Anda di halaman 1dari 26

PERHATIKAN pada bacaan yang berwarna merah, akan tetapi

jika anda membaca semua isi dari dokumen ini, hal itu lebih baik

RED TIDE; Harmfull m-Alga Bloom (HAB)


Oleh :Arif Riqfi
PENGANTAR
Red tide adalah suatu keadaan di mana air, terutama air laut mengalami perubahan warna
akibat dari ledakan populasi (blooming) dari fitoplankton. Perubahan warna yang terjadi
dapat berupa warna merah, coklat, ungu, kuning, hijau dan lain-lainnya. Istilah red tide saat
ini populer dikenal dengan istilah Harmfull m-Alga Blooms (HAB), karena tidak semua alga
yang blooming menyebabkan kematian dan tidak semunya berwarna merah. Saat ini jumlah
fitopalnkton yang dapat menyebabkan HAB ada sekitar 50 jenis dan hampi semuanya dari
kelompok dinoflagelata. Kelompok lain hanya terdiri atas marga diatom sebanyak tiga jenis
dari marga Pseudonistzchia (Praseno, 1993).
Pada sisi lain, HAB merupakan fenomena yang terjadi akibat ledakan perkembangan
(blooming) yang begitu cepat dari sejenis fitoplankton, misalnya Ptychodiscus brevis,
Prorocentrum, Gymnodiniumbreve, Alexandrium

catenella dan Noctiluca

Scintillans dari

kelompok Dinoflagellata (Pyrrophyta) yang dapat menyebabkan perubahan warna dan


konsentrasi air secara drastis, kematian massal biota laut, perubahan struktur komunitas
ekosistem perairan, bahkan keracunan dan kematian pada manusia. Hal inidisebabkan oleh
setidaknya empat factor, yaitu pengayaan unsur hara dalam dasar laut atau eutrofikasi,
perubahan

hidro-meteorologi

dalam

sekala

besar,

adanya

gejala upwelling yaitu

pengangkatan massa air yang kaya akan unsur hara ke permukaan, dan akibat hujan dan
masuknya air tawar ke laut dalam jumlah besar.
Keempat faktor itu, menurutnya, merupakan faktor penyebab terjadinya red tide spesies
fitoplankton pyrrophyta berwarna merah. Spesies ini akan hilang dengan sendirinya, bila
ekosistem dalam air kembali seimbang, yaitu kembali pada kondisi normalnya. HAB
biasanya terjadi pada air pesisir pantai dan muara, jumlah fitoplankton berlebih di sebuah
perairan berpotensi membunuh berbagai jenis biota laut secara massal. Pasalnya, keberadaan
fitoplankton mengurangi jumlah oksigen terlarut.Kemungkinan lain, insang- insang ikan

penuh dengan fitoplankton. Akibatnya, lendir pembersihnya menggumpal karena


fitoplanktonnya berlebih dan ikan pun sulit bernapas.
Fenomena pasang merah (red tide) ini merupakan peristiwa alam yang umumnya
terjadi. Namun demikian red tide tidak selalu berwarna merah, ada kemungkinan berwarna
kuning atau coklat tergantung jenis fitoplankton yang meyebabkan terjadinya red tide
tersebut. Pyrrophyta atau lebih dikenal sebagai Dinophyceae atau Dinoflagellata merupakan
protista yang hidup di laut atau air tawar. Pyrrophyta dinamakan pula sebagai Dinoflagellata
karena mempunyai sepasang flagella yang tidak sama panjang.
Dinoflagellata dalam jumlah yang kecil sebagai penyusun komunitas plankton laut, tetapi
lebih melimpah di perairan tawar. Fenonema menarik yang dihasilkan oleh Pyrrophyta adalah
kemampuan bioluminescence (emisi cahaya oleh organisme), seperti yang dihasilkan
oleh Noctiluca, Gonyaulax, Pyrrocystis, Pyrodinium dan Peridinium sehingga menyebabkan
laut tampak bercahaya pada malam hari.
Fenomena lainnya adalah pasang merah (red tide) yaitu terjadinya blooming Pyrrophyta
dengan 1- 20 juta sel per liter. Red tide dapat menyebabkan: Kematian ikan dan invertebrata,
jika

yang

blooming

Prorocentrum dan Gymnodinium breve. Kematian

adalah Ptychodiscus
invertebrata

jika

brevis,
yang

blooming

adalah Gonyaulax, Ceratium dan Cochlodinium. Kematian organisme laut, yang lebih dikenal
sebagai paralytic shellfish poisoning, jika yang blooming adalah Gonyaulax dan Alexandrium
catenella.
Di beberapa Negara, seperti Jepang, Australia, Selandia Baru, Fiji, Papua Nugini, Hongkong,
India, Brunei Darussalam, Filipina, Thailand, dan beberapa Negara lainnya melaporkan
bahwa masalah yang ditimbulkan HAB merupakan masalah serius. Beberapa pusat budidaya
ikan, udang, dan kerang hacur akibat HAB, bahkan kasus keracunan dan kematian manusia
akibat memakan ikan atau kerang yang terkonatminasi HAB sudah sering dilaporkan.
Di Indonesia pernah terjadi peristiwa kematian massal ikan beserta kasus keracunan dan
kematian manusia akibat HAB pertama kali dialporkan terjadi di flores pada tahun 1983.
Selain itu juga pernah terjad di Ujung Pandang pada bulan Agustus 1987 dan di Kalimantan
Timur pada bulan Januari 1988. Kasus keracunan ini diduga kuat disebabkan oleh
fitoplankton jenis Pyrodinium bahamense. Jenis ini dapat menghasilkan racun saxitosin yang

