Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI

IDENTIFIKASI KARBOHIDRAT (PEMERIKSAAN KIMIA)

SERTA IDENTIFIKASI MINYAK LEMAK, LEMAK, DAN LILIN

GOLONGAN PRAKTIKUM : III

JUMAT, 7 APRIL 2017

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3C

MADE DION ABIMANYU (1608551036)


NI PUTU DIAH KUSUMA DEWI (1608551037)
KOMANG AYU MEIANTARI (1608551038)
NI KADEK SRIANI (1608551039)
ALFRED SILVESTER SERAN NAHAK (1608551040)
I GUSTI AGUNG GDE CAHYADININGRAT ADHI P. (1608551041)
I KOMANG NIKO SANJAYA (1608551042)

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemanfaatan bahan – bahan alamiah sebagai obat atau bahan obat sudah dilakukan sejak zaman
dahulu. Tidak hanya bahan alam yang berasal dari tumbuhan saja, tetapi melainkan juga bahan
alam yang berasal dari hewan dan mineral.bahan alam yang berasal dari tumbuhan misalnya
minyak, banyak jenis-jenis minyak yang dapat diperoleh dari bagian tanaman seperti halnya
minyak lemak. Tetapi selain minyak, terdapat juga zat lain yang dikandung dalam bagian-bagian
suatu tanaman yaitu amilum. Untuk mengidentifikasi setiap bahan tersebut dari suatu tanaman atau
hewan seiring dengan kemajuan zaman dan teknologi yang semakin berkembang dengan canggih
dan pesat, terdapat beragam cara atau metode untuk menentukan setiap senyawa tersebut dari suatu
tumbuhan.
Penggunaan dari obat yang berasal dari bahan alam sudah banyak digunakan oleh masyarakat
luas serta penggunaannya saat ini juga semakin meningkat diakibatkan oleh mudahnya masyarakat
untuk menemukan dan mendapatkan tanaman obat dengan menanam tanaman obat dipekarangan
rumahnya atau disebut dengan tanaman obat keluarga atau dapat juga ditemukan di alam dan
lingkungan sekitar masyarakat. Tetapi dengan mudahnya masyarakat untuk mendapatkan tanaman
bahan obat tersebut, masyarakat kebanyakan enggan dan memiliki sedikit rasa ingin tau mengenai
senyawa apa yang dapat menyebabkan tanaman yang diolah tersebut dapat berkhasiat dan
menyembuhkan sakitnya. Oleh karena itu, mahasiswa khusunya mahasiswa farmasi berlomba
untuk memaksimalkan fungsi dari bahan alam dan senyawa yang terkandung didalamnya untuk
dijadikan sebagai obat yang dapat dipergunakan oleh masyarakat luas dan sudah teridentifikasi
dengan baik danb enar.
Dalam setiap jenis tanaman umumnya mengandung senyawa yang berbeda-beda untuk
mengidentifikasinya pun memerlukan cara atau metode yang berbeda, sehingga sebagai seorang
farmasis yang tentunya mendalami dan mempelajari tentang bagian dan kegunaan dari suatu
senyawa yang berasal dari berbagai jenis tanaman dan hewan serta mineral yang terdapat di
lingkungan sekitar, kita harus lebih mengerti dan paham bagaimana cara atau metode untuk
memperoleh senyawa tersebut serta mengidentifikasinya untuk nantinya dapat diolah dan
dipergunakan dengan benar dan sesuai dengan kegunaanya.
Bahan alam yang berasal dari hewan dan mineral dapat juga berupa senyawa seperti amilum,
minyak lemak dan lemak serta lilin yang cara pengidentifikasiannya juga tentunya berbeda satu
dengan yang lainnya. Amilum dapat diidentifikasi melalui reaksi warna kemudian untuk
mengidentifikasi adanya minyak lemak dilakukan dengan berbagai metode yaitu uji noda lemak
untuk bahan yang berupa minyak lemak, uji kelarutan, uji pembentukan emulsi, pembentukan
sabun (saponifikasi), uji ketidak-jenuhan, uji gliserol, penetapan jarak beku, penetapan jarak lebur,
uji adanya sterol dengan reaksi Liebermann burchard, uji khusus oleum lini dan uji khusus oleum
sesami. Melalui metode-metode tersebut memudahkan untuk mengidentifikasi dari adanya amilum,
senyawa minyak lemak, lemak dan lilin dari suatu bahan alam baik yang berasal dari tumbuhan,
hewan dan juga mineral.

