Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI

IDENTIFIKASI LEMAK, MINYAK LEMAK DAN LILIN

GOLONGAN PRAKTIKUM : II
SELASA, 26 OKTOBER 2021

DISUSUN OLEH:
NI KADEK AYU MURTINI (2008551014)
NI MADE INDAH MARYANI (2008551015)
I GST A A GANGGA SAMALA DEWI (2008551016)
MEIVANTI DIVA HAPSARI (2008551017)
I PUTU AGUS SAPUTRA (2008551018)
DEWA JULIO ANGGA PURNAMA (2008551019)
KADEK YUNITA LIYANI (2008551020)
NI KADEK IDA RAJESWARI (2008551021)
NI KADEK SRI WULAN ADIARI (2008551022)
KOMANG AMELIA SYAHRANI PUTRI (2008551023)
NI KOMANG DIANTARI (2008551024)
NI KADEK HERMIASIH (2008551025)

Laboratorium Farmakognosi
Program Studi Sarjana Farmasi
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Udayana
Tahun 2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari zat-zat kimia, baik kimia
organik maupun non organik. Salah satu contohnya yaitu lipid biasanya
diartikan sebagai suatu senyawa yang dalam pelarut tidak larut dalam air,
namun larut dalam pelarut organik. Contohnya benzena, eter, dan kloroform.
Suatu lipid tersusun atas asam lemak dan gliserol. Berbagai kelas lipid
dihubungkan satu sama lain berdasarkan komponen dasarnya, sumber
penghasilnya, kandungan asam lemaknya, maupun sifat – sifat kimianya.
Kebanyakan lipid ditemukan dalam kombinasi dengan senyawa
sederhana lainnya (seperti ester lilin, trigliserida, steril ester dan fosfolipid),
kombinasi dengan karbohidrat (glikolipid), kombinasi dengan protein
(lipoprotein). Berdasarkan komponen dasarnya, lipid terbagi dalam lipid
sederhana, lipid majemuk, dan lipid turunan. Berdasarkan sumbernya,
lipid dikelompokkan sebagai lemak hewan (animal fat), lemak susu (milk fat),
minyak ikan (fish oil), dan lain-lain. Klasifikasi lipid ke dalam lipid majemuk
karena lipid tersebut mengandung asam lemak yang dapat di sabunkan,
sedangkan lipid sederhana tidak mengandung asam lemak dan tidak dapat di
sabunkan. Lipid seperti lilin (wax), lemak, minyak,dan fosfolipid adalah ester
yang jika dihidrolisis dapat menghasilkan asam lemak dan senyawa lainnya
termasuk alkohol. Steroid tidak mengandung asam lemak dan tidak dapat
dihidolisis.
Lemak dan minyak adalah senyawa kimia yang terdapat di alam. Dalam
kehidupan sehari-hari kita telah mengenal lemak dan minyak. Lemak dan
minyak banyak terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dan hewan, dan merupakan
salah satu makanan pokok manusia. Lemak dan minyak memiliki perbedaan
dalam sifat fisika. Perbedaan sifat fisika lemak dan minyak hanya terletak
pada titik leburnya. Minyak mempunyai titik lebur di bawah temperatur
normal sehingga pada temperatur normal merupakan zat cair, sedangkan
lemak mempunyai titik lebur di atas temperatur kamar, sehingga pada
temperatur kamar merupakan zat padat Lipid berperan penting dalam
komponen struktur membran sel. Lemak dan minyak dalam bentuk trigliserol
sebagai sumber penyimpan energi, lapisan pelindung, dan insulator organ-
organ tubuh beberapa jenis lipid berfungsi sebagai sinyal kimia, pigmen, juga
sebagai vitamin, dan hormon.
1.2 Tujuan
1.2.1 Sebelum melakukan praktikum ini, praktikan harus sudah mengetahui
apa yang digolongkan minyak lemak, lemak, dan lilin.
1.2.2 Setelah melakukan praktikum ini, praktikan diharapkan mampu
mengidentifikasi minyak lemak, lemak, dan lilin baik secara fisika,
maupun kimia terutama untuk bahan yang digunakan dalam bidang
farmasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lemak
Lipid dapat didefinisikan sebagai senyawa organik yang tidak larut dalam
air, namun larut dalam pelarut organik non-polar seperti hidrokarbon atau
dietil eter (Fessenden dan Fessenden, 1982). Lipid adalah salah satu nutrisi
yang penting bagi manusia. Dalam metabolisme lipid terbentuk banyak
molekul lipid yang merupakan senyawa penting bagi membran sel (Orsavova
et al, 2015).
Lipid mempunyai sifat non polar atau hidrofolik. Namun, meskipun
begitu terdapat beberapa golongan lipid yang dapat larut dalam pelarut polar
seperti penyusun membran sel (fosfolipid, glikolipid, dan proteolipid)
(Mamuaja, 2017). Lipid (minyak lemak, lemak dan lilin) adalah senyawa ester
yang terdiri dari asam lemak dan alkohol rantai panjang. Perbedaan
diantaranya adalah berada pada substansi tipe alkoholnya. Untuk minyak
lemak dan lemak merupakan kombinasi antara gliserol dan asam lemak. Pada
lilin, alkohol merupakan substansi terbesar dari penyusunnya, sehingga berat
molekulnya juga besar, contohnya adalah setil alkohol (Endarini, 2016).
Lipid dalam sediaan farmasi berlaku untuk minyak (cair) dan lemak
(padat). Secara umum, dalam sediaan farmasi, tujuan pengguanaan lipid
adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan proses atau stabilitas formulasi bentuk fisika sediaan yang
diinginkan
b. Meningkatkan atau menurunkan absorpsi selular atau sistemik obat dan
formulasi
c. Mencapai sasaran obat (drug targeting) pada lokasi kerja agar bermanfaat
dan menjauhkan dari lokasi toksisitas
d. Memperlambat atau mengontrol penghantaran obat dan formulasi.

