Anda di halaman 1dari 7

Dampak blooming Gymnodinium Breve Bagi Organisme Perairan

Diajukan sebagai salah satu syarat pemenuhan tugas mata kuliah Protista.
Yang dibampu oleh Dr. Tri Retnaningsih Soeprabowati, Mapp. Sc

Oleh:
Solifa Sarah
24020111120013

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
November, 2014

Dampak blooming Gymnodinium Breve Bagi Organisme Perairan


Pyrrophyta atau lebih dikenal sebagai Dinophyceae atau Dinoflagellata merupakan
protista yang hidup di laut atau air tawar, dikelompokkan sebagai protista autotrof oleh adanya
klorofil a dan c , tetapi tidak mempunyai klorofil b pigmen xantophil yang khas yaitu peridinin,
neoperidinin, dinoxanthin dan neodinoxanthin) dan b karoten yang memberikan warna coklat
atau warna coklat emas. Cadangan makanan berbentuk tepung atau minyak.
Pyrrophyta bersifat fotoautotrof atau heterotrof, sebagai saprofit, parasit, hidup
bersimbiose atau holozoik sehingga dinamakan pula sebagai Dinoflagellata karena mempunyai
sepasang flagella yang tidak sama panjang. Habitatnya kebanyakan pada lingkungan laut dan
estuary. Contoh dari dinoflagellata antara lain Noctiluca miliaris dan Gymnodinium breve.
Gymnodinium breve memiliki bentuk mirip seperti kunci gembok. Tubuh organisme ini
dikelilingi oleh selulosa ( Irfani, 2011). Gambar spesies Gymnodinium breve seperti dibawah ini:

Sumber: http://nerrs.noaa.gov/doc/siteprofile/acebasin/html/biores/phyto/pytext.htm

Fitoplankton dalam ekosistem perairan berperan sebagai dasar bagi kehidupan yaitu
penyumbang oksigen dan bahan organik. Menurut Romimohtarto (2001), fitoplankton
mambentuk sejumlah besar biomassa di laut. Total produksi primer bersih fitoplankton di laut
secara global berkisar 15-18 x 109ton C/th (KoblentzMishke et al.,1970 inBasmi, 1995). Ada
beranekaragam organisme mikroskopik nabati yang merupakan bagian terbesar dari organisme
planktonik, yang mampu menghasilkan bahan-bahan organik. Melalui rantai makanan, bahan
organik dapat mencapai ke organisme konsumen dari tingkat trofik yang lebih rendah hingga ke
tingkat trofik lebih tinggi. Namun, umumnya jenis fitoplankton dari Dinoflagellata dapat
memproduksi racun, yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar, seperti
kematian massal pada usaha budidaya laut dan perikanan, serta membahayakan kesehatan
manusia dan lingkungan hidup akuatik (Hallegraeff, 1993 inWiadnyana, 1995). Banyak masalah
yang terjadi di laut, dalam kaitannya dengan lingkungan perairan Indonesia. Ada dua hal pokok
yang perlu mendapat perhatian dan antisipasi yaitu dampak dari pesatnya pertumbuhan industri
yang menghadapi permasalahan pembuangan limbah dan semakin tingginya lalu lintas pelayaran
yang menimbulkan pencemaran minyak melalui pembuangan air pendingin dan air balas
(Wiadnyana, 1997).
Berdasarkan penelitian sebelumnya, jumlah fitoplankton berlebih di sebuah perairan
berpotensi membunuh berbagai jenis biota laut secara masal. Hal ini disebabkan keberadaan
fitoplankton akan mengurangi jumlah oksigen terlarut terutama pada malam hari serta saat
fitoplankton tersebut mati akan terurai dan dalam proses penguraian tersebut diperlukan oksigen,
sehingga perairan akan kekurangan oksigen. Tidak semua biota laut yang mati karena
fitoplankton berbahaya bila dikonsumsi. Diantaranya tergantung pada jenis fitoplanktonnya.
Secara umum fitoplankton terbagi menjadi dua, yakni jenis harmful algal bloom (HAB) dan non-

HAB. Secara normatif memang sering disebut bahwa blooming HAB dapat dipicu oleh
pengayaan hara (nutrient enrichment) dari daratan. Selain itu bisa disebabkan oleh perubahan
cuaca dan hujan yang berlebihan atau karena berkurangnya herbivor yang mengontrol populasi
fitoplankton. Dalam siklus hidupnya diketahui bahwa fitoplankton terutama dari golongan
Dinoflagellata merupakan penyebab HAB yang memiliki fase dorman dalam bentuk kista.
Apabila kondisi perairan kurang baik untuk pertumbuhan, kista tersebut akan beristirahat dan
akan berkembang apabila kondisi perairan cocok untuk tumbuh. Kista akan berada pada kolom
perairan yang kemudian akan mengendap pada sedimen dan terakumulasidi sedimen. Apabila
kondisi perairan cocok untuk tumbuh serta ada pengangkatan massa air dari dasar maka akan
terjadi ledakan dari kista yang akan menyebabkan bloomingalga beracun. Dengan mengetahui
keberadaan jenis kista di sedimen maka dapat diantisipasi bahayabahaya yang akan ditimbulkan
oleh fitoplankton penyebab HAB tersebut, seperti jenis racun yang dihasilkan serta efek yang
akan di timbulkannya. Selain itu juga untuk menghindari terjadi biomagnifikasike tingkat trofik
yang lebih tinggi yang akan lebih berbahaya.
Gymnodinium merupakan contoh Dinoflagellata yang tubuhnya tidak tersusun oleh pelatpelat. Banyak dijumpai hidup di air tawar dan air laut, merupakan dinoflagellata yang
cingulumnya terletak di tengah-tengah dan melingkari sel dengan sempurna dan berakhir pada
permukaan ventral. Fenomena kematian organisme perairan secara masal diakibatkan oleh
harmful algal bloom (HAB) atau ledakan mikroalga beracun yang biasa terjadi di perairan
pesisir. HAB atau istilah lainnya Red tide (pasang merah) adalah suatu penomena terjadinya
perubahan warna air laut seperti merah, coklat, kuning, orange dan hijau. Perubahan warna
tersebut disebabkan oleh ledakan populasi (blooming) dari jenis fitoplankton baik yang bersifat
toksik maupun non toksik. Fitoplankton adalah organisme renik (berukuran sangat kecil), yang