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum:
1. Setelah melakukan praktikum ini, praktikan diharapkan mampu mengidentifikasi karbohidrat
secara reaksi warna untuk bahan yang digunakan dalam bidang farmasi
2. Sebelum melakukan praktikum ini, praktikan harus sudah mengetahui apa yang digolongkan
minyak lemak, lemak dan lilin.
3. Setelah melakukan praktikum ini, praktikan diharapkan mampu mengidentifikasi minyak
lemak, lemak dan lilin baik secara fisika, maupun kimia terutama untuk bahan yang digunakan
dalam bidang farmasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Amilum
Amilum atau karbohidrat adalah contoh dari polisakarida yang penting dalam bidang farmasi
(Gunawan dan Mulyani, 2004). Amilum merupakan senyawa yang mengandung C, H, dan O dimana
secara umum H dan O memiliki ratio yang sama dengan H2O. adapula yang mendefinisikan
karbohidrat sebagai senyawa organic yang memiliki gugus karbonil (aldehid atau keton) dan multi
gugus hidroksil. Tanaman yang mengandung amilum yang digunakan dalam bidang farmasi yaitu Zea
mays, Oryza sativa, Solanum tuberosum, Triticum vulgare, dan Manihot utilissima. Menurut Depkes
RI (1979), amilum ketika diteteskan dengan larutan iodium terjadi warna biru tua yang jika dipanaskan
hilang dan jika didinginkan akan timbul kembali.

2.2 Lemak
Lipida adalah golongan senyawa organik yang sangat heterogen yang menyusun jaringan
tumbuhan dan hewan. Lipida merupakan golongan senyawa organic kedua yang menjadi sumber
makanan, merupakan kira-kira 40% dari makan yang dimakan setiap hari. Lipida mempunyai sifat
umum sebagai berikut:

 Tidak larut dalam air


 Larut dalam pelarut organic seperti benzene, eter, aseton, kloroform, dan karbontetraklorida
 Mengandung unsur-unsur karbon, hydrogen, danoksigen, kadang-kadang juga mengandung
nitrogen dan fosfor
 Bila dihidrolisis akan menghasilkan asam lemak
 Berperan pada metabolisme tumbuhan dan hewan

Pembagian lipida didasarkan berdasarkan hasil hidrolisisnya, lipida digolongkan menjadi lipida
sederhana, lipida majemuk, dan sterol.(Anwar, 1996)