(Endarini, 2016)
2.2 Minyak Lemak
Minyak lemak adalah minyak yang diperoleh dari hewan dan tumbuhan,
merupakan senyawa karbon, hidrogen, dan oksigen, tetapi bukan suatu
karbohidrat. Minyak/ lemak merupakan lipida yang banyak terdapat di alam,
minyak merupakan senyawa turunan ester dari gliserol dan asam lemak.
Minyak merupakan senyawa turunan ester dari gliserol dan asam lemak
(Angelina, 2016).
Minyak lemak berupa trigliserida yang tersusun dari glisrol dan 3 asam
lemak. Minyak lemak berupa cairan dalam suhu kamar (Endarini, 2016).
Lemak memiliki struktur yang sama dengan minyak, yaitu berupa trigleserida.
Perbedaan lemak dan minyak lemak yaitu pada titik lelehnya, dimana lemak
berbentuk padatan pada suhu kamar (Endarini, 2016). Lemak dibedakan
berdasarkan kejenuhan ikatan asam lemaknya.
Adapun perbedaannya antara lain asam lemak jenuh dan tak jenuh. Lemak
yang mengandung asam-asam lemak jenuh, yaitu asam lemak yang tidak
memiliki ikatan rangkap. Dalam lemak hewani misalnya lemak babi dan
lemak sapi, kandungan asam lemak jenuhnya lebih dominan. Asam lemak tak
jenuh adalah asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap. Jenis asam lemak
ini dapat di identifikasi dengan reaksi adisi, dimana ikatan rangkap akan
terputus sehingga terbentuk asam lemak jenuh (Salirawati ,2007). Contoh dari
lemak (fat) adalah cocoa butter yang berasal dari tanaman Theobroma cacao
(Sterculiaceae) dan Lanolin merupakan suatu zat yang menyerupai lemak
berasal dari bulu domba (Endarini, 2016).
2.3 Lilin
Lilin atau malam adalah ester dari asam lemak suku tinggi dengan alkohol
monovalen yang mempunyai bobot molekul besar. Pada lilin, alkohol
penyusunnya dapat berupa kolesterol. Lilin atau wax adalah ester dari rantai
panjang gugus alkohol dengan asam lemak. Di dalam tanaman, lilin
ditemukan di antara jaringan epidermis luar, terutama pada daun dan buah
(Endarini, 2016). Lilin (wax) adalah ester dari rantai panjang gugus alkohol
dan asam lemak. Fungsi dari lilin adalah sebagai proteksi terhadap penetrasi
dari air. Serangga juga mengeluarkan lilin untuk berbagai tujun. Carnauba
wax dan bayberry wax adalah contoh dari lilin yang berasal dari tanaman, dan
beeswax adalah contoh dari lilin yang dihasilkan serangga (Endarini, 2016).
2.4 Uji Noda Lemak
Uji noda lemak dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya lemak pada
suatu bahan. Keberadaan lemak atau minyak pada suatu bahan dapat dilihat
dari terbentuknya noda translucent sehingga kertas tulis yang tidak tembus
pandang menjadi semi transparan. Kertas saring yang tidak meninggalkan
adanya bercak noda (menguap) menandakan bahwa sampel yang didapat
benar minyak atsiri. Sedangkan jika pada kertas saring terdapat bercak noda
menandakan minyak yang diperoleh bukan minyak atsiri melainkan minyak
yang berasal dari lemak/adsorben (Faisal, dkk., 2016).
2.5 Uji Kelarutan
Uji ini terdiri atas analisis kelarutan lipid maupun derivat lipid terhadap
berbagai macam pelarut. Dalam uji ini, kelarutan lipid ditentukan oleh sifat
kepolaran pelarut. Apabila lipid dilarutkan ke dalam pelarut polar maka
hasilnya lipid tersebut tidak akan larut. Hal tersebut karena lipid memiliki sifat
nonpolar sehingga hanya akan larut pada pelarut yang sama-sama nonpolar
(Mamuaja, 2017).
2.6 Uji Pembentukan Emulsi
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan
obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi
atau surfaktan yang cocok (Depkes RI, 1995). Uji pembentukan emulsi
dilakukan untuk melihat proses tercampurnya tetesan minyak yang
dimasukkan ke dalam air tanpa emulgator dan dengan emulgator yakni sabun.
Pada uji pembentukan emulsi ini digunakan larutan sabun sebagai emulgator
untuk mencampurkan air dan tetesan minyak yang digunakan.
2.7 Pembentukan Sabun (Saponifikasi)
Saponifikasi adalah proses penyabunan yang mereaksikan suatu lemak
atau gliserida dengan basa (Fessenden dan Fessenden, 1997). Dalam reaksi
penyabunan terjadi hidrolisis ester dengan penambahan alkali kuat (NaOH
dan KOH). Reaksi penyabunan ini tidak dapat terjadi pada lipid sederhana,
hanya dapat terjadi pada lipid kompleks saja. Jenis minyak yang digunakan
akan mempengaruhi sifat sabun itu sendiri baik dalam tingkat jumlah busa
dan pengaruh terhadap kulit (Widyasanti, dkk., 2017).
2.8 Uji Ketidakjenuhan
Uji ketidakjenuhan digunakan untuk mengetahui asam lemak yang diuji
merupakan asam lemak jenuh atau asam lemak tidak jenuh. Uji ini dilakukan
dengan menggunakan pereaksi Iod Hubl. Reaksi positif ditandai dengan
timbulnya warna merah muda, lalu warna kembali lagi menjadi warna asal
(bening). Warna yang kembali ke warna asal menandakan bahwa banyak
ikatan rangkap pada rantai hidrokarbon asam lemak. Warna merah muda
hilang selama reaksi menunjukkan bahwa asam lemak tak jenuh telah
mereduksi pereaksi Iod Hubl (Fitriana, dkk., 2019).
2.9 Uji Gliserol
Gliserol adalah komponen utama trigliserida, ditemukan di lemak hewani,
minyak sayur, atau minyak mentah (Quispe, et all., 2013). Dalam uji ini
terjadi dehidrasi gliserol dalam bentuk bebas atau dalam lemak/minyak
menghasilkan aldehid akrilat atau akrolein. Identifikasi dapat dilakukan
dengan pemanasan dengan kalium disulfat P, terjadi uap merangsang jika
dibakar dengan natrium tetraborat P diatas nyala api terjadi nyala hijau
(Depkes RI, 1979).
2.10 Uji Jarak Beku
Uji ini bersifat kualitatif dan digunakan untuk mengetahui perbedaan titik
beku masing-masing minyak lemak. Adapun contoh dari beberapa minyak
lemak yang digunakan adalah Oleum Sesami dengan titik beku campuran
kering asam lemak antara 20˚ dan 25˚, Oleum Olivarum di bawah 106˚
menjadi kental dan lebih keruh karena terjadinya pemisahan hablur halus, dan
pada 0˚ menjadi benda yang berbutir-butir seperti salep, Oleum Arachidis
cairan menjadi keruh pada suhu tidak kurang dari 37˚ (Depkes RI, 1979), dan
Oleum Cocos pada 5 ˚-10 ˚ menjadi padat, pada 15 ˚-20 ˚ menjadi lunak
(Depkes RI, 1979).
2.11 Uji Jarak Lebur
Uji penentuan jarak lebur bertujuan untuk mengetahui peleburan sampel
yakni lemak pada suhu tertentu. Jarak lebur adalah suhu awal dan suhu akhir
peleburan zat. Adapun contoh dari minyak lemak tersebut adalah Oleum
Cacao: suhu lebur 31˚-34˚C, Cera alba: suhu lebur 62˚-65˚C, Cetacium: suhu
lebur 42˚-50˚C (Depkes RI, 1979), dan Adeps lanae: suhu lebur 38˚-44˚C
(Depkes RI, 2014).
2.12 Uji Sterol dengan Reaksi Liebermann Burchard
Prinsip dari metode uji ini adalah apabila kolesterol direaksikan dengan
asam acetat anhidrid dan asam sulfat pekat dalam lingkungan bebas air, maka
akan terbentuk warna hijau - biru yang intensitas akibat pembentukan polimer
hidrokarbon tak jenuh. Pada reaksi Liebermann-Burchard larutan akan
berubah warna dengan segera menjadi merah dengan cepat akan menjadi biru-
violet (Kolekalsiterol kolesterol) dan untuk selanjutnya akan menjadi hijau
(ergokalsiferol) (Schunack, et al., 1990).
2.13 Uji Khusus Oleum Lini
Uji khusus pada oleum lini dilakukan untuk mengetahui sifat khusus yang
dimiliki oleh oleum lini yakni dapat mengering dan ditandai dengan
penebalan minyak pada paparan udara, adanya lapisan pada kaca membentuk
vernis yang keras dan transparan. Uji ini dilakukan dengan mengoleskan satu
tetes oleum lini pada objek gelas yang dibiarkan mengering sehingga
membentuk lapisan vernis yang keras (Tim Pengampu Praktikum
Farmakognosi Farmasi, 2020).
2.14 Uji Khusus Oleum Sesamol
Oleum sesamol atau minyak wijen merupakan minyak yang berasal dari
biji wijen (Sesamum indicum L.). Dalam uji ini, Identifiksi oleum sesamol
dapat dilakukan dengan mengocok 1 ml larutan 100 mg gula dalam 10 ml
asam klorida P selama 30 menit, Lapisan asam menjadi merah muda yang jika
dibiarkan berubah menjadi merah (perbedaan dari minyak lemak lain)
(Depkes RI, 1979).
BAB III
ALAT, BAHAN DAN SKEMA KERJA
3.1 Alat
1. Kertas saring dan Pipet
2. Tabung reaksi
3. Pipet tetes
4. Gelas ukur
5. Gelas arloji
6. Lampu spiritus
7. Penangas es
8. Penangas air
9. Gelas objek
3.2 Bahan
1. Minyak Lemak (Minyak Kelapa, Minyak Zaitun, Minyak Licin (Cat),
Minyak Wijen, Minyak Kelapa Sawit, Minyak Kedelai, Minyak Jagung)
2. Eter
3. Biji-bijian yang mengandung lemak (Kacang Tanah dan Biji Kemiri)
4. Pelarut (Eter, Petroleum Eter, Kloroform, Etanol 95%)
5. Air
6. Sabun
7. Minyak Paraffin
8. Larutan NaOH 2N
9. Larutan HCl 2N
10. Larutan CaCl2 2%
11. Larutan MgSO4 2%
12. Larutan 15 gram Raksa (II) Klorida
13. Etanol 95%
14. Larutan Iodium
15. Kalium Hidrogen Sulfat
16. Gliserol
17. Amilum
18. Lemak Padat (Oleum Cacao, Cera Alba, Cetaceum, Adeps Lanae)
19. Asam Asetat Anhidrida
20. Asam Sulfat Pekat
21. Larutan Sakarosa 10%
22. HCl Pekat

