulosa merupakan senyawa paling banyak yang ditemukan pada matriks dinding sel
(Santos, 1989) sehingga aktivitas hidrolitik bakteri ke dalam dinding sel rumput laut akan
menyebabkan degradasi epidermis dan berakhir pada pemutihan thallus rumput laut yang
terinfeksi (Solis et al., 2010). (Rosyidah, p. 23)

3) Penyakit Pada Foraminifera

Salah satu bakteri patogen seperti vibrio dapat mengakibatkan pecahnya protein pada
dinding sel dengan menggunakan enzim protease sehingga memudahkan penetrasi bakteri ke
dalam sel dan merusak jaringan sel pada suatu organisme (Rosenberg et al 2007; Sussman et
al 2003). Keberadaan bakteri coliform pada foraminiera diduga terdapat pada aperture dan
vacoula. Aperture merupakan mulut yang berfungsi untuk mensekresikan CaCO3 dalam
pementukan cangkang foraminifera. Ketika bakteri coliform terdapat didalam aperture akan
menganggu metabolisme pembentukan cangkang dan sekresi CaCO3 pada foraminifera
tersebut sehingga pembentukan cangkang menjadi tidak sempurna. (Askar et al., 2018)

2.2 Benefit Mikroba Laut

A. Peladangan Garam

Selain memanfaatkan fenomena fisik berupa evaporasi dan presipitasi senyawa-


senyawa penyusun garam, proses biologis juga memiliki peran penting pada peladangan
garam (Davis, 2000). Peran bakteri halofilik ekstrim berwarna merah pada proses peladangan
garam berkontribusi sangat signifikan dalam menghasilkan garam NaCl dengan kemurnian
tinggi >94% (Oren, 2010). Bakteri halofilik ekstrim berfungsi sebagai penyerap sinar
matahari sehingga suhu air tua akan meningkat dan kemudian akan meningkatkan laju
evaporasi. Tingginya laju evaporasi ini akan berdampak pada peningkatan konsentrasi ion-
ion penyusun garam sehingga proses pembentukan kristal garam menjadi lebih cepat (Javor,
2002). Selain mempercepat proses pembentukan kristal akibat peningkatan laju evaporasi,
bakteri halofilik ekstrim berwarna merah ini dapat bertindak sebagai inisiator pembentukan
inti kristal garam (Lopez-Cortes & Ochoa 1998). Peran bakteri halofilik ekstrim berwarna
merah dalam meningkatkan kualitas garam NaCl juga dijelaskan oleh Davis (1995) yang
menyatakan bahwa tingginya populasi bakteri halofilik ekstrim berwarna merah pada kolam
kristalisasi garam tidak hanya meningkatkan laju evaporasi namun juga berperan dalam
mengoksidasi partikulat organik terlarut yang terdapat pada air tua. Penggunaan bakteri
halofilik esktrim pada proses kristalisasi garam pernah dilakukan oleh Nilawati (2017), pada
penelitian tersebut menyatakan bahwa penggunaan kultur cair bakteri Haloferax pada proses
kristalisasi garam pada skala lab menghasilkan garam dengan kemurnian NaCl 94,64%
(Malik et al., 2019)
B. Bioremediasi

Gambar 5. Mekanisme bioremediasi

Biodegradasi diawali dengan pembentukan bagian hidrofobik pada dinding sel yang
meningkatkan afinitas sel terhadap hidrokarbon. Berikutnya, akan dihasilkan surfaktan
ekstraselular yang meningkatkan kelarutan hidrokarbon. Ketiga, modifikasi intraselular
membran sitoplasma yang dapat mengurangi toksisitas hidrokarbon terhadap bakteri
(Novianty et al., 2020).