dapat menyebabkan penyakit Paralytic Shellfish Poisoning (PSP) pada manusia dan hewan
(Adnan 1990).
Di Jakarta pertama kali dilaporkan terjadi peristiwa HAB pada tanggal 31 Juli 1986. Kejadian
ini tampak pada beberapa ikan yang mati mengapung di atas air laut yang pada mulanya
banyak beranggapan hal ini disebabkan oleh pembuangan bahan kimia dan limbah ke laut.
Kemungkinan perairan di teluk Jakarta sudah mengalami eutrofikasi yang menjadi faktot
utama terjadinya HAB (Sutomo, 1993).
KASUS HAB (RED TIDE DI INDONESIA)
A. HAB di Teluk Jakarta
Kematian ribuan ikan di Teluk Jakarta sejak 6 Mei, 2004 telah menyita perhatian masyarakat
di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Masyarakat ibukota dikecam ketakutan
mengkonsumsi ikan yang kematiannya disinyalir akibat keracunan limbah buangan industri,
sementara nelayan tidak kalah resah dengan rendahnya hasil penjualan ikan mereka jauh di
atas rata-rata. Di lain pihak polemik melanda institusi pemerhati lingkungan dan pemerintah,
sehubungan dengan interpretasi kepastian kematian ribuan ikan tersebut yang sampai saat ini
belum diketahui penyebabnya secara ilmiah. Analisis sementara yang diberikan Departemen
Kelautan dan Perikanan menyatakan telah terjadi perkembangan (blooming) yang begitu
cepat sejenis fitoplankton Noctiluca scintillans dari kelompok Dinoflagellata, terutama dari
jenis yang menyebabkan perairan terlihat berwarna merah pada kondisi "Red Tide".
Kondisi HAB sebenarnya tidak selalu membahayakan, karena spesies plankton yang
berbahaya hanya sebagian kecil dari konsentrasi plankton aman secara keseluruhan dan
hampir tidak pernah mencapai kepadatan yang bisa menyebabkan perubahan warna pada
perairan. Namun demikian, walaupun kecil, spesies plankton tersebut mengandung racun
yang dapat mempengaruhi rantai makanan dan selanjutnya membunuh zooplankton, ikan,
burung dan mamalia laut bahkan manusia. Kondisi ini diperburuk dengan tingginya angka
pencemaran laut di Teluk Jakarta akibat buangan limbah industri dan aktivitas rumah tangga
yang menjadi isu utama masyarakat dewasa ini.
Limpahan air sungai (river discharge) yang mengangkut zat hara dan buangan limbah
organik akibat aktivitas rumah tangga dan industri merupakan kandidat utama pemicu
terjadinya HAB di Teluk Jakarta. Meningkatnya intensitas curah hujan pada akhir bulan April
2004 di sekitar wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (jabotabel) memberikan

akumulasi pengayaan zat hara di perairan Teluk Jakarta sebagai akibat suplay limpahan air
sungai yang terus menerus. Kondisi optimal diketahui mencapai puncaknya pada minggu
pertama bulan Mei 2004, dan hal ini yang menguatkan analisis limpahan air sungai (river
discharge) sebagai penyebab kematian sebagian ratusan ikan mati pada tanggal 6 Mei 2004.
Efek berantai dari pola rantai makanan menyebabkan kematian ikan secara massal pada
tanggal 8 dan 9 Mei, 2004.
Selain itu, faktor batimetri, yaitu kedangkalan dan gundukan (sill) yang terdapat di mulut
Teluk Jakarta dapat menyebabkan kenaikan tinggi gelombang dan penguatan arus pasut serta
percampuran secara turbulen (turbulent mixing) di seluruh kolom perairan akibat efek
gesekan dengan dasar laut.
Aktivitas ini dapat membentuk pertemuan dua regim kontras oleh arus pasut (tidal front)
yang ditandai dengan perbedaan densitas mencolok secara horisontal. Menurut kaidah
geostrofik, maka efek Coriolis akan mengimbangi perbedaan tekanan yang menyebabkan
arus kuat sepanjang area pertemuan dua regim tersebut (front). Apabila kedua gaya tersebut
tidak lagi seimbang, maka akan terbentuk sirkulasi vertikal pada lokasi front yang
memindahkan melimpahnya zat hara dari kedalaman ke permukaan. Hal ini akan merangsang
pertumbuhan fitoplankton dan selanjutnya red tide dalam skala waktu yang lebih cepat.
B. HAB di Perairan Indramayu-Cirebon
Merebaknya teka teki gejala munculnya Sabuk Hitam (Nelayan Cirebon Berhenti Melaut: PR
6 Mei 2005) telah membawa konsekuensi meningkatnya keseriusan instansi-instansi yang
berwenang untuk lebih serius memberikan perhatian serta upaya untuk segera melakukan
penanggulangan dampak yang semakin nyata dan meluas. Prakarsa yang dilakukan Dinas
Pertambangan dan Lingkungan Hidup (DPLH) Kab. Indramayu dan Dinas Pertambangan,
Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DPKLH) Kab. Cirebon untuk melakukan koordinasi atas
teka teki ini merupakan langkah awal yang patut diberikan acungan jempol, karena lebih
berorientasi pada upaya penanggulangan darurat daripada berkutat mempertanyakan pihakpihak yang patut dipersalahkan. Respons yang diberikan pihak terkait lainnya seperti
Pertamina UP VI, Pertamina DOC-JBB, UPMS III Balongan, serta BP West Java juga
merupakan langkah maju untuk mengungkap teka teki Sabuk Hitam ini. Sementara itu,
serentaknya upaya penanggulangan atas bukti cemaran minyak mentah (crude oil) yang
terdampar di tiga pulau yaitu pulau Biawak, Gosong dan Cendekian diharapkan akan

mempercepat pemulihan lingkungan di kawasan pulau-pulau tersebut, sekaligus mengungkap


