D1111141004
Teknik kelautan
Cara kimia adalah dengan menggunakan bahan kimia algosida pada perairan
yang tercemar blooming algae. Algosida yang biasa digunakan adalah CUSO 4
yang merupakan bahan kimia yang mempunyai sifat larut sempurna dalam
air. Penggunaan algosida juga harus mengikuti takaran dosis tertentu agar
tidak berbalik mencemari lingkungan. Dosis pemberian optimum untuk
penanganan blooming algae adalah 0,3 ppm , tergantung luas wilayah
penyebaran blooming algae.
Daftar pustaka
Lampiran sumber
I.
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Alga merupakan salah satu mikroorganisme akuatik yang dapat berperan sebagai
penyebab pencemaran pada air permukaan, menentukan faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan alga pada air permukaan dan memberikan uraian
mekanisme proses pencemaran air permukaan oleh alga. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan alga adalah nutrien, salinitas, intensitas cahaya,
temperatur dan pH serta aerasi. Konsentrasi nutrien yang terkandung dalam air
permukaan tropis yang menyebabkan pertumbuhan alga yang sangat pesat (algal
bloom) adalah 200 1000 gL-1 untuk fosfat dan 30 40 mgL-1 untuk nitrat
(Zulfiyah, 2009).
Keberadaan alga dalam jumlah besar di perairan dalam banyak hal merupakan
petunjuk kesuburan perairan dan petunjuk adanya herbivora dalam jumlah besar
pula, dan pada gilirannya banyak terdapat ikan. Walaupun demikian keberadaan
alga dalam jumlah besar tidak selalu berarti banyak ditemukan ikan. Hal ini bisa
terjadi jika banyaknya alga disini merupakan penggangu (Benidictus and
Oseanografi , 1993).
Menurut Boyd dan Linckoppler (1986) pertumbuhan fitoplankton dalam jumlah
besar dapat membahayakan kehidupan organisme yang ada di dalamnya yaitu
melalui kematiannya secara tiba-tiba kemudian terurai dan menyebabkan habisnya
oksigen terlarut karena terpakai untuk dekomposisisi. HAB (harmful algal
bloom) adalah istilah yang digunakan pada pertumbuhan mikroalga (plankton)
secara lebat, di laut atau di perairan payau yang dapat menyebabkan kematian
masal ikan, karena spesies HAB dapat mengontaminasi makanan bahari (seafood)
dengan toksin yang diproduksinya, sehingga dapat mengubah ekosistem yang
dipersepsikan manusia sebagai pengganggu (harmful) (GEOHAB, 2000 in Nontji,
2004). Terdapat tiga faktor yang menyebabkan terjadinya HAB (Wiadnyana, 1995)
yaitu:
1. Eutrofikasi atau pengkayaan unsur hara fosfat dan nitrat.
2. Adanya kista di dasar perairan yang terangkat ke lapisan permukaan melalui dua
mekanisme, yaitu:
a. Mekanisme malalui naiknya massa air (upwelling)
b. Mekanisme akibat pengaruh gempa tektonik
3. Bersifat biologis, yang artinya bahwa kurang adanya predator sebagai pemangsa
spesies penyebab HAB. Sebagai contoh populasi Pyrodinium, yang kurang dimangsa
dalam waktu singkat dapat mencapai kepadatan yang sangat tinggi, yaitu lebih dari
satu juta sel/liter air laut.
Algisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk membunuh ganggang terutama
di perairan. Algisoda yang biasa digunakan yaitu CuSO4. CuSO4 adalah bahan kimia
yang mempunyai sifat melarut sempurna dalam air dan sedikit larut dalam etanol.
Fitzgerald dan Faust (1963) menyatakan bahwa bahan kimia khususnya cupri sulfat
untuk menjadi algisida harus memenuhi persyaratan tertentu yaitu konsentrasi
bahan kimia tersebut harus dapat membunuh semua algae yang diberi perlakuan.