Biodegradasi senyawa hidrokarbon berlandaskan pada bioremediasi dimana kelompok


mikroba karbonoblastik akan merombak hidrokarbon dengan enzim oksigenase jenis
monooksigenase dan dioksigenase. Enzi mini lah yang nantinya membantu memotong rantai
hidrokarbon menjadi lebih pendek (Holifah et al., 2018)

Biosurfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan (ST) dan tegangan antarmuka


(IFT) antara minyak dan air. Biosurfaktan adalah molekul aktif-permukaan yang disintesis
oleh sel mikroba. Biosurfaktan merupakan senyawa amfipatik yang tersusun dari komponen
hidrofobik dan hidrofilik. Bagian hidrofobik biosurfaktan biasanya terdiri dari asam lemak
hidroksi, asam lemak jenuh atau tidak jenuh, dan alkohol lemak dengan panjang rantai atom
karbon antara 8 sampai 18. Sedangkan komponen hidrofilik terdiri dari gugus hidroksil,
fosfat, gugus karboksil, karbohidrat (mono-, oligo-, polisakarida), atau polipeptida. Beberapa
bakteri air laut yang telah diteliti sebelumnya memiliki kemampuan dalam menghasilkan
biosurfaktan diantaranya yaitu Rhodococcus sp. PML026, Pseudomonas aeruginosa LBF-1-
0132, Bacillus pumilus, dan Nocardiopsis sp. (Citra & Nurhasanah, 2021)

C. Probiotik

Strain Debaryomyces hansenii yang diisolasi dari air laut, yang menghasilkan beberapa
metabolit (poliamina: putrescine, spermidine, dan spermine) yang menjadi probiotik pada
ikan. Ragi laut D. hansenii CBS004 merangsang mekanisme kekebalan antioksidan yang
mengatur ekspresi gen superoksida dismutase. Akibatnya akan meningkatkan status seluler
antioksidan. (Reyes-Becerril et al., 2021)
Strain khamir laut lainnya, yakni Y. lipolyca juga memiliki peran serupa. Masing-
masing strain Y. lipolyca memiliki kapasitas antioksidan dan profil asam lemak yang khas,
tetapi aktivitas antimikrobanya serupa terhadap patogen bakteri ikan. Ikan (Lutjanus peru)
yang diberi suplementasi galur Y. lipolitika menunjukkan morfologi usus yang normal, kadar
IgM yang tinggi, dan aktivitas enzim antioksidan. Selain itu, leukosit dari ikan yang diberi
makan Y. lipolitik(Magdalena et al., 2020)a menunjukkan parameter kekebalan dan
antioksidan bawaan terhadap V. parahaemolyticus dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Ragi laut strain Y. lipolyca D-1 dan N-6 mungkin merupakan probiotik potensial untuk ikan
dengan mengerahkan pembersihan radikal bebas, aktivitas antimikroba, dan meningkatkan
respons perlindungan kekebalan terhadap infeksi V. parahaemolyticus. (Reyes-Becerril dkk.,
2021)

D. Antibiofilm

Penelitian menunjukkan adanya aktivitas antibiofilm bakteri yang diisolasi dari


lingkungan perairan, yaitu air terjun dan lingkungan laut di Indonesia terhadap berbagai
bakteri patogen. Di antara bakteri air asli ini, genus bakteri yang diidentifikasi adalah
Pseudomonas dan Vibrio. Komposisi senyawa antibiofilm yang berasal dari bakteri tersebut
dapat mencakup polisakarida, protein, dan asam nukleat. Studi juga melaporkan adanya
aktivitas kuorum quenching pada spesies Vibrio. Bakteri air ini juga diketahui berpotensi
untuk digunakan dalam aplikasi medis. (Magdalena et al., 2020, hlm. 259)

E. Antimikroba

Bakteri simbion karang Porites diketahui memiliki potensi sebagai antimikroba. Riyanti
et al., (2016) menunjukkan bahwa bakteri dari karang Porites memiliki aktivitas antifungi
terhadap Aspergillus flavus dan Candida albicans. P. compressa mampu menghambat
pertumbuhan bakteri patogen Staphylococcus aureus (Mohammadizadeh et al., 2014).
Penelitian lain menyebutkan bahwa bakteri simbion P. lutea mampu menghambat
pertumbuhan bakteri patogen Bacillus subtilis dan S. lentus (Radjasa et al., 2008).” (Madilana
et al., 2018)