dari mana sumber cemaran minyak ini berasal.
Dugaan

telah

terjadinya

pertumbuhan

algae

yang

sangat

pesat

(Blooming

algae atau Harmfull Algal Bloom) seperti yang dikemukakan Staf Ahli dari DPKLH Kab.
Cirebon (Misteri Sabuk Hitam Diduga Blooming Algae: PR 17 Mei 2005), juga merupakan
masukan yang cukup beralasan karena pada tahun 2003 para peneliti BATAN bersama
dengan Universitas Atmajaya dan Puslitbang Geologi Kelautan (PPPGL) telah menemukan
adanya kista yang diduga merupakan kumpulan algae menyerupai jenis Dynoflagellate pada
sedimen dasar laut di sekitar perairan Cirebon. Hal ini memberikan indikasi bahwa peluang
terjadinya blooming algae ini memungkinkan jika nutrisi atau zat hara disekitar perairan
melimpah dan sinar matahari cukup menghangatkan perairan sehingga kista yang berada di
dasar laut akan mengalami proses percambahan (germination) dan pecah sehingga sel-sel
algae di dalam kista tadi keluar menyebar. Sinar matahari akan mempercepat proses
pembelahan sel menjadi sejuta kali dalam waktu dua sampai tiga minggu. Jika algae ini
memiliki pigmen warna merah maka limpahan algae yang mengambang di perkukaan laut ini
akan mewarnai perairan menjadi merah sehingga fenomena ini disebut Red Tide.Red Tide
lazim terjadi pada perairan dangkal atau muara, dimana akibat adanya banjir di muara sungai
menyebabkan arus dasar laut mengaduk dasar perairan yang mengakibatkan kista-kista algae
yang berada di dalam sedimen lumpur ini teraduk dan terangkat ke permukaan dasar laut.
Jika kandungan oksigen cukup dan temperatur perairan cukup hangat maka kista-kista tadi
pecah dan sel algae berhamburan melayang pada kolom air laut. Nutrisi dan zat hara yang
terbawa aliran sungai ke laut mempercepat pembelahan sel algae ini sehingga menyebabkan
blooming algae secara berlimpah. Berlimpahnya algae ini menutupi permukaan laut pada
malam hari dan turun menyelam ke bagian bawah pada siang hari, sehingga kenampakannya
sulit terlihat pada siang hari. Arus permukaan laut biasanya mengangkut limpahan algae ini
membentuk sabuk memanjang mengikuti arah arus, namun jika arus laut tidak cukup kuat
maka limpahan algae ini membentuk kawasan perairan dengan rona merah, kadang-kadang
bercampur warna coklat atau hitam tergantung dari pigmen jenis algae dominannya.
Berlimpahnya algae di permukaan laut juga telah mengakibatkan berkurangnya kandungan
oksigen pada kolom air di bawahnya, akibatnya mahluk hidup lain seperti ikan-ikan kecil
akan mati lemas kekurangan oksigen. Selain itu, jika jenis algae ini beracun, maka ikan-ikan
besar yang memakan algae ini juga ikut teracuni, biasanya akan mengalami lumpuh dan
bahkan mati beberapa saat kemudian. Berlimpahnya algae ini juga mengakibatkan keracunan

mahluk hidup lainnya seperti kerang-kerangan yang hidup di dasar laut. Kerang yang teracuni
algae ini sangat beracun jika dikonsumsi manusia karena mempunyai akumulasi kandungan
racun yang lebih tinggi dibandingkan jenis ikan. Hal lain yang merupakan ciri booming algae
adalah kelaziman terjadinya di kawasan pantai, sangat jarang terjadi di laut lepas karena
ummunya kista-kista algae ini hidup dalam bentuk Alexandrium istirahat tertimbun sedimen
lumpuran sampai tahunan di perairan dangkal. Dengan demikian, dugaan adanya indikasi
booming algae sebagai Sabuk Hitam diperairan Cirebon atau Indramayu yang berjarak 10-15
Km dari garis pantai kemungkinannya sangat langka. Namun demikian, jika memang
ditemukan data adanya pertumbuhan algae di laut lepas akan merupakan data baru yang
cukup signifikan untuk diteliti lebih lanjut.
Dugaan Sabuk hitam di perairan lepas pantai sebagai apungan tumpahan minyak (oil spill)
nampaknya lebih mendekati kenyataan, karena oil spill dapat terjadi di perairan dangkal atau
lepas pantai, tergantung dari sumbernya. Bentuk luasan oil spill ini biasanya memanjang
sesuai dengan arah arus dominan. Namun di perairan Laut Jawa di mana arus dominan
merupakan arus pasang surut yang berbalik arah dua kali sehari maka diperkirakan arah
orientasi Sabuk Hitam ini memanjang timur-barat. Kenampakan oil spill ini hanya dapat
dilihat secara visual jika gelombang relatif tenang, sedangkan pada saat gelombang besar
maka sulit untuk dikenali. Dengan kata lain, sulit untuk memperkirakan luasan sebarannya
hanya berdasarkan pengamatan visualisasi saja. Teknik yang umum untuk mendeteksi bentuk
serta luasan sebaran oil spill ini adalah menggunakan Synthetic Aperture Radar (SAR) yang
memanfaatkan hamburan balik (backscatter) gelombang mikro yang intensitasnya berkurang
pada lapisan oil spill. Rona oil spill pada rekaman SAR umumnya berwarna hitam sedangkan
rona latar air laut berwarna lebih cerah.
Jika indikasi tumpahan minyak ini telah terpetakan maka berbagai upaya penanggulangan
dapat dilakukan agar tidak meluas dan merusak lingkungan laut. Peralatan yang umum
digunakan dalam penanggulangan tumpahan minyak adalah Oil Boom yaitu perangkap
lapisan minyak menggunakan sistem pelampung terapung, Oil Skimmers sebagai penyaring
yang memisahkan minyak dan air, Hydro-Fire Boom menggunakan air yang dibekukan
kemudian tumpahan minyak dibakar di tempat (insitu), dan Dispersant Spray Equipment
menggunakan dispersant kimiawi untuk membuyarkan lapisan tumpahan minyak yang cukup
tebal. Penggunaan perangkat lunak untuk pemodelan merupakan cara analitis yang cukup
ampuh untuk mendeteksi letak sumber tumpahan minyak. Salah satu perangkat lunak yang
sering digunakan adalah Fluidyn-FLOWCOAST yang dikembangkan dari pemodelan