III. MATERI DAN METODE
3.1.Materi
3.1.1.
Alat
Kegunaan
Ember
Mikroskop
cahaya
Haemositometer
Penghitungan plankton
Botol film
3.1.2. Bahan
Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam praktikum
Bahan
Kegunaan
Algasida (CuSO4)
3.2. Metode
Parameter
Satuan
Alat/metode
Kelimpahan plankton
Individu/L
rumus :
kelimpahan = K1+K2++Kn x 25 x 105 individu/ml
n
keterangan :
K1= Kn = individu
n = kotak yang dihitung
25 = kotak besar dalam haemositometer
Ember diisi 5 liter air, kemudian dihitung kelimpahan plankton awal. Pada ember
dimasukkan algisida CuSO4 sesuai dosis yaitu 0; 0,1; 0,2; dan 0,3 ppm, diaerasi
selama 10 menit kemudian dihitung kelimpahan plankton akhir.
3.4. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada Rabu, 25 September 2013 bertempat di
Laboratorium Pemanfaatan Sumberdaya Perairan Jurusan Perikanan dan Kelautan
Fakultas Sains dan Teknik Universitas Jenderal Soedirman.
3.5. Analisis Data
Data perbandingkan kelimpahan plankton sebelum dan sesudah perlakuan pada
masing-masing dosis algisida (CuSO4) dianalisis secara deskriptif dengan
menggunakan diagram batang.
Kelimpahan
Awal
Akhir
438
0,1
Rata-Rata
Standar Deviasi
375
406.5
44.5477272
438
313
375.5
88.3883476
0,2
438
313
375.5
88.3883476
0,3
438
188
313
176.776695
4.2.Pembahasan
Penggunaan algisida (CuSO4) dalam praktikum ini diupayakan untuk menurunkan
populasi algae atau plankton. Menurut Prihantini (2008), bahwa blooming alga
disebabkan adanya ledakan populasi plankton jenis tertentu yang ada di suatu
perairan tertentu. Blooming alga dapat menggangu kehidupan ikan dan udang di
tambak. Untuk mengatasi ledakan populasi tersebut dapat menggunakan algasida
yang dapat mengurangi polulasi plankton.
pada perlakuan yang berbeda, kelimpahan awal plankton 438 sel/ml, mengalami
penurunan menjadi 313 sel/ml pada pemberian dosis 0,1 dan 0,2 ppm CuSO4, serta
188 sel/ml pada dosis 0,3 ppm CuSO4. Penurunan kelimpahan plankton
tertinggi dengan dosis algisida sebesar 0,3 ppm menjadi 181 Ind/L. Hal tersebut
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Syahril (1990) bahwa pemberian
dosis cupri sulfat memberikan pengaruh terhadap kelimpahan maupun komposisi
fitoplankton. Penurunan kelimpahan fitoplankton pada perlakuan 0.6 ppm dan 1.6
ppm terjadi pada pengamatan hari ke-2 sebesar 50.4 % dan 65 % sedangkan pada
perlakuan 4 ppm penurunan kelimpahan fitoplankton tertinggi terjadi pada
pengamatan hari ke-3 sebesar 95.6 %.
Besarnya konsentrasi pemberian cupri sulfat dapat mempengaruhi banyaknya cupri
sulfat yang masuk ke sel algae. Cupri sulfat dapat mempengaruhi pertumbuhan
pada algae toleran maupun algae non toleran. Menurut Nielsen et al. (1969) cara
penghambatan larutan cupri sulfat terhadap pertumbuhan algae sebagai berikut
cupri akan segera menembus ke dalam plasma sel algae dan mengurangi laju
fotosintesis. Hal yang sama dikemukakan oleh Hassal (1963) dalam Shioi et
al. (1978) bahwa hasil penelitian menunjukkan penurunan kelimpahan fitoplankton
setelah diberi cupri sulfat. hal ini diduga bahwa terjadi keracunan alat fotosintesis
sehingga fotosintesis dari fitoplankton tidak berjalan sempurna dan mengakibatkan
kematian fitoplankton sehingga kelimpahan fitoplanktonya menurun.