A. Lipida sederhana
Minyak dan lemak termasuk dalam golongan lipida sederhana. Minyak dan lemak yang telah
dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida, yaitu: lipida
kompleks (lesitin, sephalin, fosfatidalainny, glikolipida), sterol yang berada dalam keadaan bebas atau
terikat dengan asam lemak, dan hidrokarbon. Komponen tersebut mempengaruhi warna dan flavour
produk.(Delvin, 1992)
Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida
larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air. Sifat kelarutan ini yang membedakan lipida dari
golongan senyawa alam penting lain seperti protein dan karbohidrat yang pada umumnya tidak larut
dalam pelarut nonpolar (Hart, 1990). Lemak dan minyak adalah trigliserida, atau triasilgliserol, kedua
istilah ini berarti “trimester(dari) gliserol”. Perbedaan antara suatu lemak dan dan suatu minyak
bersifat sebarang: pada temperature kamar lemak berbentuk padat dan minyak bersifat cair. Sebagian
besar gliserida pada hewan adalah berupa lemak, sedangkan gliserida dalam tumbuhan cenderung
berupa minyak (Fessenden dan Fessenden, 1982) Lemak merupakan bahan padat pada suhu ruang
disebabkan kandungannya yang tinggi akan asam lemak jenuh yang tidak memiliki ikatan rangkap,
sehingga mempunyai titik lebur yang lebih tinggi, sedangkan minyak merupakan bahan cair pada suhu
ruang disebabkan tingginya kandungan asam lemak yang tidak jenuh, yang memiliki satu atau lebih
ikatan rangkap diantara atom-atom karbonnya, sehingga mempunyai titik lebur yang rendah (Winarno,
1992).
B. Lipidamajemuk
Lipida majemuk jika dihidrolisis akan menghasilkan gliserol, asam lemak, dan zat lain. Secara
umum lipida kompleks dikelompokkan menjadi dua, yaitu fosfalipida dan glikolipida. Fosfalipida
adalah suatu lipida yang jika dihidrolisis akan menghasilkan asam lemak, gliserol, asam fosfat serta
senyawa nitrogen. Contoh senyawanya lesitin dan sephalin (Delvin, 1992).
Glikolipida adalah suatu lipida kompleks yang mengandung karbohidrat. Contohnya adalah
selebrosida. Selebrosida terutama terbentuk dalam jaringan otak, senyawa merupakan penyusun kurang
lebih 7% berat kering otak, dan pada jaringan syaraf.
C. Sterol
Sterol sering ditemukan bersama dengan lemak. Sterol dapat dipisahkan dari lemak setelah
penyabunan. Oleh karena sterol tidak tersabunkan maka senyawa ini terdapat dalam residu.
Persenyawaan sterol yang terdapat dalam minyak terdiri dari kolesterol dan fitosterol, senyawa
kolesterol pada umumnya terdapat dalam lemak hewani, sedangkan fitosterol terdapat pada minyak
nabati.(Harper, 1980)
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Pemeriksaan Reaksi Warna Karbohidrat
Amilum atau pati terbentuk lebih dari 500 molekul monosakarida. Amilum terdapat dalam
umbi-umbian sebagai cadangan makanan pada tumbuhan. Secara umum, pemerian amilum adalah
tidak berwarna, tidak berbau dan berwarna putih (Depkes RI, 1979). Setelah ditetesi larutan iodium,
amilum memberikan reaksi warna sebagai berikut.

No Jenis Amilum Sebelum ditetesi Setelah ditetesi


. larutan Iodium larutan Iodium
1. Amilum Oryzae Putih Biru tua kehitaman
2. Amilum Solani Putih kekuningan Biru tua
3. Amilum Manihot Putih Biru tua kehitaman
4. Amilum Maydis Putih Biru tua kehitaman

Penambahan iodium pada suatu polisakarida akan menyebabkan terbentuknya kompleks


adsorpsi bewarna spesifik. Amilum atau pati dengan iodium menghasilkan warna biru atau ungu.
Timbulnya warna biru menandakan bahwa bagian dari amilosa yang membentuk senyawa. Hal ini
dikarenakan amilum terdiri dari dua komponen, yaitu amilosa dan amilopektin. Perbedaan terletak
pada bentuk rantai dan jumlah monomernya. Amilosa terdiri atas 250-300 unit D-glukosa yang terikat
dengan ikatan α-1,4-glikosidik sehingga molekul amilosa berupa rantai terbuka. Sementara
amilopektin memiliki 1000 unit glukosa yang membuat molekul amilopektin lebih besar daripada
molekul amilosa. Amilopektin memiliki ikatan α-1,4-glikosidik namun sebagian memiliki ikatan 1,6-
glikosidik. Karena adanya ikatan 1,6- glikosidik tersebut maka molekul amilopektin berbentuk rantai
terbuka dan bercabang (Pridamaulia dkk, 2011). Amilosa bereaksi dengan iodium membentuk
senyawa kompleks yang berwarna biru tua, sedangkan amilopektin memberikan warna violet kebiruan
atau ungu (Gunawan dan Mulyani, 2004).

