Anda di halaman 1dari 8

Wilayah Kritis Keanekargaman Hayati Laut

di Indonesia.

Kelompok 2:
Alvayed (170254241045)
Rahma Sarita (180254241005)
Sri Maharani (180254241006)
Inur Eriska (180254241011)
Ahmad Saipul H. (180254241023)
Jonathan Rian R. (180254241036)
Anggi Zurmailinia (180254241043)
Dwi Tirta Rianova (180254241044)
Juan Kevin T. (180254241048)
Rifai Dimas Trisna P. (180254241050)
Gambaran umum krisis di wilayah pesisir
Kemerosotan dan penyusutan ekosistem akibat konversi
habitat alami. Kondisi tersebut kemudian akan menyebabkan krisis
lanjutan berupa pengikisan wilayah pantai dan intrusi air laut yang
menyebabkan menurunnya kemampuan wilayah pesisir sebagai
tempat bermukim masyarakat.
Jumlah record data mengenai krisis ekosistem paling tinggi
dibandingkan krisis spesies dan varietas serta kehidupan manusia.
Namun bentuk krisis keanekaragaman hayati pesisir laut yang
bermanifestasi dalam bentuk krisis kehidupan manusia relatif lebih
banyak dibandingkan krisis spesies.
Di tingkat nasional, gambaran umum kemerosotan dan penyusutan
keanekaragaman hayati pesisir-laut sebagian besar disebabkan oleh
konversi habitat alami untuk membuka ruang-ruang investasi di wilayah
pesisir serta perusakan secara langsung ekosistem akibat pengerukan dan
pengurasan kekayaan alam hayati dan non-hayati. Potret tersebut
sebagian besar dapat dilihat di pulau-pulau Jawa dan Sumatra, yang
menampilkan tingginya kebutuhan investasi dan industri akan tanah di
wilayah pesisir. Habitat alami yang secara langsung dikonversi adalah
mangrove dan pada beberapa kasus hutan dataran rendah berikut sistem
estuarina dan sungai. Di Pulau Kalimantan potret tersebut terlihat di
Kalimantan Timur, terutama di Delta Mahakam.
Pada kasus mangrove, salah satu ancaman penting adalah perluasan
usaha tambak air payau di wilayah pesisir untuk komoditas udang dan
bandeng. Gambaran paling buruk terjadi pada ekosistem mangrove di
Jawa Tengah. Pada 1999 luas mangrove di Jawa Tengah adalah 95.377
ha, dan sekitar 35.814 ha diantaranya hancur setelah dikonversi menjadi
tambak udang (Thoha, 1999). Konsekuensi konversi mangrove adalah
penyusutan dan pelenyapan ekosistem mangrove yang pada gilirannya
akan berdampak kepada lingkungan dan masyarakat di sekitarnya. Selain
penyusutan dan kemerosotan populasi tumbuhan dan hewan, konversi
mangrove akan menyebabkan pula abrasi pantai.
Wilayah Kritis Keanekaragaman Hayati Peisisr-laut
Di Indonesia

KRISIS WILAYAH PENYEBAB

• Penebangan mangrove • Jawa • Rendahnya kesadaran dan


• Kemerosotan dan penyusutan pemahaman tentang
• sumatra keanekaragaman hayati.
ekosistem terumbu karang.
• Kemerosotan dan penysutan • Kalimantan • Konversi habitat alami.
ekosistem mangrove • Sulawesi • Pemanfaatan (mangrove)
• Pencemaran perairan pesisir • Bali berlebihan.
oleh industri. • Nusa tenggara • Pencemaran.
• Abrasi pantai. • Pemanfaatan berlebih
• Badai Vincent.
• Papua (meluasnya kegiatan pariwisata
• Abrasi pantai di pulau-pulau tanpa kendali; penambangan
kecil. karang dan pasir).
• Bencana alam (tambahan).
• Bencana alam (tambahan;
gempa tektonik yang ber-
kombinasi dengan badai
Tsunami).
Secara umum, pulau Jawa di laporkan sebagai
pulau yang paling kritis. Dibandingkan dengan
krisis spesies dan varietas serta kehidupan
manusia, krisis ekosistem di Jawa muncul
sebagai yang tertinggi.
Membaca tingkat kemerosotan dan penyusutan
keanekaragaman hayati pesisir laut di Indonesia,
bisa diduga bahwa tingkat ancaman (bahkan tidak
menutup kemungkinan kepunahan) spesies di
pesisir-laut lebih besar dari yang data
keanekaragaman spesies yang tersedia sekarang.
Menyusutnya habitat alami sebesar, misalnya, 50%
berakibat kepada penyusutan keanekaragaman
spesies sebsar 10%; sedangkan penyusutan habitat
alami sebesar 90% berakibat kepada penyusutan
keanekaragaman spesies sebesar 50% (McAllister
1998).
THANK
Y OU!

Anda mungkin juga menyukai