TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tetrasiklin
Rumus Bangun:
9
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Farmakologi tetrasiklin
Hanya mikroba yang cepat membelah yang dipengaruhi obat ini (Setiabudy,
2012).
bakteri Gram-positif dan -negatif, -aerobik dan anaerobik. Selain itu, tetrasiklin
ulkus peptikum yang disebabkan oleh Helicobacter pylori (Katzung, dkk., 2004).
empat kali sehari dan pegobatan selama 10-14 hari (Chey dan Wong, 2007).
Untuk infeksi klamidia adalah 500 mg empat kali sehari selama 7 hari dan untuk
ini sebagian besar berlangsung di lambung dan usus halus bagian atas.
tetrasiklin dengan zat lain yang sukar diserap seperti kation Ca2+, Mg2+,
Fe2+, Al3+ yang terdapat dalam susu dan antasid). Oleh sebab itu sebaiknya
10
Universitas Sumatera Utara
serebrospinal (CSS) kadar golongan tetrasiklin hanya 10-20% kadar dalam
Penetrasi ke cairan tubuh lain dalam jaringan tubuh cukup baik. Obat
sumsum tulang, serta di dentin dan email gigi yang belum bererupsi.
Golongan tetrasiklin menembus sawar uri yang terdapat dalam air susu ibu
(Setiabudy, 2012).
(Setiabudy, 2012).
dalam empedu mencapai kadar 10 kali kadar serum. Sebagian besar obat
enterohepatik; maka obat ini masih terdapat dalam darah untuk waktu lama
setelah terapi dihentikan. Bila terjadi obstruksi pada saluran empedu atau
gangguan faal hati obat ini akan mengalami kumulasi dalam darah. Obat
eksfoliatif. Reaksi yang lebih hebat adalah edema angioneurotik dan reaksi
11
Universitas Sumatera Utara
anafilaksis. Demam dan eosinofilia dapat terjadi pada waktu terapi
b. Reaksi toksik dan iritatif: iritasi lambung paling sering terjadi pada
pemberian tetrasiklin per oral. Makin besar dosis yang diberikan, makin
sering terjadi reaksi ini. Keadaan ini dapat diatasi dengan mengurangi
bersama dengan makanan, tetapi jangan dengan susu atau antasid yang
timbul akibat iritasi dan harus dibedakan dengan diare akibat superinfeksi
lupus eritematosus diseminata, daya tahan tubuh yang lemah dan pasien
12
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Interaksi tetrasiklin
aluminium, magnesium, dan kalsium, sehingga resorpsinya dari usus gagal. Oleh
lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang
tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun sering dianggap
sebagai tukak (misalnya tukak karena stress). Tukak kronik berbeda dengan tukak
akut karena memiliki jaringan parut pada dasar tukak (Price dan Wilson, 1995).
bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung,
duodenum, dan setelah gastroenterostomi, juga jejunum (Price dan Wilson, 1995).
Gejala utama penyakit tukak lambung adalah adanya rasa sakit dan
pada tinja, muntah, dan tinja yang berwarna hitam menunjukkan bahwa terjadinya
lambung dan enzim pepsin ketika Helicobacter pylori, NSAIDs, atau faktor
13
Universitas Sumatera Utara
Hipersekresi dari asam lambung dan pepsin ini yang menghambat mekanisme
Penyebab ulkus peptikum yang lain adalah terlalu banyak sekret getah
lapisan mukus lambung dan duodenum, serta netralisasi asam lambung oleh getah
duodenum. Daerah keadaan normal yang terpapar getah lambung disuplai banyak
kelenjar mukosa, mulai dengan kelenjar mukosa komposit pada bagian bawah
pilorika dalam yang terutama menyekresi mukus, akhirnya kelenjar Brunner pada
duodenum atas yang menyekresi mukus yang sangat alkali (Guyton, 1990).
