Anda di halaman 1dari 4

Latar Belakang

Indonesia sebagai negara maritim, rentan terkena Harmful Algae Blooms (HABs) yang
mengganggu keseimbangan ekosistem perairan dan memberikan dampak kerugian secara
ekonomi (Hidayati, 2020). Algae merupakan salah satu mikroorganisme akuatik yang dapat
berperan sebagai penyebab pencemaran pada air permukaan (Baker, 1998 dalam Hidayati,
2020). Harmful Algal Bloom (HAB) adalah pertambahan populasi fitoplankton yang dapat
menimbulkan kerugian bagi ekosistem di sekitarnya, biota laut yang hidup didalamnya,
maupun manusia yang hidup di wilayah pesisir (Tungka et al., 2017 dalam Gurning et al.,
2020).

Algae blooming merupakan peristiwa meledaknya populasi alga pada ekosistem perairan
karena meningkatnya kandungan nutrient seperti fosfat dan nitrogen (Haag, 2017 dalam
Hidayati, 2020).

Di beberapa wilayah pesisir terdapat berbagai kegiatan industri, diantaranya kegiatan


industri pengolahan hasil perikanan dan pelabuhan perikanan. Buangan limbah kegiatan
industri pengolahan ikan dan kegiatan pelabuhan perikanan akan meningkatkan zat hara nitrat
dan fosfat (Choirun et al., 2015). Menurut Effendi (2003) dalam Choirun et al. (2015), nitrat
merupakan senyawa nitrogen yang paling dominan di perairan alami dan sangat penting bagi
pertumbuhan tanaman dan alga. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa
nitrogen di perairan. Kandungan fosfat dan nitrat secara alamiah berasal dari perairan itu
sendiri yaitu melalui proses-proses penguraian, pelapukan ataupun dekomposisi tumbuh-
tumbuhan dan sisa-sisa organisme mati. Selain itu juga tergantung pada keadaan sekeliling
diantaranya sumbangan dari daratan melalui sungai yang bermuara ke perairan, seperti
buangan limbah ataupun sisa pakan dengan adanya bakteri terurai menjadi zat hara
(Wattayakorn, 1988 dalam Patty, 2015), dan dalam proses penguraiannya banyak
membutuhkan oksigen.

Kandungan nitrat dan fosfat memiliki dampak positif di lingkungan perairan, yaitu dapat
meningkatkan produksi fitoplankton dan total produksi ikan. Namun jika konsentrasinya
berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif, yaitu terjadinya ledakan fitoplankton jenis
toksik (beracun) atau disebut dengan Harmful Algal Bloom (HAB). HAB adalah fenomena
yang umum terjadi di perairan laut dan payau. HAB merupakan pertambahan populasi
fitoplankton, yang dapat menimbulkan kerugian baik pada manusia, biota laut, maupun
ekosistem di sekitarnya (Wiadnyana, 1996; Praseno, 1996; Hallegraeff, 1991 dalam Mulyani
et al., 2012). HAB dapat berakibat pada penurunan kandungan oksigen di perairan sehingga
menyebabkan kematian masal biota air (Risamasu dan Prayitno, 2011). Peningkatan
kelimpahan fitoplankton ini sangat dipengaruhi oleh proses eutrofikasi. Kondisi perairan
dengan zat hara tinggi juga disebabkan oleh faktor oseanografi seperti up welling (Anderson
et al., 2008 dalam Choirun et al., 2015)