dikelompokan sebagai jenis tumbuhan. Hidupnya melayang-layang di dalam kolom air dan
pergerakannya sangat bergantung dari arus air. Fitoplankton penyebab Red tide umumnya dari
kelas dinoflagellata kelompok Pyrrophyta. Ada sekitar 20 jenis dinoflagellata di dunia yang
beracun. Salah satu jenis Dinoflagellata beracun tersebut adalah dari spesies Gymnodinium
breve. Spesies Red tide ini memiliki ciri khas yaitu dalam tubuhnya mengandung klorofil dan
menghasilkan racun ketika berfotosintesis.
Gymnodinium breve dalam jumlah yang kecil sebagai penyusun komunitas plankton laut,
tetapi apabila dalam jumlah yang banyak atau terjadi blooming dari spesies ini akan menjadi
racun bagi organisme perairan disekitarnya. Gymnodinium breve menimbulkan fenomena pasang
merah (red tide) yaitu blooming Pyrrophyta dengan 1-20 juta sel per liter. Red tide dari
Gymnodinium breve beracun berat yang menyebabkan berbagai macam penyakit perut dan
sistem syaraf yang menyerang organisme perairan. Fenomena pasang merah (red tide) terjadi
terutama di daerah pantai New England, Florida, California dan Eropa yang menyebabkan
paralitic shellfish poisoning (PSP). Di bawah kondisi lingkungan yang ideal dan didukung
adanya substansi pertumbuhan menyebabkan populasi species tersebut dapat bertambah
jumlahnya. Konsentrasi substansi metabolic toxic tertentu (saxitoxin) dengan level yang tinggi
menyebabkan kehidupan organisme di laut akan terbunuh. Pada tahun 1972 red tide yang terjadi
di pantai New England dan Florida, jutaan burung, ikan dan hewan lainnya telah terbunuh dan
mendatangkan malapetaka bagi industri kerang-kerangan karena larangan memakan remis besar
(clam and cysters). Berikut adalah gambar dampak pasang merah yang menyebabkan kematian
bagi organisme perairan:

Sumber: http://weliyadi.wordpress.com/my-notes/

Ketika terjadi blooming Gymnodinium breve disuatu perairan selain dapat membunuh
organisme disekitarnya dapat pula membunuh manusia, spesies tersebut memproduksi toksin
yang disebut Paralytic Shellfish Poisoning (PSP) dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Melalui
proses rantai makanan, toksin tersebut akan berpindah dan terakumulasi pada zooplankton dan
kerang-kerangan yang memakannya. Selanjutnya, zooplankton akan dimakan oleh ikan sehingga
menyebabkan ikan mati. Demikian pula halnya dengan kerang-kerangan yang dimakan oleh
hewan lain atau manusia, maka hewan dan manusia itupun akan keracunan bahkan menyebabkan
kematian. Gejala utama dari keracunan saxitoxin yang dihasilkan oleh spesies beracun ini adalah
kelumpuhan (paralysis) pada otot, selain otot jantung. Penderita mula-mula akan merasakan
kesemutan dan menimbulkan gejala seperti rasa terbakar pada lidah, bibir dan mulut yang
selanjutnya merambat ke leher, lengan dan kaki. Gejala selanjutnya terasa pada ujung jari tangan
dan kaki yang nyeri seperti ditusuk-tusuk, pusing, mual,muntah dan kejang pada otot perut,
kesukaran bernafas dan akhirnya berhenti bernafas, tetapi jantung masih tetap berdenyut. Dalam
kasus yang hebat diikuti oleh perasaan melayang-layang, mengeluarkan air liur, pusing dan

muntah. Toksin memblokir susunan saraf pusat, menurunkan fungsi pusat pengatur pernapasan
dan cardiovasculer di otak, dan kematian biasanya disebabkan karena kerusakan pada sistem
pernapasan. Bila tidak ditolong maka penderita akan meninggal dalam waktu 24 jam.
Pertolongan hanya dapat dilakukan dengan cara menguras isi perut dan memberikan pernafasan
buatan.

Anda mungkin juga menyukai