Penanggulangan blooming algae yang baik yaitu algae yang mati tidak mencapai
100% karena algae juga diperlukan untuk suplai oksigen pada perairan melalui
proses fotosintesis. Selain itu juga ada berbagai algae yang dapat dimanfaatkan
sebagai pakan alami ikan. Berdasarkan hasil praktikum dosis optimum pemberian
CuSO4 untuk penanggulangan bloming algae yaitu 0,3 ppm.
Ledakan populasi fitoplankton yang diikuti dengan keberadaan jenis fitoplankton
beracun akan menimbulkan Ledakan Populasi Alga Berbahaya (Harmful Algae
Blooms HABs). Faktor yang dapat memicu ledakan populasi fitoplankton
berbahaya antara lain karena adanya eutrofikasi adanya upwelling yang
mengangkat massa air kaya unsur-unsur hara; adanya hujan lebat dan masuknya
air ke laut dalam jumlah yang besar. Sejumlah spesies alga manghasilkan toksin
yang dapat ditransferkan melalui jaringan makanan di mana mereka dapat
mempengaruhi dan bahkan membunuh organisme yang lebih tinggi tingkatannya,
seperti zooplankton, kerangkerangan, ikan (Faisal, 2005). Peledakan algae tertentu
pada perairan umum pada umunya disebabkan karena tingginya bahan organik
yang berasal dari cemaran limbah organik maupun dari proses upwelling.
Perubahan musim akan memepengaruhi kondisi perairan, missal terjadinya
proses upwelling. Menurut Sediadi (2004), upwelling mempengaruhi kelimpahan,
komposisi dan distribusi fitoplankton karena adanya faktor nitrat yang
kandungannya relatif tinggi. Fungsi dari CuSO4 (25% Cu) digunakan untuk
mengendalikan lumut/alga untuk kolam ikan, juga untuk mengendalikan
jamur/preventif. Namun jika dosis yang digunakan berlebih maka akan bersifat
racun dan berbahaya bagi biota perairan seperti ikan. Dosis optimal pemberian
CuSO4 (terusi) dalam kolam yang mengandung tanaman air (mikroalgae) adalah
0,5gr/liter.
Kontrol biologi telah lama digunakan untuk menangani bloming alga, namun
perkembangannya lambat. Dinoflagellata heterotrofik Stoeckeria algisida di Korea
terbukti efisien untuk memangsa bloming alga Heterosigma (Jeong et al.,
2002 dalamRensel et al., 2010). penelitian membuktikan bahwa heterotrofik
Dinoflagellata Axyrrhis marina, Noctiluca scintillans dan stoeckeria algisida mampu
memakan ledakan pertumbuhan alga H. akashiwo (Harvey, 2011).
V.
5.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
2.
Dosis pemberian CuSO4 yang optimum untuk penanganan blooming algae
yaitu 0,3 ppm
5.2. Saran
Penanganan bloming algae dalam budidaya dapat menggunakan Algisida karena
mampu menurunkan kelimpahan plankton dalam perairan
DAFTAR PUSTAKA
Benedictus, A dan Puslitbang Oseanografi, 1993. Rantai Makanan Alga Pengganggu
di Laut. Seminar Nasional Bioteknologi Mikroalga. LIPI.
Faisal. W., k. T. Basuki, R. T. Sidharta. 2005. Studi Analisis Kista (Cyst) Harmful Algal
Bloom. Puslitbang Teknologi Maju. Batan.
Fitzgerald, P. G. and L. S. Faust. 1963. Factor Affecting The Algicidal and Algistic
Properties of Copper in Applied Microbiology. 11 : 345-351.