3. Pembahasan
a. Sumber Blooming Alga
Berdasarkan penyebabnya, peristiwa HAB dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu
red tide maker dan toxin producer (Mulyani et al., 2012).
1) Peristiwa HAB oleh red tide maker disebabkan oleh ledakan populasi fitoplankton
berpigmen, sehingga warna air laut akan berubah sesuai dengan warna pigmen pada
spesies fitoplankton tertentu (Praseno, 2000 dalam Mulyani et al., 2012). Warna air
laut dapat berubah dari biru menjadi merah, merah kecoklatan, hijau, ungu, dan
kuning. Ledakan populasi fitoplankton tersebut dapat menutupi permukaan perairan,
sehingga selain menyebabkan deplesi oksigen, juga dapat menyebabkan gangguan
fungsi mekanik maupun kimiawi pada insang ikan. Hal tersebut dapat mengakibatkan
kematian massal pada ikan (Adnan, 1994; Hallegraeff, 1991 dalam Mulyani et al.,
2012).
2) Peristiwa HAB oleh toxin producer disebabkan metabolit sekunder, yang bersifat
toksik dari fitoplankton penyebab HAB tersebut. Toksin tersebut dapat terakumulasi
pada biota budidaya seperti ikan dan kerang. Toksin tersebut dapat menyebabkan
peristiwa keracunan, yaitu Diarrhetic Shellfish Poisoning (DSP), Paralytic Shellfish
Poisoning (PSP), Neurotoxic Shellfish Poisoning (NSP), Amnesic Shellfish poisoning
(ASP), dan Ciguatera Fish Poisoning (CFP).

Baik red tide maker maupun toxin producer, keduanya memberikan dampak
negatif, yang harus dicegah untuk memproteksi kesehatan masyarakat (GEOHAB, 2001
dalam Mulyani et al., 2012).

Berdasarkan hasil penelitian Irawan et al. (2014), terdapat 14 jenis fitoplankton


yang potensial sebagai HABs, yaitu Cerataulina bergonii, Nitzschia lanceolata,
Pirodinium bahamense, dan Pseudo-nitzchia dari kelompok bacillariophyceae; Ceratium
furca, Ceratium tripos, Dinophysis homunculus, Gonyaulax apiculata, Gymnodinium,
Noctiluca scintilans, Prorocentrum lima, Protoperidinium, dan Cochlodinium dari
kelompok dinophyceae; serta Trichodesmium erythraeum dari kelompok Cyanophyceae.

b. Dampak Blooming Alga pada Hewan

c. Dampak Blooming Alga pada Tumbuhan

d. Dampak Blooming Alga pada Manusia

e. Dampak Blooming Alga pada Lingkungan Abiotik

4. Pencegahan Blooming Alga

5. Penanggulangan Blooming Alga

6. Penelitian Terdahulu

7. Daftar Pustaka

Mulyani et al. 2012. Sebaran Spasial Spesies Penyebab Harmful Algal Bloom (HAB) di Lokasi
Budidaya Kerang Hijau (Perna Viridis) Kamal Muara, Jakarta Utara, pada Bulan Mei
2011. Jurnal Akuatika. 3 (1): 28-39

Choirun, Arianto et al. 2015. Identifikasi Fitoplankton Spesies Harmfull Algae Bloom (HAB)
saat Kondisi Pasang di Perairan Pesisir Brondong, Lamongan, Jawa Timur. Jurnal Ilmu
Kelautan dan Perikanan. 25 (2): 58-66

Patty, Simon I. 2015. Karakteristik Fosfat, Nitrat dan Oksigen Terlarut di Perairan Selat
Lembeh, Sulawesi Utara. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. 2 (1): 1-7

Risamasu, Fonny J.L, dan H. B. Prayitno. 2011. Kajian Zat Hara Fosfat, Nitrit, Nitrat dan
Silikat di Perairan Kepulauan Matasiri, Kalimantan Selatan. Pusat Penelitian
Oseanografi-LIPI. 16 (3): 135- 142
Hidayati, Inayah. 2020. Pemahaman Masyarakat Pesisir Lampung akan Bahaya Harmful Algae
Bloom pada Sumber Pangan Laut. Jurnal Pendidikan dan Ilmu Geografi. 5 (2): 122-131

Irawan, Ade et al. 2014. Fenomena Harmful Algal Blooms (HABs) di Pantai Ringgung Teluk
Lampung, Pengaruhnya dengan Tingkat Kematian Ikan yang Dibudidayakan pada
Karamba Jaring Apung. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 15 (1): 48-53

Anda mungkin juga menyukai