2.2.3 Patofisiologi
kali di identifikasi oleh dua ilmuwan austraslia pada tahun 1982. Helicobacter
mikroaerofilik, dan memiliki flagellata (Shah, et al., 2009). Bakteri ini dapat
ditemukan antara lapisan mukus dan permukaan sel epitel di lambung, atau pada
berbagai lokasi lapisan sel epitel dapat ditemukan. Kombinasi antara bentuk tubuh
14
Universitas Sumatera Utara
spiral dan flagel dari bakteri yang membantunya berpindah-pindah disekitar
dimana enzim ini menghidrolisis urea yang terdapat dalam cairan lambung dan
yang dihasilkan akan membentuk suasana netral dan mengelilingi tubuh bakteri
yang dapat membantu melindungi bakteri dari pengaruh asam di lambung. Bakteri
Helicobacter pylori dapat berpindah ketubuh lain melalui tiga jalur yaitu feses-
individu yang terinfeksi dan secara umum terkait dengan ulkus peptikum, kanker
lambung, dan mukosa jaringan limpoid. Namun, hanya sejumlah kecil yang
sekitar 20% atau kanker lambung kurang dari 1% (Berardi dan Welage, 2005).
dari luar tubuh maupun produk-produk pencernaan berupa asam dan enzim
proteolitik dapat merusak jaringan mukosa lambung. Oleh karena itu, lambung
15
Universitas Sumatera Utara
Lapisan mukosa lambung yang tebal merupakan garis depan pertahanan
terhadap trauma mekanis dan agen kimia. Prostaglandin terdapat dalam jumlah
lendir terhadap iritasi mekanis, osmotik, termis atau kimiawi dengan cara regulasi
sekresi asam lambung, sekresi mukus, bikarbonat, dan aliran darah mukosa.
Hal ini membuktikan salah satu peranan penting prostaglandin untuk memelihara
patogenesis ulkus peptikum. Aspirin, alkohol, garam empedu, dan zat-zat lain
dapat merusak mukosa lambung. Kerusakan yang terjadi dapat dilihat pada
16
Universitas Sumatera Utara
2.2.6 Terapi eradikasi Helicobacter pylori
lini pertama / terapi tripel, terapi lini kedua / terapi kuadrupel, dan terapi
Terapi lini pertama digunakan obat antara lain (Chey dan Wong, 2007) :
Dosis :
Terapi lini kedua / terapi kuadrupel dilakukan jika terdapat kegagalan pada
lini pertama. Kriteria gagal dapat dilihat apabila 4 minggu pasca terapi, bakteri
Helicobacter pylori tetap positif berdasarkan pemeriksaan uji nafas urea atau
Terapi lini kedua digunakan obat antara lain (Chey dan Wong, 2007) :
klaritomisin
17
Universitas Sumatera Utara
- Bismuth subsalicylate + Proton pump inhibitor + metronidazol +
klaritomisin
tetrasiklin
diberikan dua kali sehari untuk sisa selama 5 hari. Terapi standar 10 hari terdiri 40
masing diberikan dua kali sehari. Terapi pengobatan keduanya ditoleransi dengan
baik tetapi eradikasi dengan regimen sekuensial (89%) secara signifikan lebih
2.3 Lambung
Lambung adalah organ berbentuk huruf J yang terletak pada bagian kiri
atas rongga perut di bawah diafragma yang dapat dilihat pada gambar 2.3.
18
Universitas Sumatera Utara
menampung sejumlah besar makanan (Leeson, dkk., 1989). Lambung menerima
makanan dan bekerja sebagai penampung untuk jangka waktu pendek. Semua
makanan dicairkan dan dicampurkan dengan asam lambung dan dicerna oleh usus
ditelan. Lambung dapat membesar sampai mencapai kapasitas dua sampai tiga
Secara anatomis lambung terbagi atas kardia, fundus, korpus, dan pilorus.
Sebelah kanan atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri
bawah lambung terdapat kurvatura mayor (Price dan Wilson, 1995). Bagian
proksimal terdiri dari bagian fundus dan bagian badan yang bertindak sebagai
tempat untuk bahan tercerna. Bagian antrum adalah bagian utama untuk gerakan
19
Universitas Sumatera Utara
Lambung terdiri dari empat lapisan umum, yaitu: mukosa, submukosa,
muskularis, dan serosa (Leeson, dkk., 1989). Mukosa merupakan lapisan dalam
makanan (Price dan Wilson, 1995). Mukosa lambung terdiri dari epitel permukaan
dan membentuk gastric pits. Lamina propria dari lambung terdiri dari jaringan
penghubung yang jarang yang diselilingi dengan sel-sel otot polos dan limfoid.
bersama gerakan peristaltik makanan. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf
Muskularis dibentuk oleh tiga lapisan otot polos, yaitu: (1) Lapisan luar
longitudinal dan (2) Lapisan tengah sirkular yang merupakan lanjutan dari kedua
lapisan otot esofagus dan ditambah dengan (3) Lapisan serong (oblik) berbentuk
lengkungan otot yang berjalan dari kardia mengitari fundus dan korpus (Leeson,
dkk., 1989).