3.3 Skema Kerja


3.3.1 Uji Noda Lemak
a. Untuk Minyak Lemak

Diteteskan minyak lemak pada kertas saring

Dibiarkan mengering

Diamati noda lemak yang jernih dan transparan

b. Untuk Bahan Nabati

Dilakukan penyarian biji dengan eter

Diteteskan sari eter pada kertas saring

Diamati noda lemak yang jernih

Dipilih biji yang kering dan sari eter yang jernih

Hasil pengamatan dicatat pada tabel hasil pengamatan


3.3.2 Uji Kelarutan

Diambil satu tetes minyak lemak

Diambil salah satu pelarut, diteteskan sampai minyak tepat larut

Dicatat jumlah tetes pelarut yang digunakan pada tabel hasil


pengamatan

3.3.3 Uji Pembentukan Emulsi

Ditambahkan satu tetes minyak kelapa pada tabung reaksi dengan 5


mL air

Dikocok dan diamati yang terjadi

Ditambahkan satu tetes minyak kelapa pada tabung reaksi dengan 5


mL air dan ditambahkan juga sabun yang telah dilarutkan dalam air
terlebih dahulu

Dikocok dan diamati yang terjadi

Hasil pengamatan dicatat dalam tabel pengamatan


3.3.4 Pembentukan Sabun (Saponifikasi)

Dididihkan 1 mL minyak lemak dalam 2 mL larutan NaOH 2N

Ditambahkan 3 mL air, diamati sabun yang terjadi

Dibagi larutan sabun menjadi 3 bagian yang sama

Bagian I dinetralkan dengan larutan HCl 2N

Bagian II ditambahkan dengan larutan CaCl2

Bagian III ditambahkan dengan larutan MgSO4

Diamati yang terjadi dan dicatat pada tabel hasil pengamatan

Cara kerja diulang pada minyak paraffin

Diamati yang terjadi dan dicatat pada tabel hasil pengamatan

3.3.5 Uji Ketidak Jenuhan

Dimasukkan 0,2 mL minyak beserta pasangannya ke dalam 2


tabung reaksi

Ditambahkan 10 mL kloroform
Diteteskan pereaksi Hubl sampai warna iodium dalam idioform
tetap ungu

Dicatat volume pereaksi Hubl yang digunakan

3.3.6 Uji Gliserol

Dimasukkan serbuk kalium hidrogen sulfat setinggi 5 mm ke dalam


tabung reaksi yang tahan panas

Diteteskan gliserol sebanyak 5 tetes

Ditambahkan sedikit demi sedikit serbuk kalium hidrogen sulfat

Dipanaskan pelan-pelan pada nyala lampu spiritus sampai tercium


bau merangsang air mata

Diulang langkah kerja untuk minyak kelapa dan amilum

Dicatat hasil yang terjadi pada tabel pengamatan

3.3.7 Penetapan Jarak Beku

Didinginkan minyak lemak sebanyak 2 mL secara perlahan dalam


penangas es.

Diamati suhunya, dimulai dari terjadi kekeruhan sampai membeku


Dicatat hasil pengamatan pada tabel pengamatan

3.3.8 Penetapan Jarak Lebur

Disiapkan lemak padat (oleum cacao, cera alba, cetaceum, adeps


lanae)

Dipanaskan lemak padat hati-hati (diusahakan kenaikan suhu


2°C/menit) dalam penangas air

Dicatat suhunya mulai meleleh sampai meleleh sempurna

Hasil pengamatan dicatat pada tabel

3.3.9 Uji Adanya Sterol dengan Reaksi Liebermann Burchard

Dilarutkan pepuluh tetes minyak kelapa atau 0,5 gram adeps lanae
dalam 5 mL kloroform.

Ditambahkan asam asetat anhidrida 1 mL dan asam sulfat pekat 2


tetes dengan hati-hati.

Dicampur dan diamati warna yang terjadi (reaksi positif apabila


terjadi warna hijau zamrud).
3.3.10 Uji Khusus Oleum Lini

Diratakan satu tetes minyak pada gelas objek.

Dibiarkan mengering di udara

Hasil pengamatan dicatat dalam tabel pengamatan

3.3.11 Uji Khusus Oleum Sesamol

Dicampurkan minyak wijen 2 mL dengan larutan sakarosa 10%


dalam HCl pekat.

Diamati perubahan warna yang terjadi.