hidrodinamika fluida. Keunggulan pemodelan ini adalah disamping dapat memodelkan


pergerakan tumpahan minyak dari waktu kewaktu, juga dapat menghitung penurunan kadar
tumpahan minyak oleh deposisi pantai (oil retention capacity of the shoreline).
Ditinjau dari prakarsa yang perlu ditempuh pada kasus Sabuk Hitam di perairan Indramayu
dan Cirebon, maka pengambilan sampel tumpahan minyak di tempat-tempat yang
representatif akan menggiring analisis dari mana sumber tumpahan minyak itu berasal. Oleh
sebab itu, untuk menjawab teka-teki keberadaan Sabuk Hitam ini sangat diperlukan kerja
sama semua pihak untuk memberikan data temuan seobjektif mungkin. Kemungkinan sumber
cemaran sementara ini adalah berasal dari sumber-sumber bergerak seperti bocornya kapal
tanker pengangkut minyak mentah atau secara sengaja dibuang ke laut, kebocoran pipa-pipa
penyalur bawah laut (submarine pipeline), rembesan minyak pada sumur-sumur eksplorasi
dan eksploitasi anjungan pemboran minyak lepas pantai, ataupun kebocoran pada ujung
lubang bor dasar laut (seabottom well head) merupakan sumber-sumber yang patut dipantau
secara ketat, karena perairan Laut Jawa Barat merupakan kawasan kegiatan pemboran
minyak dan gas yang cukup intensif.
DAFTAR PUSTAKA
Admin. Red Tide; Perubahn warna Air Laut. http: klutuk.co.cc. Tanggal Akses 22 Juni 2010.
Adnan Q. Keracunan Makan Kerang dan Red Tide Suatu Fenomena Alam di Indonesia.
Lustrum VII Fakultas Biologi UGM. Jogjakarta, 1990.
Homepage Departemen Kelautan dan Perikanan, http://www.dkp.go.id. Tanggal Akses 22
Juni 2010.
Homepage http://e450.colorado.edu/realtime/welcome/. Tanggal Akses 22 Juni 2010.
Lubis, S. Teka Teki Sabuk Hitam dan Red Tide di Perairan Indramayu-Cirebon, Dua Gejala
Kelautan yang Sangat Berbeda. Puslitbang Geologi Kelautan. Jakarta, 2009.
Praseno, DP. Studi Red Tide dan Pemantauannya. Ceramah Interen P2O LIPI. Jakarta.
1993
Sutomo. Kejadian Red Tide dan Kematian Massal Udang Jebbung (Peaneus murguensis) dan
Udang Windu (Peaneus monodon) dalam Budidaya Jaring Apung di Muara Keramat Kebo,
Teluk Naga, Tanggerang. Puslit Oseanografi LIPI. Jakarta, 1993.

Syamsyudin, F. Red Tide di Teluk Jakarta. Inovasi Online. http://io.ppi-jepang.org. Tanggal


Akses 22 Juni 2010.

CYANOBACTERIA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

Nama : Dewinta Moehadi


NPM : 12119136
Kelas : 1C

AKADEMI KEBIDANAN TRINITA MANADO

KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan KasihNya lah saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Cyanobacteria. Terima kasih tak
lupa kami ucapkan pada semua pihak yang ikut serta mendukung atas pembuatan makalah ini
sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Di dalam makalah ini penulis menjelaskan tentang struktur tubuh, reroduksi, dan hal-hal
lain yang merupakan informasi mengenai Cyanobacteria. Penulis juga memaparkan beberapa
gambar, agar pembaca sekalian dapat memahami makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah wawasan
serta ilmu pengetahuan

dalam kehidupan sehari-hari. Penulis menyadari bahwa dalam

penulisan makalah ini masih banyak kekurangan juga jauh dari sempurna. Akhir kata, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kemajuan dan
kesempurnaan makalah ini. Terimakasih

Manado, Januari 2013

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

...

Daftar isi

..

ii

BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan

....

...

BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Cyanobacteria (Alga Hijau-biru)
2.2 Ciri-ciri Cyanobacteria

.. 4

....

2.3 Struktur Sel Cyanobacteria

...

2.4 Reproduksi Cyanobacteria

2.5 Klasifikasi Cyanobacteria

..

10

2.6 Peranan Cyanobacteria bagi manusia

...

14

BAB III : PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Daftar Pustaka

17

BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan membran inti organisme dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu organisme
eukariotik dan prokariotik. Eukariotik adalah sel yang bahan intinya diselubungi membran
inti. Sedangkan prokariotik adalah sel yang memiliki bahan inti tetapi tidak memiliki
membran inti. Maksudnya bahan inti tersebut adalah asam inti berupa DNA
(deoxyribonucleic acid) yang terletak pada suatu daerah tertentu di dalam sitoplasma. Jadi,
DNA itu tidak tersebar. Oleh karena itu tidak benar jika dikatakan prokariotik tidak berinti.
Inti sel yang tidak bermembran disebut prokarion. Selain itu prokariotik juga tidak memiliki
mitokondria, reticulum endoplasma, badan golgi, dan lisosom.

Monera berasal dari bahasa Yunani, yaitu (moneres) yang berarti tunggal. Monera
meliputi organisme bersel satu yang mempunyai struktur tubuh amat sederhana dan bersifat
prokariotik. Menurut Carl Woose 1977 berdasarkan system klasifikasinya Monera
dikelompokkan

menjadi

dua

subkingdom,

yaitu

Archaebacteria(prokariot)

dan

Eubacteria(bakteri). Cyanobacteria termasuk anggota subkingdom Eubacteria.

Cyanobacteria dulunya disebut cyanophyta, Istilah ganggang biru (cyanophyta) ini digunakan
dalam sistem klasifikasi 5 kingdom whittaker. Sistem klasifikasi ini membagi organisme
dalam 5 kelompok besar, yaitu
1.monera
2.protista
3.fungi
4.plantae
5.animalia

cyanophyta(ganggang biru) itu merupakan filum dari kingdom monera, dimana kingdom
monera terdiri dari dua filum yaitu bateri dan cyanotpyta tadinya.
Sekarang klasifikasi ilmiah yang dipakai yaitu sitem klasifikasi tiga domain sistem klasifikasi
inilah yang membuat nama ganggang biru (Cyanophyta) jadi ganggang hijau biru yang
sekarang kita lebih kenal dengan nama Cyanobacteria.
Sistem klasifikasi terbaru ini membagi organisme dalam 3 domain besar, yaitu
1.archea
2.bacteria
3.eukaria
cyanobacteria(ganggang hijau biru) yang dulu disebut cyanophyta dan masuk sebagai filum
dari monera sekarang jadi filum dari bacteria(bakteria terdiri atas 2 filum yaitu bakteri dan
cyanophyta). kelompok organisme yang termasuk Cyanobacteria merupakan organisme
perintis, sperti halnya bakteri.
Manfaatnya spirulina sebagai sumber makanan masa depan dikenal sebagai superfood,

1.2 Tujuan
i.

Memahami mengetahui tentang Cyanobacteria

ii.

Menunjukan secara keseluruhan mengenai Cyanobacteria melalui, ciri-ciri,

klasifikasi, serta struktur sel tubuh Cyanobacteria


iii.

Merangkum informasi dan memberikan contoh Cyanobacteria yang bermanfaat dan

yang merugikan
iv.

