DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3C
LABORATORIUM FARMAKOGNOSI
JURUSAN FARMASI
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemanfaatan bahan – bahan alamiah sebagai obat atau bahan obat sudah dilakukan sejak zaman
dahulu. Tidak hanya bahan alam yang berasal dari tumbuhan saja, tetapi melainkan juga bahan
alam yang berasal dari hewan dan mineral.bahan alam yang berasal dari tumbuhan misalnya
minyak, banyak jenis-jenis minyak yang dapat diperoleh dari bagian tanaman seperti halnya
minyak lemak. Tetapi selain minyak, terdapat juga zat lain yang dikandung dalam bagian-bagian
suatu tanaman yaitu amilum. Untuk mengidentifikasi setiap bahan tersebut dari suatu tanaman atau
hewan seiring dengan kemajuan zaman dan teknologi yang semakin berkembang dengan canggih
dan pesat, terdapat beragam cara atau metode untuk menentukan setiap senyawa tersebut dari suatu
tumbuhan.
Penggunaan dari obat yang berasal dari bahan alam sudah banyak digunakan oleh masyarakat
luas serta penggunaannya saat ini juga semakin meningkat diakibatkan oleh mudahnya masyarakat
untuk menemukan dan mendapatkan tanaman obat dengan menanam tanaman obat dipekarangan
rumahnya atau disebut dengan tanaman obat keluarga atau dapat juga ditemukan di alam dan
lingkungan sekitar masyarakat. Tetapi dengan mudahnya masyarakat untuk mendapatkan tanaman
bahan obat tersebut, masyarakat kebanyakan enggan dan memiliki sedikit rasa ingin tau mengenai
senyawa apa yang dapat menyebabkan tanaman yang diolah tersebut dapat berkhasiat dan
menyembuhkan sakitnya. Oleh karena itu, mahasiswa khusunya mahasiswa farmasi berlomba
untuk memaksimalkan fungsi dari bahan alam dan senyawa yang terkandung didalamnya untuk
dijadikan sebagai obat yang dapat dipergunakan oleh masyarakat luas dan sudah teridentifikasi
dengan baik danb enar.
Dalam setiap jenis tanaman umumnya mengandung senyawa yang berbeda-beda untuk
mengidentifikasinya pun memerlukan cara atau metode yang berbeda, sehingga sebagai seorang
farmasis yang tentunya mendalami dan mempelajari tentang bagian dan kegunaan dari suatu
senyawa yang berasal dari berbagai jenis tanaman dan hewan serta mineral yang terdapat di
lingkungan sekitar, kita harus lebih mengerti dan paham bagaimana cara atau metode untuk
memperoleh senyawa tersebut serta mengidentifikasinya untuk nantinya dapat diolah dan
dipergunakan dengan benar dan sesuai dengan kegunaanya.
Bahan alam yang berasal dari hewan dan mineral dapat juga berupa senyawa seperti amilum,
minyak lemak dan lemak serta lilin yang cara pengidentifikasiannya juga tentunya berbeda satu
dengan yang lainnya. Amilum dapat diidentifikasi melalui reaksi warna kemudian untuk
mengidentifikasi adanya minyak lemak dilakukan dengan berbagai metode yaitu uji noda lemak
untuk bahan yang berupa minyak lemak, uji kelarutan, uji pembentukan emulsi, pembentukan
sabun (saponifikasi), uji ketidak-jenuhan, uji gliserol, penetapan jarak beku, penetapan jarak lebur,
uji adanya sterol dengan reaksi Liebermann burchard, uji khusus oleum lini dan uji khusus oleum
sesami. Melalui metode-metode tersebut memudahkan untuk mengidentifikasi dari adanya amilum,
senyawa minyak lemak, lemak dan lilin dari suatu bahan alam baik yang berasal dari tumbuhan,
hewan dan juga mineral.