Hasil pengamatan dicatat pada tabel


BAB IV
HASIL JURNAL AKHIR

4.1 Hasil Jurnal Akhir


4.2 Hasil Pengamatan
1. Tabel Uji Noda Lemak
No Sampel Hasil Uji Interpretasi
Terdapat noda lemak
hilang (transparan)
1 Minyak Kelapa
menandakan minyak
berasal dari lemak
Terdapat noda lemak
2 Minyak Zaitun hilang (transparan)
berasal dari lemak

Terdapat noda lemak


3 Minyak Lini hilang (transparan)
berasal dari lemak

Terdapat noda lemak


4 Minyak Wijen hilang (transparan)
berasal dari lemak

Terdapat noda lemak


Minyak
5 hilang (transparan)
Kedelai
berasal dari lemak

Terdapat noda lemak


6 Minyak Jagung hilang (transparan)
berasal dari lemak

Terdapat noda lemak


Minyak Biji
7 hilang (transparan)
Kemiri
berasal dari lemak
Terdapat noda lemak
Minyak Biji
8 hilang (transparan)
Kacang Tanah
berasal dari lemak

2. Tabel Uji Kelarutan


2.1 Pelarut N-Heksana
Jumlah Tetesan
No Minyak Jagung Interpretasi
Pelarut
1 Minyak Jagung 8 Mudah larut
2 Minyak Lini 11 Larut
3 Minyak Wijen 11 Larut
4 Minyak Kedelai 3 Mudah larut
5 Minyak Kelapa 5 Mudah larut
6 Minyak Zaitun 5 Mudah larut

2.2 Pelarut Etil Asetat


Jumlah Tetesan
No Minyak Jagung Interpretasi
Pelarut
1 Minyak Jagung 6 Mudah larut
2 Minyak Lini 8 Mudah larut
3 Minyak Wijen 7 Mudah larut
4 Minyak Kedelai 5 Mudah larut
5 Minyak Kelapa 3 Mudah larut
6 Minyak Zaitun 4 Mudah larut
2.3 Pelarut Alkohol
Jumlah Tetesan
No Minyak Jagung Interpretasi
Pelarut
1 Minyak Jagung >40 Agak sukar larut
2 Minyak Lini 25 Larut
3 Minyak Wijen >40 Agar sukar larut
4 Minyak Kedelai >40 Agak sukar larut
5 Minyak Kelapa >40 Agak sukar larut
6 Minyak Zaitun >40 Agak sukar larut

3. Tabel Uji Pembentukan Emulsi


Sampel Larutan uji Hasil
Tidak terbentuk
Minyak kelapa baru Na2CO3
emulsi
Minyak kelapa baru Sabun Terbentuk emulsi
Minyak kelapa bekas Na2CO3 Terbentuk emulsi
Minyak kelapa bekas Sabun Terbentuk emulsi
https://123dok.com/document/yn92xwpq-uji-pembentukan-emulsi.html

4. Tabel Uji Pembentukan Sabun (saponifikasi)


Larutan
Sampel Hasil Keterangan
uji

Minyak Berbusa +
HCl
lemak bening
Minyak Berbusa +
CaCl2
lemak keruh

Berbusa +
Minyak
MgSO4 warna putih
lemak
susu

Parafin
HCl keruh
cair

Sedikit
Parafin
CaCl2 berbusa +
cair
keruh

Parafin Warna putih


MgSO4
cair susu

https://www.youtube.com/watch?v=Mxz18CkaHNM
5. Tabel Uji Ketidak-jenuhan
Jumlah Pereaksi Hubl
No Sampel Interpretasi
Hingga Warna Stabil
Terdapat sedikit
1 Minyak Kelapa 3 tetes
ikatan tak jenuh
Terdapat banyak
2 Minyak Jagung 50 tetes
ikatan tak jenuh
Terdapat banyak
3 Minyak Kedelai 63 tetes
ikatan tak jenuh
Minyak Kelapa Terdapat sedikit
4 4 tetes
Sawit ikatan tak jenuh

6. Tabel Uji Gliserol


Perubahan Bau
No Sampel Keterangan
Sebelum Sesudah
1 Minyak kelapa Bau minyak Tengik (+) akrolein
2 Gliserol Tidak berbau Tengik (+) akrolein

7. Tabel Uji Penetapan Jarak Beku


Suhu Timbul
Suhu Minyak Rentang Jarak
Warna
No Nama Sampel Memadat Beku (dalam
Keruh
(dalam oC) oC)
(dalam oC)

1 Minyak Jagung 22 20 2oC


2 Minyak Lini -22 -25 3oC
3 Minyak Wijen 8 6 2oC
4 Minyak Kedelai -10 -15 5oC
5 Minyak Kelapa 25 23 2oC
6 Minyak Zaitun 8 6 2oC
8. Tabel Uji Penetapan Jarak Lebur
Suhu
Suhu Awal Rentang
Seluruh
Nam Timbul Jarak
No Sampel Interpretasi
Sampel Titik Leleh Lebur
Meleleh
(dalam oC) (dalam oC)
(dalam oC)

Melebur
sempurna
Cera
1 65 68 3oC tingkat
Alba
kemurnian
tinggi
Melebur
2 Cetaceum 43 50 7oC
sempurna
Melebur
sempurna,
Adeps
3 37 40 3oC tingkat
Lanae
kemurnian
tinggi

9. Tabel Uji Adanya Sterol dengan Reaksi Libreman Burchad


No Sampel Hasil Pengamatan Interpretasi

Terbentul larutan
berwarna putih/ bening
1 Minyak Kelapa yang menunjukan hasil uji
negative (-) mengandung
kolesterol
Terjadi perubahan warna
menjadi warna zamrud
2 Adeps Lanae meunjukan hasil uji positif
(+) mengandung
kolesterol

10. Tabel Uji Khusus Oleum Lini


Sampel Hasil Keterangan

Minyak lini
Oleum lini meninggalkan lapisan
vernis

https://www.youtube.com/watch?v=eM5S2uhCgHA

11. Tabel Uji Khusus Oleum Sesamol


Sampel Larutan Uji Keterangan
Sakarosa 10 %
Minyak wijen Warna merah muda
dalam HCl pekat
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Uji Noda Lemak


Uji noda lemak merupakan suatu uji yang dilakukan dengan
menggunakan kertas saring, dimana uji ini digunakan untuk mengidentifikasi
tanaman yang memiliki lipid didalamnya. Minyak lemak dan minyak atsiri
apabila diteteskan pada kertas akan meninggalkan noda trasnparsan, setelah
beberapa saat noda lemak akan tetap ada dan noda minyak atsiri akan
menghilang (Koensomardiyah, 2010). Uji noda lemak tersebut dilakukan
dengan cara meneteskan beberapa ekstrak pada kertas saring, kemudian
diamati. Apabila terdapat noda lemak pada kertas saring, berarti tumbuhan
tersebut dikatakan positif mengandung lemak (Somkuwar dan Kamble,
2013).
Berdasarkan video praktikum yang disediakan melalui OASE, digunakan
sampel yakni kacang tanah dan kemiri, didapatkan hasil bahwa pada kertas
saring meninggalkan noda transparan. Hal ini dapat terjadi dikarenakan
sampel tersebut dapat menguap agak cepat, sehingga menghasilkan bekas
noda transparan (Chairunnisa, 2019). Sehingga dapat dikatakan bahwa
sampel tersebut positif mengandung lemak.