5.2 Identikasi Minyak Lemak, Lemak dan Lilin


Lemak merupakan salah satu bahan yang dihasilkan hewan atau tumbuhan yang berguna dalam
bidang farmasi. Beberapa uji yang telah dilaksanakan untuk mengidentifikasi minyak lemak, lemak
dan lilin adalah sebagai berikut.
1. Uji noda lemak
Pada uji noda lemak, praktikan tidak mengalami kesulitan karena hanya meneteskan minyak pada
kertas saring berdasarkan pengamatan ternyata ketika minyak kelapa, minyak wijen, minyak lini,
minyak kelapa sawit, minyak jagung, minyak kedelai, minyak zaitun diteteskan pada kerta saring
diperoleh noda transparan sehingga merupakan minyak lemak. Untuk pengujian kacang tanah dan biji
kemiri diperoleh noda transparan ketika hasil sari diletakkan pada kertas saring sehingga merupakan
minyak lemak.
2. Uji kelarutan
Menurut Farmakope Indonesia Edisi ketiga, kelarutan merupakan untuk menyatakan kelarutan
suatu zat kimia, pernyataan kelarutan zat dalam bagian tertentu pelarut adalah kelarutan pada suhu 200
dan kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa, 1 bagian bobot zat padat atau 1 bagian volume zat
cair larut dalam bagian volume tertentu pelarut, pernyataan kelarutan yang tidak disertai angka adalah
kelarutan pada suhu kamar. Kecuali dinyatakan lain, zat jika dilarutkan boleh menunjukan sedikit
kotoran mekanik seperti bagian kertas saring, serat dan butiran debu, pernyataan bagian dalam
kelarutan berarti bahwa 1 g zat padat atau 1 ml zat cair dalam sejumlah ml pelarut. (Depkes RI, 1979)
- Minyak Kelapa (Oleum Cocos)
Kelarutan : Larut dalam 2 bagian etanol (95%) P pada suhu 60 0 ; sangat mudah larut dalam
kloroform P dan dalam eter P (Depkes RI,1979).
Hasil pengujian pada praktikum uji kelarutan minyak kelapa dengan pelarut kloroform adalah 20
tetes dan dengan pelarut etanol 95% adalah 120 tetes masing-masing dalam suhu kamar
berdasarkan hasil pengamatan dapat dinyatakan bahwa minyak kelapa lebih mudah larut dengan
pelarut kloroform dan lebih sukar larut dengan etanol 95%.
- Minyak Zaitun (Oleum olivae)
Kelarutan : Sukar larut dalam etanol (95%) P ; mudah larut dalam Kloroform P, dalam eter P dan
dalam eter minyak tanah P (Depkes RI, 1979).
Hasil pengujian pada praktikum uji kelarutan minyak zaitun dengan pelarut kloroform adalah 60
tetes dan dengan pelarut etanol 95% adalah 160 tetes masing-masing dalam suhu kamar
berdasarkan hasil pengamatan dapat dinyatakan bahwa minyak zaitun lebih mudah larut dalam
kloroform dibandingkan dengan pelarut etanol 95%.
- Minyak Wijen (Oleum Sesami)
Kelarutan : Sukar larut dalam etanol (95%) P ; mudah larut dalam kloroform P, dalam eter P dan
dalam eter minyak tanah P.
Hasil pengujian pada praktikum uji kelarutan minyak wijen dengan pelarut kloroform adalah 18
tetes dan dengan pelarut etanol 95% adalah 115 tetes masing-masing dalam suhu kamar
berdasarkan hasil pengamatan dapat dinyatakan bahwa minyak wijen lebih sukar larut dalam
pelarut etanol 95% dibandingkan dengan pelarut kloroform.
- Minyak Kedelai
Hasil pengujian pada praktikum uji kelarutan minyak kedelai dengan pelarut kloroform adalah 10
tetes dan pelarut etanol 95% adalah 30 tetes masing-masing dalam suhu kamar berdasarkan hasil
pengamatan dapat dinyatakan bahwa minyak kedelai lebih mudah larut dalam pelarut kloroform
dibandingkan dengan pelarut etanol 95%.
- Minyak Jagung
Hasil pengujian pada praktikum uji kelarutan minyak jagung dengan pelarut kloroform adalah 18
tetes dan pelarut etanol 95% adalah 45 tetes masing-masing dalam suhu kamar berdasarkan hasil
pengamatan dapat dinyatakan bahwa minyak jagung lebih sukar larut dalam pelarut etanol 95%
dibandingkan dengan pelarut kloroform.
- Minyak Lini
Hasil pengujian pada praktikum uji kelarutan minyak lini dengan pelarut kloroform adalah 62 tetes
dan pelarut etanol 95% adalah 25 tetes masing-masing dalam suhu kamar berdasarkan hasil
pengamatan dapat dinyatakan bahwa minyak lini lebih sukar larut dalam pelarut kloroform
dibandingkan dengan pelarut etanol 95%.
- Minyak Kelapa Sawit
Hasil pengujian pada praktikum uji kelarutan minyak kelapa sawit dengan pelarut kloroform
adalah 25 tetes dan pelarut etanol 95% adalah 160 tetes masing-masing dalam suhu kamar
berdasarkan hasil pengamatan dapat dinyatakan bahwa minyak kelapa sawit lebih sukar larut
dalam pelarut etanol 95% dibandingkan dengan pelarut kloroform.