elastis yang relatif padat. Pada banyak tempat, jaringan aerolar diliputi oleh
20
Universitas Sumatera Utara
peritoneum yaitu satu lapis sel mesotel gepeng dan pada keadaan ini disebut
serosa. Pembuluh darah dan limfa terdapat di serosa dan menuju ke lapisan-
makanan dalam jumlah yang banyak secara cepat. Proses pencernaan secara
proses refleks relaksasi reseptif. Relaksasi otot-otot lambung ini dicetuskan oleh
gerakan gerakan faring dan esofagus. Relaksasi kemudian diikuti oleh kontraksi
dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam tubuh. Hal ini berkaitan dengan gerakan
pengosongan lambung diantara kedua kondisi ini. Siklus yang baik makanan
melalui lambung dan usus setiap 2 sampai 3 jam. Siklus ini disebut siklus
21
Universitas Sumatera Utara
1. Tahap I (fase basal) yang berlangsung selama 30 sampai 60 menit dengan
potensial aksi dan motilitas kontraksi. Pada fase ini berlangsung dengan
3. Tahap III (fase burst) yang berlangsung 10 sampai 20 menit. Fase ini
mencakup kontraksi intens dan rutin yang terjadi dalam waktu singkat
4. Tahap IV berlangsung selama 0 sampai 5 menit dan terjadi diantara fase II dan
2014).
22
Universitas Sumatera Utara
lipase, mukus, kation (Na+, K+, Mg2+, H+ (pH sekitar 1,0)), dan anion (Cl- dan
merangsang aliran empedu dan getah pankreas. Asam ini cukup pekat untuk dapat
tidak mengalami iritasi atau tercerna karena getah lambung juga mengandung
dan fundus serta sel-sel yang serupa di bagian lambung lain yang terdiri dari
yang disatukan oleh jembatan disulfida. Mukus membentuk suatu gel fleksibel
yang melapisi mukosa. Membran permukaan sel mukosa dan taut erat antara sel-
sel juga merupakan bagian sawar mukosa yang melindungi epitel lambung dari
Pemberian obat secara oral telah lama dikenal sebagai rute pemberian obat
yang paling banyak digunakan jika dibandingkan dengan rute pemberian obat
yang lain dan telah dikembangkan untuk penyampaian obat secara sistemik
dengan berbagai bentuk sediaan dengan formulasi yang berbeda. Saat ini para
Sistem pemberian obat yang ideal harus memiliki kemampuan untuk dapat
23
Universitas Sumatera Utara
digunakan satu dosis pemberian obat dan selama pengobatan harus
yang mendekati sistem penyampaian yang ideal dan mendorong para ilmuwan
Release System”. Desain penyampaian obat secara oral dimana pelepasan obatnya
pelepasan obat yang efektif sehingga konsentrasi obat pada jaringan target dapat
ditentukan dan mengoptimalkan efek terapetik obat yang dilakukan dengan cara
et al., 2012).
Rute oral yang secara umum merupakan sistem penyampaian obat yang
obat yang pelepasan obatnya diperlambat selama jangka waktu tertentu dan juga
pelepasan obat dikontrol di dalam tubuh. Oleh karena itu, sistem penyampaian
obat ini berhasil mempertahankan tingkat konsentrasi obat yang konstan pada
24
Universitas Sumatera Utara
jaringan target atau sel. Sistem penyampaian obat dengan cara ini dikelompokkan
ke dalam dua sistem penyampaian obat yaitu “Controlled Release” dan “Extended
a. Controlled Release
yang pelepasannya secara perlahan selama priode waktu tertentu yang pelepasan
b. Extended Release
pelepasan obatnya lebih lambat dari pelepasan obat secara normal pada umumnya
secara lokal maupun sistemik yaitu pencegahan iritasi lambung, pemanfaatan obat
yang lebih baik yaitu mengakumulasi dosis kronis suatu obat, meningkatkan
obat suatu sediaan untuk mempertahankan respon terapetik dalam waktu yang
panjang yaitu 8-12 jam dan kriteria sediaan SR yaitu jumlah obat yang terdisolusi
selama 3 jam adalah 20-50% untuk 6 jam adalah 45-75% dan 12 jam≥ 75%
25
Universitas Sumatera Utara
maksud untuk pemberiaan obat lokal pada saluran cerna bagian atas ataupun
untuk waktu yang lama sehingga memperpanjang waktu retensi obat pada
Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Sistem penghantaran obat tertahan di lambung (Swetha, et al., 2012).