Gambar 1. Hasil Uji Noda Lemak pada Biji Kemiri (Kiri)

dan pada Kacang Tanah (Kanan)


Kemudian, berdasarkan data pada excel yang diberikan oleh dosen
pengampu praktikum, digunakan beberapa sampel dan berikut merupakan
hasil dari pengujian terhadap masing-masing sampel:

 Minyak kelapa : Pada uji noda lemak dengan sampel


minyak kelapa terdapat noda bercak
yang menandakan bahwa sampel
tersebut positif (+) atau mengandung
minyak lemak

 Minyak zaitun : Pada uji noda lemak dengan sampel


minyak zaitun terdapat noda bercak
yang menandakan bahwa sampel
tersebut positif (+) atau mengandung
minyak lemak

 Minyak lini : Pada uji noda lemak dengan sampel


minyak lini terdapat noda bercak yang
menandakan bahwa sampel tersebut
positif (+) atau mengandung minyak
lemak
 Minyak wijen : Pada uji noda lemak dengan sampel
minyak wijen terdapat noda bercak yang
menandakan bahwa sampel tersebut
positif (+) atau mengandung minyak
lemak
 Minyak kedelai : Pada uji noda lemak dengan sampel
minyak kedelai terdapat noda bercak
yang menandakan bahwa sampel
tersebut positif (+) atau mengandung
minyak lemak
 Minyak jagung : Pada uji noda lemak dengan sampel
minyak jagung terdapat noda bercak
yang menandakan bahwa sampel
tersebut positif (+) atau mengandung
minyak lemak

 Biji kemiri : Pada uji noda lemak dengan sampel biji


kemiri terdapat noda bercak yang
menandakan bahwa sampel tersebut
positif (+) atau mengandung minyak
lemak

 Biji kacang tanah : Pada uji noda lemak dengan sampel biji
kacang tanah terdapat noda bercak yang
menandakan bahwa sampel tersebut
positif (+) atau mengandung minyak
lemak

5.2 Uji Kelarutan


Uji kelarutan dapat dilakukan dengan cara meneteskan satu tetes minyak
lemak atau beberapa mL minyak lemak dair suatu tanaman yang ditambahkan
suatu pelarut sampai minyak tersebut tepat larut, kemudian dicatat berapa
tetes atau berapa volume yang digunakan dalam melarutkan suatu minyak.
Dari video yang telah disediakan pada OASE, didapatkan bahwa minyak
lemak tidak larut dalam air, etanol, natrium karbonat, dan larut pada
kloroform, eter serta benzene. Hal tersebut dikarenakan minyak lemak
bersifat ampifilik, yang dimana kepalanya bersifat hidrofilik dan ekornya
bersifat hidrofobik. Minyak cenderung bersifat non polar dan akan larut dalam
air jika ditambahkan surfaktan atau emulgator.
Berdasarkan data pada excel yang telah diberikan, didapatkan hasil
sebagai berikut:
a. Pelarut : N-Heksana

Sampel Perbandingan Keterangan


Minyak jagung 1:8 Mudah larut
Minyak lini 1 : 11 Larut
Minyak wijen 1 : 11 Larut
Minyak kedelai 1:3 Mudah larut
Minyak kelapa 1:5 Mudah larut
Minyak zaitun 1:5 Mudah larut

b. Pelarut : Etil Asetat

Sampel Perbandingan Keterangan


Minyak jagung 1:6 Mudah larut
Minyak lini 1:8 Mudah larut
Minyak wijen 1:7 Mudah larut
Minyak kedelai 1:5 Mudah larut
Minyak kelapa 1:3 Mudah larut
Minyak zaitun 1:4 Mudah larut

c. Pelarut : Pelarut Alkohol

Sampel Perbandingan Keterangan


Minyak jagung 1 : >40 Agak sukar larut
Minyak lini 1 : 25 Larut
Minyak wijen 1 : >40 Agak sukar larut
Minyak kedelai 1 : >40 Agak sukar larut
Minyak kelapa 1 : >40 Agak sukar larut
Minyak zaitun 1 : >40 Agak sukar larut
Berdasarkan hasil diatas, didapatkan bahwa sampel memiliki sifat
kelarutan yang berbeda-beda sesuai dengan pelarut yang digunakan. Hal
tersebut dikarenakan kelarutan minyak tergantung pada kecepatan daya
larut dan kualitas minyak. Biasanya minyak yang kaya akan komponen
hidrokarbon teroksigenasi lebih mudah larut dalam alkohol dari pada yang
kaya akan terpena. Kelarutan minyak juga dapat dipengaruhi oleh kondisi
penyimpanan yang kurang baik. Faktor-faktor seperti cahaya, udara dan
adanya air biasanya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak baik (Kojong,
dkk., 2013).

5.3 Uji Pembentukan Emulsi

Emulsi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat cari atau


larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat
pengemulsi atau surfaktan yang cocok (Depkes RI, 1979). Emulsi juga dapat
dikatakan sebagai sistem 2 fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam
cairan yang lain dalam bentuk tetesan kecil (Depkes RI, 1995). Kita ketahui
bersama apabila air ditambahkan dengan minyak maka akan terbentuk 2
fase yang tidak larut atau tidak bercampur satu sama lain. Hal ini
dikarenakan air bersifat polar sedangkan minyak bersifat non polar. Pada
percobaan, minyak berada pada permukaan atas, hal ini disebabkan karena
massa jenis minyak lebih kecil dari pada air. Selanjutnya, apabila air dan
minyak ditambahkan dengan sabun maka air dan minyak akan bercampur
serta membentuk buih atau busa.
Berdasarkan video praktikum yang disediakan melalui OASE,
didapatkan hasil bahwa setelah minyak kelapa di dalam tabung reaksi
ditambahkan air dan dikocok dihasilkan bahwa minyak tersebut terdispersi
ke dalam air, sehingga membentuk emulsi. Namun emulsi yang terbentuk
dalam hal ini tidak stabil. Kemudian setelah ditambahkan 1 tetes sabun,
emulsi tersebut membentuk sebuah selaput yang disekelilingi oleh butiran
yang terdispersi dan membungkusnya, sehingga dapat dikatakan bahwa
emulsi tersebut stabil. Hal tersebut sesuai dengan teori atau pustaka yang
ada bahwa tanpa penambahan emulsifier emulsi minyak – air hanya mampu
bertahan kurang lebih selama 17 detik dan emulsi tersebut akan segera pecah
dan terpisah menjadi fase terdispersi dan medium pendispersinya yang
ringan akan terapung di atas yang berat. Namun jika dilakukan penambahan
emulsifier pada campuran tersebut, emulsi tersebut akan mampu
membentuk sebuah selaput (film) yang di sekeliling butiran yang terdispersi
dan membungkusnya, sehingga usaha antara butiran yang sejenis untuk
bergabung kembali akan terhalang oleh emulsifier tersebut, sehingga dapat
dikatakan bahwa emulsi tersebut stabil. Emulsifier menstabilkan suatu
dengan cara menurunkan tegangan antarmuka permukaan air dan minyak
serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul fasa
terdispersinya (Silsia, dkk., 2017).