3. Uji pembentukan emulsi


Pada pembentukan emulsi, ketika minyak kelapa dicampurkan dengan air maka akan terbentuk
dua lapisan antara air dan minyak sementara ketika minyak kelapa ditambahkan air sabun akan
membentuk busa dan air menjadi keruh, hal tersebut terjadi karena sabun merupakan bahan
pengemulsi yang memiliki dua kepolaran sehingga dapat mengikat air dan minyak.

4. Uji pembentukan sabun (saponifikasi)


Proses pembuatan sabun (saponifikasi) dimulai dengan minyak kelapa atau minyak parafindi
tambahkan dengan NaOH 2N. Tujuan dari penambahan NaOH ini adalah untuk menetralkan sifat asam
dan pemberi busa pada proses pembuatan sabun. Kemudian dipanaskan hingga mendidih. Pemanasan
ini bertujuan untuk menghomogenkan campuran antara minyak kelapa atau minyak parafin dengan
NaOH. Setelah mendidih ditambahkan dengan air. Penambahan air ini berfungsi untuk melihat apakah
larutan yang telah dipanaskan tersebut memenuhi sifat-sifat sabun atau tidak yaitu membentuk busa
(Naomi, dkk ; 2013), dan berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada larutan minyak
kelapa dan minyak paraffin terbentuk sabun yang ditandai dengan larutan yang agak keruh dan
timbulnya busa dari larutan sabun. Selanjutnya dari larutan sabun tersebun dibagi menjadi tiga bagian
dan diberikan 3 senyawa yang berbeda berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa larutan sabun
minyak kelapa ketika ditambahkan larutan HCl menghasilkan larutan yang tidak ada busa dan
terbentuk endapan. Sedangkan pada minyak parafin dihasilkan larutan yang bening. Pada pengujian ini
menunjukkan telah terjadinya proses penetralan oleh HCl terhadap larutan sabun yang terbentuk.
Penetralan ini menyebabkan hilangnya buih atau busa pada larutan sabun hingga menyebabkan larutan
sabun menjadi bening. Uji selanjutnya dilakukan dengan penambahan larutan CaCl2 pada larutan
sabun. Menurut, (Naomi, dkk ; 2013), Sabun menghasilkan buih atau busa. Jika larutan sabun dalam
air diaduk maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Adapun hasil
yang diperoleh yaitu pada larutan sabun minyak kelapa ditandai dengan timbulnya lapisan atau
endapan putih pada bagian bawah tabung reaksi dan busa atau buih pada bagian atas. Sedangkan pada
minyak parafin ditandai dengan timbulnya endapan putih pada bagian bawah tabung reaksi, dan larutan
keruh pada bagian atasnya. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan endapan yang timbul pada larutan
sabun merupakan akibat adanya ion Ca+ yang mengendapkan sabun. Adapun hasil pengamatan yang
diperoleh untuk larutan ke 3 yaitu pada larutan sabun minyak kelapa ditandai dengan terbentuknya
endapan pada bagian bawah tabung reaksi, dan pada bagian atasnya terdapat bagian yang mengandung
busa. Pada minyak parafin ditandai dengan larutan yang keruh. Berdasarkan hal tersebut diperoleh
bahwa pada larutan sabun minyak kelapa telah terjadinya kesadahan pada larutan sabun tersebut.