Memenuhi tugas mandiri matakuliah mikrobiologi

BAB II
Pembahasan
2.1 Cyanobacteria (Alga hijau-biru)
Cyanobacteria, dikenal pula sebagai sianobakteri(a), bakteri biru-hijau, ganggang biru-hijau
(Cyanophyceae), serta ganggang biru, adalah filum (atau divisi) bakteri autotrof fotosintetik.
Jejak fosilnya telah ditemukan berusia 3,8 miliar tahun. Kelompok bakteri ini sekarang
adalah salah satu kelompok terbesar dan terpenting Alga hijau-biru

adalah organisme

prokariotik yang tidak terikat dengan membran organel. Sehingga lebih erat kaitannya
dengan bakteri daripada alga, mereka sering disebut sebagai cyanobacteria. Mereka terjadi di
laut, air tawar dan habitat darat. Cyanobacteria merupakan komponen penting dalam siklus
nitrogen dan produsen.
Cyanobacteria disebut hijau-biru karena warna klorofil a dan pigmen biru (fikosianin) yang
di milikinya. Cyanobacteria banyak dijumpai di tempat-tempat yang lembap, misalnya diatas
tanah, batu, tembok, sawah, parit, dan di laut. Jika mengering cyanobacteria mengelupas
seperti kerak. Cyanobacteria melimpah di perairan dengan pH netral atau perairan yang
sedikit bersifat basa, jarang sekali di jumpai di perairan dengan pH kurang dari 4-5. Selain
itu, Cyanobacteria juga ada yang hidup bersimbiosis dengan organisme lain misalnya
Gloeocapsa dan Nostoc bersimbiosis dengan alga membentuk lumut kerak(lichen), Anabaena

bersimbiosis dengan lumut hati, tumbuhan paku air, dan palem-paleman untuk memfiksasi
nitrogen.

Cyanobacteria sama seperti bakteri, juga bersifat prokariotik. Cyanobacteria ada yang
bersel satu dan ada pula yang bersel banyak. Yang bersel satu ada yang hidup soliter dan ada
yang berkoloni, sedangkan yang bersel banyak umumnya berbentuk benang. Cyanobacteria
dapat hidup di batuan di tempat organisme lain sulit hidup. Dengan adanya Cyanobacteria
terjadilah pelapukan batuan sehingga memungkinkan tumbuhan lain hidup. Cyanobacteria
dapat bertahan pada lingkungan yang suhunya mencapai 85C. Itulah sebabnya
Cyanobacteria dikatakan sebagai organisme perintis.

2.2 Ciri-ciri Cyanobacteria

Intinya tidak diselubungi oleh membran inti (prokariotik)

organisme uniseluler dan multiseluler

Mengandung klorofil a (autotrof)

Klorofil tidak dalam kloroplas

Klorofil berada di membran tilakoid

Tidak memiliki membran inti

Memiliki pigmen biru (fikosianin)

Dapat berfotosintesis

Dapat menghasilkan gula dan oksigen

Bersifat kosmopolit (hampir dapat dihidup disegala jenis lingkungan

Seperti halnya bakteri, Cyanobacteria ini tidak memiliki membran inti. Tetapi terdapat pada
suatu daerah didalam sitoplasmanya. Jadi Cyanobacteria tergolong organisme prokariotik.

Selain itu karena memiliki klorofil dan dapat berfotosintesis, Cyanobacteria dapat
menghasilkan gula dan oksigen. Inilah sifat yang tidak dimiliki oleh bakteri pada umumnya.
Pigmen fikosianin mengakibatkan warna hijau kebiruan. Beberapa dari Cyanobacteria
ada juga yang berwarna cokelat, hitam, kuning, merah, dan hijau. Warna merah disebabkan
oleh pigmen fikoeritrin sedangkan warna kuning disebabkan oleh pigmen karoten.
Pada umumnya Cyanobacteria memiliki kemampuan menambah (fiksasi) nitrogen dari
udara. Proses penambahan nitrogen ini dilakukan oleh sel khusus yang disebut heterosista.
Heterosista dihasilkan oleh Cyanobacteria berbentuk benang. Ukuran heterosista lebih besar
dibandingkan sel didekatnya serta memiliki dinding sel yang lebih tebal.

Gambar 2.2: Populasi cyanobakteia yang sedang blooming di laut


2.3 Struktur Sel Cyanobacteria
Setiap individu sel umumnya memiliki dinding sel yang tebal, lentur, dan Gram negatif.
Cyanobacteria tidak memiliki flagela. Mereka bergerak dengan meluncur sepanjang
permukaan. Kebanyakan Cyanobacteria ditemukan di air tawar, sedangkan lainnya tinggal di
lautan, terdapat di tanah lembab, atau bahkan kadang-kadang melembabkan batuan di gurun.
Beberapa bersimbiosis dengan lumut kerak, tumbuhan, berbagai jenis protista, atau spons dan
menyediakan energi bagi inang.

Sel Cyanobacteria tersusun atas (dari luar kedalam) sebagai berikut : dinding sel, membran
sel, sitoplasma, dan asam inti. Perhatikan gambar berikut.
http://cosmology.net/images/CyanobacteriaCell007.jpg
Gambar 2.3.2 : Struktur Sel Cyanobacteria

a. Selubung Lendir

Selubung lendir terdapat disebelah luar dinding sel. Selubung lendir berfungsi mencegah sel
dari kekeringan. Selain itu, lendir dapat memudahkan sel bergerak, karena beberapa
Cyanobacteria ini dapat bergerak dengan gerakan osilasi (maju mundur). Belum dapat
dipastikan apa yang menyebabkan Cyanobacteria ini bergerak.
b. Dinding Sel
Dinding sel mengakibatkan sel memiliki bentuk yang tetap.
c. Membran Sel
Membran sel berfungsi mengatur keluar-masuknya zat dari dan kedalam sel. Terdapat
pelipatan membrane sel kearah dalam membentuk lamella fotosintetik atau membran tilakoid.
Pada membran tilakoid inilah terdapat klorofil. Jadi berbeda dengan sel eukariotik yang
memiliki klorofil didalam kloroplas, Cyanobacteria tidak memiliki kloroplas.

d. Sitoplasma
Sitoplasma merupakan koloid yang tersusun atas air, protein, lemak, gula, mineral-mineral,
enzim, ribosom, dan DNA. Di dalam sitoplasma inilah berlangsung proses metabolisme sel.
e. Asam inti atau Asam Nukleat (DNA)
DNA terdapat pada suatu lokasi di dalam sitoplasma, namun tidak memiliki membran inti.
Karena itulah Cyanobacteria digolongkan kedalam prokariotik.
f.