2.2 Lemak
Lipida adalah golongan senyawa organik yang sangat heterogen yang menyusun jaringan
tumbuhan dan hewan. Lipida merupakan golongan senyawa organic kedua yang menjadi sumber
makanan, merupakan kira-kira 40% dari makan yang dimakan setiap hari. Lipida mempunyai sifat
umum sebagai berikut:
Pembagian lipida didasarkan berdasarkan hasil hidrolisisnya, lipida digolongkan menjadi lipida
sederhana, lipida majemuk, dan sterol.(Anwar, 1996)
A. Lipida sederhana
Minyak dan lemak termasuk dalam golongan lipida sederhana. Minyak dan lemak yang telah
dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida, yaitu: lipida
kompleks (lesitin, sephalin, fosfatidalainny, glikolipida), sterol yang berada dalam keadaan bebas atau
terikat dengan asam lemak, dan hidrokarbon. Komponen tersebut mempengaruhi warna dan flavour
produk.(Delvin, 1992)
Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida
larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air. Sifat kelarutan ini yang membedakan lipida dari
golongan senyawa alam penting lain seperti protein dan karbohidrat yang pada umumnya tidak larut
dalam pelarut nonpolar (Hart, 1990). Lemak dan minyak adalah trigliserida, atau triasilgliserol, kedua
istilah ini berarti “trimester(dari) gliserol”. Perbedaan antara suatu lemak dan dan suatu minyak
bersifat sebarang: pada temperature kamar lemak berbentuk padat dan minyak bersifat cair. Sebagian
besar gliserida pada hewan adalah berupa lemak, sedangkan gliserida dalam tumbuhan cenderung
berupa minyak (Fessenden dan Fessenden, 1982) Lemak merupakan bahan padat pada suhu ruang
disebabkan kandungannya yang tinggi akan asam lemak jenuh yang tidak memiliki ikatan rangkap,
sehingga mempunyai titik lebur yang lebih tinggi, sedangkan minyak merupakan bahan cair pada suhu
ruang disebabkan tingginya kandungan asam lemak yang tidak jenuh, yang memiliki satu atau lebih
ikatan rangkap diantara atom-atom karbonnya, sehingga mempunyai titik lebur yang rendah (Winarno,
1992).
B. Lipidamajemuk
Lipida majemuk jika dihidrolisis akan menghasilkan gliserol, asam lemak, dan zat lain. Secara
umum lipida kompleks dikelompokkan menjadi dua, yaitu fosfalipida dan glikolipida. Fosfalipida
adalah suatu lipida yang jika dihidrolisis akan menghasilkan asam lemak, gliserol, asam fosfat serta
senyawa nitrogen. Contoh senyawanya lesitin dan sephalin (Delvin, 1992).
Glikolipida adalah suatu lipida kompleks yang mengandung karbohidrat. Contohnya adalah
selebrosida. Selebrosida terutama terbentuk dalam jaringan otak, senyawa merupakan penyusun kurang
lebih 7% berat kering otak, dan pada jaringan syaraf.
C. Sterol
Sterol sering ditemukan bersama dengan lemak. Sterol dapat dipisahkan dari lemak setelah
penyabunan. Oleh karena sterol tidak tersabunkan maka senyawa ini terdapat dalam residu.
Persenyawaan sterol yang terdapat dalam minyak terdiri dari kolesterol dan fitosterol, senyawa
kolesterol pada umumnya terdapat dalam lemak hewani, sedangkan fitosterol terdapat pada minyak
nabati.(Harper, 1980)
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Pemeriksaan Reaksi Warna Karbohidrat
Amilum atau pati terbentuk lebih dari 500 molekul monosakarida. Amilum terdapat dalam
umbi-umbian sebagai cadangan makanan pada tumbuhan. Secara umum, pemerian amilum adalah
tidak berwarna, tidak berbau dan berwarna putih (Depkes RI, 1979). Setelah ditetesi larutan iodium,
amilum memberikan reaksi warna sebagai berikut.
5. Uji ketidak-jenuhan
Dalam percobaan ketidakjenuhan, telah digunakan pelarut yaitu kloroform dari penambahan
klorofrm berfungsi agar minyak dapat larut dengan sempurna. Ketidakjenuhan digunakan untuk
mengetahui asam lemak jenuh atau tidak jenuh dengan menggunakan pereaksi iod Hubl. Iod Hubl ini
digunakan sebagai indikator perubahan. Pada pereaksi huble akan mengoksidasi asam lemak yang
mempuyai ikatan rangkap pada molekulnya menjadi berikatan tunggal. Warna ungu yang hilang
selama reaksi menunjukan bahwa asam lemak tak jenuh telah mereduksi pereaksi hubl. Warna ungu
yang kembali pudar menandakan bahwa terdapat banyak ikatan rangkap pada rantai hidrokarbon asam
lemak (Budha,K.1981 ).
Pada percobaan menggunakan sampel Minyak kelapa dan minyak jagung termasuk ke dalam
asam lemak tak jenuh yang mngandung ikatan ganda. Minyak atau lipid jenuh yaitu produk minyak
kelapa, mentega, asam stearate, Sp, dan mayonaise. Sedangkan untuk produk yang tidak jenuh yaitu
produk kelapa sawit, margarin, gliserol dan minyak zaitun,minyak jagung. Minyak kelapa lebih jenuh
daripada minyak jagung meskipun keduanya sama-sama asam lemak tak jenuh (Fessenden,1982).