5. Uji ketidak-jenuhan
Dalam percobaan ketidakjenuhan, telah digunakan pelarut yaitu kloroform dari penambahan
klorofrm berfungsi agar minyak dapat larut dengan sempurna. Ketidakjenuhan digunakan untuk
mengetahui asam lemak jenuh atau tidak jenuh dengan menggunakan pereaksi iod Hubl. Iod Hubl ini
digunakan sebagai indikator perubahan. Pada pereaksi huble akan mengoksidasi asam lemak yang
mempuyai ikatan rangkap pada molekulnya menjadi berikatan tunggal. Warna ungu yang hilang
selama reaksi menunjukan bahwa asam lemak tak jenuh telah mereduksi pereaksi hubl. Warna ungu
yang kembali pudar menandakan bahwa terdapat banyak ikatan rangkap pada rantai hidrokarbon asam
lemak (Budha,K.1981 ).
Pada percobaan menggunakan sampel Minyak kelapa dan minyak jagung termasuk ke dalam
asam lemak tak jenuh yang mngandung ikatan ganda. Minyak atau lipid jenuh yaitu produk minyak
kelapa, mentega, asam stearate, Sp, dan mayonaise. Sedangkan untuk produk yang tidak jenuh yaitu
produk kelapa sawit, margarin, gliserol dan minyak zaitun,minyak jagung. Minyak kelapa lebih jenuh
daripada minyak jagung meskipun keduanya sama-sama asam lemak tak jenuh (Fessenden,1982).

6. Uji gliserol
Salah satu karakteristik minyak lemak adalah mengandung gliserol. Untuk membuktikan
adanya senyawa gliserol pada minyak lemak maka dilakukan uji gliserol atau uji akrolein. Prinsip
percobaan uji akrolein adalah terbentuknya aldehid akrilat atau akrolein sebagai hasil dehidrasi dari
gliserol dalam bentuk bebas atau yang terdapat pada lemak dan minyak (Bintang, 2010). Uji akrolein
digunakan untuk menguji keberadaan gliserin atau lemak. Fungsi dari penambahan KHSO4 adalah
sebagai pedehidrasi yang akan menarik air, sehingga gliserol akan terdehidrasi dalam bentuk aldehid
tidak jenuh (akrolein). Pemanasan yang dilakukan berfungsi untuk mempercepat pendehidrasian
gliserol. Bau menyengat seperti ban terbakar timbul karena gliserolnya terdehidrasi membentuk
akrolein yang ditandai dengan terbentuknya asap putih (Ketaren, 2008). Bedasarkan pengamatan yang
dilakukan, hasil uji akrolein dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabung reaksi 1 berisi gliserol dan tabung reaksi 2 berisi minyak kelapa. Hasil yang
diperoleh adalah hasil reaksi gliserol ditambah dengan KHSO4 lebih menyengat daripada minyak
kelapa yang direaksikan dengan KHSO4. Hal ini dikarenakan gliserol lebih cepat tengik daripada
minyak kelapa, sebab minyak kelapa harus dihidrolisis terlebih dahulu hingga membenruk gliserol dan
asam lemak, lalu gliserol menjadi akrolein yang menyebabkan timbulnya bau. KHSO 4 merupakan
pereaksi yang bersifat hidroskopis yang mempercepat terjadinya aldehid. Bau yang timbul merupakan
hasil dari oksidasi lemak. Asam lemak tidak jenuh akan menghasilkan bau dan rasa yang tidak enak .
Minyak kelapa tidak lebih tengik dari gliserol sebab tidak semua asam lemaknya berubah menjadi
akrolein, harus mengalami hidrolisis terlebih dulu menjadi asam lemak dan gliserol sebelum
mengalami dehidrasi membentuk akrolein. Pada tabung reaksi 3, reaksi amilum yang ditambah KHSO4
tidak menimbulkan bau menyengat. Hal ini dikarenakan amilum tidak mengandung gliserol.

7. Penetapan jarak beku


Pada uji penetapan jarak beku, praktikan sedikit kesulitan karena pada praktikum ini
membutuhkan tabung reaksi banyak serta waktu yang lebih lama hingga minyak lemak yang diuji beku
sempurna.Berdasarkan hasil pengamatan minyak kedelai keruh pada suhu 6o dan membeku pada suhu
-5o, minyak zaitun keruh pada suhu -2o dan membeku pada suhu -5o, minyak wijen keruh pada suhu 1o
dan membeku pada suhu -1o, minyak kelapa keruh pada suhu 0o dan membeku pada suhu -1o, minyak
kelapa sawit keruh pada suhu 1o dan membeku pada suhu -1o, minyak jagung keruh pada suhu -5o dan
membeku pada suhu -7o