26
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Perbedaan antara sistem penyampaian obat konvensional dan
gastroretentif (Dixit, et al., 2015)
dikehendaki. Sistem ini sesuai untuk obat yang memiliki rentang absorpsi yang
sempit di lambung dan juga memiliki daya densitas yang kecil sehingga memiliki
daya apung yang besar untuk dapat mengapung di atas cairan lambung tanpa
pada tingkat yang diinginkan dari sistem ini. Setelah pelepasan obat, sistem
residual ini dikosongkan dari lambung. Hal ini menyebabkan peningkatan waktu
retensi lambung yang lebih baik sehingga terjadi peningkatan konsentrasi obat
27
Universitas Sumatera Utara
2.4.4.1 Pembagian sistem mengapung
a. Sistem Effervescent
menggunakan polimer alam untuk dibuat dalam bentuk matriks seperti dengan
dan berbagai komponen effervescent seperti natrium bikarbonat, asam tartrat, dan
asam sitrat. Sediaan ini dirancang sedemikian rupa sehingga ketika kontak dengan
cairan lambung, maka gas karbondioksida (CO2) akan terlepas dan terperangkap
dalam sistem hidrokoloid yang mengembang. Hal ini membantu sediaan untuk
mengapung. Bahan tambahan yang sering digunakan pada sistem ini adalah
28
Universitas Sumatera Utara
Lapisan terluar sistem effervescent terbuat dari polimer yang dapat
al., 2014).
b. Sistem Non-effervescent
formulasi sistem ini termasuk sederhana yaitu dengan mencampurkan obat dengan
mengembang dan berkontak dengan cairan lambung dan memiliki daya densitas <
et al., 2015). Contoh tipe sistem penyampaian obat mengapung ini adalah sistem
29
Universitas Sumatera Utara
kerja obat yang lebih baik. Berbagai macam kandidat obat yang tepat untuk
a. Obat-obat yang aktif bekerja secara lokal di lambung, contoh: misoprostol dan
antasida
c. Obat-obat yang tidak stabil pada lingkungan basa di bagian usus atau kolon,
30
Universitas Sumatera Utara
Sementara itu, bentuk sediaan mengapung yang telah tersedia dipasaran
teknologi penghantaran obat dengan retensi lambung yang lebih lama dan
tertentu dengan cara melepaskan obat secara lambat pada tingkat terkendali.
31
Universitas Sumatera Utara
f. Menggunakan peralatan yang sederhana dan konvensional.
a. Retensi lambung yang dipengaruhi oleh banyak faktor seperti makanan, pH,
dan motilitas lambung. Faktor-faktor ini tidak pernah tetap dan karenanya daya
b. Obat-obatan yang menyebabkan iritasi dan lesi pada mukosa lambung tidak
d. Pengosongan lambung untuk pasien pada posisi tidur telentang yang terjadi
secara acak tidak dapat diprediksi dan bergantung pada diameter dan ukuran
sediaan mengapung. Oleh karena itu sebaiknya tidak diberikan sediaan ini saat
yang sangat besar karena berat molekul polietilen glikol dapat berkisar antara 150-
32
Universitas Sumatera Utara
10.000. Senyawa yang memiliki berat molekul dari 150-700 berbentuk cairan dan
dengan berat molekul yang rendah biasanya digunakan untuk larutan kental
dimana campuran biasanya dimanfaatkan sebagai basis salep larut air (Grosser, et
al., 2011).
Nama lain basis ini adalah carbowax, carbowax Sentry, Lipoxol, Lutrol E,
dan Phenol E. Polietilen glikol merupakan polimer dari etilen oksida dan air.
polimer. Polietilen glikol yang memiliki berat rata-rata 200, 400, dan 600 berupa
cairan bening yang tidak berwarna dan polietilen glikol yang memiliki berat
molekul rata-rata lebih dari 1000 berupa lilin putih, padat, dan kepadatannya
molekul 200-600 (PEG 200-600) berbentuk cair, PEG 1500 semi padat, PEG
3000-20.000 atau lebih berupa padatan semi kristalin, dan PEG dengan bobot
molekul yang lebih besar dari 100.000 berbentuk seperti resin pada suhu kamar.