Mesosom dan Ribosom

Ribosom merupakan organel untuk sintesis protein, sedangkan mesosom merupakan


penonjolan membran kearah dalam yang berperan sebagai penghasil energi.

2.4 Reproduksi Cyanobacteria


Ada 3 cara reproduksi Cyanobacteria yaitu pembelahan sel, fregmentasi, dan
membentuk spora.
a. Pembelahan Sel

Cyanobacteria dapat bereproduksi dengan pembelahan biner. Pembelahan biner merupakan


pembelahan sel secara langsung. Dengan pembelahan sel, baik sel tunggal (organisme
uniseluler) maupun sel penyusun filamen (benang) akan bertambah banyak. Filamen akan
bertambah panjang karena adanya pembelahan sel.
http://vebrianalecturer.files.wordpress.com/2012/10/pembelahan-sel.jpg?w=683
gambar 2.4.1: pembelahan sel

b. Fragmentasi
Fragmentasi dilakukan oleh Cyanobacteria berbentuk benang. Dengan fragmentasi
(pemenggalan), filamen yang panjang akan terputus menjadi dua atau lebih benang pendek
yang disebut hormogonium. Setiap hormogonium akan tumbuh menjadi filamen baru.
Tempat pemutusan filamen adalah sel mati yang terdapat diantara sel penyusun filamen.
http://vebrianalecturer.files.wordpress.com/2012/10/fragmentasi.jpg?w=683
Gambar 2.4.2 : filamen

c. Pembentukan Spora
Jika kondisi buruk, misalnya kurang air, diantara sel-sel Cyanobacteria ada yang dapat
membentuk endospora, seperti pada bakteri. Dindingnya menebal, dan ukuran sel membesar.
Bentukan ini disebut sebagai akinet, misalnya pada Nostoc. Spora tahan terhadap lingkungan
yang jelek. Jika kondisi lingkungan telah pulih, spora tumbuh menjadi Cyanobacteria yang
baru.
http://vebrianalecturer.files.wordpress.com/2012/10/anabaena_planctonica_akinet.jpg?
w=300&h=189
Gambar 2.4.3 : spora

2.5 Klasifikasi Cyanobacteria

Cyanobacteria ada yang uniseluler, ada yang membentuk koloni, dan ada pula yang
berbentuk benang. Beberapa koloni filamen memiliki kemampuan untuk berdiferensiasi
menjadi tiga tipe sel yang berbeda, sel vegetatif adalah yang normal, sel fotosintesis pada
kondisi lingkungan yang baik, dan tipe heterokista yang berdinding tebal yang mengandung
enzim nitrogenase. Cyanobacteria yang uniseluler adalah Chroococcus dan Anacystis, yang
membentuk koloni adalah Merismopedia, Nostoc, dan Microcystis. Dan membentuk benang
(filament) adalah Oscillatoria, Microcoleus, dan Anabaena.

Cyanobacteria dibedakan dalam 3 bangsa yaitu:


- Bangsa Chroococcales. (Cyanobacteria bersel satu)
Berbentuk tunggal atau kelompok tanpa spora, warna biru kehijau-hijauan umumnya
Cyanobacteria ini membentuk selaput lendir pada cadas atau tembok yang basah. Setelah
pembelahan, sel-sel tetap bergandengan dengan perantaraan lendir tadi, dan dengan demikian
terbentuk kelompok-kelompok atau koloni.
http://1.bp.blogspot.com/_4IwHTsRufBg/S7SCSneQP8I/AAAAAAAAClM/rpBp6jambgA/s
1600/chroococus+cyanobacteria.bmp
Gambar 1: Chroococcus turgidus

Cyanobacteria ini biasanya hidup di dasar kolam yang tenang, tembok yang basah atau cadas.
Biasanya sel-sel yang muda tetap bersatu karena ada selubung yang mengikatnya. Pembiakan
berlangsung secara vegetatif, dengan membelah diri. Setelah pembelahan, sel-sel tetap
bergandengan sehingga membentuk koloni.

Gambar 2 : Gloeocapsa sanguine

Cyanobacteria ini hidup pada batu-batuan dan kadang-kadang dijumpai endofit (di dalam
tubuh makhluk hidup), atau epifit pada tumbuhan lain. Koloni berbentuk benang yang dapat
putus menjadi hormogonium. Hormogonium dapat tumbuh menjadi koloni baru.

- Bangsa Chamaesiphonales (Cyanobacteria berkelompok)


Cyanobacteria bersel tunggal atau merupakan koloni berbentuk benang, mempunyai spora.
Benang-benang itu dapat putus-putus merupakan hormogonium, yang dapat merayap dan
merupakan koloni baru. Spora terbentuk dari isi sel (endospora). Setelah keluar dari sel
induknya, spora dapat menjadi tumbuhan baru. Untuk menghadapi kala yang buruk dapat
membentuk sel-sel awetan dengan menambah zat makanan cadangan serta mempertebal dan
memperbesar dinding sel.
Bentuk seperti bola, hidup di kolam yang tenang dan jernih. Pembiakan dengan cara
fragmentasi dari koloni.

- Bangsa Nostocales
http://1.bp.blogspot.com/_4IwHTsRufBg/S7SZvu94siI/AAAAAAAACl0/OW6tmOctrj
A/s1600/oscilatoria+ganggang+biru.bmp
Gambar 3 Oscillatoria
Sel-selnya merupakan koloni berbentuk benang, atau diselubungi suatu membran.
Benang-benang itu melekat pada substratnya, tidak bercabang, jarang mempunyai
percabangan sejati, lebih sering mempunyai percabangan semu. Benang benang itu selalu
dapat membentuk hormogonium.