8. Penetapan jarak lebur


Suhu lebur adalah suhu pada saat suatu zat tepat melebur seluruhnya yang ditujukan pada fase
padat tepat hilang. Menurut Depkes Ri (1979), jarak lebur adalah suhu awal dan suhu akhir peleburan
zat. Setiap lemak padat yang diuji mempunyai suhu lebur yang berbeda-beda. Pada percobaan lemak
padat yang di ujikan pertama adalah cera alba pada suhu awal 37°C dan terus mengamati kenaikan
suhu setiap 2°C pada percobaan didapatkan cera alba meleleh pada suhu 49°C dan meleleh sempurna
pada suhu 53°C. selanjutnya yang di ujikan adalah lemak padat cetaceum dan adepslanae yang
diujikan pada suhu awal 47°C dan diamati kenaikan suhu setiap 2°C didapat bahwa cetaceum meleleh
pada suhu 50°C dan meleleh sempurna pada 57,4°C dan adeps lanae meleleh pada suhu 49,4°C dan
meleleh sempurna pada 57,4°C. terdapaat perbedaan pada pustaka serta hasil pengamatan karena suhu
awal yang tidak sama menyebabkan adanya perubahan jarak lebur yang diperoleh.

9. Uji khusus oleum lini


Pada uji khusus oleum lini praktikan tidak mengalami kesulitan, ketika minyak lini diteteskan
pada gelas objek kemudian didiamkan beberapa saat maka akan terbentuk lapisan agak keras berwarna
bening atau lapisan vernis, hal ini dapat terjadi karena minyak lini ketika dibiarkan pada suhu udara
dapat membentuk lapisan vernis yang keras akibat oksidasi terhadap asam lemak tak jenuh oleh
oksigen di udara.

10. Uji khusus oleum sesami


Praktikum Uji khusus Oleum sesamol ini menunjukkan salah satu perbedaan oleum sesamol
dibandingkan dengan contoh minyak lemak lainnya, bertujuan pula untuk mempermudah
mengidentifikasi keberadaan oleum sesamol dalam suatu larutan. Dalam uji ini, terlebih dahulu
sakarosa dicampur dengan larutan HCl pekat, dilakukan cara dikocok yang bertujuan untuk
mempercepat proses pencampuran. Penambahan oleum sesamol kedalam larutan sakarosa dengan HCl
menghasilkan endapan merah di dasar tabung reaksi dan bagian atas terdiri dari minyak kuning orange.

BAB VI
SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan maka dari praktikum pemeriksaan reaksi warna dan identifikasi
minyak lemak, lemak dan lilin dapat disimpulkan adalah sebagai berikut.
1. Amilum yang diuji ketika ditetesi larutan iodium akan menghasilkan warna biru tua
kehitaman kecuali amilum solani yang menghasilkan warna biru tua.
2. Senyawa yang tergolong minyak lemak, lemak dan lilin adalah minyak kelapa, minyak
wijen, minyak lini, minyak kelapa sawit, minyak jagung, minyak kedelai, minyak zaitun.
3. Terdapat beberapa uji yang menentukan bahwa senyawa merupakan minyak lemak seperti
menimbulkan noda transparan, lebih larut pada pelarut non organik serta ketika
ditambahkan basa akan membentuk lapisan sabun.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Chairil, dkk. 1996. PengantarPraktikum Kimia Organik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, DIKTI.

Bintang M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Delvin, M. Thomas. 1992. Textbook of Biochemistry, with Clinical Correlation. New York: Willey-
Liss

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi 3. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Hal. 456; 458; 459.

Fessenden, Ralp J., Joan S. Fessenden. 1982. Kimia Organik. Edisi 3. Jakarta: Erlangga. Hal. 407-408.

Gunawan, Didik dan Sri Mulyani. 2004. Farmakognosi. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal 38-39.

Harper, H.A.. 1980. Review of Physiological Chemistry, diterjemahkan oleh Martin Muliawan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hart, H., (1990), Kimia Organik Suatu Bahan Kuliah Singkat, Jakarta: Erlangga. Hal. 276.

Ketaren S. 1986. Minyak dan Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Pridamaulia, Riska, Hafiz Alim, Eka Martya Widyowati, dan Maharani Intan Kartika. 2011.
Karbohidrat II (Karakteristik Zat Pati). Jurnal Biokimia .

Sumardjo, Damin. 2008. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan
Program Strata I Fakultas Bioeksata. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 226.

Winarno.(1992).Kimia Pangan dan Gizi.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal. 92.

Anda mungkin juga menyukai