pembuatan dispersi padat. Polimer ini mudah larut dalam berbagai pelarut, titik
leleh, dan toksisitasnya rendah berada dalam bentuk semi kristalin. Kebanyakan
PEG yang digunakan memiliki bobot molekul antara 4000 dan 20000, khususnya
PEG 4000 dan 6000. PEG 6000 biasanya berbentuk serbuk putih dengan tekstur
33
Universitas Sumatera Utara
Polietilen glikol 6000 adalah polietilen glikol H(O-CH2-CH2)n OH dimana
harga n antara 158 dan 204. Pemerian: serbuk licin putih atau potongan putih
gading, praktis tidak berbau dan berasa. Kelarutan: mudah larut dalam air, dalam
etanol (95%) P, dalam kloroform P, dan praktis tidak larut dalalm eter P. Bobot
Polietilen glikol 4.000, 6.000 dan 8.000 berbentuk serbuk putih dengan
tekstur seperti lilin dan berwarna seperti parafin. Kelarutannya sangat larut dalam
air, dalam diklorometan, dan sedikit larut dalam alkohol (Sweetman, 2009).
dikurangi jika diformulasi dengan salep yang mengandung basis PEG ini.
(Sweetman, 2009).
konsentrasi tinggi dalam suatu formulasi dapat mempengaruhi sifat obat bahkan
2.6 Kapsul
macam obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya dimasukkan kedalam
cangkang atau wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin lunak dan keras.
34
Universitas Sumatera Utara
Kebanyakan kapsul-kapsul yang diedarkan di pasaran adalah kapsul yang
pengobatan. Kapsul gelatin keras merupakan kapsul yang digunakan oleh ahli
farmasi dalam menggabungkan obat-obat dan pada umumnya kapsul jenis ini
Kulit kapsul dibuat dari gelatin pelentur dan air. Kulit kapsul dapat juga
pengeruh, pemberi rasa, gula, asam, dan bahan obat untuk mendapat efek yang
kapsul lunak relatif sedikit. Bahan yang paling banyak adalah Gliserin USP,
menetukan kekerasan cangkang gelatin dengan anggapan tidak ada pengaruh dari
bahan yang dikapsulkan (Lachman, dkk., 2008). Gelatin bersifat stabil diudara
bila dalam keadaan kering akan tetapi mudah mengalami peruraian oleh mikroba
bila menjadi lembap atau disimpan dalam larutan berair. Biasanya cangkang
kaspul gelatin mengandung uap air antara 9-12%. Apabila disimpan pada
lingkungan dengan kelembapan yang tinggi, penambahan uap air akan diabsorbsi
oleh kapsul dan kapsul keras ini akan rusak dari bentuk kekerasannya. Sebaliknya
pada lingkungan udara yang sangat kering, sebagian uap air yang terdapat pada
kapsul gelatin mungkin akan hilang, dan kapsul ini menjadi rapuh serta mungkin
Cangkang kapsul gelatin keras harus dibuat dalam dua bagian yaitu badan
kapsul dan bagian tutupnya yang lebih pendek. Kedua bagian harus saling
35
Universitas Sumatera Utara
menutupi bila dipertemukan dimana bagian tutup akan menyelubungi bagian
persiapan atau dalam jumlah yang besar secara komersil. Pada praktek peresepan,
obat tunggal atau kombinasi obat pada perhitungan dosis yang dianggap baik
tablet. Beberapa pasien menyatakan lebih mudah menelan kapsul daripada tablet.
Oleh karena itu, bentuk sediaan kapsul lebih disukai. Pilihan ini telah mendorong
Sargassum sp (Draget, et al., 2005). Alginat merupakan bahan yang non toksik,
(guluronat dan manuronat) pada berbagai sepsies alga yang ditentukan dengan
36
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Perbandingan asam uronat dalam berbagai spesies alga (Draget, et al.,
2005).
Asam alginat merupakan kopolimer biner yang terdiri dari residu β-D-
mannuronat (M) dan α-L-asam guluronat (G) yang tersusun dalam blok-blok yang
membentuk rantai linier (Grasdalen, et. al., 1979). Kedua unit itu berikatan pada
dan GG) dan suatu blok heteropolimer dari dua residu (MG) (Thom, et al., 1982).
37
Universitas Sumatera Utara
Natrium alginat lambat larut dalam air dan membentuk larutan kental, tidak larut
dalam etanol, dan eter. Alginat ini diperoleh dari spesies Macrocystis pyrifera,
Asam alginat tidak larut dalam air. Oleh karena itu, umumnya yang
digunakan di industri adalah dalam bentuk garam natrium dan garam kalium.