Genus Bacillus yang diisolasi dari laut dapat memproduksi senyawa aktif yang
memiliki aktivitas antibakteri, antijamur, antikanker, dan antialgal. Bacillus pumilus paling
sering ditemukan berasosiasi dengan sponge, ascidia, soft coral, dan air laut. B. pumilus
merupakan bakteri gram positif, berbentuk batang dan bakteri non motile, mampu
menghidrolisis pectin, gelatin, casein, and tributyrin (Menon et al., 2010). B. pumilus yang
diisolasi dari moluska Anadara brougtonihas memiliki aktivitas tertinggi melawan mikroba
patogen S. aureus, B. subtilis, C. albicans, Xantomonas sp. Pv. Padrii, E. faecium, A. niger,
F. oxysporum, dan Citricocus sp (Madilana et al., 2018)

V. coralliitycus MJ5 dan V. parahaemolyticus MJ11 yang diisolasi dari karang Porites
lutea diketahui mampu menghambat bakteri patogen B. subtilis dan S. lentus (Radjasa et al.,
2008). Studi yang dilakukan Rypien et al., (2010) menemukan bahwa bakteri Vibrio yang
berasosiasi dengan karang menghasilkan senyawa antibakteri spektrum luas. Senyawa
antibakteri yang dihasilkan oleh Genus Vibrio antara lain Andrimid, Kahalalide F,
Turbomycin, Vibrindole A, dan Unnarmicin A. (Madilana et al., 2018)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Mikroba laut yang melimpah di sedimen bawah laut maupun perairan memiliki
karakteristik khusus. Mikroba laut memiliki peran penting dalam ekosistem sebagai
pendegradasi senyawa anorganik. Selain itu, mikroba laut dapat dimanfaatkan manusia
sebagai antimikroba, antibiofilm, probiotik, maupun untuk peladangan garam. Namun, selain
memiliki manfaat bakteri laut juga dapat menimbulkan kerugian. Kerugian ini berupa
biofouling, waterborne disease, gangguan pertumbuhan biota laut, dan masih banyak lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Askar, A. T., Agung, M. U. K., Andriani, Y., & Yuliadi, L. P. (2018). Kelimpahan Bakteri
Coliform Pada Air Laut, Sedimen dan Foraminifera Jenis Calcarina di Ekosistem
Terumbu Karang Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Akuatika
Indonesia, 3(1), 36–41. https://doi.org/10.24198/jaki.v3i1.23391
Budiharjo, R., Sarjono, P. R., & Asy’ari, M. (2017). Pengaruh Konsentrasi NaCl Terhadap
Aktivitas Spesifik Protease Ekstraseluler dan Pertumbuhan Bakteri Halofilik Isolat
Bittern Tambak Garam Madura. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi, 20(3), 142–145.
https://doi.org/10.14710/jksa.20.3.142-145
Buerger, P., Oppen, M. J. van, Buerger, P., & Oppen, M. J. van. (2018). Viruses in corals:
Hidden drivers of coral bleaching and disease? Microbiology Australia, 39(1), 9–12.
https://doi.org/10.1071/MA18004
Citra, S., & Nurhasanah, N. (2021). Skrining Bakteri Penghasil Biosurfaktan Dari Air Laut
Tercemar Minyak Di Pelabuhan Panjang Lampung. RAFFLESIA JOURNAL OF
NATURAL AND APPLIED SCIENCES, 1(1), 50–58.
Ginting, E. L., Rangian, L., Wantania, L. L., & Wullur, S. (2019). Isolasi Bakteri Simbion
Alga Merah Dari Perairan Tongkeina, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax, 7(2),
394–400.
Hamidi, M., Kozani, P. S., Kozani, P. S., Pierre, G., Michaud, P., & Delattre, C. (2019).
Marine Bacteria versus Microalgae: Who Is the Best for Biotechnological Production
of Bioactive Compounds with Antioxidant Properties and Other Biological
Applications? Marine Drugs, 18(1), 28. https://doi.org/10.3390/md18010028