Gambar 2. Hasil Uji Pembentukan Emulsi

5.4 Pembentukan Sabun (Saponifikasi)


Saponifikasi meupakan suatu proses di mana trigliserida dikombinasikan
suatu basa kuat untuk membentuk garam asam lemak (Vidal, et al, 2018).
Secara keseluruhan pembentukan sabun pada HCl akan menghasilkan produk
yakni berupa gliserol. Pembentukan sabun pada CaCl2 juga menghasilkan
produk berupa gliserol dan pada MgSO 4 dihasilkan produk berupa sabun. Dari
video yang telah disediakan pada OASE, didapatkan hasil bahwa dengan
sampel minyak lemak pada tabung I yang direaksikan dengan HCl 2N terjadi
perubahan warna putih bening dan berbusa (terbentuk dua lapisan, dimana
lapisan atas merupakan lemak yang teremulsi dan lapisan bawah adalah
larutan HCl). HCl dalam hal ini berfungsi untuk menguji sifat kimia sabun
transparan atau untuk mengetahui proses pembutan asam minyak. Lalu pada
tabung II minyak lemak ditambahkan CaCl2 terjadi warna putih keruh serta
berbusa yang menandakan larutan tersebut positif (+) dan setelah larutan
didiamkan, terdapat endapan garam yang banyak. Endapan berasal dari
pembentukan ikatan Ca + dengan larutan sabun. Endapan yang terbentuk ada
tabung reaksi pertama menunjukkan adanya pembentukan garam
(Widyasanti, dkk., 2017). Selanjutnya pada tabung III (lemak minyak
ditambahkan MgSO4) terjadi perubahan warna putih susu serta berbusa yang
menandakan pada larutan positif (+) dan mengandung endapan garam.
Selanjutnya dengan sampel parafin cair yang dtambahkan HCl pada Tabung
I dihasilkan warna yang keruh. Kemudian pada tabung II parafin cair
ditambahkan dengan CaCl2 didapatkan hasil sedikit berbusa dan warna
menjadi keruh. Dan pada tabung III parafin cair ditambahkan MgSO4
didapatkan perubahan warna menjadi warn putih susu. Hal tersebut sesuai
yang tertera pada pustaka bahwa uji saponifikasi minyak berlangsung positif
apabila terjadi melarutnya semua bahan dan terjadi reaksi penyabunan yaitu
reaksi hidrolisis basa kuat (Depkes RI, 1995).
Gambar 3. Hasil Uji Pembentukan Sabun (Saponifikasi)

5.5 Uji Ketidakjenuhan


Uji ketidakjenuhan digunakan untuk mengetahui asam lemak yang diuji
merupakan asam lemak jenuh atau asam lemak tidak jenuh. Iod Hubl
digunakan sebagai indikator perubahan. Semakin besar bilangan iodin
semakin tinggi ketidakjenuhannya (Salirawati, 2007). Reaksi positif ditandai
dengan timbulnya warna merah muda, lalu warna kembali lagi menjadi warna
asal (bening). Warna yang kembali ke warna asal menandakan bahwa banyak
ikatan rangkap pada rantai hidrokarbon asam lemak. Warna merah muda
hilang selama reaksi menunjukkan bahwa asam lemak tak jenuh telah
mereduksi pereaksi Iod Hubl (Fitriana & Fitri, 2019). Berdasarkan data pada
excel yang diberikan, didapatkan hasil sebagai berikut:
 Minyak Kelapa + 3 tetes Hubl = Jenuh
 Minyak Jagung + 50 tetes Hubl = Tak Jenuh
 Minyak Kedelai + 63 tetes Hubl = Tak Jenuh
 Minyak Kelapa Sawit + 4 tetes Hubl = Jenuh

Pada hasil percobaan, minyak kelapa dan minyak kelapa sawit


memberikan hasil positif mengandung asam lemak jenuh yang ditandai
dengan hilangnya warna merah muda, sedangkan minyak jagung dan minyak
kedelai memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh karena warna minyak
tetap berwarna kuning.
5.6 Uji Gliserol

Berdasarkan video yang telah disediakan pada OASE, dijelaskan bahwa


uji gliserol merupakan suatu uji yang bertujuan untuk mengidentifikasi
adanya gliserol dalam suatu lipid. Langkah yang dapat dilakukan pada uji ini
yakni dimasukkan ke dalam tabung reaksi 0,5 cm KHSO4, lalu ditambahkan
0,5 cm lipid, kemudian ditambahkan KHSO4 kembali dengan volume yang
sama yaitu dengan ketinggian 0,5 cm pada tabung reaksi. Setelah itu,
campuran dipanaskan sehingga terjadi suatu reaksi. Reaksi yang terjadi yaitu
jika gliserol dipanaskan dengan kalium bisulfat (KHSO4) maka dehidrasi
akan terjadi dan akroleinaldehid yang terbentuk memiliki karakteristik bau
yang khas. Jadi dapat disimpulkan bahwa jika sampel yang di uji mengadung
gliserol maka akan terbentuk bau atau aroma yang khas atau yang disebut
dengan akrolein. Bau dari sampel disebabkan oleh adanya reaksi antara
molekul oksigen dengan asam lemak berikatan ganda. Bau akrolein juga
terjadi bila triasilgrilserol yang mengandung asam lemak tak jenuh
mengalami proses oksidasi (Fitriana & Fitri, 2019). Uji gliserol ini juga dapat
menentukan kualitas minyak yang di uji. Semakin pekat aroma akrolein maka
semakin rendah kualitas minyak yang di uji.

5.7 Penetapan Jarak Beku

Percobaan ini bertujuan untuk menetapkan jarak beku suatu lipid. Hasil
dari uji jarak beku ini dapat menentukan kemurnian suatu lipid. Semakin besar
rentang jarak beku maka lipid semakin tidak murni, begitupun sebaliknya
apabila rentang jarak beku semakin kecil maka semakin murni suatu lipid.
Berdasarkan data pada excel yang diberikan, didapatkan hasil sebagai berikut:
Sampel Jarak Beku Rentang
Minyak Jagung a= 22oC, b= 20oC 2oC
Minyak Lini a= -22oC, b= -25oC 3oC
Minyak Wijen a= 8oC, b= 6oC 2oC
Minyak Kedelai a= -10oC, b= -15oC 5oC
Minyak kelapa a= 25oC, b= 23oC 2oC
Minyak Zaitun a= 8oC, b= 6oC 2oC