6. Uji gliserol
Salah satu karakteristik minyak lemak adalah mengandung gliserol. Untuk membuktikan
adanya senyawa gliserol pada minyak lemak maka dilakukan uji gliserol atau uji akrolein. Prinsip
percobaan uji akrolein adalah terbentuknya aldehid akrilat atau akrolein sebagai hasil dehidrasi dari
gliserol dalam bentuk bebas atau yang terdapat pada lemak dan minyak (Bintang, 2010). Uji akrolein
digunakan untuk menguji keberadaan gliserin atau lemak. Fungsi dari penambahan KHSO4 adalah
sebagai pedehidrasi yang akan menarik air, sehingga gliserol akan terdehidrasi dalam bentuk aldehid
tidak jenuh (akrolein). Pemanasan yang dilakukan berfungsi untuk mempercepat pendehidrasian
gliserol. Bau menyengat seperti ban terbakar timbul karena gliserolnya terdehidrasi membentuk
akrolein yang ditandai dengan terbentuknya asap putih (Ketaren, 2008). Bedasarkan pengamatan yang
dilakukan, hasil uji akrolein dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabung reaksi 1 berisi gliserol dan tabung reaksi 2 berisi minyak kelapa. Hasil yang
diperoleh adalah hasil reaksi gliserol ditambah dengan KHSO4 lebih menyengat daripada minyak
kelapa yang direaksikan dengan KHSO4. Hal ini dikarenakan gliserol lebih cepat tengik daripada
minyak kelapa, sebab minyak kelapa harus dihidrolisis terlebih dahulu hingga membenruk gliserol dan
asam lemak, lalu gliserol menjadi akrolein yang menyebabkan timbulnya bau. KHSO 4 merupakan
pereaksi yang bersifat hidroskopis yang mempercepat terjadinya aldehid. Bau yang timbul merupakan
hasil dari oksidasi lemak. Asam lemak tidak jenuh akan menghasilkan bau dan rasa yang tidak enak .
Minyak kelapa tidak lebih tengik dari gliserol sebab tidak semua asam lemaknya berubah menjadi
akrolein, harus mengalami hidrolisis terlebih dulu menjadi asam lemak dan gliserol sebelum
mengalami dehidrasi membentuk akrolein. Pada tabung reaksi 3, reaksi amilum yang ditambah KHSO4
tidak menimbulkan bau menyengat. Hal ini dikarenakan amilum tidak mengandung gliserol.
BAB VI
SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan maka dari praktikum pemeriksaan reaksi warna dan identifikasi
minyak lemak, lemak dan lilin dapat disimpulkan adalah sebagai berikut.
1. Amilum yang diuji ketika ditetesi larutan iodium akan menghasilkan warna biru tua
kehitaman kecuali amilum solani yang menghasilkan warna biru tua.
2. Senyawa yang tergolong minyak lemak, lemak dan lilin adalah minyak kelapa, minyak
wijen, minyak lini, minyak kelapa sawit, minyak jagung, minyak kedelai, minyak zaitun.
3. Terdapat beberapa uji yang menentukan bahwa senyawa merupakan minyak lemak seperti
menimbulkan noda transparan, lebih larut pada pelarut non organik serta ketika
ditambahkan basa akan membentuk lapisan sabun.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Chairil, dkk. 1996. PengantarPraktikum Kimia Organik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, DIKTI.
Delvin, M. Thomas. 1992. Textbook of Biochemistry, with Clinical Correlation. New York: Willey-
Liss
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi 3. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Hal. 456; 458; 459.
Fessenden, Ralp J., Joan S. Fessenden. 1982. Kimia Organik. Edisi 3. Jakarta: Erlangga. Hal. 407-408.
Gunawan, Didik dan Sri Mulyani. 2004. Farmakognosi. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal 38-39.
Harper, H.A.. 1980. Review of Physiological Chemistry, diterjemahkan oleh Martin Muliawan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hart, H., (1990), Kimia Organik Suatu Bahan Kuliah Singkat, Jakarta: Erlangga. Hal. 276.
Pridamaulia, Riska, Hafiz Alim, Eka Martya Widyowati, dan Maharani Intan Kartika. 2011.
Karbohidrat II (Karakteristik Zat Pati). Jurnal Biokimia .
Sumardjo, Damin. 2008. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan
Program Strata I Fakultas Bioeksata. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 226.