Holifah, S., Supartono, T., & Harjono, H. (2018). ANALISIS PENAMBAHAN KOTORAN
KAMBING DAN KUDA PADA PROSES BIOREMEDIASI OIL SLUDGE DI
PERTAMBANGAN DESA WONOCOLO. Indonesian Journal of Chemical Science,
7(1), 35–42. https://doi.org/10.15294/ijcs.v7i1.19036
Ismita, U. W. (n.d.). ANALISIS RISIKO KESEHATAN BAKTERI ENTEROCOCCI
TERHADAP PENGUNJUNG DI PANTAI TANJUNG BAYANG KOTA MAKASSAR.
76.
Madilana, R. N., Wijayanti, D. P., & Sabdono, A. (2018). Bakteri Simbion Karang Porites
dari Perairan Gunungkidul, Yogyakarta dan Aktivitas Antibakteri terhadap Bakteri
Patogen Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Buletin Oseanografi Marina,
7(1), 43–50. https://doi.org/10.14710/buloma.v7i1.19044
Magdalena, S., Rustandi, N., & Yogiara, Y. (2020). The in Vitro Antibiofilm Activity of
Waterfall and Marine Bacteria Against Human Bacterial Pathogens. Al-Kauniyah:
Jurnal Biologi, 13(2), 250–262. https://doi.org/10.15408/kauniyah.v13i2.14926
Malik, R. A., Nilawati, N., Handayani, N. I., Rame, R., Djayanti, S., Pratiwi, N. I., &
Setianingsih, N. I. (2019). Aplikasi Bakteri Halofilik Berwarna Merah
Terimmobilisasi dalam Meningkatkan Kualitas Garam dalam Proses Produksi
Garam berbasis Air Laut. http://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/11319
Novianty, R., Saryono, Awaluddin, A., & Pratiwi, N. W. (2020). Bakteri Indigen
Pendegradasi Hidrokarbon Minyak Bumi di Kabupaten Siak Provinsi Riau. Jurnal
Teknik Kimia USU, 9(1), 34–40. https://doi.org/10.32734/jtk.v9i1.3834
Palupi, R. D., Sadarun, B., & Sawonua, P. H. (2019). IDENTIFIKASI BAKTERI PATOGEN
PENYEBAB PENYAKIT PURPLE SYNDROME PADA KARANG FUNGIA DI
PULAU HARI SULAWESI TENGGARA. Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia
(JBBI), 6(2), 198. https://doi.org/10.29122/jbbi.v6i2.3116
Puspitasari, I., Trianto, A., & Supriyanto, J. (2020). Eksplorasi Bakteri Pendegradasi Minyak
dari Perairan Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang. Journal of Marine Research, 9(3),
281–288. https://doi.org/10.14710/jmr.v9i3.27606
Reyes-Becerril, M., Alamillo, E., & Angulo, C. (2021). Probiotic and Immunomodulatory
Activity of Marine Yeast Yarrowia lipolytica Strains and Response Against Vibrio
parahaemolyticus in Fish. Probiotics and Antimicrobial Proteins, 13(5), 1292–1305.
https://doi.org/10.1007/s12602-021-09769-5
Sa’adah, N., & Novitasari, A. R. (2022). Potensi Bakteri Simbion Endofit Mangrove
Avicennia marina sebagai Antifouling. Journal of Marine Research, 11(1), 1–8.
https://doi.org/10.14710/jmr.v11i1.33194
Setyati, W. A., Pringgenies, D., Pamungkas, D. B. P., & Suryono, C. A. (2022). Monitoring
Bakteri Coliform pada Pasir Pantai dan Air Laut di Wisata Pantai Marina dan Pantai
Baruna. Jurnal Kelautan Tropis, 25(1), 113–120.
https://doi.org/10.14710/jkt.v25i1.13775
Syafrizal, Rahmaniar, R., Partono, T., Zulkifliani, Kristiawan, O., ArdhyArini, N.,
Handayani, Y., & Rofiqoh. (2020). BIODEGRADASI SENYAWA
HIDROKARBON MINYAK BUMI MENGGUNAKAN AKTIFITAS BAKTERI
LAUT DALAM. Lembaran publikasi minyak dan gas bumi, 54(2), 81–91.
https://doi.org/10.29017/LPMGB.54.2.417
Velmurugan, P., Venil, C. K., Veera Ravi, A., & Dufossé, L. (2020). Marine Bacteria Is the
Cell Factory to Produce Bioactive Pigments: A Prospective Pigment Source in the
Ocean. Frontiers in Sustainable Food Systems, 4.
https://www.frontiersin.org/article/10.3389/fsufs.2020.589655

Anda mungkin juga menyukai