Salah satu sifat natrium alginat mempunyai kemampuan membentuk gel dengan
tartrat, dan kalsium sitrat. Pembentukan gel dengan ion kalsium disebabkan oleh
adanya ikatan silang membentuk khelat antara ion kalsium dan anion karboksilat
pada blok G-G melalui mekanisme antar rantai. Natrium alginat mempunyai rantai
poliguluronat menunjukkan sifat pengikatan ion kalsium yang lebih besar (Morris,
et al., 1980).
dicapai melalui pertukaran ion natrium dari asam guluronat dengan ion kalsium
Ca2+
38
Universitas Sumatera Utara
peningkatan jumlah residu α-L asam guluronat pada alginat. Sifat-sifat fisik gel
tergantung kepada rasio asam uronat dalam rantai polisakarida. Alginat yang kaya
α-L guluronat membentuk gel yang kaku tapi rapuh, sedangkan alginat yang kaya
β-D asam mannuronat lebih lemah tetapi lebih fleksibel (Morris, et al,. 1978;
Kelarutan alginat dalam air ditentukan dan dibatasi oleh tiga parameter
(ii) Kekuatan ionik total zat terlarut juga berperan penting (terutama efek
(iii) Kandungan dari ion-ion pembentuk gel dalam pelarut membatasi kelarutan
jumlah ion karboksilat, berat molekul, dan pH. Kemampuan mengikat air
meningkat bila jumlah ion karboksilat semakin banyak dan jumlah residu kalsium
Secara umum, alginat dapat mengabsorpsi air dan dapat digunakan sebagai
larutannya dalam air bereaksi netral sampai asam lemah. Sediaan alginat paling
stabil pada daerah pH 6-7, sedangkan pada pH 4,5 asam bebasnya akan
mengendap. Pemanasan yang kuat dan lama terutama >70°C dihindari karena
39
Universitas Sumatera Utara
disimpan dingin dan dilindungi dari cahaya dalam wadah tertutup baik (Voight,
1994). Natrium alginat yang umum digunakan antara 2,5% sampai 10% (Siregar
Cangkang kapsul dibuat dengan bahan dasar berupa natrium alginat dengan
alginat tahan atau tidak pecah dalam cairan lambung buatan (pH 1,2). Utuhnya
komponen penyusun cangkang kapsul alginat yaitu kalsium guluronat masih utuh
2.8 Disolusi
2011). Pelepasan obat dari bentuk sediaan dan absorbsi dalam tubuh dikontrol
oleh sifat fisika kimia obat dan bentuk yang diberikan, serta sifat-sifat fisika kimia
dan fisiologis dari sistem biologis. Konsentrasi obat, kelarutan dalam air, ukuran
molekul, bentuk kristal, ikatan protein, dan pKa adalah faktor-faktor fisikokimia
release) atau terkendali (sustained release). Lepasnya suatu obat dari bentuk
sediaan meliputi faktor disolusi atau difusi yang telah umum digunakan untuk
40
Universitas Sumatera Utara
Disolusi secara farmasetikal dapat didefinisikan sebagai laju perpindahan
massa dari permukaan padat ke dalam medium disolusi atau pelarut dalam kondisi
dalam disolusi obat adalah reaksi antara obat padat dengan cairan dan/atau
dan karena kinetika disolusi tergantung pada tiga faktor, yaitu laju aliran medium
disolusi terhadap antarmuka padat-cair, laju reaksi pada antarmuka, dan difusi
molekul dari molekul obat terlarut dari antarmuka terhadap medium pelarut
Gambar 2.9 Langkah dasar mekanisme disolusi obat (Singhvi dan Singh, 2011):
(1). Molekul pelarut dan/atau komponen dari disolusi medium
bergerak menuju antarmuka
(2). Adsorpsi (reaksi berlangsung pada antarmuka cairan-padatan)
(3). Molekul obat terlarut bergerak menuju medium pelarut
dan tingkat kelarutan suatu obat di dalam medium air dimana di dalam obat
mengandung satu atau lebih bahan tambahan lainnya. Medium yang umum
digunakan pada uji disolusi adalah medium lambung dan dapat fosfat. Masalah
bioavailabilitas dapat ditemukan pada metode disolusi ini. Akan tetapi, pada
bioavailabilitas yang berbeda untuk setiap formulasi obat (Shargel dan Yu, 1998).