http://4.bp.blogspot.com/_4IwHTsRufBg/S7SgWTvMd3I/AAAAAAAACmM/3lx_HS2OF0/s1600/rivularia.bmp
Gambar 4 Rivularia

hidup dalam air atau di atas tanah yang basah, sel-selnya bulat, merupakan benang-benang
dan akhirnya membentuk koloni yang berlendir. Pada jarak-jarak tertentu pada benangbenang itu terdapat sel-sel yang dindingnya tebal, kehilangan zat-zat warna yang berguna
untuk asimilasi, hingga kelihatan kekuning-kuningan dan dinamakan heterosista. Heterosista
ini dalam keadaan khusus dapat tumbuh menjadi benang baru, tetapi fungsinya belum dikenal
dan biasanya lekas mati.
http://1.bp.blogspot.com/_4IwHTsRufBg/S7SdL3hbSfI/AAAAAAAACl8/dIWNZA4DNGs/s
1600/nostoc+comunae.bmphttp://3.bp.blogspot.com/_4IwHTsRufBg/S7SdlUDvpLI/AAAAA
AAACmE/gPRXDzIj9r4/s1600/anaebaena+fiksasi+nitrogen.bmphttp://2.bp.blogspot.com/_4
IwHTsRufBg/S7UT1kAcZyI/AAAAAAAACmk/LPL19zBuBAM/s1600/anabaena+n2+fixasi
.bmp
Gambar 5: Nostoc, anabaena
Nostoc, dapat menambat N dari udara, seringkali bersimbiosis dengan Fungai membentuk
Lichenes. Anabaena, juga menambat N dari udara dan dapat bersimbiosis dengan tanaman.
Anaabaena cycadae bersimbiosis dengan pakis haji (Cycas rumphii). Anabaena azollae
bersimbiosis dengan paku air Azolla pinata (dalam daunnya) yang hidup di sawah-sawah dan
di rawa rawa. Dalam bersimbiosis Anabaena berada dalam akar-akarnya yang disebut akarakar bunga karang mengikat nitrogen untuk tumbuhannya.

2.6. Peranan Cyanobacteria bagi manusia


Cyanobacteria ada yang bersifat merugikan, ada pula yang bersifat menguntungkan bagi
manusia.
a. Cyanobacteria yang merugikan
Cyanobacteria ini dapat tumbuh di tembok dan batu, sehingga tembok akan mudah
lapuk. Demikian pula bangunan candi dari batu yang banyak terdapat di Indonesia banyak
yang terancam menjadi lapuk karena Cyanobacteria.
Telah di uraikan bahwa beberapa Cyanobacteria yang hidup di air ada yang mengeluarkan
racun (toksin). Racun yang terlarut di dalam air dapat meracuni organisme yang

meminumnya. Contohnya dapat di lihat digambar 2.6.1. Ini merupakan sifat merugikan
Cyanobacteria.
http://vebrianalecturer.files.wordpress.com/2012/10/binder-lake-ia-7.jpg?w=300&h=224
Gambar 2.6.1 : ikan mati karena Cyanobacteria
Racun yang dikeluarkan di perairan dapat mematikan organisme lain. Contoh, anabaena
flosaquae dan microcystis. Beberapa spesies Cyanobakteria memproduksi racun saraf
(neutrotoksin), hati (hepatotoksin), dan sel (sitotoksin). Mereka membentuk endotoksin
sehingga berbahaya bagi hewan dan manusia.
Cyanobakteria yang merugikan manusia sebenarnya berkaitan dengan perbuatan manusia
juga. Cyanobakteria dapat hidup pada lingkungan dengan kadar fosfat dan nitrogen yang
tinggi. Kadar fosfat dan nitrogen yang tinggi pada suatu lingkungan perairan sering
diakibatkan oleh pencemaran limbah industri dan pertanian. Kondisi lingkungan demikian
dapat mengakibatkan tumbuhnya Cyanobakteria secara berlimpah. Limpahan Cyanobakteria
dapat menutupi permukaan perairan sehingga sinar matahari dan oksigen yang dibutuhkan
jenis organisme di dalam perairan berkurang. Selain itu, limpahan Cyanobakteria
menghasilkan racun yang dapat membunuh berbagai jenis ikan dan organisme perairan
lainnya.
b. Cyanobacteria yang Menguntungkan
Cyanobacteria ada yang bermanfaat di bidang pertanian dan industri makanan.
Beberapa Cyanobakteria yang menghuni perairan melepaskan geosmin, senyawa organik
yang bertanggung jawab atas aroma tanah/lumpur.
Anabaena azollae bersimbiosis pada akar sikas atau jaringan paku air Azolla pinnata dalam
membantu penyediaan nitrogen.
1) Pengikat nitrogen bebas
Nostoc, Gleocapsa, dan Anabaena merupakan Cyanobacteria yang dapat menangkap nitrogen
dari udara.

Kemampuan menangkap nitrogen ini disebut pula sebagai kemampuan

melakukan fiksasi nitrogen. Anabaena azollae dapat bersimbiosis dengan tumbuhan Azolla
pinnata, yaitu tumbuhan yang banyak djumpai di sawah dan mengapung di atas air.
Cyanobacteria itu melakukan fiksasi nitrogen dari udara dan mengubahnya dengan ammonia.

Akibatnya, dan Azolla pinnata banyak mengandung ammonia. Hal demikian menguntungkan
petani. Azolla pinnatad dapat dijadikan pupuk hijau yang mengandung nitrogen.
Cyanobacteria berperan sangat penting untuk menambah materi-materi organik ke dalam
tanah.

(2) Sebagai bahan makanan dan suplemen obat


Ada pula cyanobacteria yang dapat dijadikan makanan karena mengandung protein
yang cukup tinggi. Misalnya Cyanobacteria yang bentuknya spiral dan disebut Artrospira.
Cyanobacteria ini terkenal, kemudian para pakar telah berhasil membudidayakan
Cyanobacteria ini untuk dipanen proteinnya. Di masa depan ada kemungkinan Cyanobacteria
ini dapat dikembangbiakkan dalam jumlah besar untuk menghasilkan protein bagi kebutuhan
umat manusia. Oleh karena kemampuan menangkap nitrogen Cyanobacteria dapat
menyuburkan habitatnya, atau menguntungkan organisme lain yang bersimbiosis dengannya.
Contoh lainya lagi Spiriluna mampu menghasilkan senyawa karbohidrat yang lumayan dan
senyawa organik lain sangat tinggi yang diperlukan oleh manusia sebagai sumber pangan
yang mengandung banyak sekali protein di dalamnya. Oleh karena itu Spiriluna bisa
digunakan untuk dikembangkannya sumber pangan di masa dating karena Spiriluna ini dalam
bentuk pil.
http://belajar.kemdiknas.go.id/file_storage/materi_pokok/MP_484/Image/GB
%20suplemen.jpg