Berdasarkan hasil percobaan, dapat diketahui bahwa minyak jagung,


minyak lini, minyak wijen, minyak kelapa, dan minyak zaitun memiliki
rentang jarak beku yang kecil (2oC-3oC). Hasil tersebut menandakan bahwa
minyak tersebut memiliki sifat yang murni dan tidak banyak mengandung zat
lain. Namun, minyak kedelai memiliki rentang jarak beku yang besar yaitu
5oC. Hasil tersebut menandakan bahwa minyak kedelai tidak murni
dibandingkan lima minyak lainnya.
5.8 Penetapan Jarak Lebur
Dalam bidang farmasi, suatu senyawa obat murni dapat ditentukan
kemurniannya salah satunya dengan jalan penentuan titik leburnya. Selain itu
penentuan titik lebur dari suatu bahan obat juga digunakan dalam pembuatan
sediaan obat (terutama untuk obat yang diberikan melalui rektal), dan
diperlukan pada penentuan cara penyimpanan suatu sediaan obat agar tidak
mudah rusak pada suhu kamar/tertentu. Titik lebur suatu cairan ialah suhu
pada saat tekanan uap jenuh cairan itu sama dengan tekanan luar (tekanan
yang dikenakan pada permukaan cairan). Apabila tekanan uap sama dengan
tekanan luar, maka gelembung uap yang terbentuk dalam cairan dapat
mendorong diri ke permukaan menuju fase gas. Oleh karena itu, titik didih
suatu cairan bergantung pada tekanan luar (Kosman, 2005). Suhu awal dicatat
pada saat zat mulai menciut atau membentuk tetesan pada dinding pipa
kapiler, suhu akhir dicatat pada saat hilangnya fase padat. (Dirjen POM,
1979). Untuk penentuan apakah senyawa tersebut murni atau tidak, selain
menentukan titik leburnya, perlu juga diperhatikan jarak lebur dari senyawa
tersebut sebagai parameter kemurnian senyawa yang diperoleh. Jarak lebur
zat adalah jarak antara suhu awal dan suhu akhir peleburan zat. Jarak lebur
dari zat yang didapatkan pada pengukuran di laboratorium harus berada
dikedua suhu jarak lebur yang terdapat dalam monografi, atau tidak boleh
berbeda lebih dari 2o dari suhu lebur yang tertera.
Gambar 4. Hasil Percobaan Menghitung Jarak Titik Lebur

Dalam praktikum ini digunakan sampel cetaceum, cera alba dan adeps
lanae. Dalam farmakope, suhu dari cetaceum 42oC sampai 50o. Dalam
pengamatan didapatkan suhu awal 43oC dan suhu akhir 50oC, dan memiliki
jarak lebur 7 oC. Hal ini menunjukkan bahwa data pengamatan cetaceum
memiliki tingkat kemurnian senyawa yang cukup tinggi dan tidak berbeda
dengan data pada farmakope. Dalam farmakope, suhu dari cera alba 62oC
sampai 65oC. Dalam pengamatan didapatkan suhu awal 65oC dan suhu akhir
68oC, dan memiliki jarak lebur 3 oC. Hal ini menunjukkan bahwa data
pengamatan cera alba memiliki tingkat kemurnian senyawa yang cukup,
namun ada ketidaksignifikanan data pengamatan dengan suhu pada
farmakope. Hal ini kemungkinan terjadi akibat adanya beberapa unsur lain
yang terkandung dalam cera alba, seberapa lama penyimpanan senyawa yang
digunakan (cera alba). Dalam farmakope, suhu dari adeps lanae 30oC sampai
45oC. Dalam pengamatan didapatkan suhu awal 37oC dan suhu akhir 40oC,
dan memiliki jarak lebur 3 oC. Hal ini menunjukkan bahwa data pengamatan
adeps lanae memiliki tingkat kemurnian senyawa yang cukup, namun ada
ketidaksignifikanan antara farmakope dan data pengamatan. Hal ini
kemungkinan terjadi akibat adanya beberapa unsur lain yang terkandung
dalam adeps lanae, seberapa lama penyimpanan senyawa yang digunakan
(adeps lanae).
5.9 Uji Sterol dengan Liebermann-Burchard
Uji sterol digunakan dalam penentuan adanya sterol/kolesterol tidak
jenuh. Digunakan asam anhidrid, kloroform, dan asam sulfat pekat yang
bertindak sebagai pereaksi Liebermann Burchard, berfungsi untuk
mengidentifikasi adanya sterol dalam suatu larutan. Dalam percobaan ini
digunakan minyak kelapa dan adeps lanae. Minyak kelapa yang
direaksikan dengan pereaksi Liebermann Burchard perubahan warna larutan
menjadi bening disebabkan karena di dalam minyak kelapa tidak terkandung
kolesterol (artinya ia bereaksi negatif). Hal ini karena minyak kelapa
merupakan minyak nabati, sementara kolesterol tidak terkandung dalam
tumbuh-tumbuhan termasuk minyak nabati, hasil menunjukkan minyak
kelapa tidak mengandung kolesterol (Anggraini dan Nabillah, 2018).

Gambar 5. Hasil Minyak Kelapa (kiri) dan Adeps Lanae (kanan)

Hal ini juga selaras dengan data pengamatan yang menunjukkan minyak
kelapa berwarna bening. Sedangkan adeps lanae menunjukkan warna hijau.
Hal ini menunjukkan bahwa adeps lanae mengandung sterol. Menurut teori
konsentrasi minyak hewani yang besar ditunjukkan dengan warna hijau pekat.
Yang mana pada data ditunjukkan dengan adanya perubahan positif pada
adeps lanae yang menunjukkan warna hijau. Adeps lanae (lemak bulu domba)
merupakan salah satu contoh lemak hewani yang sering digunakan sebagai
basis salep.
5.10 Uji Oleum Lini
Oleum lini merupakan salah satu jenis minyak lemak yang memiliki titik
beku rendah dan mengandung asam lemah tak jenuh berkadar tinggi, sehingga
pada pengeringan atau jika dibiarkan di udara terbuka akan menyebabkan
minyak lini mengeras dan membentuk lapisan vernis. Lapisan ini muncul
akibat oksidasi yang terjadi terhadap asam lemak dalam minyak lini. Minyak
ini berwarna kuning atau kecoklatan dan memiliki rasa dan bau yang khas
(Depkes RI, 1979). Dalam praktikum ini terlihat data bahwa terbentuk vernis
dan oleum lini mengeras setelah diletakkan di atas kaca objek.

Gambar 6. Hasil Uji Oleum Lini

5.11 Uji Oleum Sesamol


Minyak Wijen (Oleum sesami), adalah minyak lemak yang diperoleh
dengan pemerasan biji Sesamum indicum L. Adapun kelarutan dari oleum
sesamol : sukar larut dalam etanol (95%) P, mudah larut dalam kloroform P,
dalam eter P dan dalam eter minyak tanah P. Oleum sesamol berupa cairan,
kuning pucat, bau lemah, rasa tawar, tidak beku pada suhu 0° (Depkes, 1979).
Setelah dimurnikan, minyak berwarna kuning pucat dan tidak menimbulkan
gejala kabut pada suhu 0°C. Minyak wijen tidak berbau dan mempunyai rasa
gurih (Depkes, 1979). Salah satu uji oleum sesamol adalah uji bouduin yang
ada dalam farmakope. Uji ini dilakukan dengan cara menambahkan larutan
HCl ke dalam minyak (oleum sesamol). Minyak yang telah ditambahkan
larutan HCl yang mengandung gula dan ditambahkan air maka akan berwarna
merah.
BAB VI

KESIMPULAN

Berdasarkan data pengamatan dan pembahasan dapat kami Tarik kesimpulan


sebagai berikut:

6.1 Penggolonggan minyak lemak, lemak, dan lilin berdasarkan pada sifat fisika-
kimia yang meliputi organoleptis, kemudahan dalam melarut, titik lebur, titik
beku, noda lemak, nkejenuhan, kemampuan melakukan saponifikasi.
6.2 Identifikasi minyak lemak, lemak dan lilin yang dilakukan dalam praktikum
ini meliputi uji noda lemak yang bertujuan untuk mengidentifikasi kandungan
lipid dalam tanaman menunjukan hasil positif apabila terbentuknya noda
lemak pada kertas saring, uji kelarutan dimana uji ini membandingkan tingkat
kelarutan beberapa minyak lemak terhadap suatu penglarut, uji saponifikasi
(penyabunan) dikatakan positif apabila hasil positif terjadi melarutnya semua
bahan dan terjadinya reaksi hidrolisis basa kuat, uji ketidakjenuhan uji ini
positif ditandai dengan timbulnya warna merah muda, lalu warna kembali lagi
menjadi warna asal (bening), uji gliserol dikatakan positif bila terbentuk bau
dan aroma yang khas yang disebut akrolein, penetapan jarak beku dimana
semakin besar rentang jarak beku maka lipid semakin tidak murni, begitupun
sebaliknya, penetapan jarak lebur arak lebur dari zat yang didapatkan pada
pengukuran dilaboratorium harus berada dikedua suhu jarak lebur yang
terdapat dalam monografi, uji sterol dimana uji ini digunakan dalam
penentuan adanya sterol/kolesterol tidak jenuh, uji pembentukan emulsi
didapatkan hasil bahwa setelah minyak kelapa di dalam tabung reaksi
ditambahkan air dan dikocok dihasilkan bahwa minyak tersebut terdispersi ke
dalam air sehingga membentuk emulsi, kemudian uji oleum lini dimana pada
uji ini akan terbentuk vernis dan oleum lini mengeras setelah diletakkan di
atas kaca objek.
DAFTAR PUSTAKA

Angelina, Ika Okhtora, 2016. Analisis Kadar Lemak Pada Tepung Ampas Kelapa,
Jtech, Volume 4(1), 19- 23.
Anggraini, D.I, Nabillah, L.F, 2018. Activity Test of Suji Leaf Extract (Dracaena
angustifolla Roxb) on in vitro Cholesterol Lowering, Journal of Scientific
and Applied Chemistry, Vol. 21(2), 54 – 58.
Chairunnisa, D. C, 2019. Identifikasi Minyak Lemak, Lemak, dan Lilin. Jawa
Tengah: Stikes Bhamada Slawi.
Depkes RI, 2004. Ilmu Resep Jilid II. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta, Hal: 23.
Depkes RI, 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V Buku II. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Depkes RI, 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta, Hal 9.
Depkes RI, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta, Hal 6-7, 950.
Ditjen POM, 1979. Farmakope Indonesia. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Endarini, L.H, 2016. Farmakognosi dan Fitokimia. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta, 37-46.
Fessenden, R. J., Fessenden, J.S., 1997. Kimia Organik, Edisi Ketiga Jilid I.
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Fessenden, R.J., dan J.S. Fessenden, 1982. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 2.
Erlangga, Jakarta, 319-352.
Fitriana, Y. A., & Fitri, A. S, 2019. Uji Lipid Pada Minyak Kelapa, Margarin, dan
Gliserol, Sainteks. Vol. 16(1), 19-23
Mamuaja, C.F, 2017. Lipida. Unsrat Press, Manado, 1-35, 83-87.
Kojong, V. C. O., Sangi, M. S., dan Pontoh, J, 2013. Uji Kualitas Minyak Biji Adas
(Foeniculum vulgare) yang diperoleh dengan Metode Soxhletasi, Jurnal
MIPA, 2(2), 126-127.
Koensomardiyah, 2010. A to Z Minyak Atsiri Untuk Industri Makanan dan Aroma
Terapi. Andi Publisher, Jakarta, Andi Publisher, Hal 9.
Kosman, R, 2005. Kimia Fisika. Universitas Muslim Indonesia, Makassar.
Orsavova, Jana, Ladislava Misurcova, Jarmila Vavra Ambrozova, Robert Vicha,
and Jiri Mlcek, 2015. Fatty Acids Composisiton of Vegetable Oils and Its
Contribution to Directly Energy Intake and Dependence of Cardiovascular
Mortality on Dietary Intake of Fatty Acids, International Journal of
Molecular Sciences. 16(6), 12871-12890.
Quispe, C.A., Coronado, C.J.R., Carvalho, J.A, 2013. Glycerol: Production,
consumption, prices, characterization and new trends in combustion,
Renewable and Sustainable Energy Reviews, 27 (2013), 475–493.
Salirawati, D, 2007. Belajar Kimia Menarik Untuk Kimia SMA Kelas XII.
Grasindo, Jakarta.
Silsia, D., Fitri E. D. S. dan Idha M, 2017. Karakteristik Emulsifier Mono-Diasil
Gliserol (MDAG) dari Crude Palm Oil (CPO) yang berasal dari Fat Pit
pada Berbagai Konsentrasi Katalis NaOH, Jurnal Teknologi dan Industri
Pertanian Indonesia, 9(2), 82-88.
Somkuwar, Dipali O., V.A. Kamble, 2013. Phytochemical Screening of Ethanolic
Extracts of Stem, Leaves, Flower and Seed Kernel of Mangifera indica L,
International Journal of Pharma and Bio Science, Hal 385.
Salirawati et al, 2007. Belajar Kimia Menarik. Grasindo, Jakarta.
Schunack, Walter; Mayer, Klaus and Haake; Manfred, 1990. Senyawa Obat, Buku
Pelajaran Kimia Farmasi. Edisi kedua. (Terjm. Joke R. Wattimena dan
Sriwoelan Soebito). GMU-Press, Yogyakarta.
Solomon, Graham, 1988. Kimia Organik. Erlangga, Jakarta.
Tim Pengampu Praktikum Farmakognosi Farmasi, 2020. Identifikasi Minyak
Lemak, Lemak, dan Lilin. Jimbaran, Jurusan Farmasi Universitas
Udayana., Hal. 60.
Vidal, N. P., Adigun, O. A., Pham, T. H., Mumtaz, A., Manful, C., Callahan, G.,
Stewart, P., Keough, D., Thomas, R, 2018. The Effects of Cold
Saponification on the Unsaponified Fatty Acid Composition and Sensory
Perception of Commercial Natural Herbal Soaps, Molecules, 23, 1-20.
Widyasanti, A., Junita, S., Nurjanah, S, 2017. Pengaruh Konsentrasi Minyak
Kelapa Murni (Virgin Coconut Oil) Dan Minyak Jarak (Castor Oil)
Terhadap Sifat Fisikokimia Dan Organoleptik Sabun Mandi Cair, Jurnal
Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia, 9(1), 11-16.
Widyasanti, A., Farddani, C. L., dan Rohdiana, D, 2017. Pembuatan Sabun Padat
Transparan Menggunakan Minyak Kelapa Sawit (Palm Oil) Dengan
Penambahan Bahan Aktif Ekstrak Teh Putih (Camellia sinensis), Jurnal
Teknik Pertanian Lampung (Journal of Agricultural Engineering), 5(3).

Anda mungkin juga menyukai