41
Universitas Sumatera Utara
Laju disolusi adalah jumlah zat aktif yang larut per satuan waktu di bawah
pelarut. Disolusi dapat dianggap sebagai suatu tipe spesifik reaksi heterogen
tertentu ketika hasil pemindahan massa sebagai suatu pengaruh jaringan bersih
antara molekul terlarut yang lepas dan yang mengendap pada permukaan padat
Bila suatu sediaan obat dimasukkan kedalam gelas beaker yang berisi air atau
dimasukkan kedalam saluran cerna, obat mulai masuk kedalam larutan dari bentuk
bersamaan dengan melepasnya suatu obat dari bentuk obat yang diberikan.
i. Efek kelarutan obat. Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama
ii. Efek ukuran partikel. Ukuran partikel yang kecil dapat memperbesar luas
akan meningkat.
i. Efek formulasi. Laju disolusi suatu bahan obat dapat dipengaruhi bila
42
Universitas Sumatera Utara
bahan obat yang hidrofob, oleh karena itu disolusi bertambah dan bahan
ii. Efek faktor pembuatan sediaan. Metode granulasi dapat mempercepat laju
ii. Viskositas medium. Semakin tinggi viskostas medium maka semakin kecil
lebih cepat dibandingkan dengan air, oleh karena itu akan mempercepat
a. Metode Keranjang
Metode keranjang terdiri atas keranjang silindrik yang ditahan oleh tangkai
motor. Keranjang menahan cuplikan dan berputar dalam suatu labu bulat yang
berisi media pelarutan. Keseluruhan labu tercelup dalam suatu bak yang bersuhu
43
Universitas Sumatera Utara
konstan 37oC. Kecepatan berputar dan posisi keranjang harus memenuhi
b. Metode Dayung
Metode dayung terdiri dari suatu dayung yang dilapisi bahan khusus yang
diikat secara vertikal ke suatu motor yang berputar dengan suatu kecepatan yang
terkendali. Tablet atau kapsul diletakkan dalam labu pelarutan yang beralas bulat
yang juga berfungsi untuk memperkecil turbulensi dari media pelarutan. Alat
ditempatkan dalam suatu bak air yang bersuhu konstan, seperti pada metode
basket dipertahankan pada suhu 37oC. Posisi dan kesejajaran dayung ditetapkan
pada prosedur yang terdapat pada Farmakope Indonesia. Metode dayung sangat
Pada beberapa produk obat, kesejajaran dayung yang tidak tepat dapat
Metode ini dasarnya menggunakan wadah, pompa, sel yang dapat dialiri,
dan sebuah tangas air yang dapat mempertahankan suhu media disolusi pada
37±0,5°C. Pompa mendorong media disolusi ke atas melalui pompa sel. Sel
terbuat dari bahan yang inert dan transparan, dipasang vertikal dengan suatu
sistem penyaring yang mencegah lepasnya partikel tidak larut dari bagian atas sel.
Sel akan tercelup dalam sebuah tangas air dan suhu dipertahankan 37±0,5°C.
44
Universitas Sumatera Utara
2.9 Bakteri
dapat tumbuh pada suhu 0°C dan ada yang tumbuh dengan baik pada sumber air
panas yang suhunya 90°C atau lebih (Pelczar dan Chan, 1986).
a. Golongan basil
b. Golongan kokus
Bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil. Bentuk kokus ini dapat
dibedakan atas:
c. Golongan spiral
berbentik spiral ini tidak banyak dan merupakan golongan yang paling kecil
45
Universitas Sumatera Utara
2.9.2 Pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan bakteri
a. Suhu
- Bakteri psikrofil, yaitu bakteri yang tumbuh pada tumbuh pada suhu antara
- Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang tumbuh pada suhu antara 20-40°C,
b. pH
bakteri memiliki jarak pH yang sempit, yaitu sekitar 6,5-7,5 atau pada pH
netral yang biasanya disebut sebagai bakteri neutrofil. Beberapa bakteri yang
dapat hidup pada pH 4 disebut dengan bakteri asidofil dan bakteri yang hidup
c. Kelembaban
cukup tinggi untuk hidup, yaitu 80%. Pengurangan kadar air dari
46
Universitas Sumatera Utara
d. Cahaya
e. Pengaruh oksigen
hidupnya.
- Anaerob obligat, yaitu mikroorganisme yang tidak dapat hidup bila ada
oksigen.
hanya dapat tumbuh bila kadar oksigen diturunkan menjadi 15% atau
kurang.
Divisi : Schizophyta
Kelas : Schizomycetes
47
Universitas Sumatera Utara
Ordo : Eubacteriales
Family : Micrococaceae
Genus : Staphylococcus
Bakteri ini termasuk bakteri Gram positif, berbentuk kokus, dan bersifat
merupakan bakteri Gram positif berbentuk kokus dengan diameter 0,7-0,9 µm.