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Cyanobacteria merupakan organisme uniseluler dan multiseluler yang bersifat prokariotik


serta memiliki klorofil dan fikosianin. Cyanobacteria bisa berfotosintesis dan bisa hidup
bersimbiosis dengan organisme lain. Cyanobacteria yang uniseluler ada yang hidup soliter
dan ada yang berkoloni, sedangkan yang multiseluler pada umumnya berbentuk benang.
Cyanobacteria ad yang bisa bermanfaat bagi manusia.
Cyanobacteria termasuk dalam kingdom Monera. Meskipun alga ini memiliki klorofil, namun
Cyanobacteria ini tidak dapat digolongkan kepada kingdom plantae. Karena Cyanobacteria
masih berupa prokariotik, sementara yang ada di kingdom plantae adalah yang eukariotik.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Mohamad. 2009. Biologi. Jakarta : Penerbit Bailmu


Syamsuri, Istamar. 2006. Biologi 1A: Kelas X Semester 1. Jakarta : Penerbit Erlangga
Campbell, N.A., J.B. Reece, & L.G. Mitchell. 2005. Biologi. Edisi ke-5. Ter. dari: Biology.
5th ed. Oleh Manalu, W. Jakarta. Penerbit Erlangga
Supliyadi, Slamet Suyanto. 2008. IPA TERPADU: SMP/MTs Kelas VII. Jakarta : Penerbit
Grasindo
Tamher, Sayuti. 2005. Mikrobiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : Depkes RI
Rikky Firmansyah, dkk. 2007. kelas X sekolah menengah atas / Madrasah Aliyah: Penerbit
PT Grafindo

Peranan ganggang biru bagi kehidupan manusia bisa menguntungkan atau merugikan.
Berikut ini pembahasannya:

a. Peran yang Menguntungkan

Ganggang biru ada yang hidup di lapisan topsoil tanah. Ganggang biru tersebut dapat
mengurangi erosi dengan cara mengikat partikel-partikel tanah. Pada saat kondisi lembap,
partikel-partikel tanah menempel pada filamen ganggang biru yang lengket. Selain itu, ketika
filamen dalam kondisi lembap, filamen tersebut menyerap air dan membesar sepuluh kali
lipat dari ukuran aslinya. Hal tersebut membantu menyimpan kelembapan pada lapisan
topsoil tanah temp at akar tanaman dan organisine lain tumbuh. Ganggang biru juga termasuk
salah satu dari sedikit kelompok organisme yang mampu mengubah nitrogen bebas menjadi
bentuk organik, seperti nitrit (N02), nitrat (N03), atau ammonia (NHJ Nitrit, nitrat, dan
ammonia merupakan bentuk terikat dari nitrogen yang dibutuhkan tumbuhan untuk
pertumbuhannya. Oleh tumbuhan, nitrogen diubah menjadi protein dan asam nukleat. Pada

ganggang biru berbentuk filamen, fiksasi (pengikatan) nitrogen terjadi di dalam heterosista.
Heterosista mengandung enzim nitrogenase yang penting untuk proses fiksasi nitrogen.

Lingkungan di dalam sel heterosista merupakan lingkungan anaerob karena proses fiksasi
nitrogen hanya dapat berlangsung dalam kondisi anaerob. Karena kemampuannya mengikat
nitrogen ini, ganggang biru potensial digunakan sebagai pupuk hayati (bioferiilizer). Contoh
ganggang biru yang dapat mengikat nitrogen bebas adalah Nostoc dan Anabaena. Beberapa
jenis ganggang biru dapat bersimbiosis dengan lnmut hati, lumut kerak, paku, pakis haji,
protozoa berflagella, dan ganggang sejati. Kadang kala simbiosis itu merupakan endosimbion
pada sel-sel eukariota. Contohnya, ganggang biru Anabaena bersimbiosis dengan tanaman
paku air (Azolia). Dalam simbiosis tersebut, Anabaena mengikat nitrogen agar dapat
digunakan oleh tanaman paku air. Simbiosis antara Anabaena dan tanaman paku air tersebut
banyak digunakan petani untuk menyuburkan tanah pertanian, misalnya sawah. Ganggang
biru juga dapat bersimbiosis dengan fungi (kapang) membentuk lumut kerak (lichens/liken).
Lumut kerak disebut juga tumbuhan perintis karena dapat tumbuh pada tempat-tempat
organisme lain tidak dapat tumbuh, misalnya di atas batu-batuan. Setelah batu-batuan tersebut
lapuk, akan terbentuk lapisan tanah sehingga organisme lain dapat hidup di temp at itu.

Ganggang biru, misalnya Spirullina, juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber makanan
karena memiliki kandungan gizi yang tinggi, terutama protein, sehingga potensial
dikembangkan sebagai sumber protein yang dikenal dengan protein sel tunggal (PST). Di
beberapa negara tropis, Spirullina merupakan bahan makanan yang penting, dan dimakan
seeara teratur oleh bangsa Aztek. Di Amerika Serikat, Spirullina dikenal sebagai makanan
kesehatan yang dijual di toko-toko dalam bentuk tablet atau bubuk kering.

b. Peranan yang Merugikan

Selain menguntungkan, ganggang biru juga memiliki pengaruh yang berbahaya bagi manusia
atau hewan. Ganggang biru dapat menimbulkan gangguan apabila mereka 'meledak'
(blooming) dalam jumlah besar kemudian mati di badan air tawar (misalnya danau) yang

digunakan untuk minum dan tempat rekreasi. Beberapajenis ganggang biru bertanggung
jawab terhadap bau tanah dan wama pada air tawar, termasuk air minum, karena mereka
menghasilkan senyawa yang disebut geosmins. Beberapa anggota ganggang biru lainnya,
seperti Microcystis, Anabaena, dan Oscillatoria, apabila 'meledak' akan menghasilkan toksin
yang dapat meracuni hewan dan manusia yang meminum air yang terkontaminasi ganggang
biru tersebut. Jenis Lyngbia majuscula, Schizothrix calcicola, dan Oscillatoria nigroviridis,
yang terdapat di laut tropis dan subtropis, dapat menyebabkan iritasi kulit yang dikenal
sebagai "gatal perenang". Selain itu, karena kemampuannya tumbuh pada tempat-tempat
yang keras, seperti batu-batuan, ganggang biru dapat menyebabkan pelapukan pada
bangunan-bangunan bersejarah, seperti candi dan area .

Anda mungkin juga menyukai