Bakteri Staphylococcus aureus tahan garam dan tumbuh dengan baik pada
(Fardiaz, 1993).
langsung dari luka, misalnya pasca operasi infeksi stapfilokokus atau infeksi yang
akut, dan meningitis atau infeksi paru-paru dapat dihasilkan. Manifestasi klinik
mirip dengan yang tampak pada infeksi sistemik. Lokalisasi sekunder pada organ
atau sistem disertai simtom dan tanda pada disfungsi organ dan supurasi fokal
48
Universitas Sumatera Utara
2.9.3.2 Bakteri Escherichia coli
Divisi : Schizophyta
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Bakteri ini termasuk bakteri Gram negatif, berbentuk batang, dan bersifat
memberikan hasil positif pada tes indol, lisin dekarboksilase, dan fermentasi
(80%); gastroenteritis dan meningitis pada bayi, peritonitis, infeksi luka, dan
sistem saluran kemih dan jumlah untuk infeksi saluran kemih pertama kurang
lebih 90% pada wanita muda. Gejala dan tanda-tanda meliputi frekuensi buang air
kecil, disuria (susah buang air kecil), hematuria (ada darah dalam urin), dan
piyuria (ada pus dalam urin). Selain itu, sekitar 50% dari pneumonia nosokomial
primer yang didapat di rumah sakit di sebabkan oleh strain bakteri Escherichia
49
Universitas Sumatera Utara
2.9.4 Media pertumbuhan bakteri
- Media sintetik
Media yang kandungan dan isi bahan yang ditambahkan diketahui secara
- Media non-sintetik
Media yang kandungan dan isinya tidak diketahui secara terperinci dan
pepton.
- Media selektif
Media biakan yang mengandung paling sedikit satu bahan yang dapat
diisolasi.
- Media diferensial
- Media diperkaya
dalam jumlah sedikit. Media ini menggunakan bahan atau zat yang serupa
50
Universitas Sumatera Utara
c. Berdasarkan konsistensinya, media dibagi atas (Irianto, 2006):
- Media padat/solid
- Media cair
apakah antibiotik yang digunakan masih dapat mengatasi infeksi yang disebabkan
oleh bakteri. Uji sensitivitas bakteri terhadap antibiotik pada dasarnya dapat
a. Metode Dilusi
dilakukan menggunakan tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah
tertentu sel mikroba. Masing-masing tabung kemudian diisi dengan obat pada
rentang konsentrasi tertentu, diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam, dan
tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih (tidak
ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM. Biakan dari semua tabung jernih
jam dan diamati ada tidaknya koloni mikroba yang tumbuh. Konsentrasi
pertumbuhan mikroba adalah KBM. Keuntungan dari metode ini adalah satu
51
Universitas Sumatera Utara
b. Metode Difusi
Pada metode difusi, obat dijenuhkan ke dalam cakram kertas. Cakram kertas
mikroba, diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam. Zona hambat disekitar
pertumbuhan mikroba. Metode difusi terdiri dari beberapa cara, yaitu: cara
silinder plat dan cara cakram yang berisi larutan antibiotik yang diletakkan
yang sudah diketahui kepekaannya terhadap obat dengan isolat bakteri yang
c. Metode E-test
hingga tertinggi dan diletakkan pada permukaan media agar yang telah
52
Universitas Sumatera Utara
d. Metode Cup-plate
dilakukan dengan membuat sumur sedemikian rupa pada media agar yang telah
sumur dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam, selanjutnya diamati
Metode isolasi biakan bakteri dibagi atas 3 cara (Stanier, dkk., 1982),
yaitu:
- Cara gores
- Cara sebar
- Cara tuang
media.
53
Universitas Sumatera Utara
a. Fase Penyesuaian diri (Lag phase)
Pada saat dipindahkan ke media, bakteri tidak langsung tumbuh dan membelah,
Selama fase ini, populasi meningkat dua kali pada interval waktu yang teratur.
metabolisme sel.
Pada fase ini terjadi kompetisi antara bakteri untuk memperoleh nutrisi dari
media untuk tetap hidup. Sebagian bakteri mati sedangkan yang lain tumbuh
dan membelah sehingga jumlah sel bakteri yang hidup menjadi tetap.
Jumlah bakteri hidup berkurang dan menurun dari beberapa jenis bakteri
54
Universitas Sumatera Utara